Anda di halaman 1dari 11

Dalam mendalami sebuah ilmu kita perlu lebih banyak mengeksplorasi ilmu tersebut

sekaligus mengaitkannya dengan fenomena-fenomena nyata yang terjadi, sehingga lebih


mudah untuk memahami esensi ilmu itu sendiri. Selain karena ilmu yang sudah berkembang
pesat, hal ini juga karena ilmu di dunia modern memiliki titik fokus yang berbeda satu
dengan lainnya. Meskipun titik fokus atau bahasan tiap ilmu berbeda, dalam mendalami ilmu-
ilmu tersebut sesungguhnya dapat dilakukan dengan pendekatan yang sama. Drs. H. Mundiri
dalam bukunya yang berjudul Logika, ia mengatakan bahwa tujuan utama dari ilmu adalah
sama, “Ilmu-ilmu berbeda-beda bidang yang diselidikinya, tetapi semuanya bersamaan dalah
hal: mencari hukum, patokan-patokan, dan rumusan-rumusan yang meliputi masing-masing
bidangnya yang mengendalikan seluruh masalah detail dan partikularnya.”[1] Dengan kata
lain untuk mencapai tujuan yang sama, setiap ilmu dapat lebih mudah di jelajahi dan didalami
dengan pendekatan yang sama.

Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam belajar filsafat ilmu. Beberapa pendekatan
tersebut yaitu Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Ketiga pendekatan ini saling terkait
satu sama lain, dan juga menjelaskan keseluruhan suatu ilmu itu bisa di dapatkan. Ontologi
atau dalam istilah asingnya lebih dikenal dengan ontology adalah pendekatan yang
membahas konsep-konsep yang menyangkut konsep-konsep substansi, proses, waktu, ruang,
kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas-entitas teoritis.[2] Secara
singkat dapat menggamparkan bahwa ontologi lebih mengedepankan suatu pembahasan
tentang keadaan ilmu itu sendiri, dan kenyataan dari ilmu itu yang sesungguhnya.
Pendekatan yang kedua yaitu epistemologi. Epistemologi secara etimologi berasal dari
bahasa Yunani yaitu “episteme” yang artinya pengetahuan, dan “logos” yang artinya teori.[3]
Sehingga epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan, yang maksudnya adalah
bagaimana proses pengetahuan itu didapatkan meliputi metode, kritik, logika pemikiran, dan
teori-teori secara keseluruhan. Dan yang ketiga yaitu aksiologi, aksiologi secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani yaitu “axios” yang artinya nilai, dan “logos” yang artinya akal
atau teori.[4] Sehingga aksiologi dapat diartikan sebagai teori nilai atau kata lainnya yaitu
kegunaan ilmu bagi manusia itu sendiri.

Ketiga pendekatan ini tentunya memiliki perbedaan satu sama lain karena jika sama sudah
barang tentu ketiga pendekatan ini akan dijadikan satu buah pendekatan yang sama.
Perbedaan mendasar dari ketiga pendekatan tersebut yaitu dapat dilihat dari bahasan masing-
masing pendekatan tersebut, sekaligus titik fokus bahasannya. Ontologi lebih mengutamakan
peng”ada”an ilmu itu, struktur dan entitas ilmu yang pada intinya menjelaskan bagaimana
keadaan atau kenyataan dari sesuatu hal. Sedangkan Epistemologi membahas pengetahuan
sebagai obyek material, dan hakikat pengetahuan sebagai obyek formalnya.[5] Imu
pengetahuan ini sangat erat kaitannya dengan pikiran manusia. Bahn dalam Rizal Muntazir,
M. (2013) menjelaskan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran
manusia, 8 hal tersebut meliputi mengamati (observes), menyelidiki (inquires), percaya
(belief), hasrat (desires), maksud (intens), mengatur (organizes), menyesuaikan (adapts),
menikmati (enjoys). [6] Pokok bahasan ini singkatnya menjelaskan proses ilmu pengetahuan
di dapatkan. Dan pendekatan yang ketiga yaitu aksiologi memiliki pokok bahasan teori nilai,
teori nilai ini sangat erat kaitannya dengan etika, dan etika merupakan salah satu cabang
aksiologi yang banyak membahas teori nilai. Teori nilai ini penting karena ada masalah-
masalah yang dapat dipecakan dengan teori aksiologi. Menurut Runes dalam Rizal Muntazir,
M. (2013) menyebutkan ada empat masalah utama aksiologi yaitu pertanyaan tentang asal
suatu nilai, jenis nilai, kriteria nilai, dan keempat status metafisik nilai. Dari ketiga
pendekatan tersebut semuanya mempunyai pokok bahasan yang berbeda, dan pokok bahasan
yang berbeda.

Meskipun ketiga pendekatan tersebut memiliki pokok bahasan yang berbeda, seperti yang
telah disebutkan di awal, ketiga pendekatan ini saling berhubungan satu sama lain dan
tentunya memiliki tujuan dan metode yang sama. Ontologi memberitahukan konsep-konsep
struktur dan entitas suatu ilmu, untuk mendukung bagaimana ontologi dapat berdiri,
epistemologi memberikan jalan suatu ilmu dapat ditemukan dan dapat dinyatakan “ada”,
ontologi menjelaskan proses dan membahasnya dengan hakikat imu pengetahuan. Dan
dengan aksiologi (teori nilai) pengetahuan itu dapat bernilai dan applicable bagi manusia,
sehingga manusia dapat menggunakan ilmu tersebut untuk menjawab suatu pertanyaan
tentang “kepercayaan” maupun pertanyaan lainnya, yang tentunya berguna bagi kehidupan.
Sebelum kita membahas soal problema filsafat ilmu, kita harus mengetahui arti dari filsafat
itu sendiri apa. Filsafat itu menurut saya suatu proses berpikir manusia yang mengarahkan-
nya agar menjadi orang yang bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu yang ada dalam
hidupnya atau boleh dibilang membimbing manusia dalam menyelesaikan berbagai macam
persoalan hidup yang belum ditemukan titik temunya. Filsafat juga harus memiliki ilmu,
karena kalau tidak didasari dengan adanya ilmu, maka tidak akan memiliki sebuah makna
yang berarti.

Dalam filsat itu sendiri juga punya sebuah objek yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu: objek
materil dan objek formal. Objek materil itu memiliki arti suatu benda yang bisa dijadikan
bahan dari adanya suatu penelitian.

Yang kedua yaitu objek formal, objek formal itu berasal dari point of view atau dari sudut
pandang peneliti ketika meneliti suatu objek material tersebut.

Setelah kita memahami pengertian dan berbagai macam objek dari filsafat ilmu, maka kita
akan membahas tentang persoalan-persoalan apa saja yang terkandung di dalam filsafat ilmu.

Problema epistemologis, problema ini membahas tentang teori pengetahuan yang bersifat
sesuai dengan kenyataan yang telah ada.

Problema metodologis, problema ini membicarakan tentang sebuah metode atau cara apa saja
yang telah kita lakukan dalam mencari atau memperoleh suatu ilmu pengetahuan.

Problema metafisis, problema ini membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenaan
dengan alam,namun sifatnya tidak nampak. Misalnya kita pasti pernah memikirkan
bagaimana tuhan kita menciptakan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. Hal semacam
itu pula, yang pernah dipikirkan oleh seorang ahli filsafat yang bernama Thales.

Problema logika, problema ini berkenaan dengan cara kita memproses atau mengartikan
suatu ilmu pengetahuan yang dilakukan secara sadar, sehingga kita bisa mendapatkan suatu
kesimpulan yang pasti atau benar.
Problema etika, problema ini menyangkut tentang bagaimana cara kita menyikapi berbagai
macam perilaku baik-buruknya manusia.

Problema estetika, problema ini membicarakan tentang berbagai macam bentuk keindahan
yang memerlukan indra penglihatan manusia sebagai alat utamanya, sehingga kita bisa
mengapresiasikan sebuah karya seni dengan baik.

Anda pasti bertanya-tanya manfaat apa saja yang bisa kita ambil dari mempelajari berbagai
hal tentang filsafat ilmu?

filsafat ilmu itu mengajarkan kepada kita agar bisa menjalani hidup dengan lebih baik lagi
dari pada yang sebelumnya.

filsafat itu memberikan keberanian kepada kita untuk bisa menyampaikan pendapat dengan
baik.

Filsafat itu selain mengajarkan kita untuk berfikir kritis dan logis, juga melatih kita untuk
selalu positive thinking dalam berbagai hal.

Mungkin itu saja yang bisa saya jabarkan, terkait berbagai macam problema dari filsafat
ilmu, dan mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi anda para pembaca.
Pendekatan Ontologis, Epistemologis Dan Aksiologis Dalam Ilmu

1. Pendekatan Ontologis

Ilmu secara ontologis membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada


daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang
berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada
pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak
pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan
lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas
epistemologi keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses
penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.

Ilmu dalam kaitannya dengan kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek
penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat
manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan. Secara
ontologis ilmu bersifat netral terhadap nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan
hakikat realitas sebab ilmu merupakan upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana
adanya.

2. Pendekatan Epistemologis

Landasan epistemologi ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah.


Metode ilmiah pada dasarnya merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh
pengetahuannya berdasarkan: (a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi
yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; (b)
menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut; (c)
melakukan verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenaran pernyataannya secara
faktual.

Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam
mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empiris berarti
evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Verifikasi
ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain selain yang terkandung dalam hipotesis.
Verifikatif faktual membuka diri terhadap kritik pada kerangka pemikiran yang mendasari
pengajuan hipotesis. Kebenaran ilmiah dengan keterbukaan terhadap kebenaran baru
mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya secara berulang (siklus) berdasarkan cara berpikir
kritis.

Proses kegiatan keilmuan yang berkaitan dengan moral dalam setiap upaya ilmiah
harus ditunjukkan, untuk menemukan kebenaran yang dilakukan dengan penuh kejujuran,
tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup berdasarkan kekuatan
argumentasi secara individual. Jadi, ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran
dan membenci kebohongan.

3. Pendekatan Aksiologi

Ilmu pada dasarnya harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia
dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau
keseimbangan alam.

Pengetahuan ilmiah untuk kepentingan manusia diperoleh, disusun dan dipergunakan


secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi
milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal
berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.
Pendekatan Epistemologis (Theory of knowledge)

Setiap pengetahuan memiliki ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi),


bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan itu disusun. Ketiga
landasan ini saling berkaitan satu sama lain, jadi ontologi ilmu terkait dengan epistemology
ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi dan seterusnya. Jadi bila kita ingin
membahas epistemologi ilmu, maka harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu.

Inti pendekatan epistemologi adalah mempersoalkan bagaimana proses terjadinya


ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya sarana ilmiah, sikap ilmiah, metode, kebenaran
ilmiah. Pemikiran merupakan landasan utama dalam melakukan kegiatan ilmiah yang akan
menggabungkan kemampuan akal dengan pengalaman dan data yang diperoleh selama
melakukan kegiatan ilmiah.

Dalan hubungan ini muncul dua faham yaitu faham Rasionalisme dan Empirisme.
Faham Rasionalisme menekankan pada peranan akal dalam memperoleh pengetahuan. Faham
ini berpandangan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau rasio. Ilmu
pengetahuan yang memenuhi syarat adalah yang diperoleh melalui kegiatan akal. Adapun
ciri-ciri pokok faham Rasionalisme yaitu : (1) Adanya pendirian bahwa kebenaran yang
hakiki itu secara langsung dapat diperoleh dengan menggunakan akal sebagai sarananya, (2)
Adanya suatu penjabaran secara logis atau deduksi yang dimaksudkan untuk memberikan
pembuktian seketat mungkin mengenai seluruh sisi bidang pengetahuan berdasarkan atas apa
yang dianggap sebagai kebenaran-kebenaran hakiki tersebut di atas.

Faham rasionalisme awalnya dari faham idealisme, faham ini menggunakan metode
deduktif, akal, apriori dan koherensi. Adapun faham yang menekankan pada pengalaman
sebagai sumber pengetahuan manusia dinamakan faham Empirisme, faham ini berpandangan
bahwa pengalaman manusia meliputi pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan
pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia.
Faham empirisme bersumber dari faham realisme yang menggunakan metode induktif
dalam mencari kebenaran ilmiah. Kedua faham ini, tampak perbedaan yang sangat mencolok,
sehingga ada usaha untuk mempersatukan kedua pandangan tersebut, maka muncul faham
Kritisme yang dipelopori oleh Immanuel Kant. Faham kritisme berpandangan bahwa
pengetahuan pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh adanya kerja sama antara bahan
bahan yang bersifat pengalaman inderawi yang kemudian diolah oleh akal.
Penutup

Dalam rangka memperoleh konsep atau gambaran secara menyeluruh dan lengkap
tentang ilmu pengetahuan, kita telah melihat ilmu pengetahuan dari berbagai aspek, serta
telah melihat keseluruhan bagian dari ilmu pengetahuan. Berdasarkan sudut pandang
tinjauannya, secara sekilas ilmu pengetahuan telah dilihat dari tinjauan ontologis,
epistemologis, dan dari tinjauan aksiologis. Secara ontologis, kita telah memahami
keberadaan obyek material ilmu pengetahuan yang merupakan lingkup kajiannya. Yang dapat
menjadi obyek material ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda yang bersifat empiris
dengan segala aktivitasnya, sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Dari pendekatan epist
emologis, kita telah memahami bahwa ilmu pengetahuan, sebagai salah satu jenis
pengetahuan, merupakan pengetahuan yang perlu diusahakan secara rasional, obyektif,
sistematis, dan dapat dikaji secara umum. Dan akhirnya dari tinjauan aksiologis, kita dapat
memahami bahwa ilmu pengetahuan di samping memiliki nilai kejelasan dan kebenaran, juga
memiliki nilai instrumental pragmatis, yaitu membantu kita menghadapi dan memecahkan
berbagai persoalan dan permasalahan yang mungkin kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan berdasarkan unsur-unsur atau bagianbagiannya, ilmu pengetahuan dapat


kita ketahui pada bagian prosesnya, sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia, yang
diusahakan dengan menggunakan rasio / akal budinya secara rasional (kritis, logis, dan
sistematis) untuk menghadapi dan memikirkan berbagai macam hal yang menjadi lingkup
bahan kajiannya, untuk memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan, sebagai kekayaan
mental yang dapat berguna menghadapi dan memecahkan berbagai persoalan dan
permasalahan yang mungkin kita temukan dalam kehidudpan sehari-hari. Agar proses
ketiatan tersebut sampai pada tujuan yang dapat diandalkan, kita perlu mengkuti cara-cara
serta langkah-langkah yang merupakan prosedurnya. Karena kegiatan ilmu pengetahuan itu
pada pokoknya adalah kegiatan berpikir, maka telah diperkenalkan berbagai macam cara
berpikir, misalnya: berpikir deskriptik, yaitu berpikir untuk memberikan keterangan-
keterangan yang dapat memberikan gambaran yang jelas tentang hal yang dipersoalkannya;
berpikir deduktif, yaitu penalaran pengambilan kesimpulan atas dasar rumusan yang bersifat
umum ke dalam hal-hal yang lebih bersifat khusus;

berpikir induktif, yaitu penalaran pengambilan kesimpulan atas dasar hal-hal yang bersifat
khusus-individual ke dalam rumusan yang bersifat umum; berpikir analitis, yaitu kegiatan
berpikir untuk menemukan keteranganketerangan, yang sebenarnya secara hakiki dan implisit
sudah pasti ada dan melekat pada hal bersangkutan dan tinggal mengeksplisitkan saja;
berpikir sintetis, yaitu kegiatan berpikir untuk mencari dan memberikan penjelasan atau
keterangan terhadap hal yang dipertanyakan, sementara keterangan-keterangan tersebut tidak
selalu terdapat pada hal yang bersangkutan, sehingga keterangan tersebut lebih bersifat
aksidental atau kebetulan. Selain cara-cara berpikir seperti tersebut di atas, juga telah
diperkenalkan langkah-langkah yang perlu kita jalani untuk sampai pada tujuan yang kita
harapkan. Berkenaan dengan hal yang dibahas, pertama-tama kita perlu menemukan rumusan
masalahnya. Rumusan masalah tersebut memicu kita berpikir untuk memberikan jawaban
yang jelas dan benar. Dalam rangka usaha memberikan penjelasan, berdasarkan kerangka
berpikir serta landasan teoritis yang telah kita susun, kita dapat memberikan rumusan
hipotesis sebagai perkiraan jawaban yang masih bersifat sementara dan perlu dibuktikan
terlebih dahulu. Terhadap jawaban yang bersifat sementara tersebut, kita perlu melakukan uji
hipotesis, yaitu melakukan pembuktian di lapangan. Setelah diuji dan diteliti kecocokannya
di lapangan, barulah kita memperoleh hasil apakah hipotesis tersebut dapat kita terima
sebagai pengetahuan yang benar dan dapat kita terima, atau kah masih perlu hipotesis direvisi
terlebih dahulu untuk menghasilkan pengetahuan yang benar dan dapat diandalkan. Setelah
menjalani proses kegiatan berpikir dengan caracara dan langkah-langkah sebagai prosedur
yang mesti kita jalani, barulah kita dapat menemukan rumusan pengetahuan yang diandalkan,
yang merupakan produk dari kegiatan ilmu pengetahuan. Rumusan pengetahuan tersebut
memiliki hubungan logis dan sistematis dengan kerangkan rumusan pengetahuan yang lebih
luas, dan telah diakui kebenarannya. Selain itu rumusan pengetahuan tersebut tentu saja juga
memiliki hubungan kesesuaian dengan realitas terkait. Dan dari rumusan ilmu pengetahuan
ini diharap dapat menambah khasanah kekayaan ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan
dan dapat meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan dalam menghadapi dan menjawab
berbagai persoalan serta dalam memecahkan berbagai permasalahan yang mungkin kita
temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan Epistemologi (Theory of knowledge)

Inti dari pendekatan epistemologi adalah mempersoalkan bagaimana proses terjadinya


ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya saranah ilmiah, sikap ilmiah, metode, kebenaran
ilma. Pemikiran merupakan landasan utama dalam melakukan kegiatan ilmih yang akan
menggabungkan keampuan akal dengan pengalaman dan data yang diperoleh selama
melakukan kegiatan ilmiah. Dalam hubungan ini muncul dua faham, yaitu

a. Faham rasionalisme
Menekankan pada perananakal dalam memperoleh pengetahuan. Faham ini
berpandangan bahwa sumberpenetahuan manusia adalah akal atau rasio. Ilmu
pengetahuan yang memenuhi syarat adalah yang diperoleh melalui kegiatan akal,
faham rasional awalnya dari faham idelisme, faham ini menggunakan metode
dedukatif, akal, apriori dan koherensi,. Adapun faham yang menekankan pada
pengalaman sebagai sumber pengetahuan manusia dinamakan faham Empirisme,
fahamini berpandangan bahwa pengalaman manusia mengliputi pengalaman lahir
yang menyangkut dunia dan pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia.
Ciri-ciri pokok fahamRasionalisme yaitu:
- Adanya pendirian bahwa kebenaran yang hakiki itu secara langsung dapat
diperoleh dengan menggunakan akal sebagai sarananya.
- Adanya suatau penjabaran secara logis atau deduksi yang dimaksudkan untuk
memberikan pembuktian seketat mungkin mengenai seluruh sisi bidang
pengetahuan berdasarkan atas apa yang dianggap sebagai kebenaran-
kebenaran hakii tersebut di atas.
b. Faham empirisme
Bersumber dari faham realisme yang menggunakan metode induktif dalam
mencari kebenaran ilmiah. Kedua faham ini, tampak perbedaan yang sangat
mencolok, sehingga ada usaha untuk mempersatukan kedua pandangan tersebut,
maka muncul faham Kritisme yang dipelopori oleh immanuel Kant, faham
kritisme berpandangan bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah hasil yang
diperoleh adanya kerja sama antara bahan bahan yang bersifat pengalaman
inderawi yang kemudian diolah oleh akal.

Anda mungkin juga menyukai