Anda di halaman 1dari 14

RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

DISUSUN OLEH:

STHEVEN NEREA SINAMBELA


20151082
Semester V

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN
BATAM
T.A 2021/2022
RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

Stheven Nerea Sinambela


20151082
Polisi Republik Indonesia
Sthevensinambela08@gmail.com
081268866124

ABSTRAK

Penulis dalam makalah ini mencoba untuk menggambarkan Ruang Lingkup Filsafat
Hukum. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa
perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori
ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan
dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan
yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil
dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala
ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi,
epistimologi dan axiologi.

Kata Kunci: Hukum Filsafat, Ruang Lingkup, Pola Pikir

1. Latar Belakang
Filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani. Filsafat dalam
bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani, filsafat merupakan
gabungan dua kata, yaitu philein yang berarti cinta atau philos yang berarti mencintai,
menghormati, menikmati, dan sophia atau sofein yang artinya kehikmatan, kebenaran,
kebaikan, kebijaksanaan, atau kejernihan. Secara etimologi, berfilsafat atau filsafat
berarti mencintai, menikmati kebijaksanaan atau kebenaran. ( Sutardjo: 2007,10)
Langeveld, dalam bukunya “pengantar pada pemikiran filsafat” (1959) menyatakan,
bahwa filsafat adalah suatu perbincangan mengenai segala hal, sarwa sekalian alam
secara sistematis sampai ke akar-akarnya. Apabila dirumuskan kembali, filsafat adalah
suatu wacana, atau perbincangan mengenai segala hal secara sistematis sampai
konsekwensi terakhir dengan tujuan menemukan hakekatnya. Filsafat hukum adalah
induk dari disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang
paling fundamental yang timbul dalam hukum. Oleh karena itu orang mengatakan juga
bahwa filsafat hukum berkenaan dengan masalah-masalah sedemikian fundamental
sehingga bagi manusia tidak terpecahkan, karena masalah-masalah itu akan melampaui
kemampuan berfikir manusia.
Di dalam kepustakaan hukum, ilmu hukum ini dikenal dengan nama, jurisprudence,
berasal dari kata jus, juris, yang artinya adalah hukum atau hak; prudensi berarti
melihat ke depan atau mempunyai keahlihan. Arti yang umum dari jurisprudence ini
adalah ilmu yang mempelajari hukum, Tetapi orang juga mengenal tiga yang lain.
Parah penulis Inggris memakinya dalam anatomi perbandingan sistem-sistem hukum
yang sudah maju.

2. Permasalahan
 Apa itu Konsep dalam Filsafat Hukum?
 Apa yang menjadi ruang Lingkup Filsafat Hukum?
 Apa itu Dogmatika Hukum Filsafat?

3. Pembahasan
Pengertian ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pikiran manusia yang
amat luas. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar, benar ada (nyata), baik material
konkrit maupuan nonmaterial abstrak (tidak terlihat). Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu
lainnya pengaruhnya masih terasa. Setelah filsafat ditingkalkan oleh ilmu-ilmu lainnya,
ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang
memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Akan tetapi jelaslah
bahwa filsafat tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Jadi objek filsafat
itu tidak terbatas Objek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau
permasalhan kehidupan mausia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga objek
pemikiran filsafat pendidikan. Filsafat boleh dikatakan suatu ilmu pengetahuan, tetapi
obyeknya tidak terbatas, jadi mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya merupakan
bentuk ilmu pengetahuan yang tersendiri, tingkatan pengetahuan tersendiri. Filsafat itu
erat hubungannya dengan pengetahuan biasa, tetapi mengatasinya karena dilakukan
dengan cara ilmiah dan mempertanggungjawabkan jawaban-jawaban yang
diberikannyaFilsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

a) Ontologi Ilmu
Meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang
inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat
tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham
monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme,
pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang
pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing
mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran
yang kita cari.
b) Epistomologi Ilmu
meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan
ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam
menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand),akal budi
(Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi,
merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal
adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme,
kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai
variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu
model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu
seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
c) Asiologi Ilmu
meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan
kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasansimbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga
ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib
dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di
dalam menerapkan ilmu.

Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi


Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi
kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan

Saat ini ruang lingkup filsafat hukum adalah mempelajari mengenai permasalahan
permasalahan yang terkait dengan tujuan hukum dalam kehidupan sehari-hari terutama
masalah ketertiban dan keadilan yang menyangkut masalah; Hubungan hukum dan
kekuasaan, Hubungan hukum dengan nilai sosial budaya, Mengapa negara berhak
menghukum seseorang, Apa sebab orang mentaati hukum, dll. Filsafat hukum
mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Atas dasar yang
demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif. Berbeda dengan
pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum mengambil hukum sebagai fenomena
universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk kemudian dikupas dengan menggunakan
standar analisa seperti tersebut di atas. Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat)
pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva).
Hukum dan cita hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan
peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum 36
(Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan kebajikan
adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan
membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan
citra moral pribadi manusia. Keadilan senantiasa terpadu dengan asas kepastian hukum
(Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukun (Zeweclcmassigkeit). Tiap makna dan jenis
keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan komutatif, distributif
maupun keadilan protektif demi terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin warga negara,
yaug pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan sungguh-
sungguh merupakan dunia dan trans empirical setiap pribadi manusia.

Secara filsafat, maka hukum merupakan sesuatu yang berkenaan dengan manusia.
Manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup.
Tanpa pergaulan hidup tidak akan ada hukum (ibi societies ibi ius, zoon politicon).
Hukum berfungsi mengatur hubungan pergaulan antarmanusia. Masalah-masalah hukum
seperti: Hubungan hukum dengan kekuasaan, Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial
budaya, apa sebabnya Negara berhak menghukum orang, apa sebabnya orang menaati
hokum, Masalah peranan hukum sebagai sarana pembangunan

Teori hukum mengambil kategori-kategori intelektualnya dari filsafat dan cita-cita


keadilannya dari teori politik. Kontribusi khas dari teori hukum adalah dalam
merumuskan cita-cita politik yang berkenaan dengan prinsip-prinsip hukum. Terminologi
hukum yang khas kadang-kadang mengaburkan kedudukan teori hukum. Dogmatika
hukum sebagai ajaran hukum juga sering disebut ilmu hukum dalam arti sempit,
bertujuan untuk memaparkan dan mensistematisasi dan dalam arti tertentu juga
menjelaskan hukum positif yang berlaku. Hukum merupakan salah satu sumber dari
kekuasaan, di samping sumber-sumber lainnya, seperti kekuasaan (fisik dan ekonomi),
kewibawaan (rokhaniah, intelegensia, dan moral). Selain itu, hukum pun merupakan
pembatas bagi kekuasaan.

Pendapat para ahli tentang filsafat Hukum yaitu:


I. Satjipto Raharjo
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari
hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan
mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat
mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap
bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang
berbeda sama sekali.

II. William Zevenbergen


Filsafat hukum ialah cabang ilmu hukum yang menyelidiki ukuran –ukuran apa
yang dapat dipergunakan untuk menilai isi hukum agar dapat memenuhi hukum
yang baik. Ia juga mengatakan, filsafat hukum ialah filsafat yang diterapkan
dalam hukum.
III. Purnandi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu filsafat
hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyelesaian antara
ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara
kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan.

IV. Langemeyer
Filsafat Hukum ialah ilmu yang membahas secara filosofis tentang hukum.

V. J.H.Bellefroid
Filsafat hukum ialah filsafat dalam bidang hukum , bukan ilmu hukum tetapi
ilmu pembantu dalam mempelajari ilmu hukum.

VI. Lili Rasjidi


Filsafat hukum berusaha membuat "dunia etis yang menjadi latar belakang yang
tidak dapat diraba oleh panca indera" sehingga filsafat hukum menjadi ilmu
normative, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha
mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi "dasar hukum" dan "etis" bagi
berlakunya system hukum positif suatu masyarakat.

VII. Gustav Radbruch


Filsafat Hukum ialah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar.

VIII. L. BENDER. O.P


Filsafat Hukum ialah suatu ilmu yang merupakan bagian dari filsafat yaitu
tentang filsafat moral /etika.

IX. E. UTRECHT
Filsafat Hukum memberikan jawaban atas pertanyaan – pertanyaan seperti :
Apakah hukum itu sebenarnya ? . Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk
baik buruknya hukum itu ? . Tetapi bagi benyak orang jawaban ilmu hukum
tidak memuaskan .

X. Kusumadi Pudjosewojo
Filsafat Hukum ialah bagian ilmu filsafat yang mempelajari apakah tujuan
hukum itu ? Apakah aturan hukum sudah memenuhi syarat keadilan ? Apakah
keadilan itu? Bagaimana hubungan hukum dan keadilan.

Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari


hukum. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu
hukum positif. Berbeda dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum
mengambil hukum sebagai fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk
kemudian dikupas dengan menggunakan standar analisa seperti tersebut di atas.
Filsafat hukum memfokuskan pada segi filosofisnya hukum yang berorientasi pada
masalah-masalah fungsi dan filsafat hukum itu sendiri yaitu melakukan penertiban
hukum, penyelesaian pertikaian, pertahankan dan memelihara tata tertib, mengadakan
perubahan, pengaturan tata tertib demi terwujudnya rasa keadilan berdasarkan kaidah
hukum abstrak dan konkrit. Pemanfaatan penggabungan ilmu hukum dengan filsafat
hukum adalah politik hukum, sebab politik hukum lebih praktis, fungsional dengan cara
menguraikan pemikiran teleologis konstruktif yang dilakukan di dalam hubungannya
dengan pembentukan hukum dan penemuan hukum yang merupakan kaidah abstrak yang
berlaku umum, sedangkan penemuan hukum merupakan penentuan kaidah konkrit yang
berlaku secara khusus.
Kaedah hukum merupakan ketentuan, pedoman, perumusan pendapat, berisi kenyataan
normatif bersifat memerintah, mengharuskan untuk ditaati agar tidak terjadi pelanggaran
sehingga manusia terbebaskan dan sanksi. Hal ini yang mendasari munculnya aliran-
aliran dan pandangan filsafat hukum misalnya:

1. Aliran Filsafat Hukum Kodrat


2. Aliran Historisme
3. Aliran Hukum Umum
4. Aliran Teori George Wilhelm Friederich Hegel
5. Aliran Teori Marx-Engels
6. Aliran Teori Jhering
7. Aliran Teori Relativisme
8. Aliran Teori Stammler (W. Friedmann, 1959: 23)

Latar belakang timbulnya Filsafat Hukum, didorong dari fitrah manusia untuk berfikir
yang pada umumnya disebabkan karena ada hakekat soal tentang alam, baik yang ada
dalam diri, maupun yang berada di luar diri manusia. Setiap manusia harus membuat
keputusan dan tindakan. Dalam hal yang dipersoalkan adalah Hukum, maka persoalan
hukum tersebut menyangkut tiga objek yaitu : Manusia, Tuhan dan Jagad Raya.

Dogmatika hukum/Ajaran Hukum adalah cabang ilmu hukum yang memaparkan dan
mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada
kurun waktu tertentu dari sudut pandang normatif. Sudut pandang normatif ini dapat
berupa yuridik internal ataupun ekstra yuridik. Menggali sumber-sumber hukum formal.
Dogmatic hukum bertujuan untuk sebuah penyelesaian konkrit secara yuridik-tehnikal
bagi sebuah masalah konkrit atau membangun sebuah kerangka yiridik-tehnikal yang
didalamya berdasarkan sejumlah masalah yang kemudian harus memperoleh penyelesaian
yuridik. Penelitiannya bersifat preskriptif / normatif. Bahwa diluar dogmatik hukum.
Secara umum kita dapat memandang teori hukum, dalam hubungannya dengan dogmatik
hukum, sebagai suatu mete-teori dari dogmatik hukum. Dogmatik hukum berbicara
tentang hukum, teori hukum berbicara tentang yang dengannya ilmuwan berbicara
tentang hukum. Ini adalah apa yang disebut orang pembedaan antara bahasa-obyek dan
meta-bahasa. Ilmuwan hukum berbicara tentang hukum berdasarkan hukum, teori hukum
berbicara tentang hukum bertolak dari suatu perspektif bukan yuridik (-tehnikal) dalam
suatu bahasa bukan yuridik (-tehnikal). Apa yang dilakukan oleh pakar teori hukum
adalah melakukan studi krtikal terhadap penalaran dari ilmuan hukum dan
instrumentarium konsep-konsep yuridik, tehnik-tehnik intrepretasi dan krtiteria untuk
keberlakuan aturan-aturan hukum (hirarki sumber-sumber hukum dan sejenisnya) yang
digunakannya. Jadi dogmatika hukum dan teori hukum jelas mensituasikan diri pada
tataran yang berbeda. Dengan demikian orang dapat menarik garis lebih tajam antara
dogmatika hukum dan teori hukum ketimbang misalnya antara teori hukum dan logika
hukum, Dogmatika hukum bertujuan untuk memberikan suatu pemaparan dan
sistematisasi hukum positif yang berlaku. Dogmatika hukum bertujuan untuk memberian
suatu penyelesaian konkret secara yuridik-tehnikal, bagi masalah konkret, atau
membangun suatu kerangka yuridik-tehnikal yang didalamnya dan berdasarkannya
sejumlah masalah yang ada dan yang kemudian akan harus dapat memperoleh
penyelesaian yuridik. Sebagai ciri khas pembeda antara dua disiplin ini sering dintujuk
pada fakta bahwa dogmatika hukum mempelajari hukum positif sebagaimana ia pada
suatu waktu tertentu dan disuatu tempat tertentu memiliki kekuatan berlaku, sedangkan
teori hukum, secara prespektif ‘ajaran hukum umum’ mempelajari hukum dalam
‘keumumnnya’ lepas dari aturan-aturan hukum konkret dan sistem-sistem hukum konkret.
G.W. Paton mengatakan ”jurisprudence is a particular method of study, not of the law of
one country but of the general nation of law itself” Dogmatika hukum membatasi diri
pada pemaparan dan sistematisasi dari hukum positif yang berlaku, dalam arti bahwa
kegiatan ini tidak dapat dipandang sebagai netral dan obyektif melainkan berlangsung
dengan beranjak dari suatu sudut pendekatan subyektif atau inter-subyektif. Berkenaan
dengan tipe-tipe ilmu klasik seperti fisika dan sejarah, dogmatika hukum tidak bertujuan
mencari penjelasan yang melandasi atau meramalkan gejala-gejala hukum. Sebaliknya,
teori hukum justru tidak membatasi diri pada pemaparan dan sistematisasi, melainkan
bertujuan dan dalam hakikatnya untuk memainkan peranan menjelaskan dan
menjernihkan.

Manfaat dari mempelajari Filsafat Hukum Mata kuliah filsafat hukum di tingkat akhir
fungsinya untuk menempatkan hukum dalam tempat dan perspektif yang tepat sebagai
bagian dari usaha manusia menjadikan dunia ini suatu tempat yang lebih pantas untuk
didiaminya. Memperluas cakrawala pandang sehingga dapat memahami dan mengkaji
dengan kritis atas hukum dengan penafsirannya yang berlaku secara kontekstual, dan
analisis tentang pandangan antropologis yang melandasi tata hukum dan atau dalam
kaitan dengan tujuan yang hendak diwujudkannya pada berbagai situasi konkrit yang
selalu berkembang. Filsafat hukum dapat dimanfaatkan secara praktis untuk menjelaskan
peranan hukum dalam pembangunan dengan memberikan perhatian khusus pada ajaran-
ajaran sociological jurisprudence dan legal realisme dan Filsafat membawa kita kepada
tindakan yang lebih layak. Penetapan tujuan filsuf hukum adalah murni teoretikal dan
juga pemahaman teoretikal ini penting untuk praktek hukum, karena praktek hukum itu
selalu dipengaruhi (turut ditentukan) oleh pemahaman tentang landasan kefilsafatan
hukum. Perspektif filsuf hukum adalah internal. Ia dalam diskusi hukum justru ingin
membuktikan pandangan-pandangan pribadinya sendiri, berkaitan erat dengan nilai-nilai,
yang ada pada landasan kaidah hukum. Akhirnya, tiap filsafat hukum tersusun atas
proposisi-proposisi normatif dan evaluatif, walaupun proposisi-proposisi informatif juga
ada di dalamnya.

Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia


terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara tegas dan adil. Pelaksanaan hukum dapat
berlangsung normal, damai, tertib. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui
penegakkan hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian hukum, kepastian
hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-wenang.
Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian
hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai. Masyarakat mengharapkan manfaat
dalam pelaksanaan penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan
hukum harus memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum
dilaksanakan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Masyarakat yang
mendapatkan perlakuan yang baik, benar akan mewujudkan keadaan yang tata tentram
dan damai. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam kenyataan
yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan terwujud tujuan hukum
secara umum: ketertiban, keamanan, ketentraman, kesejahteraan, kedamaian, kebenaran,
dan keadilan (Soejadi, 2003: 5). Memperhatikan semua pembahasan dalam tulisan ini,
bahwa keadilan dalam filsafat hukum itu tetap akan ada sepanjang usia pelaksanaan
penegakan hukum dan akan di pegang teguh karena keadilan merupakan cita dan
mengimbangi unsur lainnya yaitu kemanfaatan dan kepastian hukum. Pemahaman akan
filsafat hukum benar akan dapat memjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis dan
sudah seharusnya semakin diperkuat oleh para-parah pihak yang kompeten sehingga
membangun hukum yang sebenarnya.

Ada lima ciri utama hingga upaya itu dapat dikatakan filsafat, yaitu:

1. Argumentasi
Menandakan bahwa filsafat memiliki ciri kegiatan berupaya pembicaraan yang
mengandalkan pada pemikiran, rasio, tanpa verifikasi uji empiris.

2. Sistematis
Artinya perbincangan mengenai segala sesuatu dilakukan secara teratur menurut sistem
yang berlaku sehingga tahapan-tahapannya mudah diikuti. Dengan demikian,
perbincangan tersebut tepat dan tidak, dapat diikuti dan diuji oleh orang lain, meskipun
pada akhirnya hanya ada satu pengertian mengenai sesuatu hal.

3. Radikal
Artinya sampai ke akar-akarnya, sampai pada konsekwensinya yang terakhir, radiks
artinya akar, juga disebut arche. Hal ini merupakan ciri khas berpikir filsafat. Hal ini
jelas berbeda dengan ilmu pengetahuan yang bertitik tolak dari asumsi yang sering
disebut keyakinan filsafati (philosophical belief). Pengertian sampai ke akar-akarnya,
bahwa asumsi tersebut tidak hanya dibicarakan, tetapi digunakan. Ilmu pengetahuan
menggunakan asumsi, tetapi filasafat membangun atau memperbincangkannya

4. Universal
Artinya apa yang dibicarakan yang merupakan materi filsafat adalah segala hal
menyangkut keseluruhan sehingga disebut perbincangan universal. Tidak ada yang
tidak dibicarakan oleh filsafat. Ada atau tidak ada permasalahan, filsafat merupakan
bagian dari perbincangan. Hal ini jelas berbeda dengan ilmu pengetahuan yang
membicarakan suatu lingkup permasalahan, misalnya zoologi yang hanya
membicarakan wujud binatang, tetapi lengkap dengan ukurannya.
5. Hakekat
Merupakan istilah yang menjadi ciri khas filsafat. Hakikat adalah pemahaman atau hal
yang paling mendasar. Jadi, filsafat tidak berbicara tentang wujud atau suatu materi,
seperti ilmu pengetahuan, tetapi berbicara makna yang ada dibelakangnya. Dalam
filsafat, hakikat seperti ini merupakan akibat dari berpikir secara radikal.

Filsafat sebagai disiplin ilmu dan pendidikan mempunyai metode tertentu misalnya :

1. Contemplative (perenungan)
Merenung adalah memikirkan sesuatu atau segala sesuatu, tanpa keharusan adanya
kontak langsung dengan objeknya, misalnya makna hidup, kebenaran, keadilan,
keindahan dan sebagainya. Merenung adalah suatu cara yang sesuai dengan watak
filsafat, yaitu memikirkan segalah sesuatu sedalam-dalamnya, dalam keadaan tenang
hening dan sungguh-sungguh dalam kesendirian atau kapan dan dimanapun.

2. Speculative
Juga bagian dari perenung/ merenung. Karena melalui perenungan dengan pikiran
yang tenang kritis, pikiran umum cenderung menganlisis, mengubungkan antara
masalah berulang-ulang sampai pada tujuan.

3. Deductive
Filsafat menggunakan metode deduktif karena filsafat berusaha mencari kebenaran
hakiki. Sebenarnya filsafat menggunakan semua metode agar saling komplimentasi,
selain melengkapi.

Filsafat Hukum Berguna untuk

o Melatih manusia berfikir kritik dan runtut dalam menyusun hasil fikiran
secara sistematis
o Meenambah pandangan dan cakrawala yangg lebih luas agar tidak berfikir
sempit
o Melatih diri mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal secara mendalam
dan komprehensif
o Menjadikan diri bersikap dinamis dan terbuka dalam menghadai suatu
problem
o Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggangg rasa
o Mejadi alat yang beguna bagi manusia baik unttuk kepentingan pribadinya
maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
o Menyadari akan kedudukan manusia baik sebagai pribadi maupun dalam
hubungan dengan orang lain, alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa

Filsafat Hukum akan merupakan kegiatan yang tidak pernah berakhir, karena mencoba
memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan abadi. Pertanyaan-pertanyaan itu
adalah pertanyaan yang terhadapnya hanya dapat diberikan jawaban yang menimbulkan
lebih banyak pertanyaan baru. Apabila kita kaji kepustakaan mengenai filsafat hukum,
maka dapat ditemukan berbagai macam definisi yang berbeda tentang filsafat hukum.
Menurut Soetikno, berfilsafat hukum merupakan kegiatan berfikir yang dilakukan secara
mendalam dan terus menerus untuk menemukan dan merumuskan hakekat, sifat dan
substansi hukum yang ideal.

Filsafat hukum adalah induk dari disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas
masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum. Oleh karena itu
orang mengatakan juga bahwa filsafat hukum berkenaan dengan masalah-masalah
sedemikian fundamental sehingga bagi manusia tidak terpecahkan, karena masalah-
masalah itu akan melampaui kemampuan berfikir manusia.
Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas, sebagai “subjek Hukum”,
dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum tak lepas dari manusia
selaku subjek hukum maupun subjek filsafat, sebab manusia membutuhkan hukum, dan
hanya manusia yang mampu berfilsafat. Kepeloporan manusia ini menjadi jalan untuk
mencari keadilan dan kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur
apakah sesuatu itu adil, benar, dan sah.

Korelasi antara filsafat, hukum dan keadilan sangat erat, karena terjadi tali temali antara
kearifan, norma dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hukum tidak dapat dipisahkan
dengan masyarakat dan negara, materi hukum digali, dibuat dari nilai-nilai yang
terkandung dalam bumi pertiwi yang berupa kesadaran dan cita hukum (rechtidee), cita
moral, kemerdekaan individu dan bangsa, perikemanusiaan, perdamaian, cita politik dan
tujuan negara. Hukum mencerminkan nilai hidup yang ada dalam masyarakat yang
mempunyai kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Hukum yang hidup
pada masyarakat bersumber pada Hukum Positif, yaitu:
1. Undang-undang (Constitutional)
2. Hukum kebiasaan (Costumary of law)
3. Perjanjian Internasional (International treaty)
4. Keputusan hakim (Jurisprudence)
5. Doktrin (Doctrine)
6. Perjanjian (Treaty)
7. Kesadaran hukum (Consciousness of law) (Sudikno M, 1988: 28)
Pemikiran filsafat hukum tidak hanya sekedar bersifat “dasariah” tentang segala sesuatu
pada umumnya atau hukum khususnya, tetapi berkaitan dengan ontologi hukum,
epistimologi hukum, axiologi hukum yang tidak lain terkait dengan:
a. Pentingnya hukum bagi manusia
b. Aliran-aliran yang mendasari pandangan filsafat
c. Hukum dan perkembangan masyarakat
d. Masalah-masalah kemasyarakatan dan teori hukum 39
e. Perkembangan hukum dalam masyarakat
f. Relevansi pemikiran hukum dengan rasa keadilan yang berkaitan dengan Hukum
Positif
4. KESIMPULAN
Filsafat ilmu Hukum memberikan prespektif bahwa keadilan diwujudkan dalam hukum.
Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih
sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu memberikan penyelesaian
persoalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dengan
menggunakan sistim hukum yang berlaku suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum
Positif. Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala
sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik dan intensif. Dengan filsafat ilmu maka kita dapat menyimpulkan
beberapa karakteristik dari ilmu. Pertama ialah bahwa ilmu mempercayai rasio sebagai
alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Walaupan demikian maka berfikir
secara rasional inipun harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar sampai kepada
kesimpulan yang dapat di andalkan. Untuk itu maka ilmu mempuyai karakteristik, yang
kedua yakni alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang ada.
Walaupun demikian maka tidak semua yang logis itu didukung fakta atau mengandung
kebenaran secara empiris. Untuk itu maka ilmu mensyaratkan karakteristik yang ke tiga
yakni pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif. Pernyataan yang
dijabarkan secara logis dan telah teruji ecara empiris lalu dianggap benar secara ilmiah
dan memperkaya khajanah pengetahuan ilmiah.

Tugas filsafat hukum masih relevan untuk menciptakan kondisi hukum yang sebenarnya,
sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai, dasardasar hukum secara
filosofis serta mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan
yang relevan dengan kenyataankenyataan hukum yang berlaku, bahkan tidak menutup
kemungkinan hukum menyesuaikan, guna memenhui kebutuhan perkembangan hukum
pada suatu masa tertenu, suatu waktu dan pada suatu tempat. Penjabaran fungsi filsafat
hukum terhadap permasalahan keadilan merupakan hal yang sangat fundamental karena
keadilan merupakan salah satu tujuan dan hukum yang diterapkan pada Hukum Positif.
Hukum merupakan alat untuk mengelola masyarakat (Law as a tool of social engineering,
menurut Roscoe Pound), pembangunan, penyempurna kehidupan bangsa, negara dan
masyarakat demi terwujudnya rasa keadilan bagi setiap individu, yang berdampak positif
bagi terwujudnya “kesadaran hukum”. Ini merupakan cara untuk menjabarkan fungsi
hukum yang masih relevan dengan kehidupan peraturan-perundang-undangan yang
berlaku (Hukum Positif).
Reverensi

1. https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/pengertian-dan-ruang-
lingkup-filsafat-ilmu-7/
2. https://www.silontong.com/2018/07/23/pengertian-filsafat-hukum/?amp
3. https://www.muisumut.com/blog/2019/10/07/filsafat-hukum-islam-sebuah-
pengertian/
4. https://suduthukum.com/2017/09/dogmatik-hukum-dan-teori-hukum.html
5. https://customslawyer.wordpress.com/2014/04/10/pengertian-filsafat-
hukum/comment-page-1/
6. Buku Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
7. https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_hukum
8. https://gagasanhukum.wordpress.com/2008/07/07/hakekat-mempelajari-
filsafat-hukum/

Anda mungkin juga menyukai