Anda di halaman 1dari 9

1.

Jelaskan ciri-ciri filsafat Cina dan yang membedakannya dari filsafat Barat
Jawab : Ciri-ciri Filsafat Cina dan hal yang membedakannya dari filsafat Barat :
Filsafat Cina atau sering juga disebut filsafat Timur merupakan salah satu filsafat
tertua di dunia, selain filsafat India dan filsafat Barat. Karena dikatakan sebagai salah satu
filsafat tertua di dunia, maka filsafat Cina diyakini sebagai salah satu filsafat dasar yang
mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia. Perkembangan filsafat Cina juga tidak
jauh berbeda dengan filsafat lainnya yang mana dipengaruhi oleh kebudayaan setempat yang
mengalami perkembangan atau kemajuan dari masa ke masa.

Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat cina, yakni harmoni, toleransi dan
perikemanusiaan. Harmoni antara manusia dan sesama, manusia dengan alam, manusia dengan
surga. Selalu dicari keseimbangan antara keduanya. Toleransi terlihat dalam keterbukaan
terhadap pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan suatu
pluriformitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Perikemanusiaan, karena selalu
manusia-lah yang merupakan pusat filsafat Cina, manusia yang pada hakikatnya baik dan yang
harus mencari kebahagiaannya di dunia ini dengan memperkembangkan dirinya sendiri dalam
interaksi dengan alam dan sesama manusia. Beradasarkan pada ketiga tema pokok di atas,
filsafat Cina memiliki ciri-cirinya sendiri yang kemudian membedakannya dari filsafat Barat.
Ciri-ciri filsafat Cina:adalah sebagai berikut:

● Dalam pemikiran kebanyakan orang Cina antara teori dan pelaksanaannya tidak
dapat dipisahkan. Dengan demikian pemikiran spekulatif kurang mendapat
tempat dalam tradisi filsafat Cina, sebab filsafat justru lahir karena adanya
berbagai persoalan yang muncul dari kehidupan yang aktual.

● Secara umum filsafat Cina bertolak dari semacam ‘humanisme’. Tekanannya pada
persoalannya kemanusiaan melebihi filsafat Yunani dan India. Manusia dan
perilakunya dalam masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi
perhatian utama sebagian besar filosof Cina.

●Dalam pemikiran filosof Cina etika dan spiritualitas (masalah keruhanian) menyatu
secara padu. Etika dianggap sebagai intipati kehidupan manusia dan sekaligus
tujuan hidupnya. Di lain hal konsep keruhanian diungkapkan melalui
perkembangan jiwa seseorang yang menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas
seseorang dinilai melalui moral dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan

1
dan politik. Sedangkan inti etika dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan
kearifan.

● Meskipun menekankan pada persoalan manusia sebagai makhluk sosial, persoalan


yang bersangkut paut dengan pribadi atau individualitas tidak dikesampingkan.
Namun demikian secara umum filsafat Cina dapat diartikan sebagaoi ‘Seni hidup
bermasyarakat secara bijak dan cerdas’. Kesetaraan, persamaan dan kesederajatan
manusia mendapat perhatian besar. Menurut para filosof Cina keselerasan dalam
kehidupan sosial hanya bisa dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan, kesetaraan
dan kesederajatan itu.

● Filsafat Cina secara umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof Cina
pada umumnya yakin bahwa manusia dapat mengatasi persoalan-persoalan hidupnya
dengan menata dirinya melalui berbagai kebijakan praktis serta menghargai
kemanusiaan. Sikap demokratis membuat bangsa Cina toleran terhadap pemikiran
yang anekaragam dan tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam putih.

● Agama dipandang tidak terlalu penting dibanding kebijakan berfilsafat. Mereka


menganjurkan masyarakat mengurangi pemborosan dalam penyelenggaraan upacara
keagamaan atau penghormatan pada leluhur.

● Penghormatan terhadap kemanusiaan dan individu tampak dalam filsafat hukum dan
politik. Pribadi dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal yang
abstrak dari hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak
berdasarkan mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme nilai-
nilai.

● Dilihat dari sudut pandang intelektual, Para filosof Cina berhasil membangun etos
masyarakat Cina seperti mencintai belajar dan mendorong orang gemar melakukan
penelitian mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan melakukan
sesuatu. Demikianlah pengetahuan dan integritas pribadi merupakan tekanan utama
filsafat Cina. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja hanya bisa mencapai
sasaran apabila dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan luas dan
integratitas pribadi yang kokoh.

Dari ciri-ciri di atas, filsafat Cina memiliki perbedaan dengan filsafat Barat. Di mana
pemikiran filsafat Cina selalu menekankan peranan intuisi dan pengalaman individu, sementara

2
pemikiran filsafat Barat lebih menekankan pada ratio dalam menganalisa fakta-fakta riil atau
fakta empiris. Karena didasarkan pada intuisi dan pengalaman individu, maka pemikiran
filsafat Cina banyak disampaikan sebagai ungkapan isi hati dan perasaan. Sedangkan filsafat
Barat yang didasarkan pada ratio, pemikirannya itu di bahasakan dengan bahasa yang efisien
dan efektif dengan pemilihan kata-kata yang tepat. Pemikiran filsafar Timur/Cina sering juga
diungkapkan melalui simbol-simbol sebagai manifestasi hal-hal yang konkrit, sedangkan para
pemikir/filsuf Barat sering menggunakan rumusan yang abstrak, sehingga memiliki cakupan
yang luas bahkan ada yang sampai tak terhingga.

Tujuan utama dari pemikiran filsafat Timur/Cina adalah untuk menjadi orang yang
bijaksana dan bahagia, dalam arti hidup penuh dengan ketenteraman dan keselamatan.
Pemikiran filsafat Barat lebih diarahkan untuk memahami rahasia alam semesta dan
menemukan ilmu pengetahuan yang baru. Tujuan filsafat Timur/Cina yang demikian
didasarkan pada pemikiran para filsuf mereka menekankan suatu haromoni antara manusia
dengan alam. Sedangkan filsafat Barat selalu berusaha untuk menaklukkan alam demi
kepentingan manusia. Selain itu, dalam pemikiran filsafat Timur/Cina lebih ditekankan
peranan manusia sebagai dalam kehidupan sosial sebagai anggota masyarakat, sedangkan
dalam pemikiran filsafat Barat, manusia sebagai individu mendapatkan otonominya yang
besar.

Komentar: Dalam nodul kuliah Filsafat Politik yang ditulis oleh Bapak Norbertus Jegalus
dikatakan bahwa filsafat Barat tidak lagi relevan disebut sebagai sebuah kebijaksaan layaknya
makna etimologis dari filsafat yakni ‘Mencintai kebijaksanaaan”. Filsafat cina dengan segala
ajaran hidup dan kebijaksanaanya lebih mendekati pengertian ini. Filsafat cina/timur sungguh-
sungguh merupakan sebuah ajaran kebijaksanaan yang mendekati agama hidup orang-orang
pada zamannya.

2. Jelaskan tentang sayap idealistik, realistik, dan confusionisme!

Jawab : Penjelasan tentang sayap idealistik, realistik dan confusioner adalah sebagai berikut:

 Sayap Idealistik

Mencius adalah orang yang mencetuskan pemikiran idealistik dalam filsafat


Timur/Cina. Ada tiga hal yang dibicarakan dalam pemikiran idealistik yang dikembangkan
oleh Mencius, yakni tentang kodrat manusia, filsafat politik dan mistisisme. Pertama, kodrat

3
manusia. Pada zamannya, Mencius mengajarkan bahwa manusia memiliki tiga kodrat, yakni:
(1) kodrat manusia tidak baik pun tidak jahat; (2) dalam kodrat manusia ada dua elemen
sekaligus, yaitu kebaikan dan kejahatan; (3) secara alamiah ada orang jahat dan juga ada orang
baik. Pandangan Mencius tentang kodrat manusia ini didukung atau didasarkan pada empat
elemen, yakni perasaan simpati (awal daari kelembutan hati), perasaan malu dan benci (awal
dari kebajikan), perasaan rendah hati dan mengalah (awal dari kesopanan), serta perasaan benar
dan salah (awal dari kebijaksanaan). Bagi Mencius, manusia dapat dibedakan dari binatang
melalui empat hal itu, sebab melalui keempat hal itu manusia dikatakan sebagai “sungguh
manusia”. Rupanya Mencius ingin memberi peringatan kepada kita manusia agar tidak
kehilangan kedudukan, sebab, banyak orang yang telah kehilangan kedudukannya, karena
manusia lebih suka menjadi manusia superior.

Kedua, filsafat politik. Pandangan mengenai filsafat politik ini terkait erat dengan
pengolahan pribadi dalam masyarakat. Dalam posisinya tentang prinsip ini, Confusius
membatasi dirinya pada aplikasi pengolahan diri individual, sedangkan pada Mencius aplikasi
ini menjangkau bidang pemerintahan dan politik. Bagi Confusius pengolahan itu terkait dengan
prinsip "sageliness within", dan pada Mencius hal itu telah diperluas menjadi suatu prinsip
"kingness without". Dalam pengertian terdahulu tentang "sageliness within", Mencius
mengekspresikan konsepnya tentang prinsip ini secara lebih jelas dari Confusius. Dia
mengatakan : "Dia yang telah secara lengkap atau utuh mengembangkan pikirannya,
mengetahui kodratnya. Dia yang mengetahui kodratnya, mengetahui surga" (Mencius, Vila, I).
Pikiran ini mengacu pada "pikiran tidak berhubung" atau pada "rasa simpati". Itu adalah esensi
dari kodrat atau sifat kita manusia. Oleh sebab itu, ketika kita secara penuh mengembangkan
pikiran ini, kita mengetahui kodrat kita. Dan menurut Mencius, kodrat kita adalah "apakah
surga telah diberikan kepada kita" (Mencius, Via, 15).

Karena itu ketika kita mengetahui kodrat kita, kita juga mengetahui surga. Karena itu
pada pandangan Mencius manusia hanya mampu merealisasikan dirinya dalam persahabatan
dengan orang lain. Maka di sini negara sangat diperlukan demi mencapai realisasi diri tersebut.
Di sini ada perbedaan pandangan mengenai negara pada Mencius dan Konfusius. Menurut para
Mohist negara berada karena ia sangat berguna. Sedangkan menurut para Confusianis, negara
berada karena ia memang seharusnya berada.

Dalam kaitan dengan itu kedua aliran ini sepakat mengenai model pemerintahan.
Menurut keduanya ada dua macam pemerintahan. Pertama: Wang (raja bijaksana); kedua: Pa

4
(raja militeris). Secara lengkap ada perbedaan di antara keduanya. Pemerintahan seorang raja
yang bijaksana dipilih melalui instruksi moral dan pendidikan; sedangkan seorang raja militer
memimpin dengan kekuatan angkatan bersenjata dan paksaan atau tekanan. Kekuatan dari
pemerintahan Wang adalah moral dan pemerintahan Pa adalah fisik. Ketiga, Mistisisme. Ada
satu tesis yang diterima bersama oleh Mencius dan sekolah Confusianisme: universum pada
dasarnya adalah sebuah universum moral. Prinsip-prinsip moral manusia juga adalah prinsip-
prinsip metafisika universum dan kodrat manusia adalah suatu contoh dari prinsip-prinsip yang
ada. Mencius membedakan antara "tanda-tanda dari manusia" dan "tanda-tanda dari surga".
Dalam mengembangkan kedua elemen ini secara bersama-sama Mencius mengungkapkan
bahwa seorang menjadi identik dengan universum sebagai satu totalitas, dan ini tertuju pada
apa yang disebutnya sebagai “segala sesuatu lengkap dalam diri kita”. Kombinasi keduanya
oleh Mencius disebut sebagai kombinasi kebajikan dan Tao. Di sinilah letak mistisisme dari
Mencius.

 Sayap Realistik

Sayap realistik merupakan salah satu pandangan dalam filsafat Timur/Cina yang diajarkan
oleh seorang yang bernama Hsun Tzu. Terdapat beberapa hal yang diajarkan oleh Hsun Tzu,
yakni:

1) Posisi Manusia. Hsun Tzu terkenal dengan pandangannya mengenai manusia sebagai
yang jahat secara kodrati. Pandangannya ini bertolak dari tesis umumnya bahwa segala
sesuatu yang baik dan bernilai merupakan hasil usaha manusia. Pandangannya ini juga
bersumber dari pandangannya bahwa ada tiga kekuatan universum. Ketiganya adalah
langit, bumi, dan manusia. Dan ketiganya pun memiliki panggilan masing-masing.
Posisi manusia adalah usaha mencapai nilai. Dalam usahanya itu manusia menciptakan
kebudayaan. Panggilan manusia adalah memanfaatkan apa yang telah disediakan alam
bagi manusia.

2) Teori tentang Kodrat Manusia. Pada Hsun Tzu kodrat manusia adalah jahat. Dan supaya
dapat menjadi baik diperlukan latihan. Kendati berbeda mengenai kodrat manusia tetapi
bersama Mencius keduanya mengungkapkan bahwa ada potensialitas pada manusia
untuk menjadi bijaksana bila ia memutuskan untuk memilih jalan itu. Latihan untuk
menjadi baik pada manusia mungkin pada pandangan Hsun Tzu karena menurutnya
manusia mempunyai inteligensi. Hsun Tzu menyatakan bahwa siapa saja dapat menjadi
Yü karena ia berinteligensi.

5
3) Keaslian Moralitas. Ada dua argumen yang dibangun oleh Hsun Tzu dalam
mempertahankan pandangannya. Ia menyatakan bahwa manusia memerlukan
organisasi social. Dengan adanya kesatuan social itu manusia mampu untuk
menaklukkan makhluk-makhluk lainnya yang lebih kuat darinya. Dalam membentuk
organisasi itu diperlukan aturan-aturan yang memungkinkan adanya pembatasan-
pembatasan terhadap kecenderungan manusia atau hasrat-hasrat manusia yang tidak
terbatas. Dengan demikian menghindarkan manusia dari kekacauan. Maka dalam
masyarakat Cina dikenal apa yang disebut sebagai Li (aturan-aturan tingkah laku) dan
Yi (kebenaran). Kedua aspek ini diperlukan dalam usaha menghindarkan masyarakat
dari kekacauan.

4) Teori tentang Ritus dan Musik. Dalam masyarakat Cina zaman Hsun Tzu terdapat
berbagai upacara. Yang upacara yang paling menonjol pada waktu itu adalah upacara
perkabungan dan upacara kurban teristimewa kepada para leluhur.Terdapat dua (2)
sumber utama mengenai ritus yang didevosikan yakni Yi Li (Buku mengenai tata cara
seremonial) dan Li Chi (interpretasi mengenai ritus-ritus). Ritus-ritus ini terkait dengan
kondisi manusiawi terutama menyangkut pikiran manusia. Menurut orang Cina pikiran
mengandung dua (2) aspek yakni intelektual dan emocional. Intelektual terkait dengan
ingatan, sedangkan emocional terkait dengan perasaan cinta. Maka upacara-upacara
yang dibuat tidak terlepas dari tendensi pikiran manusia untuk mengingat dan mencintai
orang yang sudah tiada.

Upacara-upacara yang ada dalam masyarakat Cina juga terkait dengan kodrat
manusia yang ingin gembira. Dan kegembiraan itu diungkapkan dalam hal-hal yang
secara fisik dapat kita alami. Tetapi ketika implementasi itu tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip yang benar, di sana ada ketidakberesan, ketidaksenangan dari pihak lain. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak benar maka mereka menciptakan music Ya dan Sung.
Music itu diharapkan mampu mengarahkan mereka agar mampu mewujudkan
kegembiraan itu secara benar. Music menjadi instrument pendidikan moral.

5. Teori-teori Logis. Menyangkut teori-teori logis ini Hsun Tzu dalam bukunya Tentang
Reitifikasi Nama-nama mengungkapkan bahwa nama itu sebenarnya merupakan tanda
dalam aktualisasi diri setiap orang dalam masyarakat. Nama di satu pihak membuat jelas
perbedaan antara setiap pribadi, misalnya kata Raja yang dikenakan pada seorang
mempunyai arti dan makna yang berbeda dengan kata Hamba yang dikenakan pada

6
seoran lagi. Hsun Tzu membedakan dua macam nama yakni umum dan kelompok. Nama
umum merupakan hasil proses sintesis pikiran, sedangkan nama kelompok merupakan
hasil proses analisis.

6. Kekeliruan dari Sekolah-sekolah Lain. Hsun Tzu membuat pengelompokkan mengenai


sekolah tentang nama-nama dan Mohist berdasarkan kesesatan logis. Ada tiga taraf
kekeliruan. Pertama, yang disebut sebagai kekeliruan yang mengakibatkan nama
merusak nama. Contohnya: perampok adalah seorang manusia. Perampok adalah nama
yang diberikan pada manusia, seseorang yang bertindak sebagai perampok. Kedua,
kekeliruan yang mengakibatkan fakta merusak nama. Ketiga, kekeliruan yang
mengakibatkan nama merusak fakta.

 Confusionisme

Confusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup
antara 551 dan 497 SM di daerah Lu,di Shantung. Ia mengajarkan bahwa Tao (“jalan” sebagai
prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat
menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan
yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (“yen”), yang
merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan
mereka berbeda.. Dalam bahasa Mandarin aliran ini disebut Rujia. Rujia memang sering
diartikan sebagai filsafat Khonghucu. Sebenarnya Rujia berarti filsafat cendikiawan, Ru sendiri
berarti cendikiawan atau sarjana.

Pemikiran Confusianisme yang didasarkan atas prinsip keseimbangan yin dan yang.
Prinsip keseimbangan menjadi hal utama yang dibahas sehingga keseimbangan yang mengatur
hidup kita juga seimbang. Dengan aturan keseimbangan ini memberikan dampak yang begitu
besar khususnya bagi masyarakat Cina dalam hal intelektual dan perkembangan ekonomi Cina.

Komentar:

Pandangan sayap realistik yang dikemukakan Hsun zu yang beranggapan bahwa kodrat
manusia itu pada dasarnya jahat dan kebaikan itu hasil usaha manusia adalah sebuah pandagan
yang sangat menarik untuk ditinjau. Dengan demikian Hsun zu sebetulnya hendak menekankan
usaha manusia dalam rangka mencapai kebaikan. Sepintas pandangan Hsun zu mirip dengan
pemikiran tentang keadaan alamiah manusia yang dikemukakan Thomas Hobbes. Meskipun

7
pandangan ini agak ekstrem dan bertolak belakang dengan pandangan modern terutama dalam
pandangan agama-agama namun pandangan ini tidak boleh begitu saja disingkirkan.
Pandangan ini dapat menjadi semacam sebuah logika terbalik yang membuat manusia harus
mampu berjuang untuk menuju pada kebaikan sebab kebaikan tidak datang dengan sendirinya.

3. Bedakan Taoisme sebagai agama dan filsafat

Jawab : Perbedaan taoisme sebagai agam dan filsafat ialah sebagai berikut :

Pada awalnya masyarakat Cina kuno belum mengenal adanya perbedaan antara filsafat
Taoisme dan agama Taoisme. Pembedaan antara Taoisme sebagai filsafat dan Taoisme sebagai
agama oleh para ahli sejarah dan filsafat Cina baru tejadi pada tahun 1950, meskipun keduanya
lahir dari dan berada dalam tradisi yang sama. Marcel, Granet dan Henri Maspero adalah
orang-orang yang melakukan penelitian mendalam di bidang ini.

Filsafat Taoisme dan agama Taoisme juga berbeda pendapat tentang bagaimana
seharusnya orang bersikap di hadapan penguasa politik. Filsafat Taoisme menolak tradisi
(antitraditional) dan berupaya melampaui nilai-nilai yang diakui bersama. Lao Tzu dan Chuang
Tzu bersikap kritis terhadap penguasa pada jamannya, dan juga terhadap nilai-nilai
Konfusianisme tradisional. Mereka berdua berpendapat bahwa masyarakat akan jauh lebih
baik, jika semua bentuk aturan, moralitas, hukum, dan penguasa dihapuskan. Di sisi lain, para
pemuka agama Taoisme sangat menghormati penguasa dan aturan-aturan Konfusianisme.
“Orang-orang yang hendak memiliki keabadian”, demikian tulis Ko Hung (284-343), seorang
pemuka agama Taoisme, “haruslah menempatkan kesetiaan kepada penguasa dan kesalehan
yang tulus kepada orang tua mereka… sebagai prinsip dasar.” K’ou Ch’ien Chih, seorang
pemuka agama Toaisme lainnya, juga berpendapat bahwa setiap orang haruslah mempelajari
Konfusianisme, serta secara aktif membantu kaisar di dalam mengatur dunia.

Agama Taoisme memang memberikan perhatian besar pada kepentingan-kepentingan


praktis yang bersifat temporal. Jika filsafat Taoisme lebih bersifat individualistik dan kritis,
maka agama Taoisme dapat dipandang sebagai ajaran yang lebih bersifat sosial dan praktis.
Dalam arti ini, para filsuf Taoisme memiliki pengertian-pengertian yang agak berbeda tentang
konsep-konsep dasar Taoisme, seperti wu-wei, Tao, dan te, jika dibandingkan dengan
pengertian para pemuka agama Taoisme.

8
Komentar:

Pada dasarnya, Taoisme sebagai agama dan Taoisme sebagai filsafat tumbuh dan berkembang
dalam satu tradisi/satu budaya, namun keduanya memiliki pandangan yang berbeda-beda
tentang satu realitas. Artinya satu realitas yang sama dilihat dari sudut pandang mereka masing-
masing. Saya secara pribadi, menolak atau tidak setuju dengan pandangan Lao Tzu dan Chuang
Tzu (Filsuf Taoisme) mengatakkan bahwa masyarakat akan jauh lebih baik jika hidup tanpa
adaanya kontrol dari luar diri, seperti aturan, moral, hukum, dan penguasa. Saya tidak dapat
membayangkan bagaaimana manusia bisa hidup bersama tanpa ada aturan/hukum dan tanpa
ada yang mengatur. Mereka kurang memikirkan akan adanya bahaya yang besar yakni manusia
menjadi serigala bagi yang lain.

Anda mungkin juga menyukai