Anda di halaman 1dari 3

Tugas Hermeneutik dan Semiotik

Nama : Muhammad Amin Husaini NIM : 11200340000031 Kelas : 6D

Wilhelm Dilthey lahir di Biebrich pada tanggal 19 November 1833. Ayahnya adalah
seorang pendeta Gereja Reformasi. Setelah lulus sekolah grammer di wiesbaden, Dilthey
meneruskan pendidikan Theologi di Heidelberg selama setahun. Ketika kuliah di Heidelberg,
ia dibimbing oleh Kuno Fischer. Kemudian ia pindah ke Universitas Berlin dan selama disana
Dilthey dibimbing oleh Adolf Trendelenburg.
Pada awalnya Dilthey berminat untuk menjadi seorang pendeta. Akan tetapi kemudian
ia terpengaruh oleh sejarawan ulung seperti Jacob Grimm dan Leopold Von Ranke dan
mengalihkan minatnya kepada filsafat dan sejarah. Pada tahun 1864 Dilthey memperoleh gelar
doktornya dan kemudian menjabat sebagai Profesor Filsafat di Basel pada tahun 1867, di Kiel
pada tahun 1868-1870 dan di Breslau pada tahun 1981. Kemudian ia kembali ke Berlin untuk
menggantikan Herman Lotze pada tahun 1882-1905. Pada tanggal 1 Oktober 1911 Dilthey
wafat di Seis.1
Sebagai seorang filsuf, Dilthey sangat berminat pada logika dan metodologi sejarah
serta masyarakat. Ia termasuk pelopor filsafat yang anti intelektualis, mempertahankan ilmu-
ilmu kebudayaan atau humaniora sebgai ilmu-ilmu yang tidak bergantung pada ilmu-ilmu alam
atau realita. Selain sebagai filsuf dan sejarawan, ia juga terkenal sebagai penulis biografi dan
kritisi sastra.
Adapun beberapa pemikiran Dilthey ini antara lain:
1. Pemikiran Tentang Hermeneutika
Wilhelm Dilthey sebgai seorang filsuf yang cukum dikenal dinegara asalnya, Jerman.
Ia dikenal sorang tokoh tokoh filsuf yang cukup masyhur dalam bidang hermeneutika filosofis,
ia dikenal dengan karena riset historisnya. Karya-karyanya dikumoulkan menjadi tujuh jilid
dan terutama berkaitan dengan perhatian terhadap pemahaman historis, ia seorang filsuf yanh
menaruh perhatian pada sejarah. Ia seakan-akan “Mematri” sejarah dan filsafat menjadi satu
dengan maksud untuk mengembangkan suatu pandangan tentang filosofis yang komprehensif
dan yang btak terjaring oleh dogma metafisika dan tidak diredupkan oleh prasangka (Dilthey,
1962: pattern and meaning in history) yang dikutip dalam buku Hermeneutzik, Sebuah Metode
Filsafat2

1
Wahyu Prihadi Wibowo, Filsafat Kehidupan Wilhelm Dilthey, (Jakarta: STFD, 2015) hlm. 15.
2
Ibid., 19
Seorang tokoh filsafat, Richard Palmer menjelaskan hermeneutika Dilthey ada
beberapa bagian, yaitu:
a) Pengalaman
Dilthey memaknai pengalaman dengan kehidupan itu sendiri. Pengalaman hidup
dimaknai sebagai suatu unit yang secara bersamaan diyakini mempunyai makna yang umum:
“Apa yang terdapat dalam arus waktu satu kesatuan pada masa sekarang karena makna
kesatuannya itu merupakan entitas paling kecil yang dapat kita tunjuk sebagai sebuah
pengalaman. Lebih jauh, seseorang dapat menyebut setiap kesatuan menyeluruh dari bagian-
bagian hidup terikat secara bersama melalui makna umum bagi keseluruhan hidup sebagai
suatu pengalaman, bahkan jika bagian-bagian lainnya terpisah antara satu dengan yang lain
oleh adanya gangguan berbagai peristiwa.”
Pengalaman memiliki dua arti, yaitu kesegeraan dan totalitas. Kesegeraan
menunjukkan bahwa makna hadir tanpa kebutuhan akan rasionalisasi. Totalitas berarti bahwa
kandungan makna mempunyai bobot dan cukup signifikan untuk memadukan beberapa momen
dalam kehidupan seseorang. Pengalaman dalam hal ini dipandang sebagai sumber sejarah.
b) Ekspresi.
Dilthey memahami ekspresi bukan merupakan pembentukan perasaan seseorang
namun lebih kepada ekspresi hidup. Sebuah ekspresi mengacu pada ide, hukum, bentuk sosial,
bahasa dan segala sesuatu yang merefleksikan kehidupan manusia. Dengan demikian, ekspresi
bisa dimaknai dengan obyektivikasi pemikiran/pengetahuan, perasaan dan keinginan manusia.
c) Karya Seni Sebagai Obyektifikasi Pengalaman Hidup.
Dilthey mengklasifikasikan hidup dan pengalaman manusia ke dalam tiga kategori
utama:Pertama, gagasan-gagasan (yaitu konsep, penilaian, dan bentuk-bentuk pemikiran yang
lebih luas) merupakan sebuah kandungan pemikiran yang terbebaskan dari ruang, waktu dan
pelakunya dimana gagasan-gagasan itu lahir dan untuk alasan inilah gagasan-gagasan itu
memiliki akurasi dan mudah dikomunikasikan.
Kedua, tindakan leih sulit untuk diinterpretasikan karena di dalam sebuah tindakan
terdapat sebuah tujuan tertentu, ketetiga terdapat ekspresi pengalaman hidup yang meluas dari
ekspresi kehidupan dalam yang spontanseperti pernyataan dan sikap diri ke ekspresi sadar yang
terbentuk dalam karya seni.
d) Pemahaman
Menurut Dilthey, pengalaman merupakan proses jiwa dimana kita memperluas
pengalaman hidup manusia. Ia menegaskan bahwa manusia adalah makhluk historis. Manusia
memahami dirinya tidak melalui introspeksi tapi melalui obyektifikasi hidup. Sejarah
kehidupan dan pengalaman yang didapatkan oleh manusia mengantarkan mereka pada sebuah
pemahaman akan nilai-nilai yang terkandung dalam hidup itu sendiri. Masa lalu adalah
pembelajaran dimana dengan mengingat kembali rangkaian kejadian dan pengalaman
hidupnya, manusia bisa mencapai suatu pemahaman yang mendasar terhadap dirinya sendiri.3
2. Filsafat Kehidupan
Istilah filsafat kehidupan pertama kali disebut pada tahun 1827 oleh Fr. Schlegel.
Dilthey kemudian mengembangkan dengan memberi arti yang luas pada kehidupan. Menurut
Dilthey, kehidupan adalah kumpulan dan kesatuan pengalaman manusia dari lahir sampai mati
dan menyatu dalam kehidupan umat manusia. Gagasan ini yang mendasari pemikiran Dilthey
selanjutnya.
Pemikiran Dilthey sebagai filsuf terletak pada tiga hal yang saling berkaitan. Pertama,
ia berpendapat bahwa semua pengetahuan berdasarkan dari pengalaman. Kedua, filsafat
muncul dari dan mengacu pada kehidupan manusia sehari-hari. Ketiga, filsafat harus terikat
kuat pada pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu-ilmu budaya empirisme.
Hermeneutika Sebagai Metode
Dilthey berambisi untuk meyusun sebuah dasar epistemologis bagi ilmu kemanusiaan,
terutama ilmu sejarah. Tantangan yang dihadapi Dilthey adalah bagaimana menempatkan
penyelidikan sejarah supaya sejajar dengan penelitian ilmiah dalam bidang ilmu alam.
Perbedaan objek kedua ilmu ini cukup mencolok. Bila ilmu kemanusiaan mengenal dua
dimensi eksterior dan interior bagi objeknya, maka ilmu alam hanya mengenal dimensi
eksterior
Dilthey menganjurkan penggunaan hermeneutika, sebab baginya, hermeneutika adalah
dasar dari Geisteswissenschaften. Berkenaan dengan keterlibatan individu dalam kehidupan
masyarakat yang hendak dipahaminya, diperlukan bentuk pemahaman yang khusus.
Hermeneutikanya Dilthey berkisar pada tiga unsur yaitu Verstehen (memahami), erlebnis
(dunia pengalaman batin) dan Ausdruck (ekspresi hidup). Ketiga unsur ini saling berkaitan dan
saling mengandaikan4

3
Ibid., 34
4
Ibid., 40

Anda mungkin juga menyukai