Anda di halaman 1dari 9

1

FILSAFAT KOMUNIKASI

I. Definisi Filsafat Komunikasi


Filsafat Komunikasi adalah disiplin ilmu yang menelaah pemahaman

secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis

mengenai teori dari proses komunikasi yang meliputi berbagai dimensi dan

berdasarkan bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan metode

komunikasi. Berikut merupakan definisi-definisi lain filsafat komunikasi

menurut beberapa ahli :


1. Richard Lanigan
Didalam karyanya yang berjudul “Communication Models in

Philosophy, Review and Commentary” membahas secara khusus “analisis

filsafati mengenai komunikasi”. Richard Lanigan mengatakan; bahwa

filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-bidang utama

menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban

terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini :


- Apa yang aku ketahui ? (What do I know ?)
- Bagaimana aku mengetahuinya ? (How do I know it ?)
- Apakah aku yakin ? (Am I sure ?)
- Apakah aku benar ? (Am I right ?)
Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan

sistematis studi terhadap: Metafisika, Epistemologi, Aksiologi dan

Logika.
2. Prof. Onong Ucahana Efendy, MA
Menurut Prof. Onong Ucahana Efendy, filsafat komunikasi adalah

suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman (verstehen) secara

fundamental, metodologis, sistematis, analisis, kritis, dan holistis tentang

teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut


2

bidangnya, sifatnya, tatanannya,tujuannya, fungsinya, teknik dan

perannya.
3. Fisher
Filosofis ilmu komunikasi menurut Fisher (1986:17) adalah ilmu yang

mencakup segala aspek dan bersifat eklektif yang digambarkan oleh

Wilbur Schramm (1963:2) sabagai jalan simpang yang ramai, semua

disiplin ilmu melintasinya.


4. Rosengreen
Menurut Rosengreen (1983), setidaknya ada tiga paradigma besar

yang melatar belakangi perkembangan teori dan penelitian studi

komunikasi, antara lain:


- Pertama, paradigma klasik—yang menyangkut positivisme dan post-

positifisme. Paradigma klasik percaya bahwa realitas yang ada di

lingkungan sekitar sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Perspektif positivisme dapat diartikan sebagai penyamarataan suatu

ilmu dengan ilmu-ilmu lainnya. Sedangkan post-positifisme

merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan kebenaran-

kebenaran positivisme.
- Kedua, paradigma kritis. Paradigma kritis dalam menangkap suatu hal

tidak hanya mau menjelaskan, melainkan juga akan

mempertimbangkan, merefleksikan, menata realitas sosial dan berfikir

kritis berdasarkan teori-teori yang telah ada.


- Ketiga, paradigma konstruktifis. Paradigma konsruktifis adalah

penjelasan paling sesuai untuk menguraikan fenomena yang

diperhatikan.
5. Laurie Ouellette Chair & Amit Pinchevski
Menurut Laurie Ouellette Chair dan Amit Pinchevski, filsafat

Komunikasi secara luas peduli dengan masalah teoritis, analitis, dan


3

politik yang melintasi batas-batas yang terjadi begitu saja untuk di analisa

dalam studi komunikasi

II. Empat Pilar Filsafat Komunikasi


Terdapat empat pilar dalam filsafat komunikasi, yaitu Ontologi,

Epistemologi, Aksiologi, dan Logika dengan uraian sebagai berikut :


1. Ontologi
Menurut Suparlan (2005) ontologi berarti telaah atau studi mengenai

arti sesuatu yang “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri yang mendasar yang

ada padanya menurut bentuknya yang paling abstrak.


Ontologi merupakan teori yang membahas mengenai hakikat dari

suatu ilmu pengetahuan. Hakikat diartikan sebagai suatu realitas kenyataan

yang utuh, dapat pula dikatakan yang sebenar-benarnya. Lebih lanjut,

ontologi merupakan kajian mengenai objek materil dan objek formil dari

ilmu pengetahuan, yaitu berkenaan dengan hal-hal yang bersifat empiris.


Dalam pandangan ontologi, ilmu komunikasi dipahami melalui objek

materil dan objek formilnya. Objek materil dalam kacamata ontologi

dimaknai bahwa komunikasi sebagai sesuatu yang berada pada tingkat

paling abstrak. Sementara itu, objek formal dalam kacamata ontologi

memandang bahwa komunikasi merupakan sebuah sudut pandang (point

of view) yang kemudian memberikan kerangka bagi dimensi studi itu

sendiri.
Sehingga dapat disimpulkan ontologi komunikasi memberikan

penjelasan yang dimaksud hakikat komunikasi.


2. Epistemologi
Epistemologi merupakan metode atau teori yang mengkaji bagaimana

suatu ilmu pengetahuan didapat atau diperoleh. Fokus dari pada

epistemologi adalah metode atau cara memperoleh pengetahuan.

Kemudian juga tentang verifikasi dan kebenaran dari suatu pengetahuan.


4

Aspek epistemologi adalah suatu kebenaran. Realitas atau fakta yang

dipandang dari aspek mengapa dan bagaimana realitas atau fakta itu benar

dan apakah realitas atau fakta itu dibuktikan kebenarannya. Epistemologi

pada dasarnya adalah suatu metode yang didalamnya membahas

bagaimana suatu pengetahuan dirangkai dari data-data yang diperoleh

menggunakan metode ilmiah yang dapat di pertanggungjawabkan.


Kemudian, kaitannya dalam bahasan ini adalah, bahwa kemunculan

ilmu komunikasi sebagai suatu ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan

dari perkembangan ilmu sosial sebagai payung diatasnya. Perkembangan

keilmuan pada ilmu sosial memberikan sebuah landasan bagi terciptanya

cabang keilmuan yang baru. Sehingga, diperoleh ilmu komunikasi sebagai

sebuah ilmu pengetahuan yang utuh. Dimana dalam komunikasi sendiri,

epistemologi komunikasi diartikan sebagai suatu penjelasan yang

membahas metode, teori, serta proses komunikasi.


3. Aksiologi
Aksiologi mempelajari dan membahas tentang manfaat yang diperoleh

dari suatu ilmu pengetahuan, serta menyelidiki hakikat nilai baik etika

maupun estetika. Dalam pandangan ini, hakikat ilmu pengetahuan yang

bersifat etik sangat terkait dengan aspek kebermanfaatan dari ilmu

pengetahuan itu sendiri.


Aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan yang bersifat filosofis

pragmatis. Tujuan tersebut memiliki asas kebermanfaatan yang terkait

dengan tujuan dan kepentingan dari pada manusia itu sendiri. Bahwa,

perkembangan ilmu komunikasi tidak terlepas dari kebutuhan manusia itu

sendiri akan pentingnya komunikasi. Kebutuhan manusia akan komunikasi

inilah yang diartikan sebagai suatu tujuan pragmatik.


5

Sehingga dapat disimpulkan, aksiologi komunikasi adalah sebuah

penjelasan mengenai substansi, tujuan dan manfaat komunikasi.


4. Logika
Logika berkaitan dengan kajian terhadap prinsip-prinsip dan metode

pemikiran atau penalaran secara benar. Bahwa suatu pemikiran yang

dikomunikasikan atau disampaikan kepada orang lain merupakan suatu

keputusan sebagai hasil dari olah pikir seseorang secara logis dan rasional.
Dalam berkomunikasi diperlukan suatu pemikiran yang logis dan

benar (pertimbangan logis). Pertimbangan tersebut dilakukan sebelum

memutuskan untuk menyampaikan suatu pesan, gagasan, dan informasi

serta simbol tersebut kepada orang lain yang menjadi lawan komunikasi.
Bahkan dalam komunikasi, logika menjadi sangat penting bagi

berlangsungnya komunikasi yang baik. Dalam hal ini, logika merupakan

menjadi kunci bagi tersampainya pesan yang logis dan dapat diterima.

Oleh karena itu, tanpa logika mustahil komunikasi akan berjalan

sebagaimana mestinya.

III. Metodologi Penelitian Komunikasi


1. Positivistik
Pandangan ini merupakan pandangan tertua dalam kajian ilmu sosial

termasuk ilmu komunikasi. Positivistik merupakan pandangan yang

berpendekatan sebagaimana ilmu-ilmu alam. Pandangan ini melihat suatu

peristiwa sosial yang ada sebagai suatu gejala sebab-akibat. Dapat

dikatakan pula sebagai sesuatu yang terjadi disebabkan oleh alasan

tertentu. Pandangan ini menyetarakan ilmu-ilmu tetang manusia dengan

ilmu-ilmu alam.
6

Menurut Ardianto (2009), ilmu komunikasi memandang bahwa

positivistik ini adalah komunikasi sebagai sebuah proses linier sebab-

akibat yang mencerminkan upaya pengiriman pesan untuk mengubah

pengetahuan penerima pesan yang aktif. Artinya, dalam pandangan ini

proses komunikasi ditentukan oleh si pengirim pesan. Berhasil atau

tidaknya itu tergantung bagaimana upaya si pengirim pesan. Jika berhasil,

berarti disebabkan upaya yang baik dari pengirim pesan, jika tidak maka

sebaliknya.
Dalam pandangan ini penelitian komunikasi disamaratakan dengan

penelitian ilmu alam menggunakan metode kuantitatif, yakni

menggunakan data berupa angka sebagai ukuran dan pedomannya. Teori

kultivasi dan teori agenda setting merupakan teori yang terkait dengan

pandangan ini.
2. Post-Positivistik
Pandangan ini merupakan pandangan yang menentang atau anti thesis

pandangan positivistik, dengan alasan tidak mungkin menyetarakan ilmu-

ilmu tentang manusia dengan ilmu alam. Dikarenakan tindakan dan

perilaku manusia tidak dapat diprediksi dengan satu penjelasan mutlak,

sebab manuasia merupakan makhluk yang dinamis dan senantiasa

berubah.
Pada satu sisi post-positivistik sepaham dengan positivistik yang

menyatakan bahwa realitas sosial itu nyata keberadannya disesuaikan

dengan hukum alam. Akan tetapi, disatu sisi, post-positivistik berpendapat

bahwa realitas sosial yang sebenarnya tidak mungkin didapatkan saat

mereka tidak terlibat dengan objek yang diteliti. kebenaran suatu realitas
7

sosial akan didapatkan saat kita terlibat langsung dengan objek yang

diteliti.
Hubungan antara peneliti dengan suatu realitas haruslah bersifat

interaktif dan untuk itu perlu menggunakan prinsip trianguulasi yaitu

suatu metode yang membandingkan data dari berbagai subjek terkait guna

memperoleh data yang benar-benar objektif tidak hanya dari satu sudut

pandang.
Dalam hal ini komunikasi, tidak hanya ditentukan oleh pengirim pesan

saja melainkan oleh keduanya. Dimana faktor keberhasilan dan kegagalan

komunikasi dapat disebabkan dan sangat dimungkinkan oleh salah satu

diantara penerima maupun pengirim pesan, bahkan keduanya.


3. Konstruktivistik
Pandangan konstuktivistik berpendapat realitas sosial bukanlah suatu

hal alamiyah, melainkan terbentuk dari suatu konstruksi. Sebagaimana

dijelaskan dalam pandangan positivitik, Pandangan ini berfokus pada

analisis bagaimana suatu peristiwa atau realitas dikonstruksi dan dibentuk.


Dalam pandangan konstruktivistik subjek dengan objek komunikasi

merupakan suatu kesatuan. Dalam pandangan ini bahasa yang menjadi

objek penelitian tidak hanya untuk memahami apa yang menjadi realitas

saja. Namun lebih dari itu, bahasa dipandang sebagai bagian tak

terpisahkan dari subjek sebagai pengirim pesan. Sementara itu subjek

sendiri dalam paradigma konstruktivistik diasumsikan sebagai pemain

utama dalam suatu komunikasi. Teori kegunaan dan kepuasan serta teori

interaksionalisme simbolik adalah teori yang berada dibawah paradigma

ini.
4. Kritis
Paradigma kritis ini lahir sebagai sebuah gagasan yang tidak sepakat

pandangan kontruktivistik yang dianggap kurang peka terhadap proses


8

pemaknaan dan pemaknaan kembali terhadap suatu realitas baik terjadi

baik secara historis maupun secara institusional.


Analisis pada teori kritis tidak hanya terfokus pada apa yang dianggap

benar dan tidak benar dalam penggunaan sebuah strukur bahasa maupun

proses penafsiran serta penggunaan simbol – simbol komunikasi layaknya

pada pandangan kontruktivistik.


Menurut Pambanyun (2013) paradigma kritis bersifat realism historis,

artinya suatu realitas objektif diasumsikan dan harus dipahami sebagai

suatu yang plastis atau tidak sebenarnya. Artinya realitas objektif itu

dibentuk secara terus menerus atau kontinyu oleh berbagai faktor, seperti

sosial,politik, ekonomi dan budaya yang justru bahkan disatukan kedalam

suatu rangkain struktur yang sekarang ini dianggap sebagai sesuatu yang

nyata atau alamiah.


Sebagian besar ahli beranggapan bahwa teori kritis ini sangat erat

kaitanya dengan media massa, dimana massa pembawa informasi yang

mampu menggugah kritik terhadap realitas objektif atau peristiwa yang

menjadi muatanya.
Dalam ilmu komunikasi pandangan ini memberikan sumbangsih pada

teori Feminis dan Teori Analisi Wacana.


9

Referensi :

Ridwan, Aang. 2013. Filsafat Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia.


http://filsafatdankomunikasi.blogspot.co.id/2015/02/filsafat-dan-komunikasi.html
http://pakarkomunikasi.com/filsafat-komunikasi

Anda mungkin juga menyukai