Anda di halaman 1dari 9

Bagian 1 Manusia dan Pengetahuan

Manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan, memiliki dimensi jasmani dan rohani. Jasmani merupakan
bagian kasar yang terdiri dari tubuh fisik, sedangkan rohani adalah aspek halus yang memberikan
eksistensi dan moralitas. Roh mengarahkan manusia pada pengalaman emosional dan spiritual serta
memungkinkan keberadaannya sebagai makhluk moral dan sosial.
Kehidupan manusia dipandang dalam konteks dualitas antara otonomi dan ketergantungan pada Tuhan.
Meskipun manusia lemah dan tergantung pada Tuhan, dia diberi kebebasan untuk mengembangkan diri
dan bertindak secara otonom dalam menjalani hidupnya. Dalam konsep ini, manusia memiliki
kebebasan dalam keterbatasan dan keterikatan.
Pandangan filosofis tentang hubungan antara Tuhan dan manusia memunculkan dua pendekatan yang
berbeda: pendekatan jabariah yang menekankan predestinasi absolut, dan pendekatan qadariah yang
memperhatikan kebebasan manusia dalam berbuat. Pendekatan kedua ini menyoroti kebebasan
manusia sebagai bagian integral dari desain Tuhan.
Manusia juga didefinisikan sebagai binatang yang berpikir (animal rationale) oleh Aristoteles.
Kemampuan berpikir menjadi ciri khas manusia yang membedakannya dari makhluk lain. Tuhan
mengajak manusia untuk menggunakan akal pikiran dan merenungkan ciptaan-Nya sebagai stimulus
untuk berpikir dan memahami makna hidup.
Dengan demikian, manusia diberi tanggung jawab untuk menggunakan potensi berpikirnya secara
optimal sebagai bagian dari tugasnya sebagai khalifah di bumi. Firman-firman Allah dalam Al-Qur'an
memperkuat ajakan ini, menunjukkan bahwa berpikir adalah bagian penting dari perjalanan rohani dan
intelektual manusia dalam mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang makna kehidupan.
Dalam kelanjutan teks tersebut, diperkenalkan konsep pengetahuan yang melibatkan indra sebagai
salah satu media utama dalam memperoleh pemahaman tentang dunia sekitar. Pengetahuan yang
diperoleh melalui indra bersifat subjektif karena sangat bergantung pada respon indra terhadap
pengalaman yang diterima. Proses ini kemudian melibatkan asimilasi dan transformasi informasi dalam
kesadaran manusia.
Selain itu, pembahasan mengenai pengetahuan melalui ilmu pengetahuan (science) juga diuraikan. Ilmu
pengetahuan menekankan pada penggunaan metode ilmiah yang rasional-empiris dalam memahami
fenomena alam dan kehidupan manusia. Proses ini melibatkan pembentukan hipotesis, pengujian
melalui eksperimen, dan pembentukan teori yang menjelaskan hubungan sebab-akibat.
Namun, terdapat pertanyaan filosofis mengenai batasan objek yang dapat diteliti oleh ilmu pengetahuan
serta kontroversi terkait kebebasan ilmu pengetahuan dalam menentukan apa yang dapat diteliti. Selain
itu, diperkenalkan pula pandangan bahwa ilmu pengetahuan memiliki peran dalam memfasilitasi
kemajuan dan kemudahan dalam kehidupan manusia, namun juga menimbulkan tantangan moral dan
sosial yang perlu diatasi.
Teks tersebut secara keseluruhan menyoroti pentingnya proses pemahaman dan pengetahuan dalam
kehidupan manusia, baik melalui pengalaman indrawi maupun melalui metode ilmiah, serta mencermati
dampak dan implikasi filosofis dari pengetahuan yang diperoleh.
Dalam penutup, realitas manusia sebagai ciptaan Tuhan membutuhkan pemahaman yang mendalam
tentang interaksi manusia dengan hakikat kemanusiaannya. Proses pencarian pengetahuan dapat
dilakukan melalui berbagai pendekatan, termasuk penggunaan indra, ilmu pengetahuan (science),
filsafat, dan mistik (kepercayaan).
Indra membantu manusia dalam memperoleh pemahaman tentang dunia melalui pengamatan dan
pengalaman langsung. Ilmu pengetahuan (science) memberikan kerangka kerja sistematis untuk
memahami fenomena dunia yang lebih kompleks, dengan langkah-langkah seperti mengidentifikasi
masalah, mencari teori, dan menetapkan tindakan penyelesaian.
Filsafat memperdalam pemahaman tentang hakikat segala sesuatu dan bertujuan untuk mencapai
kebenaran sejati. Ini melibatkan proses kritis, analitis, dan spekulatif untuk menjelajahi pertanyaan-
pertanyaan mendasar tentang kehidupan, pengetahuan, moralitas, dan eksistensi.
Sementara itu, mistik atau kepercayaan menyediakan dimensi spiritual dalam pencarian pengetahuan,
yang dapat melampaui batas-batas rasio dan indra. Pengetahuan mistik seringkali bersifat supra-rasional
dan tidak selalu dapat dijelaskan secara logis, tetapi dapat memiliki bukti empiris dalam beberapa kasus.
Dengan demikian, proses pencarian pengetahuan melalui indra, ilmu pengetahuan, filsafat, dan mistik
memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memahami berbagai aspek realitas manusia dan
dunia di sekitarnya.
Bagian 2 Filsafat, Hukum, dan Filsafat Hukum
Dari bagian 2 yang telah disampaikan, kita bisa merangkumnya sebagai berikut:
**A. APA ITU FILSAFAT?**
- Filsafat berasal dari Yunani, terdiri dari "philos" (cinta persahabatan) dan "sophos" (hikmah).
- Pendapat mengenai filsafat pertama kali diperkenalkan oleh Heraklitos atau Pythagoras.
- Filsafat merupakan cinta akan kebijaksanaan atau kebenaran, yang diekspresikan melalui pengejaran
pengetahuan secara sistematis.
**B. APA ITU HUKUM?**
- Hukum positif adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara, sering kali ditegakkan oleh pemerintah.
- Ada perbedaan pandangan antara hukum positif yang terbatas pada undang-undang negara dan
prinsip-prinsip keadilan yang lebih universal.
- Meskipun ada hukum positif, tetapi keadilan tetap menjadi tujuan utama hukum dalam menjaga
kehidupan bersama yang adil.
- Terdapat konflik antara hukum positif yang mungkin tidak selalu adil dan prinsip-prinsip keadilan yang
seharusnya diwujudkan melalui hukum.
- Meskipun demikian, pemberontakan terhadap hukum yang tidak adil sering kali tidak diizinkan karena
potensi konsekuensi buruk seperti kerusuhan dan anarki.
- Keadilan sangat penting dalam menentukan makna dan kekuatan hukum, dan hukum yang tidak adil
kehilangan legitimasi sebagai hukum yang sah.
Sekilas, itu adalah inti dari apa yang disampaikan dalam bagian 2 tersebut.
Ringkasan tersebut membahas tentang hubungan antara filsafat dan hukum, serta pentingnya keadilan
dalam pembentukan hukum. Filsafat hukum menekankan bahwa hukum harus adil dan mengikuti
prinsip-prinsip keadilan. Diskusi dimulai dengan menguraikan peran hukum dalam menjamin kepastian
hidup dan menghindari kekacauan. Meskipun kepastian hukum ideal tidak pernah tercapai, keadilan
tetap menjadi prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam pembentukan hukum.
Selanjutnya, pembahasan mencakup pandangan beberapa filsuf terkemuka, seperti Radbruch, G.
Gurvitch, Reinach, dan Hommes, tentang pentingnya mengaitkan hukum dengan keadilan. Mereka
menyatakan bahwa hukum yang tidak adil tidak dapat dibedakan lagi dari kekuasaan semata. Konsep
hukum alam juga dibahas sebagai dasar bagi prinsip-prinsip keadilan dalam hukum positif.
Selain itu, ringkasan juga menyoroti perdebatan seputar definisi dan lingkup filsafat hukum. Ada
berbagai pendapat tentang apakah filsafat hukum merupakan ilmu pengetahuan, ilmu terapan, atau
cabang dari filsafat etika. Namun, kesimpulannya adalah bahwa filsafat hukum merupakan upaya untuk
menganalisis konsep-konsep hukum secara ilmiah.
Terakhir, ringkasan menyajikan bagaimana filsafat hukum diinterpretasikan oleh Aristoteles, yang
menggambarkan filsafat hukum sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakmampuan ilmu hukum
dalam membentuk kaidah hukum yang logis dan konseptual. Oleh karena itu, filsafat hukum menjadi
alternatif yang penting dalam mencari solusi terhadap permasalahan hukum yang kompleks.
Bagian 3 Sejarah Perkembangan Filsafat
Resume Bagian 3 Sejarah Perkembangan Filsafat:
Filsafat Timur memiliki sejarah panjang yang melibatkan filsafat India, Cina, dan negara-negara Islam.
Filsafat India dimulai dengan periode Weda yang menekankan alam semesta sebagai objek utama
pembahasan. Perkembangan selanjutnya membawa filsafat India ke ranah mistis dan intuitif dengan
pandangan yang sangat spiritual. Ciri khas filsafat India meliputi motif spiritual, pendekatan introspektif,
idealisme, penekanan pada intuisi sebagai sumber pengetahuan tertinggi, penerimaan terhadap
otoritas, dan pendekatan sintetis terhadap pengalaman dan realitas.
Filsafat Cina, di sisi lain, mengembangkan pandangan berpusat pada harmoni, toleransi, dan
kemanusiaan. Pengaruh budaya Cina kuno seperti konsep Yin dan Yang mencerminkan pandangan
tentang keseimbangan dalam kehidupan manusia dan alam.
Sejarah filsafat Islam mencakup periode penting di Timur dan Barat. Di Timur, filsuf-filsuf seperti al-
Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, dan al-Ghazali menggabungkan filsafat Yunani dengan pandangan Islam.
Mereka menekankan pada penafsiran rasional terhadap masalah-masalah ketuhanan, alam, dan
manusia, sambil mempertahankan nilai-nilai agama dan spiritualitas. Di Barat, tokoh-tokoh seperti Ibnu
Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd juga memainkan peran penting dalam perkembangan filsafat Islam
dengan menekankan pada harmoni antara filsafat Timur dan Barat.
Secara keseluruhan, filsafat Timur berkembang melalui interaksi yang kompleks antara berbagai tradisi
pemikiran, menciptakan warisan intelektual yang kaya dan beragam.
tersebut bukanlah prioritas. Sokrates lebih menekankan pada proses dialog dan pembelajaran melalui
pertanyaan. Dia dikenal karena metode dialektiknya yang terkenal sebagai metode sokratis. Dengan
bertanya secara terus-menerus, Sokrates berusaha untuk membimbing lawan bicaranya menuju
kesadaran akan ketidaktahuan mereka sendiri. Dia tidak mengklaim memiliki pengetahuan tertentu,
tetapi lebih kepada kesadaran akan kekurangan pengetahuan yang dimiliki semua orang.
Murid Sokrates yang paling terkenal adalah Plato. Plato merupakan salah satu filsuf paling berpengaruh
dalam sejarah filsafat Barat. Dia mendirikan Akademi di Athena, yang menjadi pusat pembelajaran
filsafat pada zamannya. Plato menulis dialog-dialog filosofis yang terkenal, di mana karakter Sokrates
sering kali menjadi tokoh utama dalam percakapan. Dalam karya-karyanya, Plato mengembangkan
konsep-konsep seperti realitas ideal (dunia idenya), teori bentuk-bentuk (Form), dan negara ideal
(Republik). Plato sangat mempengaruhi pemikiran filsafat Barat selanjutnya melalui konsep-konsepnya
yang mendalam dan kompleks.
Aristoteles, murid terkenal Plato, juga merupakan salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah.
Dia mendirikan sekolahnya sendiri, yaitu Lyceum, di mana dia mengajar dan menulis banyak karya.
Aristoteles dikenal karena kontribusinya yang luas dalam berbagai bidang ilmu, termasuk logika,
metafisika, etika, politik, dan fisika. Dia mengembangkan pendekatan empiris dalam filsafatnya, yang
menekankan pengamatan dan pengalaman sebagai dasar pengetahuan. Aristoteles juga memberikan
kontribusi penting dalam mengembangkan sistem klasifikasi dan logika formal. Karya-karyanya, seperti
"Metafisika", "Etika Nicomachean", dan "Politik", tetap menjadi bahan bacaan penting dalam studi
filsafat hingga saat ini.
Selain Sokrates, Plato, dan Aristoteles, filsafat Yunani kuno juga melahirkan berbagai tokoh lainnya
seperti Heraclitus, Parmenides, Empedocles, dan Zeno, yang memberikan kontribusi penting dalam
perkembangan pemikiran filsafat Barat. Mereka membuka jalan bagi pengembangan berbagai konsep
dan teori dalam filsafat yang terus dipelajari dan diperdebatkan hingga saat ini.
Zaman Modern adalah periode penting dalam sejarah filsafat di mana pemikiran manusia mulai
berfokus pada rasionalitas dan pengalaman empiris sebagai sumber pengetahuan. Salah satu tokoh
utama dalam periode ini adalah Rene Descartes, yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Descartes
menekankan pentingnya metode berpikir yang sungguh-sungguh dengan meragukan segala-galanya,
sehingga manusia dapat mencapai pemahaman yang terang dan jelas. Metode berpikir yang dia
perkenalkan menuntun pada logika induktif, yang dianggapnya lebih efektif daripada silogisme
tradisional.
Namun, pemikiran Descartes juga diikuti oleh pemikiran-pemikiran kritis dari tokoh lain seperti David
Hume dan Immanuel Kant. Hume menekankan pada sifat empiris dan pengalaman sebagai dasar
pengetahuan, sementara Kant berusaha untuk menyatukan rasionalisme dan empirisme dengan
mengakui bahwa pengetahuan manusia tidak hanya berasal dari pengalaman indera, tetapi juga dari
kondisi-kondisi batiniah yang bersifat kausal.
Zaman Modern juga ditandai dengan Revolusi Copernicus dalam dunia astronomi, di mana Nicolaus
Copernicus dengan berani menantang pandangan geosentris (berpusat pada bumi) dan
memperkenalkan pandangan heliosentris (berpusat pada matahari). Ini membawa perubahan besar
dalam cara manusia memandang alam semesta dan memperkuat konsep bahwa pengetahuan manusia
dapat diperoleh melalui observasi dan penelitian.
Selain itu, pemikiran-pemikiran dalam zaman Modern tidak hanya berdampak pada ilmu pengetahuan,
tetapi juga pada bidang-bidang lain seperti hukum internasional dan tata negara. Tokoh-tokoh seperti
Hugo de Groot, Niccolo Machiavelli, dan Thomas Moore turut menyumbangkan kontribusi penting
dalam pengembangan pemikiran hukum dan politik.
Secara keseluruhan, Zaman Modern adalah periode yang penting dalam sejarah filsafat di mana manusia
mulai meninggalkan pandangan tradisional dan mengadopsi pendekatan yang lebih rasional dan empiris
dalam mencari pengetahuan. Periode ini menandai awal dari era pemikiran yang lebih bebas dan
terbuka terhadap ide-ide baru serta perubahan paradigma dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
dan kehidupan manusia.

Bagian 4 Aliran-aliran Filsafat Hukum


PENDAHULUAN
Pengembangan berbagai aliran filsafat hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah
perkembangan filsafat secara umum. Peran sejarah dalam perkembangan filsafat memberikan
kontribusi besar terhadap munculnya beragam aliran filsafat hukum yang didasarkan pada tahap dan
periode perkembangan filsafat itu sendiri. Aliran-aliran filsafat hukum yang dimaksud mencakup: (1)
aliran Hukum Alam; (2) positivisme hukum; (3) utilitarianisme; (4) mazhab sejarah; (5) sociological
jurisprudence; (6) realisme hukum; (7) freirechtslehre.
ALIRAN HUKUM ALAM
Perkembangan aliran hukum alam dimulai sejak 2.500 tahun yang lalu, yang bertujuan untuk mencari
cita-cita yang lebih tinggi. Aliran ini muncul sebagai respons terhadap kegagalan manusia dalam mencari
keadilan yang mutlak. Hukum alam dipandang sebagai hukum universal dan abadi yang menjadi dasar
bagi tata sosial dan hukum manusia. Aliran ini berusaha mentransformasikan hukum sipil kuno menuju
pada perkembangan zaman yang lebih maju. Hukum alam dianggap lebih tinggi daripada hukum buatan
manusia.
Aliran hukum alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu irasional dan rasional. Aliran irasional meyakini
bahwa hukum universal berasal secara langsung dari Tuhan, sementara aliran rasional menganggap
bahwa sumber hukum universal berasal dari rasio manusia.
Tokoh-tokoh penting dalam aliran hukum alam meliputi Thomas Aquinas, John Salisbury, Dante, Pierre
Dubois, Marsilius Padua, dan John Wycliffe. Diskusi tentang hukum alam, baik irasional maupun rasional,
berpusat pada penemuan hakikat hukum alam itu sendiri.
Hukum alam memiliki beragam fungsi, termasuk sebagai instrumen utama dalam transformasi hukum
sipil kuno, latar belakang pemikiran untuk mendukung berlakunya hukum internasional, dan sebagai
dasar bagi hakim Amerika dalam menafsirkan konstitusi.
Dalam perkembangannya, aliran hukum alam muncul dalam berbagai corak dan warna, menghasilkan
perbedaan pendapat mengenai teori-teori hukum alam pada zaman kuno, abad pertengahan, dan
zaman modern.
HUJAHAN HUKUM ALAM KLASIK IRASIONAL
Aliran hukum alam klasik irasional mengemukakan bahwa kebenaran bersumber dari kitab suci dan
kebenaran wahyu, serta di bawah kekuasaan Tuhan. Tokoh-tokoh seperti Augustine dan Thomas
Aquinas memainkan peran penting dalam membangun pemikiran ini.
Marsilius Padua dan William Occam menekankan konsep bahwa negara berada di atas kekuasaan Paus,
dengan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Mereka menegaskan bahwa hukum alam adalah aturan
yang berasal dari akal pikiran manusia.
HUKUM ALAM KLASIK RASIONAL
Setelah revolusi Inggris, Perancis, dan Amerika, hukum alam digunakan untuk mendukung
individualisme dalam masyarakat. Tokoh-tokoh seperti Hugo de Groot, Samuel von Pufendorf, Christian
Thomasius, dan Immanuel Kant memperluas pemikiran hukum alam dengan menekankan peran rasio
manusia.
Hugo de Groot, dikenal sebagai Bapak Hukum Internasional, mengemukakan bahwa sumber hukum
adalah rasio manusia, dan hukum alam muncul sesuai dengan kodrat manusia.
Samuel von Pufendorf dan Christian Thomasius menekankan bahwa hukum alam adalah aturan yang
berasal dari akal pikiran yang murni, dan perjanjian antarmanusia menjadi landasan penting dalam
pembentukan hukum.
Immanuel Kant, melalui filsafat kritisnya, menyelidiki kemampuan dan batas rasio manusia dalam
memahami hukum alam, serta menyatukan unsur rasionalisme dan empirisme.
POSITIVISME HUKUM
Positivisme hukum muncul sebagai sistem filsafat pada abad ke-19, dengan prinsip bahwa sesuatu
dianggap benar jika dapat diamati dalam pengalaman atau dapat dibuktikan sebagai kenyataan. Sistem
ini menempatkan pengalaman sebagai dasar pengetahuan manusia.
KESIMPULAN
Perkembangan aliran-aliran filsafat hukum, seperti hukum alam dan positivisme hukum, mencerminkan
perjalanan panjang pemikiran manusia dalam mencari keadilan dan tatanan hukum yang lebih baik.
Setiap aliran memiliki kontribusi penting dalam pembentukan pandangan dan praktik hukum di berbagai
zaman dan masyarakat.
Blog tersebut membahas berbagai aliran filsafat hukum, termasuk positivisme hukum dan
utilitarianisme. Dalam positivisme hukum, hukum dipandang sebagai perintah dari penguasa yang harus
dipatuhi, sedangkan utilitarianisme menempatkan kemanfaatan atau kebahagiaan sebagai tujuan
hukum. Tokoh-tokoh seperti John Austin dan Hans Kelsen mewakili aliran positivisme hukum, sementara
Jeremy Bentham dan John Stuart Mill mewakili utilitarianisme. Ada juga Rudolf von Jhering yang
mengembangkan ajaran sosial utilitarianisme. Di samping itu, blog juga membahas Mazhab Sejarah,
yang menekankan pentingnya memahami sejarah suatu bangsa dalam membangun hukum. Friedrich
Karl von Savigny adalah salah satu tokohnya yang menekankan bahwa hukum tumbuh dan berkembang
bersama masyarakat sebagai ungkapan dari jiwa bangsa.
Ringkasan dari teks tersebut adalah sebagai berikut:
- Realisme hukum adalah pandangan filsafat hukum yang menekankan pada pentingnya memahami
hukum dari sudut pandang empiris dan pragmatis.
- Realisme hukum berkembang seiring dengan Sociological Jurisprudence, dengan fokus pada penilaian
terhadap keputusan hakim dan pengaruh sosial terhadap hukum.
- Eugen Ehrlich adalah salah satu tokoh utama dalam aliran Sociological Jurisprudence, yang
menekankan pentingnya pemahaman terhadap hukum berdasarkan realitas sosial dan kebiasaan
masyarakat.
- Roscoe Pound adalah tokoh penting dalam realisme hukum Amerika yang menekankan bahwa hukum
harus berfungsi sebagai alat untuk memperbaiki masyarakat.
- Realisme hukum Amerika lebih menekankan pada pendekatan pragmatis dan interdisipliner dalam
memahami hukum, sementara realisme Skandinavia lebih fokus pada kritik terhadap dasar-dasar
metaisis dari hukum.
Dengan demikian, realisme hukum adalah pendekatan dalam filsafat hukum yang menekankan
pentingnya memahami hukum berdasarkan pada pengalaman empiris dan tujuan sosial yang ingin
dicapai.
Sebuah ringkasan dari teks yang Anda berikan adalah sebagai berikut:
Aliran-aliran filsafat hukum yang dijelaskan meliputi pragmatisme, realisme Amerika, realisme
Skandinavia, dan Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas).
1. **Pragmatisme:** Pemikiran pragmatis menekankan pada pentingnya penyelesaian masalah sosial
dan menolak pandangan bahwa hukum harus hanya berdasarkan pada peraturan-peraturan yang sudah
ada. Mereka juga menolak ide bahwa peraturan hukum secara langsung menentukan keputusan
pengadilan.
2. **Realisme Amerika:** Aliran ini menempatkan hakim sebagai pusat perhatian dan menekankan
bahwa faktor-faktor non-logis seperti politik, ekonomi, dan prasangka dapat memengaruhi
pembentukan hukum. Mereka menolak pandangan bahwa hukum hanya terdiri dari peraturan logis
semata.
3. **Realisme Skandinavia:** Perspektif ini melihat hukum sebagai realitas sosial yang berkembang dan
berubah seiring waktu. Mereka menekankan pentingnya norma sekunder dalam pembentukan dan
pengakuan hukum.
4. **Freirechtslehre:** Aliran ini menentang positivisme hukum dan menganggap bahwa hakim
memiliki peran dalam menciptakan hukum. Mereka berpendapat bahwa penemuan hukum harus
didasarkan pada argumen yang lebih luas daripada sekadar peraturan yang ada.
Setiap aliran filsafat hukum tersebut memiliki pendekatan dan pandangan yang unik terhadap hukum
dan proses pengambilan keputusan hukum.
Bagian 5 Hukum dan Moral
Secara singkat, tulisan tersebut membahas hubungan antara hukum dan moral, dengan penekanan pada
pandangan Immanuel Kant. Kant membedakan antara legalitas dan moralitas, di mana legalitas
berkaitan dengan kesesuaian tindakan dengan hukum atau norma lahiriah, sementara moralitas
berkaitan dengan kesesuaian tindakan dengan norma atau hukum batiniah yang dipandang sebagai
kewajiban. Kritik terhadap pandangan Kant menyatakan bahwa konstruksinya cenderung ekstrem dan
tidak memperhitungkan faktor-faktor lain yang memengaruhi perilaku seseorang.
Selain itu, tulisan juga membahas pandangan Georg Wilhelm Friedrich Hegel tentang yang mutlak dan
siapa yang mutlak. Ada pula pembahasan tentang aliran positivis, aliran Marxis, dan eksistensialisme
dalam konteks ini.
Selanjutnya, tulisan membahas moralitas heteronom dan otonom menurut Kant, serta pandangan
Nietzsche tentang moralitas tuan dan budak. Terakhir, ada diskusi tentang moral, moralitas, dan etika, di
mana moralitas dianggap sebagai sikap manusia terkait dengan hukum moral yang didasarkan pada
keputusan bebasnya, sedangkan etika dipandang sebagai disiplin rasional yang berkaitan dengan adat
istiadat atau kebiasaan.
Bagian 6 Kerangka Ilmiah Etika Profesi
Ringkasan:
A. PENDAHULUAN
Pertanyaan mendasar tentang etika penegak hukum muncul seiring dengan terungkapnya beragam
kriminalitas dalam lembaga penegak hukum. Etika penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai penegak
hukum dan warga masyarakat.
B. APA ITU ETIKA?
Etika berasal dari bahasa Yunani "Ethos", yang berarti adat istiadat. Etika berkembang menjadi studi
tentang kebiasaan manusia dan nilai-nilai kehidupan yang benar secara manusiawi.
C. KEBENARAN FILOSOFIS ETIKA
Ada tiga postulat etika yang mendukung sistem etika: eksistensi Allah, kebebasan berkehendak, dan
keabadian jiwa.
D. HUBUNGAN MANUSIA DAN ETIKA
Manusia dan etika saling terkait dalam kehidupan sehari-hari. Etika memiliki tiga fungsi: dalam tingkah
laku dan pergaulan hidup manusia, dalam pergaulan ilmiah, dan dalam profesi dengan kode etik sebagai
panduan perilaku profesional.

Bagian 7 Hukum dan Keadilan


Tulisan tersebut membahas hubungan antara hukum dan keadilan dalam konteks manusia dan
masyarakat. Keadilan dianggap sebagai elemen penting dalam kehidupan manusia, baik dalam
hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, masyarakat, pemerintah, alam, maupun makhluk ciptaan
Tuhan lainnya. Keadilan dianggap sebagai prasyarat bagi kehidupan yang seimbang dan harmonis.
Pemikiran tersebut menyoroti kompleksitas dalam mewujudkan keadilan, dengan keadilan sering
menjadi subjek perdebatan yang rumit. Meskipun keadilan diakui pentingnya, dalam praktiknya,
seringkali hukum dan keadilan terpisah, bahkan dianggap sebagai pihak oposisi. Keadilan dianggap
sebagai roh hukum yang esensial, dan ketika keadilan hilang, hukum menjadi tidak efektif.
Berbagai tokoh filsafat dari berbagai tradisi pemikiran, seperti Yunani, Kristen, dan Islam, juga
disebutkan dalam tulisan untuk memberikan pandangan mereka tentang hubungan antara hukum dan
keadilan. Mereka memandang keadilan sebagai prinsip moral yang mendasari tatanan sosial dan hukum.
Secara keseluruhan, tulisan tersebut menekankan pentingnya keadilan dalam konteks hukum dan
masyarakat, serta kompleksitas dalam mewujudkannya.
Ringkasan yang diberikan membahas tentang konsep keadilan menurut pandangan Islam dan
pandangan Barat, serta hubungannya dengan hukum dan pengambilan keputusan hukum. Berikut poin-
poin utamanya:
1. **Konsep Keadilan dalam Islam**: Dalam Islam, keadilan memiliki beberapa dimensi, termasuk
keadilan sosial, memelihara hak individu, dan memastikan eksistensi berlanjut. Konsepsi keadilan Islam
bersumber dari Al-Qur'an dan prinsip kedaulatan rakyat Muslim.
2. **Keadilan dalam Perspektif Barat**: Pandangan Barat tentang keadilan juga mencakup aspek
substansi dan prosedural. Keadilan dipandang sebagai kebajikan utama yang harus menjadi semangat
dasar masyarakat.
3. **Hubungan dengan Hukum**: Hukum dianggap sebagai alat untuk mencapai keadilan dalam
masyarakat. Pengambilan keputusan hukum harus mencerminkan nilai-nilai keadilan dan moralitas.
4. **Nilai-nilai Keadilan dan Putusan Hakim**: Nilai-nilai keadilan tercermin dalam tindakan manusia
dan putusan hakim. Putusan hukum yang adil harus didasarkan pada norma dan nilai-nilai keadilan yang
diakui oleh masyarakat.
5. **Hierarki Nilai**: Nilai-nilai keadilan memiliki hierarki dan kriteria tertentu yang mempengaruhi
penilaian manusia terhadap suatu perbuatan atau keputusan hukum.
6. **Pengaruh Agama dan Kesadaran Moral**: Agama dan kesadaran moral memainkan peran penting
dalam menentukan nilai-nilai keadilan dan norma hukum yang diakui dalam masyarakat.
7. **Keterkaitan dengan Sistem Hukum**: Keadilan tidak terlepas dari sistem hukum yang ada dalam
suatu masyarakat. Sistem hukum harus mencerminkan nilai-nilai keadilan yang diakui oleh mayoritas
masyarakat.
Ini adalah gambaran singkat dari beragam konsep keadilan dan hubungannya dengan hukum dalam
perspektif Islam dan Barat, serta nilai-nilai yang mendasarinya.
Resume singkatnya adalah sebagai berikut:
Rasa adalah pendorong manusia untuk mengejar kebaikan dalam semua tindakannya. Perbuatan
manusia adalah ekspresi dari bisikan hati, dan nilai dari perbuatan tersebut tergantung pada kebaikan
dan manfaatnya. Keadilan, berasal dari kata dasar ‘adil’, merupakan konsep yang telah berkembang
sejak filsafat kuno Yunani hingga pemikiran Islam dan Kristen. Plato dan Aristoteles membahas keadilan
dalam konteks struktur masyarakat dan pembagian sumber daya, sementara filsuf Muslim seperti Al-
Mawardi dan Al-Ghazali menyoroti aspek-aspek keadilan dalam hukum Islam. Dalam Islam, keadilan
dianggap sebagai aspek penting dalam menjalani kehidupan yang seimbang dan sesuai dengan ajaran
agama.
Pemikiran tentang keadilan juga berkaitan dengan konsep kebebasan dan keterpaksaan dalam Islam,
dengan kaum Mu’tazilah dan Asy’ari mengemukakan pandangan yang berbeda. Keadilan dalam Islam
mencakup penegakan hukum yang adil, pemberian kesaksian yang benar, serta penghormatan terhadap
hak-hak individu.
Secara umum, keadilan dalam pemikiran Islam mengacu pada keseimbangan, persamaan, pemeliharaan
hak individu, dan penegakan hukum yang adil, yang merupakan prinsip utama dalam menjalani
kehidupan yang berdasarkan ajaran agama.
Secara singkat, teks tersebut membahas konsepsi keadilan dalam Islam serta penerapannya dalam
hukum. Keadilan dalam Islam dipahami sebagai sikap komprehensif yang mencakup tingkah laku dan
perbuatan yang tepat dan terukur. Ada dua kategori utama dalam keadilan: substantif dan prosedural.
Substantif mengacu pada elemen-elemen keadilan dalam substansi syariat, sementara prosedural
berkaitan dengan pelaksanaan hukum secara adil. Aplikasi keadilan prosedural disoroti oleh Ali bin Abu
halib dalam konteks peradilan Syariah.
Pemikiran tentang keadilan juga dikaji dari perspektif filosofi hukum Barat, termasuk Hans Kelsen dan
John Rawls, yang merumuskan prinsip-prinsip keadilan. Rasjidi dan Rahardjo menekankan bahwa
keadilan dan moralitas merupakan unsur hakikat hukum, dengan pandangan bahwa hukum sebaiknya
merupakan cabang dari moralitas atau keadilan.
Dalam konteks pengadilan, peran hakim dalam menemukan hukum diperinci, termasuk perbedaan
antara interpretasi dan konstruksi hukum. Hakim diharapkan mempertimbangkan berbagai faktor dalam
menjatuhkan putusan, termasuk kepastian hukum dan keadilan. Proses konstatering, kualiisiering, dan
konstituering merupakan tahapan penting dalam memastikan putusan hakim yang adil dan berwibawa.

Bagian 8 Hukum dan Kebenaran


Teori-teori Kebenaran:
1. Teori Kebenaran Koherensi atau Konsistens: Menyatakan bahwa kebenaran terletak pada konsistensi
atau koherensi proposisi dengan proposisi lain yang telah diakui kebenarannya sebelumnya. Kebenaran
ditentukan oleh hubungan antara proposisi yang satu dengan yang lainnya.
2. Teori Kebenaran Koresponden: Menekankan kesesuaian antara proposisi dengan fakta atau realitas
objektif. Kebenaran terletak pada korespondensi antara pernyataan dengan fakta yang ada.
3. Teori Kebenaran Pragmatis: Mengutamakan kebenaran yang berguna atau bermanfaat. Kebenaran
ditentukan oleh konsekuensi atau dampak yang memuaskan dalam praktik kehidupan.
Dengan demikian, konsep kebenaran dapat dipahami melalui pendekatan koherensi, korespondensi,
atau pragmatisme, tergantung pada konteks dan tujuan penggunaannya.
Resume yang disingkat dari teks tersebut adalah sebagai berikut:
Teks tersebut membahas beberapa pandangan filsafat tentang kebenaran, terutama dalam konteks
teori pragmatisme. Menurut pandangan pragmatis, kebenaran ditentukan oleh akibat praktis dari suatu
tindakan atau pernyataan. Pandangan ini menggantikan konsep kebenaran mutlak dengan kebenaran
yang relatif dan bergantung pada konteks dan tujuan tertentu.
Selain itu, teks juga menyajikan beberapa teori tentang kebenaran, termasuk teori kebenaran
berdasarkan arti, sintaksis, non-diskrepsi, dan logis yang berlebihan. Setiap teori tersebut memiliki
pendekatan yang berbeda dalam mendefinisikan kebenaran.
Lebih lanjut, teks juga membahas hubungan antara hukum, ilmu, dan kebenaran. Hal ini melibatkan
diskusi tentang epistemologi, di mana proses pencarian kebenaran dilakukan melalui berbagai cara,
termasuk penemuan kebetulan, coba dan ralat, otoritas, spekulasi, berpikir kritis, dan penelitian ilmiah.
Kajian epistemologis tentang kebenaran menyoroti bahwa kebenaran bersifat relatif dan tergantung
pada sudut pandang serta konteks pengetahuan manusia. Dalam konteks hukum, kebenaran yang
dituangkan dalam norma hukum juga bersifat fleksibel dan responsif terhadap nilai-nilai kepentingan
yang ada dalam masyarakat.
Dengan demikian, pemahaman tentang kebenaran dalam konteks filsafat dan hukum menggambarkan
kompleksitas dan fleksibilitas dalam menentukan apa yang dianggap benar atau tidak benar dalam
berbagai situasi dan konteks yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai