Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi dan peradaban dunia yang pesat berbanding


lurus dengan kerumitan masalah yang ditimbulkannya. Masalah yang dihadapi
dunia saat ini adalah masalah global yang memerlukan penanganan yang berbeda
dengan yang telah dilakukan sebelumnya. Masalah-masalah yang dihadapi dunia
saat ini merupakan masalah yang bersifat multi sektoral dan memiliki kaitan satu
sama lain. Masalah yang kompleks tersebut tidak lagi dapat diatasi hanya dengan
menggunakan satu disiplin atau pendekatan saja, tapi terkadang penggabungan
berbagai disiplinpun memperlihatkan berbagai ciri yang berbeda.
Perkembangan pendekatan yang terus mengalami dinamika pada
gilirannya mencipta pendekatan yang bukan lagi tunggal atau monodisiplin, tetapi
sudah interdisiplin, multidisiplin dan transdisiplin. Sudah banyak referensi yang
berusaha memposisikan pendekatan multidisiplin yang dianggap justru lebih
komprehensif dibanding dengan yang monodisiplin.
Pendekatan dalam suatu ilmu dapat dilihat melalui dua tipe yaitu
monodisipliner dan interdisipliner. Pendekatan monodisipliner yaitu pendekatan
dengan suatu ilmu yang tunggal sudut pandang. Ciri pokok atau kata kunci dari
pendekatan monodisipliner adalah mono (satu ilmu) atau satunya itu. Di pihak
lain, pendekatan dengan banyak ilmu lazim disebut pendekatan
interdisipliner/multidisipliner. Pemecahan masalah pada masa ini tidak
memungkinkan menggunakan pendekatan monodipliner karena masalahnya tidak
hanya berkenaan dengan satu ilmu saja, tetapi dengan pendekatan interdisipliner
atau multidisipliner karena masalahnya menyangkut banyak ilmu. Pendekatan
untuk melakukan pemecahan masalah yang menggunakan dua ilmu atau lebih
secara umum atau arti luas disebut juga dengan pendekatan interdisipliner atau
pendekatan multidisipliner yang sering pula ditulis pendekatan
interdisipliner/multidisipliner. Apabila dirinci berdasarkan karakteristiknya,
pendekatan interdisipliner ini dapat dibagi menjadi: pendekatan interdisipliner,
pendekatan multidisipliner dan transdidiplin.

1 1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Interdisiplinier
Pendekatan interdisliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan
menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang. Dalam studi misalnya
menggunakan pendektan sosiologis, historis dan normatif secara bersamaan.
Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari keterbatasan dari hasil-
hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya,
dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah Nabi tidak cukup
hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan
pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah
dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Menurut kamus besar nahasa Indonesia interdisipliner adalah
antardisiplin atau bidang studi.1 Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi
intensif antar satu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun
yang tidak, melalui program-program pengajaran dan penelitian, dengan tujuan
melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis.2

Jadi, pendekatan interdisipliner adalah cara pandang dalam mengkaji


suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut pandang atau sejumlah
pendekatan. Artinya dalam memecahkan suatu masalah tidak hanya menggunakan
satu pendekatan saja akantetapi menggunakan berbagai pendekatan agar hasilnya
sempurna.
Ada dua pendapat mengenai kelahiran pendekatan interdisipliner. Ada
sebagian ahli yang mengatakan bahwa konsep interdisipliner merupakan, yang
berakar dari teori-teori, misalnya, teori Plato, Kant, Hegel, dan Aristoteles. 3

1
http://kbbi.web.id/interdisipliner (diakses/25/10/2016)
2
http://iperpin.wordpress.com/interdisiplin/ (diakses/25/10/2016)
3
Ida Rochani Adi, “Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Amerika,”Humaniora, No.7,
Januari – Maret 1998, h. 82., (diakses/25/10/2016)

2 2
Contoh beberapa Pendekatan Interdisipliner dalam bidang keilmuan:
1. Pendekatan Filsafat
Filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta dan kata shopos
yang berarti cinta dan kata shopos yang beraati ilmu atau hikmah secara
etimologi filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Menurut istilah
(terminologi) filsafat islam adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkan falsafah dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam.4
Contoh pendekatan filsafat agama islam, ajaran agama islam
mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuan antara lain agar seseorang
merasakan hidup berdampingan dengan oranglain. Dengan mengajarkan
puasa misalkan agar seorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya
menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan.
Dengan menggunakan pendekatan filosofis ini seseorang akan dapat
memberikan makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula
mendapat hikmah dan ajarang yang terkandung didalamnya. Dengan
demikian ketika seoarang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa
kekeringan dan kebosanan. Semakin mampu mengenali makna filosofis dari
suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan,dan
daya spiritual yang dimiliki seseorang.5
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi berikut:
a. Segi semantik; filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah. Dari
bahasa Yunani yaitu philosophia yaitu pengetahuan hikmah (wisdom).
Jadi philosophia berarti cinta pengetahuan, kebijaksanaan, dan
kebenaran. Maksudnya adalah orang menjadikan pengetahuan sebagai
tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
b. Segi praktis; filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir.
Orang yang berpikir tentang filsafat disebut filosof. Yaitu orang yang
memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam
tugasnya filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan

4
M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006), h. 290
5
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, h. 43-45

3
memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat
kebenaran segala sesuatu.
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang terdiri dari
gabungan ilmu-ilmu khusus6. Dalam perkembangan ilmu-ilmu khusus satu
demi satu memisahkan diri dari induknya yakni filsafat. Ruang lingkup
filsafat berdasarkan struktur pengetahuan yang berkembang dapat dibagi
menjadi tiga bidang,sebagai berikut,
a. Filsafat sistematis terdiri dari:
1) Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat
yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2) Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
3) Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
4) Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
5) Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
b. Filsafat khusus terdiri dari:
1) Filasafat seni
2) Filsafat kebudayaan
3) Filsafat pendidikan
4) Filsafat bahasa
5) Filsafat sejarah
6) Filsafat budi pekerti
7) Filsafat politik
8) Filsafat agama
9) Filsafat kehidupan
10) Filsafat nilai
c. Filsafst keilmuan terdiri dari:
1) Filsafat psikologi
2) Filsafat ilmu-ilmu sosial.

6
Ibid.,h. 292

4
Dalam studi filsafat untuk memahami secara baik paling tidak kita
harus mempelajari lima bidang politik, yaitu:
1) Metafisika
2) Epistimologi
3) Logika
4) Etika
5) Sejarah filsafat.
2. Pendekatan Sosiologi
a. Pengertian Pendidikan dengan pendekatan sosiologi
Sosiologi adalah ilmu tentang kemasyarakatan, ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat.
Sosiologi didefinisikan secara luas sebagai bidang penelitian yang
tujuannya meningkatkan pengetahuan melalui pengamatan dasar
manusia,dan pola organisasi serta hukumnya. Sosiologi dapat juga
diartikan sebagai suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan
masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial
lainnya yang saling berkaitan. Selanjutnya sosiologi digunakan sebagai
salah satu pendekatan dalam studi islam yang mencoba untuk memahami
Islam dari aspek sosial yang berkembang dimasyarakat, sehingga
pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah
studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan
dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya. Pendidikan
menurut pendekatan sosiologi ini dipandang sebagai salah satu konstruksi
sosial atau diciptakan oleh interaksi sosial. Pendekatan sosiologi dalam
praktiknya, bukan saja digunakan dalam memahami masalah-masalah
pendidikan, melainkan juga dalam memahami bidang lainnya, seperti
agama sehingga munculah studi tentang sosiologi agama.7
b. Agama dalam pendekatan sosiologi

7
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Normatif
Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi,
Kebudayaan, Politik, Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 203.

5
Salah satu ciri utama pendekatan ilmu-ilmu sosial adalah
pemberian definisi yang tepat tentang wilayah telaah mereka. Adams
berpendapat bahwa studi sejarah bukanlah ilmu sosial,sebagaimana
sosiologi.Perbedaan mendasar terletak bahwa sosiologi membatasi secara
pasti bagian dari aktivitas manusia yang dijadikan fokus studi dan
kemudian mencari metode khusus yang sesuai dengan objek
tersebut,sedangkan sejarahwan memiliki tujuan lebih luas lagi dan
menggunakan metode yang berlainan. Dengan menggunakan pendekatan
ilmu-ilmu sosial, maka agama akan dijelaskan dengan beberapa teori,
misalnya agama merupakan perluasan dari nilai-nilai sosial, agama adalah
mekanisme integrasi sosial, agama itu berhubungan dengan sesuatu yang
tidak diketahui dan tidak terkontrol dan masih banyak lagi teori
lainnya.Pada intinya pendekatan ilmu- ilmu sosial menjelaskan aspek
empiris orang beragama sebagai pengaruh dari norma sosial.
c. Agama dalam pendekatan fungsional-sosiologi
Teori fungsional memandang agama dalam kaitan dengan aspek
pengalaman yang mentransendensikan sejumlah peristiwa eksistensi sehari
hari, yakni melibatkan kepercayaan dan tanggapan terhadap sesuatu yang
berada diluar jangkauan manusia. Oleh karena itu secara sosiologis agama
menjadi penting dalam kehidupan manusia dimana pengetahuan dan
keahlian tidak berhasil memberikan sarana adaptasi atau mekanisme
penyesuaian yang dibutuhkan. Dari sudut pandangan teori fungsional,
agama menjadi atau penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman
manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan dan
kelangkaan yang memang merupakan karakteristik fundamental kondisi
manusia. Dalam hal ini fungsi agama adalah menyediakan dua hal yaitu :
1) Suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau
oleh manusia.
2) Sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal
diluar jangkauanya.yang memberikan jaminan dan keselamatan
bagi manusia mempertahankan moralnya.

6
Dari sini kita dapat menyebutkan fungsi agama, antara lain:
1) Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang diluar
jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, dan
terhadap manusia memberikan tanggapanserta menghubungkan
dirinya menyadiakan bagi pemeluknya suatu dukungan dan pelipur
lara.
2) Agama manawarkan hubungan transendetal melalui pemujaan pada
upacara ibadat.
3) Agama mensucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang telah
terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas
keinginan individu dan disiplin kelompok diatas dorongan individu.
4) Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.
5) Agama bersangkut paut pula dengan pertumbuhan dan kedewasaan
individu dan perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan
oleh masyarakat.
Jadi menurut teori fungsional, agama mengidentifikasikan
individu dengan kelompok, menolong individu dalam ketidakpastian,
menghibur ketika dilanda kecewa, mengaitkannya dengan tujuan-tujuan
masyarakat, memperkuat moral, dan menyediakan unsur-unsur identitas.
Seperti halnya teori sosiologi tentang agama, teori fungsional
juga berusaha membangun sikap bebas nilai. Teori ini tidak menilai
kebenaran tertinggi atau kepalsuan kepercayaan beragama. Sebagaimana
semua sosiologi, teori ini juga menggunakan apa yang disebut
pendekatan “naturalistis”pada agama.Sebagai ilmu sosial,sosiologi
berusaha memahami perilaku diri sebab akibat yang alamiah. Ini bukan
merupakan posisi ideologi yang anti agama, sebab jika penyebab itu
diluar alam, bila mereka bertindak terhadap manusia harus juga melalui
manusia dan hakikat manusia.
Salah satu sumbangan yang paling berharga dari teori fungsional
ialah ia telah mengarahkan perhatian kita pada karakteristik agama yang
menawarkan sudut pandang lain darimana kita memulai studi sosiologis

7
terhadap agama dari sudut perspektif yang saling melengkapi. Teori
fungsional menitik beratkan arti penting”titik kritis”, dimana fikiran dan
tindakan sehari hari ditransendensikan dalam pengalaman manusia.8
3. Pendekatan Sejarah
a. Pengertian pendekatan sejarah
Dalam bahasa Arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara
harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti keterangan
yang telah terjadi pada masa lampau/masa yang masih ada. Dalam bahasa
Inggris, kata sejarah merupakan terjemahan dari kata history yang secara
harfiah diartikan the past experience of mankind, yakni pengalaman umat
manusia di masa lampau.9
Sejarah merupakan rekonstruksi masa lalu, yaitu merekonstruksi
apa saja yang sudah dipikirkan, dikerjakan, dikatakan, dirasakan, dan
dialami manusia. Namun, perlu ditegaskan bahwa membangun kembali
masa lalu bukan untuk kepentingan masa lalu itu sendiri 10. Sejarah
mempunyai kepentingan masa kini dan, bahkan, untuk masa yang akan
datang. Oleh karenanya, orang tidak akan belajar sejarah karena tidak
akan ada gunanya. Kenyataannya, sejarah terus di tulis, di semua
peradaban dan di sepanjang waktu. Hal ini, sebenarnya cukup menjadi
bukti bahwa sejarah itu sangat urgen.11
Namun dalam sejarah konvensional yang banyak dideskripsikan
adalah pengalaman manusia yang menyangkut tentang sistem
perpolitikan, peperangan dan juga terdistorsi pada tataran bangun
jatuhnya suatu kekuasaan seperti dinasti, khilafah atau kerajaan.
sebaliknya dalam sejarah harus ada upaya rekonstruksi masa lalu yang
berhubungan dengan totalitas pengalaman manusia. Maka dengan konsep
tersebut, sejarah mempunyai batas-batas definisi yang longgar

8
Thomas F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, (Jakarta: Rajawali
Press,1992), h. 25-27
9
Abuddin Nata, Op.Cit., h. 46.
10
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 1995),
h: 19
11
Ibid, h. 39.

8
dibandingkan dengan definisi-definisi ilmu sosial lainnya. Sejarah dapat
didefinisikan dengan politik masa lalu, ekonomi masa lalu, masyarakat
masa lalu ataupun sebagai sains atau ilmu pengetahuan masa lalu.
Jadi sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah yang
terjadi di masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah sosial,
politik ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan, agama dan
sebagainya.
Melalui pendekatan sejarah ini, ilmu pendidikan Islam akan
memiliki landasan sejarah yang kuat sehingga terjadi hubungan dan mata
rantai yang jelas antara pendidikan yang dilaksanakan sekarang dengan
pendidikan yang pernah ada di masa lalu. Bangunan ilmu pendidikan
Islam yang didasarkan pada pendekatan sejarah akan memiliki landasan
yang lebih realistis dan empiris, karena bertolak dari praktik pendidikan
yang benar-benar telah terjadi. Ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan
sejarah merupakan sebuah bentuk apresiasi atas berbagai peristiwa masa
lalu untuk digunakan sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi
pengembangan ilmu pendidikan Islam di masa lalu.12
b. Studi Islam dengan Pendekatan Sejarah
Melalui pendekatan sejarah ditemukan informasi sebagai
berikut:
1) Sejak kedatangan Islam, umat Islam tergerak hati, pikiran dan
perasaannya untuk memberikan perhatiannya yang besar terhadap
penyelenggaraan pendidikan.
2) Model lembaga pendidikan Islam yang diadakan oleh umat Islam
adalah model lembaga pendidikan informal, non formal dan formal.
3) Lembaga pendidikan yang dibangun umat Islam bersifat dinamis,
kreatif, inovatif, fleksibel dan terbuka untuk dilakukan perubahan
dari waktu ke waktu.

12
Abuddin Nata, Op.Cit, h. 84-85

9
4) Melalui pendekatan sejarah, diketahui bahwa di kalangan umat Islam
telah terdapat sejumlah ulama yang memiliki perhatian untuk
berkiprah dalam bidang pendidikan
5) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang kehidupan para
guru dan pelajar.
6) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya sistem
pengaturan atau manajemen pendidikan, pendanaan atau pembiayaan
pendidikan, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang canggih.
7) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya
kurikulum yang diterapkan di berbagai lembaga pendidikan yang
disesuaikan dengan visi, misi, tujuan dan ideologi keagamaan yang
dimiliki oleh tokoh pendiri atau masyarakat yang menyelenggarakan
kegiatan pendidikan tersebut.
Pendekatan sejarah dalam mempelajari Islam merupakan profil
campuran, yakni sebagian dari praktik tersebut ada yang dipengaruhi oleh
sejarah dan ada pula yang dipengaruhi oleh adat istiadat dan kebudayaan
setempat. Praktik pendidikan dalam sejarah tidak selamanya mencerminkan
apa yang dikehendaki ajaran Al-Qur'an dan al-sunnah.
Informasi yang terdapat dalam sejarah bukanlah dogma atau ajaran
yang harus diikuti, melainkan sebuah informasi yang harus dijadikan bahan
kajian dan renungan, memilah dan memilih bagian yang sesuai dan relevan
untuk digunakan.13

B. Pendekatan Multidisiplinier
Pendekatan multidisipliner (multidisciplinary approach) ialah pendekatan
dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut
pandang banyak ilmu yang relevan. Ilmu ilmu yang relevan digunakan bisa dalam
rumpun Ilmu Ilmu Kealaman (IIK), rumpun Ilmu Ilmu Sosial (IIS), atau rumpun
Ilmu Ilmu Humaniora (IIH) secara alternatif. Penggunaan ilmu-ilmu dalam
pemecahan suatu masalah melalui pendekatan ini dengan tegas tersurat

13
Ibid, h. 88-93

10
dikemukakan dalam suatu pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap urain
sub-sub uraiannya bila pembahasan atau uraian itu terdiri atas sub-sub uraian,
disertai kontribusinya masing masing secara tegas bagi pencarian jalan keluar dari
masalah yang dihadapi. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan multidisipliner
ini adalah multi (banyak ilmu dalam rumpun ilmu yang sama).
Multidisiplin menyarankan bahwa sejumlah ilmu, lebih dari dua ilmu yang
berbeda digunakan untuk menganalisis masalah yang sama. Sebagai disiplin baru
multidisiplin menampilkan dua model penelitian, yaitu multidisiplin murni, setiap
ilmu seolah-olah masih berdiri sendiri dengan teori dan metodenya masingmasing
dan multidisiplin terapan, salah satu ilmu menduduki posisi dominan. Contoh
kajian pertama dilakukan dalam penelitian kelompok, seperti proyek, di dalamnya
masing-masing ilmu akan memisahkan diri sesudah tugas akhir selesai dilakukan,
sedangkan kajian kedua berada dalam ikatan disiplin tertentu, seperti kajian
budaya (Cultural Studies).14
Kalau interdisiplin terdiri atas dua ilmu yang dimungkinkan lebur menjadi
satu, seperti antropologi sastra, sosiologi sastra, dan psikologi sastra. Dalam
bidang lain dikenal psikolinguistik, antropologi linguistik agribisnis, agronomi,
sosiatri, dan sebagainya. Sebaliknya dalam pendekatan multidisiplin masing-
masing ilmu masih berdiri sendiri. seperti, dalam proses penelitian salah satu di
antaranya menduduki posisi dominan. Pada dasarnya interdisiplin dan krosdisiplin
mulai dengan transdisiplin, antardisiplin, dan lintas disiplin. Perkembangannya
dipicu dengan adanya keperluan manusia untuk memahami sekaligus
menggunakan keseluruhan aspek kebudayaan demi keperluan manusia itu
sendiri.15
Sebagian ahli yang lain, mengatakan bahwa konsep ini merupakan
fenomena abad kedua puluh dengan adanya pembaharuan dalam dunia
pendidikan, penelitian terapan, dan kegiatan yang menyeberang dari batasan-
batasan disiplin tertentu. Meskipun ide dasarnya dapat dikatakan tua, istilah
interdisipliner itu baru muncul pada abad ke-20. Menurut Klein (1990), studi
14
Satya Yuwana Sadikan, Pendekatan Interdisipliner, Multidisipliner dan Transdisipliner
dalam Studi Sastra, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, tt), h. 8
15
Ibid, h. 8

11
interdisipliner dilakukan pendidik, peneliti, dan banyak praktisi karena studi itu
dapat menjawab situasi yang kompleks, menjawab permasalahan yang luas,
meneliti hubungan antardisiplin, menjawab masalah yang ada di luar lingkup
salah satu disiplin yang ada, dan mendapatkan keutuhan pengetahuan, baik dalam
skala terbatas maupun luas. Rintisan saling-silang dan kerja sama ilmu-ilmu dan
metode-metode yang disertai perubahan filosofis tersebut mulai banyak atau
marak dilakukan pada dasawarsa 1980-an. Gerakan saling-silang dan kerja sama
ilmu-ilmu dan metode penelitian pun dimulai, kemudian berkembang cukup baik
pada masa selanjutnya.
Di sinilah dapat disaksikan munculnya gerak konvergensi dalam tradisi
ilmu-ilmu modern, yaitu gerak perapatan, penggabungan, penyatuan, pemaduan,
dan pengombinasian teori dan metodologi ilmu-ilmu yang beraneka ragam dan
majemuk. Sebagai contoh, saling silang dan kerja sama ilmu biologi dan teknologi
melahirkan bioteknologi, saling silang dan kerja sama antara antropologi dan
psikologi menghasilkan antropologi psikologi. Hal ini menegaskan bahwa gerak
konvergensi menjadikan disiplin-disiplin ilmu (yang spesialitis) dan metode-
metode yang dulu terpisah-pisah (yang partikular) mulai bertemu dan menyatu
lagi; dalam hal ini berbagai disiplin dan metode digunakan secara serempak dalam
kegiatan keilmuan terutama kegiatan penelitian tanpa harus disebut eklektivisme,
melainkan kombinasi, percampuran [mixing], dan penyematan [blending].
Misalnya, gerakan mengombinasikan atau memadukan fisika dengan pikiran
mistisisme Timur sebagaimana terlihat dalam buku The Tao of Physics karya
Fritjof Capra melahirkan Fisika Baru yang dipelopori oleh Gari Sukav. Pada awal
tahun 1990-an juga mulai muncul dan berkembang pula gerakan memadukan atau
meleburkan metodologi kualitatif dan kuantitatif [yang dahulu dilarang atau
dianggap tidak mungkin]—sebagaimana tampak pada buku Mixing Method:
Qualitative and Quantitative Research karya Julia Brannen (1993), Research
Design: Qualitative and Quantitative Approach karya John W. Creswell (1997),
dan Blending of Qualitative and Quantitative Research karya Amstrong (2003).16.
16
Saryono, Djoko. tt. “Menuju Era Multidisipliner dalam Kajian Bahasa dan Sastra
Indonesia,” http://library.um.ac.id/images/stories/ebooks/prof.djoko/kajian%20bahasa%20 dan
%20sastra% 20indonesia.pdf, h. 10., (diakses/25/10/2016)

12
C. Pendekatan Transdisiplinier
Transdisiplin merupakan sebuah pendekatan yang bersifat kolektif yang
memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan analisis manusia dalam memahami
sistem yang lebih besar dan kompleks. Tujuan dari pendekatan transdisiplin
adalah untuk membangun pandangan-pandangan yang diperlukan untuk
mengeksplorasi makna baru dan sebuah sinergi. Makna penting yang menandai
transdisiplin adalah proses integrasi dari multidisiplin yang digunakan untuk
membahas isu atau menghadapi permasalahan. Transdisiplin mempunyai manfaat
tidak hanya digunakan untuk menghadapi masalah-masalah kompleks semata,
tetapi juga untuk melihat adanya problem baru yang muncul akibat dari analisis
yang mendalam dari proses interdisiplin.
Implementasi transdisiplin diasumsikan sebagai upaya kooperatif para
ilmuwan dalam mendudukkan persoalan-persoalan yang menyangkut kehidupan
manusia, sehingga melalui dialog tersebut dapat dicapai analisis praksis
berdasarkan metode yang dikembangkan masing-masing disiplin ilmu tersebut
karena masing-masing disiplin ilmu memiliki keunggulannya sendiri-sendiri
dalam mengatasi problem global. Dialog antardisiplin dimaksud diharapkan dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan yang lebih produktif dibanding
jika hanya diselesaikan melalui solusi satu disiplin ilmu. Transdisipliner adalah
konsep yang terintegrasi dan praktek pengetahuan, untuk menangani isu-isu
penting berdasarkan prosedur secara integrative.17
Dalam proceeding Simposium Internasional UNESCO (1998) berjudul:
“Transdisciplinarity: Towards Integrative Process and Integrated Knowledge”,
dikutip ungkapan Prof. Sommervile yang menyatakan bahwa, “We speak the
language of our discipline, which raises two problems: first, we may not
understand the languages of the other disciplines; second, more dangerously, we
may think that we understand these, but do not, because although the same terms
are used in different disciplines, they mean something very different in each”.

17
http://andiaccank.blogspot.com/2011/08/transdisipliner-suatu-alternatif.html.,
(diakses/25/10/2016)

13
Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa kita sering berbicara dengan bahasa
disiplin kita. Padahal terkadang hanya akan menimbulkan dua masalah. Pertama,
kita mungkin tidak memahami bahasa disilpin ilmu yang lain dan kedua, lebih
berbahaya lagi, kita mungkin berpkiri bahwa kita memahami masalah tersebut
berdasarkan disiplin kita, padahal tidak. Karena meskipun satu istilah yang sama
digunakan dalam disiplin yang berbeda, istilah-istilah tersebut memiliki makna
yang sangat berbeda sehingga dipahami dengan cara yang berbeda pula. Artinya,
setiap maslah adalah kompleks. Tidak bisa dipahami dan dipecahkan dengan dan
dari hanya satu sudut pandnag atau disiplin. Itulah gunanya sinergi lintas disiplin
(transdiscilinary synergy).18
Secara sederhana, transdisiplinaritas didefinisikan sebagai suatu proses yang
dicirkan dengan adanya integrasi upaya dari berbagai disiplin (multi-disciplines)
untuk memahami isu atau masalah.19 Ini adalah konsep yang paling sederhana
tentang transdisiplinaritas. Beberapa pakar dalam Simposium Internasional
tentang Transdisciplinarity yang diselenggarakan oleh UNESCO mendefinisikan
transdisiplinaritas sebagai berikut:
a. Transdisiplinaritas adalah proses mentransformasi (mengubah) dan
mengintegrasikan (memadukan) dari berbagai prspektif terkait untuk
memahami (mendefinisikan) dan memcahkan masalah kompleks. (Prof.
William Newel).
b. Transdisiplinaritas adalah mengintegrasikan dan mentrasnformasikan bidang-
bidang pengetahuan dari berbagai perspektif untuk meningkatkan pemahaman
terhadap masalah yang ingin dipecahkan agar memperoleh keputusan/pilihan
lebih baik di masa mendatang. (Prof. Gavan MacDonnel).
c. Transdisiplinaritas bukanlah suatu disiplin, tapi pendekatan, proses untuk
meningkatkan pengetahuan dengan mengintegrasikan dan
mentransformasikan berbagai sudut pandang (perspektif) yang berbeda.
(Massimiliano Lattanzi). 20
18
UNESCO, 1998,”Transdisciplinarity: Stimulating Synergies, Integrating Knowledge”,
dari http://unesdoc.unesco.org/images/0011/001146/114694eo.pdf diunduh tanggal 25/10/2016, h.
5, (diakses/25/10/2016)
19
Ibid, h. 31
20
Ibid, h. 24

14
Mengacu pada definisi-definisi di atas, beberapa poin kunci yang dapat kita
pegang sebagai dasar dalam memahami transidisiplinaritas adalah: proses
mentransformasikan dan mengintegrasikan berbagai sudut pandang berbeda, yaitu
berbagai disiplin yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan atau
memecahkan masalah atau mengambil keputusan, alternatif pilihan yang lebih
baik dan atau membangun pengetahuan baru terhadap realitas permasalahan,
dimana setiap permasalahan merupakan sesuatu yang kompleks atau
multidimensi, multiculutral, multietik dan lain-lain.
Prof. S. Hamid Hasan (Hasan, 2007:8) bahwa sistem pendidikan dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belum mencerminkan semangata
pendidikan transdisiplin. Baik Standar Isi, Standa Kompetensi Lulusan dan
bahkan Standar Proses masih menekankan pada upaya untuk membuat siswa
menguasai materi palajaran. Begitu pula halnya dengan sistem evaluasi,
khususnya ujian nasional yang jelas hanya menuntut penguasaan materi. Artinya,
belajar dari konsep transdisiplin ini, nampaknya sistem pendidikan nasional masih
perlu dibenahi, baik dari sisi kurikulum, sumber daya tenaga pendidikan
kependidikan, sarana dan prasarana, kebijakan dan lain-lain yang selaras dengan
semangat memanusiakan manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Semangat ini,
tidak lain dan tidak bukan adalah semangat transdisiplin. 21
Berikut ini gambar yang menunjukkan perbedaan antara istilah
multidisciplinary, interdisciplinary dan transdisciplinary.

21
S. Hamid Hasan, “Transdisciplinarity dalam Pendidikan dengan Referensi Khusus
pada Kurikulum”, Makalah yang disajikan dalam Seminar tentang Transdisciplinarity, di
Univeristas Negeri Jakarta, 29 Oktober 2007, h. 8, (diakses/25/10/2016).

15
Berdasarkan gambar di atas, makan transdisciplinanry atau
transdisiplinaritas akan memandang sebuah masalah secara holistic atau
keseluruhan dari beberapa ilmu yang lain, ada komunikasi antara berbagai ilmu
untuk membahas masalah tersebut di atas sesuai dengan konsepnya, dan masing-
masing pihak berusaha mengkomunikasikan konsepnya dengan cara pandang dari
ilmu lainnya. Jika interdisiplin hanya menyentuh sebagian dari beberapa ilmu,
maka transdisiplin mencakup keseluruhan dari tiap ilmu.

16
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pendekatan interdisipliner adalah cara pandang dalam mengkaji suatu
masalah dengan menggunakan berbagai sudut pandang atau sejumlah pendekatan.
Artinya dalam memecahkan suatu masalah tidak hanya menggunakan satu
pendekatan saja akantetapi menggunakan berbagai pendekatan agar hasilnya
sempurna. Ada dua pendapat mengenai kelahiran pendekatan interdisipliner. Ada
sebagian ahli yang mengatakan bahwa konsep interdisipliner merupakan, yang
berakar dari teori-teori, misalnya, teori Plato, Kant, Hegel, dan Aristoteles.
Pendekatan multidisipliner (multidisciplinary approach) ialah pendekatan
dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut
pandang banyak ilmu yang relevan. Ilmu ilmu yang relevan digunakan bisa dalam
rumpun Ilmu Ilmu Kealaman (IIK), rumpun Ilmu Ilmu Sosial (IIS), atau rumpun
Ilmu Ilmu Humaniora (IIH) secara alternatif. Penggunaan ilmu-ilmu dalam
pemecahan suatu masalah melalui pendekatan ini dengan tegas tersurat
dikemukakan dalam suatu pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap urain
sub-sub uraiannya bila pembahasan atau uraian itu terdiri atas sub-sub uraian,
disertai kontribusinya masing masing secara tegas bagi pencarian jalan keluar dari
masalah yang dihadapi. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan multidisipliner
ini adalah multi (banyak ilmu dalam rumpun ilmu yang sama).
Transdisiplin merupakan sebuah pendekatan yang bersifat kolektif yang
memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan analisis manusia dalam memahami
sistem yang lebih besar dan kompleks. Tujuan dari pendekatan transdisiplin
adalah untuk membangun pandangan-pandangan yang diperlukan untuk
mengeksplorasi makna baru dan sebuah sinergi. Makna penting yang menandai
transdisiplin adalah proses integrasi dari multidisiplin yang digunakan untuk
membahas isu atau menghadapi permasalahan. Transdisiplin mempunyai manfaat
tidak hanya digunakan untuk menghadapi masalah-masalah kompleks semata,

17 17
tetapi juga untuk melihat adanya problem baru yang muncul akibat dari analisis
yang mendalam dari proses interdisiplin.
Berikut ini gambar yang menunjukkan perbedaan antara istilah
multidisciplinary, interdisciplinary dan transdisciplinary.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://andiaccank.blogspot.com/2011/08/transdisipliner-suatu-alternatif.html.,
(diakses/25/10/2016)

http://iperpin.wordpress.com/interdisiplin/ (diakses/25/10/2016)

http://kbbi.web.id/interdisipliner (diakses/25/10/2016)

Abdullah, M. Yatimin, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006.

Hasan, S. Hamid, “Transdisciplinarity dalam Pendidikan dengan Referensi


Khusus pada Kurikulum”, Makalah yang disajikan dalam Seminar tentang
Transdisciplinarity, di Univeristas Negeri Jakarta, 29 Oktober 2007,
(diakses/25/10/2016).

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.


1995.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

______, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Normatif


Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi,
Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2009.

O’dea, Thomas F, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Jakarta, Rajawali


Press,1992.

Rochani Adi, Ida , “Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Amerika,”Humaniora,


No.7, Januari – Maret 1998, (diakses/25/10/2016)

Sadikan, Satya Yuwana, Pendekatan Interdisipliner, Multidisipliner dan


Transdisipliner dalam Studi Sastra, Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya, tt.

Saryono, Djoko. tt. “Menuju Era Multidisipliner dalam Kajian Bahasa dan Sastra
Indonesia,” http://library.um.ac.id/images/stories/ebooks/prof.djoko/kajian
%20bahasa%20 dan%20sastra% 20indonesia.pdf, (diakses/25/10/2016)

UNESCO, 1998,”Transdisciplinarity: Stimulating Synergies, Integrating


Knowledge”, dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0011/001146/114694eo.pdf diunduh
tanggal 25/10/2016, (diakses/25/10/2016)

19
19

Anda mungkin juga menyukai