Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FILSAFAT MANUSIA
KETERKAITAN FILSAFAT DENGAN ILMU DAN NILAI

Dosen Pengampuh :
Basti, S. Psi., M. Si.
Andi Halimah, S. Psi., M. A.

Disusun oleh :
Alzahrah Maharani (210701502037)
Aliyah hidayah (210701501051)
Angel (210701501018)

1
KATA PENGANTAR

2
DAFTAR ISI

3
BAB II
PENDAHULUAN

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat
Sudah menjadi kodrat manusia untuk selalu mempertanyakan segala
peristiwa, keadaan dan sesuatu yang ada di dalam hidupnya. Karenanya segala
pertanyaan tersebut adalah asal-muasal dari sudut ilmu yaitu ilmu filsafat.
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos (cinta) dan shopia
(kebijaksanaan). Kata ini dapat diartikan sebagai “cinta akan kebijaksanaan”.
Adapun pengertian lain mengenai filsafat bahwa filsafat adalah induk dari segala
pengetahuan dengan penyelidikan atas akal budi mengenai sebab-sebab, Asas-Asas
hukum dan sebagainya dari pada segala yang ada dalam alam semesta ataupun
mengetahui kebenaran dari arti “adanya” sesuatu.
Pembagian filsafat secara sistematis yang didasarkan pada sistematika yang
berlaku di dalam kurikulum academies:

a) Metafisika (ontologi)
Metafisika berbicara tentang segala sesuatu sejauh itu “ada”. “Adanya”
segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua
perbedaan antara benda benda dan makhluk makhluk hidup. Oleh karena itu
pengetahuan tentang pengada pengada sejauh mereka ada disebut ontology. Ini
merupakan cabang filsafat yang sekarang sangat problematis karena manusia di
sini melewati batas batas kemungkinan kemungkinan akal budi nya.
b) Epistemologi (rasionalisme dan Empirisme)
Pertanyaan pertanyaan tentang kemungkinan pengetahuan, tentang batas-
batas pengetahuan, tentang asal dan jenis-jenis pengetahuan, dibicarakan dalam
epistimologi. Dalam alirannya ada dua yang memainkan peranan terbesar
dalam diskusi tentang proses pengetahuan, yaitu Rasionalisme dan Empirisme.
Rasionalisme terbentuk dari bahasa Latin: Ratio, akal budi yang mengajarkan
bahwa akal budi merupakan sumber utama untuk pengetahuan. Sedangkan
empiris SMA yang berasal dari bahasa Yunani: empeira, yaitu tentang
pengalaman mengajarkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman Indrawi
bukan dari akal budi karena akal budi diisi dengan kesan-kesan yang berasal
dari pengamatan.
c) Metodologi
Metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu metode yang artinya methode
dan Logos yang artinya ilmu jadi, metodologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
membahas tentang kumpulan beberapa metode. Sebagai suatu ilmu harus

5
memiliki serangkaian proses cara kerja dan Langkah Langkah tertentu untuk
mwujudkan model penyelidikan ilmiah tertentu dan tetap. Serangkaian proses
kerja dan Langkah Langkah tertentu tersebut dalam prosedur keilmiahan disebut
sebagai Methode ilmiah atau Method eke ilmuan.
d) Logika
Istilah logika berasal dari bahasa Yunani: logikos yang artinya berhubungan
dengan pengetahuan, berhubungan dengan bahasa. Jadi singkatnya cabang
filsafat ini menyelediki Kesehatan cara berfikir, aturan-aturan mana yang harus
dihormati supaya pertanyaan-pertanyaan kita sah. Logika hanya merupakan
suatu Teknik atau “seni” yang membantingkan segi formal, bentuk dari
pengetahuan..
e) Etika
Etika atau filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang pra si
kiss manusia atau tentang tindakan. Kata etika berasal dari kata Yunani Etos
atau adat, cara bertindak tempat tinggal, kebiasaan. Kata moral berasal dari
Latin yaitu Mores dan Maurice yang merupakan arti yang sama. Ketika
menyelidiki dasar semua norma moral dalam etika biasanya dibedakan etika
Descriptif dan etika normatif. Etika Descriptif memberi gambaran dari gejala
keadaan moral dari norma-norma dan konsep-konsep Etis. Etika normatif tidak
berbicara lagi tentang gejala gejala melainkan tentang apa yang sebenarnya
harus merupakan tindakan kita. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai dan
sikap manusia ditentukan.
f) Estetika
Cabang filsafat ini berbicara tentang keindahan seperti dalam etika juga
dalam estetika dibedakan menjadi suatu bagian Deskriptif dan suatu bagian
normatif. Etika Deskriptif menggambarkan gejala-gejala pengalaman keindahan
sedangkan estetika normative mencari dasar pengalaman itu.

2. Filsafat sebagai ilmu


Aristoteles (384 – 322 SM) menerangkan bahwa kewajiban filsafat adalah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Filsafat dikatakan sebagai ilmu
pengetahuan karena filsafat merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan dan
mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan. Keberadaan filsafat
yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup
manusia secara tidak perseorangan diakui keberadaannya, dikarenakan sifatnya
yang sangat rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiris yang
dilakukan oleh para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang dapat
diimplementasikan dalam kehidupan yang nyata.

6
Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang ada di
alam semesta dan merupakan induk dari ilmu pengetahuan, serta membahas 3 hal
penting yaitu Tuhan (Teologi), Manusia (Humanologi) dan Alam (Kosmologi).
Awal mula filsafat terdiri dari tiga segi, yaitu apa yang disebut benar dan apa yang
disebut salah (logika); Mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk
(etika); Apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ciri ilmu
filsafat yang membedakan dengan ilmu lain adalah filsafat membahas ilmu secara
sinopsis (menyeluruh), filsafat itu mendasar (radikal) atau membahas tuntas dari
awal, filsafat selalu menanyakan sesuatu dibalik persoalan yang dihadapi dan
dipelajari oleh ilmu (spekulatif) tersebut, menetapkan dan mengendalikan pada
pikiran rasional dan berusaha mencari kebenaran.
Salah satu cabang filsafat yang kiranya sangat mempengaruhi psikologi
adalah eksistensialisme. Tokoh-tokohnya adalah Soren Kierkegaard, Friedrich
Nietzsche, Viktor Frankl, Jean-Paul Sartre, dan Rollo May. Eksistensialisme sendiri
adalah cabang filsafat yang merefleksikan manusia yang selalu bereksistensi di
dalam hidupnya. Jadi, manusia dipandang sebagai individu yang terus menjadi,
yang berproses mencari makna dan tujuan di dalam hidupnya. Eksistensialisme
merefleksikan problem-problem manusia sebagai individu, seperti tentang makna,
kecemasan, otentisitas, dan tujuan hidup. Psikolog sebagai seorang ilmuwan
tentunya juga memerlukan kemampuan berpikir yang ditawarkan oleh filsafat ilmu
ini. Tujuannya adalah, supaya para psikolog tetap sadar bahwa ilmu pada dasarnya
tidak pernah bisa mencapai kepastian mutlak, melainkan hanya pada level
probabilitas. Dengan begitu, para psikolog bisa menjadi ilmuwan yang rendah hati,
yang sadar betul akan batas-batas ilmunya, dan terhindar dari sikap saintisme, yakni
sikap memuja ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya sumber kebenaran.

3. Filsafat sebagai nilai (aksiologi)

a. Hakikat aksiologi
Aksiologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum
dan mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai.
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai yang
pantas, layak, dan patut serta logos yang berarti teori, pemikiran. Jadi aksiologi
adalah teori tentang nilai. Aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral
conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika.
Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan (seni/estetika). Ketiga, sosio political life, yaitu kehidupan sosial politik,

7
yang akan melahirkan ilsafat sosiopolitik. Jadi, aksiologi yaitu teori tentang nilai-
nilai ketiga aspek ini, yakni moral, keindahan, dan sosial politik.
Ada pula nilai itu sendiri merupakan sesuatu yang berharga, yang diidamkan
oleh tiap insan. Aksilogi merupakan ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Jadi, aksiologi ialah ilmu yang mempelajari hakikat serta
khasiat yang sesungguhnya dari pengetahuan, serta sesungguhnya ilmu pengetahuan
itu tidak terdapat yang sia- sia jika kita dapat memakainya serta pastinya
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta di jalur yang baik pula. Sebab akhir-
akhir ini banyak sekali yang memiliki ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalur yang tidak benar. Aksiologi dapat pula diucap sebagai the
theory of value ataupun teori nilai.

b. Kategori Dasar Aksiologi


Menurut Susanto (2011) ada dua kategori dasar aksiolo gi. Pertama,
objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai
keadaan objek yang dinilai. Kedua, subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu di
mana dalam proses penilaian terdapat un sur intuisi (perasaan). Dari sini muncul
empat pendekatan etika, yaitu teori nilai intuitif, teori nilai rasional, teori nilai
alamiah, dan teori nilai emotif. Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran
objektivisme, se dangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran
subjektivisme.
1. Teori Nilai Intuitif (he Intuitive heory of Value) adalah teori yang sangat sukar
jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendeinisikan suatu perangkat nilai
yang absolut.
2. Teori Nilai Rasional (he Rational heory of Value) Menurut teori ini, janganlah
percaya pada nilai yang bersifat objektif dan murni independen dari manusia.
Nilai ini ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia.
3. Teori Nilai Alamiah (he Naturaliatic heory of Value) Menurut teori ini nilai,
diciptakan manusia bersama dengan kebutuh an dan hasrat yang dialaminya.
Nilai yaitu produk biososial, artefak ma nusia yang diciptakan, dipakai, diuji
oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku
manusia.
4. Teori Nilai Emotif (he Emotive heory of Value) Jika tiga aliran sebelumnya
menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang
bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan faktual melainkan hanya
merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku.

c. Nilai dan Manfaat Aksiologi

8
nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bemanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadi kan
landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku. Terdapat
empat pengelompokan nilai, yaitu: (1) kenikmatan, (2) kehidupan, (3) kejiwaan,
dan (4) kerohanian.
Sesuatu dikatakan material apabila sesuatu itu berguna bagi jasmani manusia.
Demikian juga sesuatu dikatakan bernilai vital ketika ia berguna bagi manusia
untuk dapat mengadakan kegiatan, dan sesuatu bernilai kerohanian apabila ia
ber guna bagi rohani manusia. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan,
aksiologi value and valuation ada tiga bentuk.

1. Nilai Digunakan sebagai Kata Benda Abstrak.


Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh
macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain,
dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi ialah bagian dari etika.
Lewia menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai
instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai
inheren atau kebaikan seperi estetis dari suatu karya seni, sebagai nilai intrinsik
atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang
merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.
2. Nilai sebagai Kata Benda Konkret.
Contohnya ketika kita berkata suatu nilai atau nilai-nilai, ia sering kali
dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia,
dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau
bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau
bernilai.
3. Nilai digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai dan dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam ilsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika. di mana makna etika memiliki dua arti, yaitu suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu
predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang
lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.
Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesa daran
yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bu kan pada
subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran
pada pendapat individu, tetapi pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi
subjektif apabila subjek berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia
menjadi tolak ukur penilaian.

9
d. Karakteristik Nilai Aksiologi
Erliana Hasan (2011) mengatakan ada dua karakteristik yang berkait an dengan
teori nilai, yaitu: Pertama, nilai objektif atau subjektif. Nilai itu objektif jika ia
tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Sebaliknya nilai itu subjektif
jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada realisasinya subjek
yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau
isik. Suatu nilai dikatakan objektif apabila nilai itu memiliki kebenarannya tanpa
memper hatikan pemilihan dan penilaian manusia. Contohnya, nilai-nilai baik, jika
benar, cantik, merupakan realitas alam, yang merupakan bagian dari sifat yang
dimiliki oleh Benda atau tindakan itu. Nilai itu subjektif apabila me miliki
preferensi pribadi, dikatakan baik karena dinilai oleh seseorang. Kedua, nilai
dikatakan absolut atau abadi. Apabila nilai yang berlaku se karang sudah berlaku
sejak masa lampau dan akan berlaku secara absah sepanjang masa serta akan
berlaku bagi siapa pun tanpa memperhatikan atau kelas sosial.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan
estetika. Etika yaitu cabang ilsafat yang membahas secara kritia dan sistematis
masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma, dan adat istiadat
manusia. Etika merupakan salah satu cabang ilsafat tertua.

e. Korelasi Filsafat Ilmu dan Aksiologi


Teori tentang nilai dalam ilsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika di
mana makna etika memiliki dua arti, yaitu merupakan satu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Nilai itu bersifat
objektif, tapi kadang -kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai
tidak tergan ggu pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan ada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian.
Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu, tetapi pada
objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjeknya berperan
dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan
demikian, nilai subjektif selalu memperha tikan berbagai pandangan yang dimiliki
akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengarah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak.

f. Hierarki dan Aspek Nilai


Sutardjo Wiramihardja (2007) menguraikan ada tiga pandangan yang berkaitan
dengan hierarki nilai yaitu:
a) Kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, di mana
nilai spiritual lebih tinggi daripada nonspiritual (nilai material)

10
b) Kaum realis juga berpandangan bahwa terdapat tingkatan nilai, di mana
mereka menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab
membantu manusia realitas objektif, hukum alam dan aturan berpikir logis
c) Kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti.
Keterkaitan ilmu dengan nilai-nilai moral (agama) sebenarnya sudah
terbantahkan ketika Conper nicus mengemukakan teorinya “Bumi berputar
mengelilingi matahari” sementara ajaran agama menilai sebaliknya maka timbullah
interaksi antara ilmu dengan moral yang berkonotasi metaisik, sedangkan di pihak
lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan yang terdapat
dalam ajaran di luar bidang keilmuan, di antaranya agama.
Etika keilmuwan merupakan etika yang normatif yang merumuskan prinsip-
prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan
dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuwan yaitu agar seorang ilmuwan dapat
menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan yang menghindarkan dari
yang buruk ke dalam peri laku keilmuannya. Sehingga ia menjadi ilmuwan yang
mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya.
Etika normatif menetapkan kaidah yang mendasari pemberian penilaian
terhadap perbuatan apa yang seharus nya dikerjakan dan yang seharusnya terjadi
serta menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi. Pokok
persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada “elemenelemen” kaidah
moral, yaitu hati nurani kebebasan dan serta tanggung jawab nilai dan norma yang
bersifat utilitaristik (kegunaan). Hati nurani di sini yaitu penghayatan tentang yang
baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan perilaku manusia.
Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah dipupuk dan berada
pada tempat yang tepat. Tanggung jawab akademis dan tang gung jawab moral
mengenal apa yang dimaksud aksiologi. Dengan ke mampuan pengetahuannya
seorang ilmuwan harus dapat memengaruhi opini masyarakat terhadap masalah
yang seyogianya mereka sadari.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan materi dari makalah yang telah kami buat, dapat disimpulkan
beberapa hal berikut ini:
 Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta, dan shopia
berarti kebijaksanaan. Kata ini dapat diartikan sebagai “cinta akan kebijaksanaan”.
Filsafat telah menjadi kodrat setiap manusia untuk selalu mempertanyakan segala
peristiwa, keadaan dan sesuatu yang ada di dalam hidupnya, dan segala yang ada di
alam semesta mengetahui kebenaran dari arti “adanya” sesuatu. Filsafat adalah
induk dari semua pengetahuan berdasarkan sebab-sebabnya.
Adapun pembagian cabang filsafat secara sistematis, yaitu metafisika (ontologi),
epistemologi (rasionalisme dan empirisme), metodologi, etika, logika, dan estetika.
 Filsafat sebagai ilmu, filsafat dikatakan sebagai sebuah ilmu pengetahuan karena
filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan dan memiliki peranan yang
mendasar dalam sebuah Pendidikan. Filsafat menghasilkan suatu kebenaran yang
dapat diimplementasikan dalam kehidupan yang nyata sebab sifatnya yang rasional
dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiris yang dilakukan oleh para
filosof.
Filsafat membahas 3 hal penting yaitu Tuhan (Teologi), Manusia (Humanologi) dan
Alam (Kosmologi).
 Filsafat sebagai nilai (aksiologi), aksiologi adalah teori tentang nilai (the theory of
value). Yang berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai yang pantas,
layak, dan patut serta logos yang berarti teori, dan pemikiran.

B. Saran

12
Demikianlah makalah yang kami buat, karena filsafat adalah ilmu yang sangat luas
cakupannya, oleh sebab itu kami menyarankan agar lebih mampu berpikir kritis, logis, dan
rasional, menanamkan pemahaman yang realistis terhadap aliran dan cabang yang ada
dalam filsafat dan lebih menggali lagi ilmu tentang filsafat. Karena kemampuan tersebut
sangat di butuhkan kedepannya. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan para
pembaca. Kami memohon maaf jika ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat. Harapan kami para pembaca dapat menyampaikan saran dan kritiknya demi
kesempurnaan makalah ini, dan kami mengucapkan terima kasih banyak atas
perhatiannya.

C. Daftar Pustaka
Miasitimarhamah, (2016). filsafat sebagai ilmu, Universitas sultan ageng tirtayasa.
miasitimarhamah.wordpress.
Wattimena Reza A.A, (2008). Peranan Filsafat bagi Perkembangan Ilmu Psikologi,
rumah filsafat.
Hermita Amalia Rezky, (2019). Filsafat ilmu: metodologi ilmu.
Astuti Fuji Novi, (2020). Apa itu filsafat menurut para ahli,berikut manfaatnya
dalam kehidupan,
Tumanggor, Raja Oloan . 2017). Pengantar filsafat untuk psikologi. Daerah istimewa
yogyakarta : PT KANISIUS

13

Anda mungkin juga menyukai