Filsafat adalah kegiatan / hasil pemikiran / perenungan yang menyelidiki sekaligus mendasari segala sesuatu yang berfokus pada makna
di balik kenyataan/ teori yang ada untuk disusun dalam sebuah system pengetahuan rasional.
b. Epistemologi
Berarti ilmu tentang pengetahuan, mempelajari asala muasal / sumber, struktur, metode, dan validitas pengetahuan, yang
kesemuanya bisa dikembalikan untuk menjawab pertanyaan : Apa yang dapat saya ketahui?.
c. Logika
Berarti ilmu, kecakapan, alat untuk berpikir secara lurus.
Berusaha menyusun padangan-pandangan dunia sesuai atau berdasarkan toeri-teori ilmiah yang penting.
Sebagai suatu cabang pengetahuan yang menganalisis dan menerangkan konsep dan teori dari ilmu.
Sebagai pengetahuan kritis derajat kedua yang menelaah ilmu sebagai sasarannya.
Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan yang berkaitan penerahan manusia terhadap realitas, hubungan
logika dll.
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas, keteraturan dan ukuran kesederhanaan.
Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terlebih dahulu adalah yang lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan
lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya. Jika dilihat dari sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama atau istilah filsafat alam bagi ilmu
pengetahuan alm. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton : New Priciles of
Chemical Philosophy.
Filsafat dimulai oleh Thales sebagai filsafat jagat raya yang selanjutnya berkembang kearah kosmologi.
Dalam abad-abad selanjutnya filsafat berkembang melalui dua jalur yaitu : filsafat alam dan filsafat moral.
Filsafat alam mempelajari benda dan peristiwa alamiah, sedangkan filsafat moral mempelajari ewajiban manusia seperti
etika, politik dan psikologi.setelah memasuki abad ke-20 filsafat dalam garis besar dibedakan menjadi dua ragam
yaitu: filsafat kritis dan filsafat spekulatif. Filsafat kritis memusatkan perhatian pada analisis secara cermat terhadap
makna berbagai pengertian yang diperbincangkan dalam filsafat misslnya substansi, eksistensi, moral, realitas, sebab,
nilai, kebenaran, keindahan, dan kemestian.filsafat spekulatif sendiri merupakan nama lain dari metafisika.
Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan.
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Kebenaran
Berikut beberapa macam tentang kebenaran :
Kebenaran Koherensi : Adanya kesesuaian atau keharmonisan antar suatu yang memiliki hierarki yang tinggi
apapun yang ada dibaliknya. Baik yang praktis, teoritik maupun yang filosifik. Sesuatu benar apabila dapat
diaktualisasikan dalm tindakan.
Kebenaran Pragmatik :Yang benar adalah yang konkrit, individual dan spesifik.
Kebenaran Proporsi :Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proporsinya benar, yakni bila sesuai dengan
3. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan dating, atau memberikan
pemaknaan.
4. Logika Inferensi
Penarikan kesimpulan baru dianggap sahih apabila dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika.
Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan.
1. Dimensi Ontologis
Ontologis merupakan bagian dari metafisika umum. Ontologis merupakan suatu pengkajian mengenai teori yang ada.
a. Metafisika : merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul dibelakang dunia
fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman denagn objek yang non-empiris.
Tafsiran dalam Metafisika:
Animisme alam dunia ini terdapat wujud-wujud gaib yang bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa
Mekanistik :Melihat gejala alam, temasuk manusia yang merupaka gejala mkimi-fisika semata.
Vitalistik :Hidup adalah sesuatu yang unik dan berbeda secara subtansi dengan proses di atas.
Dualistic :Membedakan antara zat dan kesadaran yang bagi mereka berbeda secara generic, secara
subtansif.
b. Asumsi dalam ilmu :
menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam bentuk,
struktur dan sifat.
Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalamai perubahan dalam jangka waktu tertentu.
Pilihan diantara Determinase (Pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak
yang bersifat universal), Pilihan bebas (Manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya,
tidak terkait pada hukumalam yang tidak memberikan alternative), dan probalistik (Menekankan pada
keseimbangan antara kedua aliran di atas)
c. Penggolongan ilmu
Plato : dialektika, fisika, etika
2. Dimensi Epistimologis
Epistimologi berarti ilmu atau teori tentang pengetahuan, yakni ilmu yang membahas tentang masalah-masalah
pengetahuan.
kepada kita dalam pengalaman (aliran skeptisisme), adanya kebenaran objektif, terlepas dari subjek-subjek yang
diketahuinya (aliran objektivisme), kesadaran akan tujuan pada barang sesuatu, benda yang dituju (aliran
fenomenologisme)
Objek pengetahuan : objek rasa, objek bukan rasa, dan objek luar rasa.
3. Dimensi Aksiologis
Aksiologi adalah studi tentang nilai atau kualitas. Satu wilayah penting penelitian untuk aksiologi ini adalah aksiologi
formal dan kekakuan matematis.
Ontology
Epistimologi
Aksiologi
Metaphysica Generalis
Theodicia Naturalis
Cosmologia
Anthropologia Filosofica
Filsafat Biologie
Filsafat Psichologi
Filsafat Sosiologie
Epistimologi
Filsafat Etica
Filsafat Estetika
Metode dalam penyelidikan ilmu dan filsafat :
Metode histories
Sistematis
Filsafat Ilmu
Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah
filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal
pada periode itu.
Pertama, periode filsafat Yunani (Abad 6 SM-0 M). Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales yang ahli
filsafat, astronomi dan geometri. Dalam pengembaraanya intelektualnya menggunakan pola deduktif.
Aristoteles sebagai tokoh filsafat dan ilmu empiris menggunakan pendekatan induktif, sedangkan
Phytagoras menggunakan pendekatan mistis dan matematis dalam aritmatika dan geometrinya. Plato
sebagai orang yang ahli ilmu rasional dan filsafat menggunakan pendekatan deduktif. Yang pasti pada
periode ini para filosof dan intelek pada masa itu menggunakan dua metode yaitu metode filosofis
deduktif dan filosofis induktif dan empiris.
Kedua, periode kelahiran Nabi Isa (Abad 0-6 M). Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili
oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja. Sehingga pada masa ini filsafat mengalami
kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu
menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan
dan menjadi sumber kebenaran.
Ketiga, Periode kebangkitan Islam (Abad 6-13 M), pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami
kegelapan, ada juga yang menyatkan periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau
kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing,
berbagai buku ilniah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii,
dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli
kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek
yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara
agama, filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi,
social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib
terjadi umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai
peperangan.
Keempat, periode kebangkitan Eropa (Abad14-20). Pada masa ini Kristen yang alam berkauasa
danmenjadisumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, abad kemunduran umat Islam berbagai
pemikiran Yunai muncul, aluyr pemikiran yang mereka anut adalah empirisrme dan rasionalitas.
Peradaban Eropa bangkit melampaui dunai islam. masa ini juga muncul intelektual Gerard Van Cromona
yang menyalin buku Ibnu Sina The canon of medicine , Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran
pemikiran empirisme danrealisme berusaha mnenentang berbagaikebijakan gereja dan penguasa pada
waktu itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa, masa ini
juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen katolik dan protestan.perlawanan
terhadap gereja dan raja yang menindas terus berlangsung, revolusi ilmu pengetahuan makin gencar
dan meningkat, apakah revolusoi dalam bidang teknik maupun intelektul. Pada masa ini banyak muncul
para ilmuwan seperti Newton dengan teori gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan
kepada pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas
mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak berfikir. Hal serupa juga dilakuklan
ole J.J .Rousseau mengecam penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.
Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan Alam
Posted on May 25th, 2007 by duaberita
Oleh:
Feti Fatimah
F-226010041
Epmail: fety29768@yahoo.com
1.Pendahuluan
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan
yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, philosophia meliputi hampir seluruh
pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita
lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan
kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam
pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan
demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik
dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan
bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada
sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah
mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana pohon ilmu pengetahuan
telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang
filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya
ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah
ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa
yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu
sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya
dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon
(1561-1626) mengembangkan semboyannya Knowledge Is Power, kita dapat mensinyalir bahwa
peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat
menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu
yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas
antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu
yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang
filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam
kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis
bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great
mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan
a higher level of knowledge, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu
(Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang
menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini
didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu
mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang
dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat.
Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu
kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati
sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati
sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan
jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: Filsafat Ilmu Sebagai
Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan pertimbangan bahwa latar belakang
pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA Kimia).
2. Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang lazim
diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan).
Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun,
cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti
kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual,
pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal
praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para
filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling
umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika,
etika, estetika dan teori pengetahuan.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia
dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal
dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya
philosophos (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata
oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah
Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau
kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan
terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The
Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates.
Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus
maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus
menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman
atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena
persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara
memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi
yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan
filsafat.
3. Filsafat Ilmu
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun
karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan
ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan
campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-
pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian
pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat
pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu
berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama.
Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada
dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu
yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu
yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak
saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento
Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu
pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman.
Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke
dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu ada yang dijadikan objek
sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan
sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah
keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab
pertanyaan tentang apakah ada (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan
memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang
implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang
akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu
nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah
dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya,
keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi
penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong
untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya,
struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang
ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural
diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam
merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan
instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu
pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan
proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan
dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu
melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal
kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini
registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah,
sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-
benda bereaksi atas campur tangan eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan
suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu terdapat
bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-
elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste
Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan
yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu
pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling
umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling
umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu
pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan
ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi.
Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran
kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis
lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie,
1999).
Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam
kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan
alam.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai
perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan
ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta
kimia nuklir.
Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai
that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the
molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial ( arti harafiahnya kira-
kira adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang
terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak
saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan
perbandingan (komparasi).
Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap
mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat
dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical
Philosophy.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari
hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar
bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam
pengembangan ilmu IPA selanjutnya.
5. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat dijadikan landasan
pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam karena kenyataanya, filsafat merupakan induk
dari ilmu pengetahuan alam.
(sumber:http://tumoutou.net/702_04212/feti_fatimah.htm)
DAFTAR PUSTAKA
Bahm,
Archie, J., 1980., What Is Science, Reprinted from my Axiology; The Science Of Values;
44-49, World Books, Albuquerqe, New Mexico, p.1,11.
Bertens, K., 1987., Panorama Filsafat Modern,
Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., Filsafat
Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Intan Pariwara,
Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan
Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan,
Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
____________________.,
1996., Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte,
Cet.Ke-2, Gadjah Mada University Press Yogyakarta, p.8, 24-26, 40.
____________________.,
1999., Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran Dan
Perkembangannya Sebagai Penakalah, Ditjen Dikti Depdikbud Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, p.1.
Nuchelmans,
G., 1982., Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam,
Dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono, Fakultas Filsafat PPPT UGM
Yogyakarta p.6-7.
Sastrapratedja,
M., 1997., Beberapa Aspek Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Makalah, Disampaikan Pada
Internship Filsafat Ilmu Pengetahuan,
UGM Yogyakarta 2-8 Januari 1997, p.2-3.
Soeparmo,
A.H., 1984., Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam, Penerbit
Airlangga University Press, Surabaya, p.2, 11.
The
Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat Ilmu, Cet. Ke-4, Penerbit Liberty
Yogyakarta, p.29, 31, 37, 61, 68, 85, 93, 159, 161.
Van
Melsen, A.G.M., 1985., Ilmu Pengetahuan Dan Tanggung Jawab,
Diterjemahkan Oleh K.Bartens, Gramedia Jakarta, p.16-17, 25-26.
Van
Peursen, C.A., 1985., Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar
Filsafat Ilmu, Diterjemahkan Oleh J.Drost, Gramedia Jakarta, p.1, 4, 12.