BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
1) Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta;
2) Filsafat ialah suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian
penalaran;
3) Filsafat ialah suatu perangkat masalah-masalah;
4) Filsafat ialah seperangkat teori dan sistem berpikir. (Burhanuddin
Salam: 2009)
Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan gabungan dari dua
kata, yakni “philo” yang berarti “cinta” dan “sophos” yang berarti
“kebijaksanaan”. Dengan demikian, secara etimologi filsafat mempunyai arti
“cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). (Muhamad Mufid: 2009) Jadi,
menurut namanya, filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta kepada
kebijaksanaan. (M. Ahmad Syadalim: 1999) Kata filsafat petama kali
digunakan oleh pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum
jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti halnya yang banyak
dipakai sekarang ini oleh para kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399
SM). (Surajiyo: 2010) Dari berbagai pengertian di atas Yatimin Abdullah
(2006) melihat pengertian filsafat dari segi istilah, berarti juga melihat filsafat
dari segi definisinya. adapun definisi ilmu filsafat yang diberikan oleh para ahli
filsafat adalah sebagai berikut:
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk
memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia
telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia
selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan
dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup
dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan
baik atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-
sama membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran.
(Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika
memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir: 2005)
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran-kesadaran dan
penngalaman moral secara deskriptif. Ini dilakukan dengan bertitik
pangkal pada kenyataan bahwa terdapat beragam fenomena moral yang
dapat digambarkan dan diuraikan secara ilmiah. Etika deskriptif berupaya
menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan dan pengalaman moral
dalam suatu kultur tertentu. Etika deskriptif dibagi menjadi dua, yaitu:
2. Etika Normatif
Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran
atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan. Etika
ini dapat menjelaskan tentang nilai-nilai yang seharusnya dilakukan serta
memungkinkan manusia untuk mengukur tentang apa yang terajdi.
Ciri khas etika filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan
baik-buruk, benar-salah, tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat
mempunyai suatu kedudukan tersendiri. Ada banyak cabang filsafat,
seperti filsafat alam, filsafat sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum, dan
filsafat agama. Sepintas lalu rupanya etika filsafat juga menyelidiki suatu
bidang tertentu, sama halnya seperti cabang-cabang filsafat yang disebut
tadi. Semua cabang filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan etika
filsafat membahas yang harus dilakukan. Karena itu etika filsafat tidak
jarang juga disebut praktis karena cabang ini langsung berhubungan
dengan perilaku manusia, dengan yang harus atau tidak boleh dilakukan
manusia.
Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah
dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks
filsafat yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan
kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi
sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang
didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah
meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis, karena seluruhna
berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman inderawi) yaitu apa yang
dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu emperis berasal dari
observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hukum-
hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan
berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika
filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat
berbicara juga tentang yang konkret, kadang-kadang malah tentang hal-hal
yang amat konkret, tetapi ia tidak berhenti di situ.
1. Segi semantik, perkataan filsafat berasal dari kata Arab dan Yunani,
yaitu falsafah dan philosophia.
2. Segi praktis, dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam
pikiran atau alam berpikir.
Dan juga dapat diketahui bahwa etika itu merupakan sebagai ilmu
pengatahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang
dilakukan manusia untuk dikatakan baik dan buruk. Etika dapat mengantar
orang kepada kemampuan untuk bersikap kritis dan rasional, untuk membantu
pendapatnya sendiri dan tidak bertindak sesuai dengan apa yang
dipertanggungjawabkannya sendiri.
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran-
kesadaran dan pengalaman moral secara deskriptif. Etika deskriptif
dibagi menjadi dua, yaitu: sejarah moral dan fenomenologi moral
2. Etika Normatif
Etika normatif menjelaskan tentang nilai-nilai yang seharusnya
dilakukan serta memunginkan manusia untuk mengatur tentang apa
yang terjadi.