Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


UNIVERSITAS SURYAKANCANA
TAHUN AKADEMIK 2021-2022

Nama : Ali Akbar, S.H.


NPM : 7410121011
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Semester : I (Satu)
Dosen : Dr. H. Syahrul Anwar, M.Ag.

Jawaban

1. Ilmu berasal dari bahasa arab yaitu ‘ilm, yang berarti memahami,
mengerti atau mengetahui. Ilmu mengacu kepada suatu hal yang
melebihi pengetahuan. Ilmu merupakan kegiatan akal budi untuk
menjelaskan kenyataan empiris secara spesifik menurut tiga kriteria
utama: rasional, metodis, dan sistematis. Istilah rasional, bisa
dikatakan bahwa apa yang diklaim oleh suatu ilmu sebagai
kebenaran dapat diterima karena masuk akal, yakni logis, kritis, dan
terbuka untuk perbaikan. Jadi, apa yang rasional tidak kebal kritik
(Poespowardojo & Seran, 2015: 9).
Sedangkan Pengetahuan merupakan segenap hasil dari kegiatan
untuk mengetahui sesuatu obyek (dapat berupa suatu hal atau
peristiwa yang dialami subyek), misalnya: pengetahuan tentang
benda, tentang tumbuh-tumbuhan, tentang binatang, tentang
manusia, atau pengetahuan tentang peristiwa peperangan.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang
diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu.
Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat,
mendengar, merasakan, dan berpikir yang menjadi dasar manusia
dan bersikap dan bertindak (Makhmudah, 2018: 203).

Jadi hubungan atau peran filsafat dan ilmu pengetahuan adalah Jika
dilihat dari segi prosesnya, keduanya menunjukkan suatu kegiatan
yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam
kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan
pengetahuan), dengan menggunakan metode-metode atau prosedur-
prosedur tertentu secara sistematis dan kritis. Filsafat dan ilmu
pengetahuan merupakan jembatan atas perubahan dan
perkembangan di dunia IPTEK. Berkembangnya teknologi saat ini
dikenal dengan istilah Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 di mana
pola kehidupan manusia telah beralih dari tenaga manusia ke tenaga
teknologi canggih seperti internet, robot, kecerdasan buatan dan
komputer. Hal ini biasa dikenal dengan era disrupsi sebab akan
muncul banyaknya permasalahan-permasalahan masyarakat yang
dihadapi atas masifnya perkembangan IPTEK. Meskipun hal tersebut
diawali oleh manusia dalam masyarakat yang santun penuh
keseimbangan, manusia senantiasa terus berubah, berkembang
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang ada sesuai dengan
zaman. Counter discourse terhadap perkembangan IPTEK tidak dapat
dilakukan, melainkan untuk dapat mengurangi dampak negatif dari
adanya teknologi tersebut. Masyarakat saat ini harus kritis sebagai
kunci dalam menghadapi tantangan zaman serta mampu
menganalisis kebutuhan mereka terhadap teknologi.

2. Kebenaran menurut teori koherensi secara singkat mengatakan


bahwa suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyatan sebelumnya yang dianggap
benar atau bisa disebut juga Veritas De Raison yaitu kebenaran yang
masuk akal.
Antara filsafat dan ilmu memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari
kebenaran. Dari aspek sumber; filsafat dan ilmu memiliki sumber
yang sama, yaitu akal atau rasio. Karena akal manusia terbatas, yang
tak mampu menjelajah wilayah yang metafisik, maka kebenaran
filsafat dan ilmu dianggap relatif, nisbi. Sementara agama bersumber
dari wahyu, yang kebenarannya dianggap absolut, mutlak·.
Dari aspek objek; filsafat memiliki objek kajian yang lebih luas dari
ilmu. Jika ilmu hanya menjangkau wilayah fisik (alam dan manusia),
maka filsafat menjangkau wilayah baik fisik maupun yang metafisik
(Tuhan, alam dan manusia).
Tetapi jangkauan wilayah metafisik filsafat (sesuai wataknya yang
rasional-spikulatif)  membuatnya tidak bisa disebut absolut
kebenarannya. Sementara agama (agama wahyu) dengan ajaran-
ajarannya yang terkandung dalam kitab suci Tuhan,  diyakini sebagai
memiliki kebenaran mutlak. Agama dimulai dari percaya (iman),
sementara filsafat dan ilmu dimulai dari keraguan. Ilmu, filsafat dan
agama memiliki keterkaitan dan saling menunjang bagi manusia.
Keterkaitan itu terletak pada tiga potensi utama yang diberikan oleh
Tuhan kepada manusia, yaitu akal, budi dan rasa serta keyakinan.
Melalui ketiga potensi tersebut manusia akan memperoleh
kebahagiaan yang sebenarnya.
Secara rinci Franz Magnis Suseso (1991:20) menjelaskan, bahwa
filsafat membantu agama dalam empat hal: pertama, filsafat dapat
menginterpretasikan teks-teks sucinya secara objektif;  kedua, filsafat
membantu memberikan metode-metode pemikiran bagi
teologi; ketiga, filsafat membantu agama dalam menghadapi problema
dan tantangan zaman, misalnya soal hubungan IPTEK dengan
agama; keempat, filsafat membantu agama dalam menghadapi
tantangan ideologi-ideologi baru.
3. Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Ontologi merupakan
ilmu hakikat bagian dari metafisika yang mengadakan penyelidikan
terhadap sifat dan realitasnya. Ontologi juga mempelajari hakikat dan
digunakan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan atau
dengan kata lain menjawab tentang pertanyaan apakah hakikat ilmu
itu.
Epistemologi merupakan cabang dari filsafat ilmu yang membahas
tentang apa yang kita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya.
Sehingga epistemologi di sini mengkaji dan mencoba menemukan ciri-
ciri umum dan hakikat dari pengetahuan manusia, bagaimana
pengetahuan itu diperoleh dan diuji kebenarannya. Pokok bahasan
epistemologi meliputi hakikat dan sumber pengetahuan, metode
memperoleh pengetahuan, dan kriteria kesahihan pengetahuan.
Aksiologi merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat
nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai
kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik
material dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan
aspeknya sendiri.
4. Logika adalah bagian filsafat yang memperbincangkan hakikat
ketepatan, cara menyusun pikiran yang dapat menggambarkan
ketepatan berpengetahuan. Tepat belum tentu benar, sedangkan
benar selalu mempunyai dasar yang tepat. Logika tidak
mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan, tetapi
membatasi diri pada ketepatan susunan berpikir menyangkut
pengetahuan. Jadi, logika memprasyaratkan kebenaran, bukan
wacana kebenarannya. Secara etimologis, logika berasal dari bahasa
Yunani, logos yang berarti "kata"atau"pikiran". Namun, pengertian
dasarnya sering disebut sebagai ilmu barekta-kata atau ilmu berpikir
benar, bukan tepat melainkan benar.
Jadi dalam seitap bentuk pemikiran sebenarnya terdapat peristiwa
membandingkan, menentukan adanya hubungan atau tidak,
kemudian menyimpulkan sesuatu yang niscaya muncul dari
hubungan tersebut. Dengan demikian setiap pemikiran paling sedikit
mengandung tiga proposisi, yaitu proposisi sebagai premise, dan satu
proposisi sebagai kesimpulan. Secara garis besar ada dua macam
cara berpikir, atau cara menarik kesimpulan yang bertolak dari hal-
hal yang sudah diketahui menuju pengetahuan yang belum
diketahui. Kedua macam cara berpikir atau menyimpulkan itu ada
penyimpulan langsung dan tidak langsung.
5. Filsafat ilmu hukum adalah cabang dari filsafat yaitu filsafat etika
atau tingkah laku yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum
memiliki objek yaitu hukum yang dibahas dan dikaji secara
mendalam sampai pada inti atau hakikatnya. Dalam beberapa
literatur filsafat hukum digambarkan sebagai suatu disiplin modern
yang memiliki tugas untuk menganalisis konsep-konsep perskriptif
yang berkaitan dengan yurisprudensi. Ada yang berpendapat filsafat
hukum adalah ilmu, ada yang mengatakan filsafat adalah teories.
6. Dasar filsafat Negara Indonesia telah ditetapkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam pembukaan UUD
1945 yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan adanya keyakinan bangsa
Indonesia bahwa nilai-nilai pancasila adalah yang paling benar, maka
bangsa Indonesia menjadikan nilai-nilai pancasila sebagai landasan
dasar negara dan filsafat hidup/pandangan hidup bangsa Indonesia.
Menurut saya pancasila saat ini belum sepenuhnya dijadikan sebagai
margin of appreciation dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan, sehingga sistem hukum nasional belum mencerminkan
nilai moral dan nilai hukum pancasila. Hal itu disebabkan oleh
adanya pertarungan kepentingan politik, orientasi target, ego sektoral
dan superioritas berhadapan dengan inferioritas. Maka berdasarkan
hal tersebut disarankan agar segera melakukan reevaluasi terhadap
sistem hukum nasional saat ini yang di dasarkan pada pancasila.

Anda mungkin juga menyukai