Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL

EPISTEMOLOGI KOMUNIKASI
Adinda Permata Andika E1A211011 B2/Karyawan

A. Pendahuluan
Filsafat komunikasi adalah suatu bidang studi yang menelaah pendekatan filsafat
terhadap ilmu komunikasi. Studi filsafat komunikasi bisa kamu mulai dengan memelajari
konsep pokok dalam disiplin filsafat, seperti epistemologi, aestetika, logika, etika, metafisika.
Setelah itu, kamu bisa membahas bagaimana konsep tersebut dapat menjelaskan masalah/isu
yang dihadapi praktisi komunikasi dalam profesi dan kehidupan masyarakat. Masalah yang
dibahas khususnya adalah masalah yang bersangkutan dengan dilema-dilema etik.
Terdapat beberapa pendapat mengenai pendekatan filsafat dalam ilmu komunikasi.
James A. Anderson (1996) menyatakan bahwa pendekatan filsafat menekankan pada teori
komunikasi yang dapat mendefinisikan teori, mendiskusikan bidang studi teori komunikasi,
dan mencari tahu hal yang membuat suatu teori termasuk teori komunikasi. 
Rakhmat (2001) menjelaskan bahwa pendekatan filsafat memengaruhi penelitian
komunikasi menjadi kritis dan dialektis. Melalui perspektif filsafat, komunikasi dilihat
sebagai hakikat manusia menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan alam semesta.
Dalam Littlejohn & Foss (2017), disebutkan bahwa selama orang-orang memiliki
pikiran tentang dunia, mereka selalu tergugah oleh misteri kodrat manusia. Komunikasi
adalah salah satu kegiatan sehari-hari yang sangat berkaitan dengan seluruh kehidupan
manusia. Perspektif filsafat dalam ilmu komunikasi dapat menempatkan komunikasi sebagai
pusat dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, kamu dapat memiliki pemahaman lebih
terhadap seluruh aspek komunikasi—permasalahan yang ada, kekuatan komunikasi,
kemungkinan di masa depan, dan batasan dalam ilmu komunikasi.
filsafat menekankan kepada teori yang bersangkutan dengan ilmu komunikasi. Setiap
teori yang ada di studi ilmu komunikasi melihat proses komunikasi dari berbagai sudut
pandang. Sudut pandang yang berbeda dapat membantu kamu untuk melihat berbagai
pemahaman dan fungsi komunikasi. Oleh karena itu, teori komunikasi memiliki orientasi
multi-teoritis.
Secara umum, arti teori dalam Littlejohn & Foss (2017) adalah seperangkat konsep,
penjelasan, dan prinsip yang terorganisir yang menggambarkan beberapa aspek pengalaman
manusia. Pengertian teknis dari teori menurut Littlejohn adalah satu kesatuan proposisi yang
koheren yang memberikan gambaran filosofis yang konsisten tentang suatu subjek. Terdapat
beberapa aspek teori.
Pertama, teori adalah abstraksi, berguna sebagai buku panduan yang membantu untuk
memahami, menjelaskan, menafsirkan, menilai, dan berpartisipasi terhadap kegiatan
komunikasi di sekitar kita.
Kedua, teori adalah hasil konstruksi manusia. Teori adalah suatu hal yang diciptakan
manusia, tidak diciptakan oleh kekuatan lain. Oleh karena itu, teori merupakan
penggambaran dari berbagai cara seorang peneliti melihat lingkungan sekitarnya. Teori tidak
menangkap realitas, tetapi memperlihatkan bagaimana peneliti menyusun realitas yang
diamatinya. Hasil pengamatan peneliti bisa menjadi berbeda, tergantung kepada sudut
pandang teoritis masing-masing peneliti.
Ketiga, teori berkaitan erat dengan perilaku. Teori, atau cara kamu berpikir, dapat
membimbing cara kamu berperilaku. Sebaliknya, perilaku kamu juga dapat memandu cara
berpikir kamu. Sebuah teori mengatur bagaimana seseorang memahami dunia.
B. Asumsi Filosofi
Asumsi filosofis merupakan titik awal penyusunan teori. Karena asumsi filosofis
dapat menentukan bagaimana suatu teori dapat dimainkan, pemahaman terhadap asumsi
filosofis adalah langkah pertama untuk memahami teori tersebut.
Dalam pendekatan filsafat, gejala komunikasi dipelajari dengan menggunakan asumsi
filosofis ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Effendy, 1984). Epistemologi adalah
pertanyaan terhadap pengetahuan. Ontologi adalah pertanyaan tentang keberadaan. Axiologi
adalah pertanyaan tentang nilai. Setiap teori, baik secara implisit maupun eksplisit,
mengandung asumsi mengenai ilmu pengetahuan, keberadaan, dan nilai. 
Ciri-Ciri Asumsi :
Menurut pendapat Gardner Linzey dan Calvin S.Hall, asumsi adalah teori yang memiliki
beberapa ciri khusus sehingga terlihat berbeda dengan komponen teori lain. Berikut beberapa
ciri dari asumsi:

 Asumsi yang terkandung di suatu teori harus punya keterikatan dengan peristiwa
empiris yang dijadikan titik perhatian teori.
 Asumsi yang terkandung dalam teori harus bisa mencerminkan kualitas khusus
dari teori yang berhubungan.
 Asumsi yang baik yang dirumuskan teoritikus harus bermanfaat atau bersifat
prediktif mengenai peristiwa empiris di sebuah ranah tertentu.
 Asumsi suatu teori bisa bersifat umum atau khusus tergantung dari sifat teorinya.
 Asumsi bisa berbentuk notasi matematis atau kalimat pernyataan.
 Asumsi suatu teori harus dinyatakan secara jelas atau eksplisit.
bisa dikatakan jika asumsi adalah teori yang harus dinyatakan secara eksplisit. Namun,
ada juga beberapa teori yang asumsinya dinyatakan secara implisit sehingga asumsi sebuah
teori bisa bersifat eksplisit atau implisit:

 Asumsi eksplisit: Pernyataan kebenaran yang dinyatakan secara tegas, jelas, utuh
dan tidak berbelit-belit.
 Asumsi implisit: Kebenaran yang tidak dinyatakan dengan jelas namun tersirat
atau terkandung didalamnya.
C. Jenis Asumsi

1. Ontologi

Ontologi diambil dari bahasa Yunani yang berarti ilmu yang mempelajari tentang
sesuatu yang ada atau berbagai prinsip tentang sesuatu yang ada. Menurut KBBI, ontologi
adalah cabang filsafat yang berhubungan dengan eksistensi. Bisa dikatakan jika ontologi
merupakan cabang pengetahuan yang mengkaji tentang ada dan tidaknya atau sifat
realitasnya.

Asumsi mengenai ontologi di suatu teori biasanya berbentuk pertanyaan yang


menitikberakan di sifat serta hal yang harus dikaji.Para ahli menyebut ontologi sebagai
filsafat pertama sebab berfilsafat bisa dilakukan apabila sifat dari realitasnya sudah di
tentukan.

2. Epistemologi

Menurut KBBI, epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mempelajari


tentang dasar serta batas pengetahuan.Bisa dikatakan jika epistemologi merupakan cabang
pengetahuan yang menekankan cara untuk mengetahui sesuatu.Asumsi mengenai
epistemologi di suatu teori biasanya berbentuk pertanyaan yang menitikberatkan di cara
mendapatkan pengetahuan serta hal yang bisa dianggap pengetahuan.

3. Aksiologi

Aksiologi merupakan kata yang diambil dari bahasa Yunani yakni teori tentang
nilai.Aksiologi adalah cabang filsafat yang menitikberatkan ke nilai. Yang dimaksud adalah
suatu ilmu atau pengetahuan harus bebas nilai.

Asumsi mengenai aksiologi di suatu teori biasanya berbentuk pertanyaan yang


menitikberatkan pada apa yang layak untuk diketahui.Atau juga bisa tentang cara manusia
memakai ilmu atau manfaat dan hakikat dari suatu ilmu.

Karena aksiologi berhubungan dengan nilai, maka aksiologi terdiri dari 2 elemen
dasar yakni estetika dan etika.Etika adalah ilmu tentang yang baik dan yang buruk serta hak
dan kewajiban moral. Sedangkan estetika adalah cabang filsafat yang meneliti serta
membahas mengenai seni dan keindahan serta tanggapan dari manusia.

4. Asumsi Metodologis

Asumsi metodologis mengacu pada metode serta prosedur. Asumsi metodologis


terdiri dari asumsi yang dibuat peneliti tentang metode yang dipakai pada proses penelitian
kualitatif.Prosedur yang dipakai peneliti bersifat induktif dan berdasarkan pengalaman
peneliti itu sendiri ketika mengumpulkan serta menganalisis data.
D. Cara Penyampaian Asumsi

Sebagian asumsi bisa disampaikan secara terbuka dan beberapa lainnya tidak
disampaikan secara terbuka.Akan tetapi, pada dasarnya asumsi bisa disampaikan meski
secara tersirat di dalam ucapan.Berikut adalah contoh asumsi yang bisa dilihat dalam bidang
keilmuwan yakni asumsi mengenai objek empiris:

 Objek tertentu punya kesamaan seperti struktur, sifat, bentuk dan sebagainya.
Dalam asumsi ini, maka objek tertentu yang punya kesamaan bisa dikelompokkan.
 Anggapan jika sebuah benda tidak mengalami perubahan pada periode waktu
tertentu. Akan tetapi, pada dasarnya tidak ada kelestarian absolut. Ini disebabkan
karena sebenarnya seluruh benda mengalami perubahan seiring dengan
berjalannya waktu.
 Anggapan jika semua peristiwa serta gejala bukan sebuah kebetulan namun
karena hukum sebab akibat atau determinisme.

E. Pengertian Epistemologi
Epistemologi dari bahasa yunani episteme (pengetahuan) dan Logos (ilmu) adalah
cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini
termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang Filsafat,1
misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta
hubungan dengan kebenaran dan keyakinan.

Epistemologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut
diperoleh manusia melalui akal dan panca indra dengan berbagai metode, diantaranya :
metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode
dialektis.

- Menurut Para Ahli

Pengertian Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya
serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Secara
linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti
pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan.

Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam


bahasaInggris dipergunakan istilah theory of know ledge. Istilah epistemologi secara
etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia
disebut filsafat pengetahuan. Secara terminology epistemology adalah teori mengenai hakikat
ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan. Masalah utama dari epistemologi
adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan
berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemolog iartiny
apertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan.
Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar
manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah
yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai
tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu
yang lainnya.

1. Abdul Munir Mulkan. Segala macam bentuk aktivitas dan pemikiran manusia yang selalu
mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu pengetahuan itu diperoleh.

2. Mujamil Qomar. Bagian ilmu filsafat yang secara khusus mempelajari dan menentukan
arah dan kodrat pengetahuan.

3. Anton Bakker. Cabang filsafat yang berurusan mengenai ruang lingkup serta hakikat
pengetahuan.

F. Epistemologi Menurut Pandangan Beragam Aliran Filsafat Dunia

1. Epistemologi idealisme.

Epistemologi idealisme ini meniscayakan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan pun
lebih berfokus pada isi secara objektif menyediakan beragam pengalaman belajar sebanyak-
banyaknya, pada subjek didik untuk mampu menggerakan jiwanya pada ragam realitas yang
akan menjadikan cara berfikir dan analisnya terhadap keseluruhan realitas pengalamnya.
Pribadi Idealisme adalah pribadi yang peka terhadap realitas di sekitarnya, sehingga tidak
Satu pun kejadian yang dilihat dan didengarnya luput dari pikirannya. Sedemikian rupa
hingga memunculkan kepribadian yang cermat dan tangkas dalam mencerna keseluruhan
realitas yang terbangun dari ruang idenya.7

2. Epistemologi Realisme.

Epistemologi pendidikan dalam realisme adalah proses ilmiah yang ditujukan pada hal-hal
yang beraneka ragam persoalan pendidikan seperti mengenai realitas peserta didik, pendidik,
dan isi pendidikan, strategi dan lain sebagainya yang dapat digunakan oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai dasar utama dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan.

Realisme mengajarkan bahwa menanamkan pengetahuan tertentu kepada anak yang sedang
tumbuh dan berkembang merupakan tugas paling penting disekolah. Oleh karena itu, inisiatif
dalam penerapannya terletak pada guru sebagai pengalihan warisan bukan pada siswa. Guru
yang selalu memutuskan ke arah mana subjek didik mau diarahkan dan apa saja subjek materi
yang mesti mereka pelajari di dalam kelas. Epistemologi yang sudah dikemukakan diatas
meniscayakan bahwa setiap proses pembelajaran mesti didekati dengan pendidikan induktif,
bukan deduktif. Pendekatan ini baginya adalah cara yang relevan untuk menanamkan
pengetahuan dan nilai dari subjek didik. Baginya, hal ini sejalan dengan watak manusia
dalam memperoleh pengetahuan yang memang bersentuhan dengan sendi-sendi dunia yang
secara nyata berhubungan satu sama lainnya. Realisme percaya, bahwa manusia mengenal
dunia dari bagian-bagiannya yang bersifat materi dan teridentifikasi dalam kategori-kategori
yang terukur dan nyata.

3. Epistemologi Pragmatisme.

Menurut kaum pragmatisme tidaklah dikatakan pengetahuan, jika tidak membawa pada
perubahan bagi kehidupan manusia. Jadi nilai pengetahuan dilihat dari kadar
instrumentalianya yang akan membawa pada akibat-akibat, baik yang, setelah atau yang akan
dihasilkan oleh ide pikiran dalam dunia pengalaman nyata. Menurut kaum pragmatisme, guru
harus mengonstruksi situasi belajar dengan menempatkan problem tertentu yang
pemecahannya akan membawa siswa pada pemahaman yang lebih baik akan lingkungan
sosial dan fisik mereka. Konsekuensinya, menggantikan struktur tradisional tentang subjek
materi baik guru maupun kelas harus meramalkan apakah pengetahuan itu memberikan
manfaat dalam pemecahan problem tertentu yang sedang mereka diskusikan, seperti
transportasi sepanjang sejarah, persoalan-persoalan seksual saat ini ataupun persoalan
kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Sehingga menjadikan ini lebih bermakna bagi
subjek didik dan akan semakin mudah dikuasai ketika mereka dapat memanfaatkannya
sebagai alat yang dapat memuaskan kebutuhan dan kepentingan mereka dalam menghadapi
realitas.

4. Epistemologi Eksistensialisme.

Epistemologi Eksistensialisme adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan.


Bereksistensi berarti bereksistensi dalam suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap
orang bagi dirinya sendiri. Pilihan bukanlah soal konseptual melainkan soal komitmen total
seluruh pribasi individu. Berangkat dari kebebasan sebagai corak bereksistensi, demikian
tidak menempatkan individu ke dalam realitas yang abstrak tetapi individu dilihat sebagai
satu pribadi yang sungguh hadir dan konkrit. Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan,
hanya yang konkrit yang dapat mengambil keputusan atas diriku bukan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai