Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ADE SETIAWAN PUTRA

NPM : 19630512
KELAS : 4D REG PAGI BJM
MATKUL : FILSAFAT
TUGAS : REVIEW BUKU ILMU DALAM PERSPEKTIF HAL 1-22

Buku yang berjudul “Ilmu dalam Perspektif: sebuah kumpulan karangan tentang hakikat
ilmu” oleh Jujun S. Suriasumantri ini membahas hakekat keilmuan secara mendalam.
Secara umum inti pembahasan dalam kumpulan karangan ini mencakup antara lain
peranan berpikir dalam peradaban manusia, hakekat ilmu, kelebihan dan kekuarangannya
kegunaan teori keilmuan. Juga dibahas peranan beberapa disiplin keilmuan seperti
matematika, logika, statistika, bahasa, dan juga peranan penelitian. Tidak ketinggalan pula
pembahasan mengenai hubungan antara etika dengan ilmu

Tentang hakikat ilmu: sebuah pengantar redaksi Oleh: Jujun Suriasumantri


Berpikir adalah hal yang mencirikan hakikat manusia. Berpikir merupakan
serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pikiran tertentu yang berakhir pada
sebuah kesimpulan. Proses berpikir menggunakan lambang berupa abstraksi dari obyek
yang sedang dipikirkan. Bahasa adalah salah satu dari lambang tersebut dimana obyek-
obyek kehidupan kongkrit dinyatakan dengan kata-kata. Ada bahasa verbal yaitu bahasa
yang diungkapkan dengan kata-kata dan ada bahasa yang mempergunakan angka.
Sekolah merupakan salah satu tempat manusia berpikir secara formal.
Hasil dari proses berpikir manusia adalah pengetahuan. Pengetahuan menjadikan
manusia dapat menghayati hidup dengan lebih sempurna. Penerapan pengetahuan yang
diperoleh manusia akan menghasilkan sebuah penemuan. Berbagai peralatan
dikembangkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sebagaimana pada
zaman dahulu manusia hanya mengenal kapak dan batu hingga dan kini sampailah
manusia mengenal komputer dan alat-alat teknologi canggih lainya. Hal ini bersumber
dari penerapan pengetahuan manusia melalui berpikir.
Pada hakekatnya manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga
masalah pokok yakni: Apa yang ingin diketahui? Bagaimanakah cara memperoleh
pengetahuan? Dan apakah nilai pengetahuan tersebut ? Ilmu merupakan salah satu dari
buah pemikiran manusia yang dapat menjawab ketiga pokok pertanyaan tersebut.
Pemikiran-pemikiran besar dalam sejarah kebudayaan manusia dapat dibedakan dari tiga
cara mereka menjawab pertanyaan tersebut. Ketiga masalah pokok tersebut merupakan
titik tolak dalam pengembangan pemikiran selanjutnya. Ketiga pertanyaan tersebut
menurut analisis falsafah disebut sebagai Ontologi yang membahas tentang apa yang ingin
kita ketahui, suatu pengkajian tentang teori “ada”. Epistemologi yakni teori pengetahuan,
bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai obyek tersebut? dan Axiologi
yakni teori tentang nilai kegunaan pengetahuan tersebut. Ilmu pun dipelajari ditinjau dari
titik tolak yang sama yaitu ketiga pertanyaan pokok tersebut.
Untuk dapat menghargai sebuah ilmu maka harus mengetahuai apa hakikat ilmu
sebenarnya. Pada dasarnya ilmu memberikan kebenaran akan tetapi bukanlah satu-
satunya kebenaran. Terdapat tempat masing-masing dalam kehidupan manusia bagi
Falsafah, seni, agama dan lainya disamping ilmu. Semuanya bersifat saling membutuhkan
dan saling mengisi. Sebagaimana yang telah Enstein katakan bahwa “Ilmu tanpa agama
adalah buta dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”
Falsafah dapat diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh,
cara pikir yang mengupas sesuatu secara sangat mendalam. Falsafah menanyakan segala
sesuatu dari kegiatan berpikir. Falsafah bukanlah menjawab sebuah pertanyaan namun
malah mempersoalkan jawaban yang diberikan. Hubungan falsafah dengan ilmu yaitu
falsafah mempelajari sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya merupakan dasar bagi
eksistensi ilmu. Ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lainnya.

Dasar ontologi ilmu


Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh
pancaindra manusia. Dalam batasan- batasan tersebut maka ilmu mempelajari objek
objek empiris seperti benda, tumbuh-tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Ilmu
mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggotanya mempunyai
manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek yang ditelaahnya maka ilmu dapat
disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, dimana objek-objek yang berbeda diluar
jangakauan manusia tidak termasuk kedalam bidang penelaahan keilmuan tersebut.
Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris. Ilmu
tidak bermaksud memotret atau memproduksikan suatu kejadian tertentu dan
mengabstraksikannya dalam bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa
hal itu terjadi, dengan membatasi diri dengan hal-hal yang asasi. Dalam hal ini proses
keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat objek empiris tertentu, untuk mendapatkan
sari yang berupa pengetahuan mengenai objek tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian (asumsi)
mengenai obyek-obyek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita
bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Asumsi yang berbeda menyebabkan
penarikan kesimpulan yang berbeda. Ilmu menganggap bahwa obyek-obyek empiris yang
menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat
berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Suatu peristiwa tidaklah terjadi
secara kebetulan namun mempunyai pola yang teratur. Ilmu mempunyai tiga asumsi
mengenai obyek empiris diantaranya:
Asumsi pertama menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu
sama lain, seperti dalam hal bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya. Klasifikasi merupakan
pendekatan keilmuan yang pertama terhadap obyek-obyek yang ditelaahnya. Taxonomi
merupakan cabang keilmuan yang mula-mula berkembang. Dengan adanya klasifikasi ini,
kita menganggap bahwa individu-individu dalam suatu kelas tertentu memiliki ciri-ciri
yang serupa, maka ilmu tidak berbicara mengenai kasus individu melainkan suatu kelas
tertentu.
Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan
dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku
suatu obyek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak mungkin dilakukan
bila obyek selalu berubah-ubah setiap waktu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian
yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu
tertentu.
Asumsi yang ketiga yaitu Determinisme. Determinisme merupakan asumsi ilmu yang
menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap
gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang
sama. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan
mengatakan bahwa X mempunyai peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y.
Determinisme dalam pengertian ilmu berkonotasi dengan sifat peluang (probabilistik).
Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala-
gejala dalam penelaahan keilmuan.

Dasar epistimologi ilmu


Epistemologi atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses
yang terlibat dalam usaha memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang
di dapat melalui metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah
pemikiran yang lainnya. Atau dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebagian dari
pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat tertentu maka ilmu juga dapat
disebut dengan pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah agar tidak terjadi kerancuan
antara pengertian ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge) . kegiatan keilmuan
bersifat dinamis. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan
menurut persyaratan keilmuan. Ilmu bersifat terbuka, demokratis, dan menjunjung
kebenaran di atas segala – galanya.

Metode keilmuan
Ilmu merupakan gabungan cara-cara manusia sebelumnya dalam mencari
pengetahuan. Pada dasarnya ditinjau dari cara berpikir manusia terdapat dua pola pikir
dalam memperoleh pengetahuan yaitu :
1) Pola pikir rasional
Didasarkan kepada pemahaman rasionalisme dimana ide tentang kebenaran sudah
ada. Pikiran manusia dapat menegetahui ide tersebut namun tidak menciptakannya,
dan tidak pula mengajarinya lewat pengalaman. Sistem pengetahuan dibagun secara
koheran diatas landasan-landasan pernyataan yang sudah pasti. Namun darimanakah
kita akan mendapatkan kebenaran yang pasti jika hal itu terpisah dengan pengalaman
manusia?
2) Pola pikir empirisme
Berpikir rasional cenderung untuk percaya kepada kebenaran yang pasti menurut
masing-masing orang. Oleh karena itu munculah kaum empiris. Empiris
menganjurkan agar manusia kembali ke alam untuk mendapatkan pengetahuan.
Menurut mereka, pengetahuan tidak ada secara apriori di benak manusia, melainkan
harus diperoleh dari pengalaman indrawi.

Akan tetapi, ternyata pendekatan empiris ini tidak menjadikan lebih dekat pada
kebenaran. Sebab gejala yang terdapat dalam pengalaman kita baru mempunyai arti.
Fakta yang ada sebagai dirinya sendiri, tidaklah mampu memberi apa-apa. Pendekatan
rasional empiris membentuk dua kutub yang bertentangan. Seiring dengan waktu, lambat
laun kedua pihak ini menyadari kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Timbulah
gagasan untuk menggabungkan kedua pendekatan ini untuk menyusun metode yang
lebih dapat diandalkan dalam menemukan pengetahuan yang benar. Gabungan antara
pendekatan rasional dan empiris dinamakan metode keilmuan.
Berpikir secara keilmuan memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan ilmu
terletak pada pengetahuan yang tersusun secara logis dan sistematis serta telah teruji
kebenaranya. Faktor pengujian ini memberikan karakteristik yang unik kepada proses
kegiatan keilmauan. Karena dengan demikian khasanah teoritis ilmu harus selalu dinilai
bedasarkan pengujian empiris. Proses penilaian yang terus-menerus ini mengembangkan
suatu mekanisme yang bersifat memperbaiki diri suatu kesalahan teoris cepat atau
lambat akan diperbiki dengan adanya bolak-balik dari pengujian secara empiris.
Mekanisme ini dimungkinkan dengan adanya karakteristik ilmu yang lain yakni bersifat
terbuka dan tersurat (eksplisit). Sedangkan kekurangannya adalah banyak yang
menganggap ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan karena proses
penemuannya yang sangat ketat. Namun kenyataan ini tidak boleh menutup mata kita
terhadap berbagai kerurangan ilmu. Kekurangan ini bersumber pada asumsi landasan
epistimologis ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh kemampuan yang
bertumpu pada persepsi, ingatan, dan penalaran.

Anda mungkin juga menyukai