Anda di halaman 1dari 89

RINGKASAN MATERI FILSAFAT ILMU

Dibuat Oleh: Nama NIM Mata Kuliah Dosen Penguji : Fitra Mayasari : 20091512023 : Filsafat Ilmu : Prof. Dr. H. Fuad Abd Rahman, M.Pd Dr. Rusdy A. Siroj

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2009

Ontologi Pengetahuan

Pendahuluan Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Sebab kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran. Pengetahuan banyak jenisnya, salah satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang objek telaahnya adalah dunia empiris dan proses pendapatkan pengetahuannya sangat ketat yaitu menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan logika deduktif dan induktif, dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah dunia empiris yang merupakan sumber dari ilmu itu sendiri. Apakah hubungan Ilmu dan filsafat?

Filsafat diartikan sebagai suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara
berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Tak satu hal yang bagaimanapun kecilnya terlepas dari pengamatan kefilsafatan. Tak ada suatu pernyataan yang bagaimanapun sederhananya yang kita terima begitu saja tanpa pengkajian yang seksama. Filsafat menanyakan segala sesuatu dari kegiatan berpikir kita dari awal sampai akhir seperti dinyatakan oleh Socrates, bahwa tugas filsafat sebenarnya bukan menjawab pertanyaan kita tetapi mempersoalkan jawaban yang diberikan. Kemajuan manusia dalam berfilsafat bukan saja diukur dari jawaban yang diberikan namun juga dari pertanyaan yang diajukan.

Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang


membedakan ilmu dengan pengetahuan-penegetahuan lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok tentang apa yang ingin kita ketahui, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut dan apa nilai kegunaannya bagi kita. Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan perkataan lain, sesuatu pengkajian mengenai teori tentang ada . Kemudian bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai objek tersebut? Untuk menjawab pertanyaan itu maka kita berpaling kepada epistemologi: yakni teori pengetahuan. Akhirnya dalam menjawab pertanyaan ketiga tentang nilai kegunaan nilai pengetahuan tersebut maka kita berpaling kepada axiologi: yakni teori tentang nilai. Setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi,

epistemologi dan axiologi dari pemikiran yang bersangkutan. Analisis kefilsafatan ditinjau dari tiga landasan ini akan membawa kita kepada hakikat buah pemikiran tersebut. Dasar Ontologi Ilmu

Kajian ilmu adalah objek empiris. Pengetahuan keilmuan mengenai objek empiris ini pada
dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu, sebab kejadian alam yang sesunggunya begitu kompleks, dengan sampel dari berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi atau keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat objek empiris tertentu, untuk mendapatkan sari yang berupa pengetahuan mengenai objek tersebut. Ada 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi. Metafisika Secara etimologis metafisika berasal dari kata meta dan fisika (Yunani). meta berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan fisika , berarti alam nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan nature , yaitu alam. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman, objeknya diluar hal yang ditangkap panca indra. Metafisika mempelajari manusia, namun yang menjadi objek pemikirannya bukanlah manusia dengan segala aspeknya, termasuk pengalamannya yang dapat ditangkap oleh indra. Namun metafisika mempelajari manusia melampaui atau diluar fisik manusia dan gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mempelajari siapa manusia, apa tujuannya, dari mana asal manusia, dan untuk apa hidup di dunia ini. Jadi metafisika mempelajari manusia jauh melampaui ruang dan waktu. Begitu juga pembahasan tentang kosmos maupun Tuhan, yang dipelajari adalah hakikatnya, di luar dunia fenomenal (dunia gejala). Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Ontologi, dan 2) Metafisika khusus. Ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat adanya dari segala sesuatu wujud yang ada, ontology is the theory of being qua being (Runes, 1963,h.219). Sedangkan Metafisika Khusus, mempersoalkan theologi, kosmologi, dan antropologi. Asumsi Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman,

memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Sesuatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap peristiwa mempunyai pola tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan langit mendung, hal ini bukanlah merupakan suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan berulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu. Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris. Asumsi pertama menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Kita menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Namun seperti juga dengan asumsi kelestarian, ilmu tidak menuntut adanya hubungan sebab akibat yang mutlak sehingga suatu kejadian tertentu harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang lain. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan mengatakan X mempunyai kemungkinan (peluang) yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Peluang Salah satu referensi dalam mencari kebenaran, manusia berpaling kepada ilmu. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ilmu tersebut yang dalam proses pembentukannya sangat ketat dengan alatnya berupa metode ilmiah. Hanya saja terkadang kepercayaan manusia akan sesuatu itu terlalu tinggi sehingga seolah-olah apa yang telah dinyatakan oleh ilmu akan bersih dari kekeliruan atau kesalahan. Satu hal yang perlu disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak (Jujun : 79). Oleh karena itu manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut. Seseorang yang mengenal dengan baik hakikat ilmu akan lebih mempercayai pernyataan 80% anda akan sembuh jika meminum obat ini daripada pernyataan yakinlah bahwa anda pasti sembuh setelah meminum obat ini . Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita

kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut. Sebagaimana telah disampaikan terdahulu, bahwa Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala-gejala dalam penelaahan keilmuan. Sesuai dengan peranannya dalam kegiatan ilmu, maka dasar statistika adalah teori peluang. Statistika mempunyai peranan yang menentukan dalam persyaratan-persyaratan keilmuan sesuai dengan asumsi ilmu tentang alam. Tanpa statistika hakikat ilmu akan sangat berlainan.

EPISTEMOLOGI
PENGERTIAN EPISTEMOLOGI Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah apa yang dapat saya ketahui ? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32). Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005). Menurut Musa Asy arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaianpengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua pengertian tersebut, diungkapkan oleh Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keasliam, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan . Kendati ada sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI. M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa

epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas sekali. Jika kita memaduakan rincian aspek-aspek epistemologi, sebagaimana diuraikan tersebut, maka teori pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validias, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada pengetahuan atas kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan adalah menjadi cakupan epistemologi. Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu. Filsafat merupakan refleksi, dan refleksi selalu bersifat kritis, maka tidak mungkin seserorang memiliki suatu metafisika yang tidak sekaligus merupakan epistemologi dari metafisika, atau psikologi yang tidak sekaligus epistemologi dari psikologi, atau bahkan suatu sains yang bukan epistemologi dari sains. Epistemologi senantiasa mengawali dimensi-dimensi lainnya, terutama ketika dimensi-dimensi itu dicoba untuk digali. Kenyataan ini kembali mempertegas, bahwa antara epistemologi selalu berkaitan dengan ontologi dan aksiologi, melainkan bisa juga sebaliknya, ontologi dan aksiologi serta dimensi lainnya, seperti psikologi selalu diiringi oleh epistemologi. Dalam pembahasan-pembahasan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan. Semestinya harus ada pergeseran pusat perhatian pembahasan ke arah aspek-aspek yang terabaikan itu, agar dapat menyajikan pembahasan terhadap aspek-aspek epistemologi seluruhnya secara proporsional. Lebih dari itu, perubahan kecenderungan pembahasan tersebut dapat memperkenalkan pengetahuan yang makin luas dan mendalam tentang cakupan epistemologi. Kenyataannya, saat ini literatur-literatur filsafat masih terjadi pemusatan perhatian pada aspek-aspek tertentu saja. Aspek-aspek itu berkisar pada sumber pengetahuan, dan pembentukan pengetahuan. M Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-

aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak. Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan pembahasan epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi secara sistemik, seserorang cenderung menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai epistemologi sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran, sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Padahal sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian dari cakupan wilayah epistemologi. Bagian-bagian lainnya jauh lebih banyak, sebagaimana diuraikan di atas. Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan bangunan pengetahuan. OBJEK DAN TUJUAN EPISTEMOLOGI Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalamdalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada). Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali. Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut. Jacques Martain mengatakan: Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu . Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan dapat mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya, acapkali tidak mengetahui prosesnya. LANDASAN EPISTEMOLOGI Di dalam filsafat pengetahuan, semuanya tergantung pada titik tolaknya. Sedangkan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Begitu pentingnya fungsi metode ilmiah dalam sains, sehingga banyak pakar yang sangat kuat berpegang teguh pada metode dan cenderung kaku dalam menerapkannya, seakan-akan mereka menganut motto: tak ada sains tanpa metode; akhirnya berkembang menjadi: sains adalah metode. Sikap ini mencerminkan bahwa mereka berlebihan dalam menilai begitu tinggi terhadap metode ilmiah, tanpa menyadari semuanya yang hanya sekedar salah satu sarana dari sains untuk mengukuhkan objektivitas dalam memahami sesuatu. Sesungguhnya sikap berlebihan itu memang riil, tetapi terlepas dari sikap tersebut yang seharusnya tidak perlu terjadi, yang jelas dalam kenyataanya metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu. Disini perlu dibedakan antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan (ilmu). Pengetahuan adalah pengalaman atau pengetahuan sehari-hari yang masih berserakan, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diatur berdasarkan metode ilmiah, sehingga timbul sifat-sifat atau ciri-cirinya; sistematis, objektif, logis dan empiris. Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah

filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif HUBUNGAN EPISTEMOLOGI, METODE DAN METODOLOGI Selanjutnya perlu ditelusuri dimana posisi metode dan metodologi dalam konteks epistemologi untuk mengetahui kaitan-kaitannya, antara metode, metodologi dan epistemologi. Hal ini perlu penegasan, mengingat dalam kehidupan sehari-hari sering dikacaukan antara metode dengan metodologi dan bahkan dengan epistemologi. Untuk mengetahui peta masing-masing dari ketiga istilah ini, tampaknya perlu memahami terlebih dahulu makna metode dan metodologi. Peter R.Senn mengemukakan, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis . Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi. Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat. Posisi masing-masing istilah ini, seperti lingkaran besar yang melingkari lingkaran kecil, dan dalam lingkaran kecil masih terdapat lingkaran yang lebih kecil lagi. Lingkaran besar disini diumpamakan filsafat, lingkaran kecil berupa epistemologi, dan lingkaran yang

lebih kecil kecuali berupa metodologi. Ini berarti bahwa filsafat mencakup bahasan epistemologi, tetapi bahasan filsafat tidak hanya epistemologi karena masih ada bahasan lain, yaitu ontologi dan aksiologi. Demikian juga epistemologi mencakup bahasan metode (metodologi), namun bahasan epistemologi bukan hanya metode semata-mata, karena ada bahasan lain, seperti: hakikat, sumber, struktur, validitas, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran dan dasar pengetahuan. Untuk lebih jelas lagi perlu dibedakan adanya metode pengetahuan dan metode penelitian, kendatipun tidak bisa dipisahkan. Metode pengetahuan berada dalam dataran filosofis-teoritis, sedangkan metode penelitian berada dalam dataran teknis. Dalam filsafat, istilah metodologi berkaitan dengan praktek epistemologi. Secara lebih khusus, problem penyelidikan ilmiah yang secara filosofis menjadi kajian utama cabang epistemologi yang berkaitan dengan problem metodologi juga berkaitan dengan rancangan tata pikir, apa yang benar dan dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan. Kemudian berbicara tentang metodologi yang berarti berbicara tentang caracara atau metode-metode yang digunakan oleh manusia untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran, baik dalam aspek parsial atau total. Lebih jelas lagi, bahwa seseorang yang sedang mempertimbangkan penggunaan dan penerapan metode untuk memperoleh pengetahuan, maka dia harus mengacu pada metodologi, mengingat pembahasan tentang seluk-beluk metode itu ada pada metodologi. Metodologi inilah yang memberikan penjelasan-penjelasan konseptual dan teoritis terhadap metode. HAKIKAT EPISTEMOLOGI Pembahasan tentang hakikat, lagi-lagi terasa sulit, karena itu tidak bisa menangkapnya, kecuali ciri-cirinya. Apalagi hakikat epistemologi, tentu lebih sulit lagi. Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabangcabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan batasbatasnya. Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui adalah masalahmasalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini bukanlah semata-mata masalahmasalah filsafat. Epistemologi berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, tapi karena epistemologi menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenunganperenungan secara filosofis dan analitis. Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit, sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja, maka minat untuk membicarakan dasar-dasar pertanggungjawaban terhadap pengetahuan dirasakan sebagai upaya untuk melebihi

takaran minat kita. Luasnya jangkauan epistemologi ini menyebabkan objek pembahasannya sangat detail dan pelik. Metodologi misalnya telah digabungan secara teliti dengan epistemologi dan logika. Sementara itu, logika itu sendiri patut dipertanyakan, apakah logika itu bagian dari epistemologi, diluar epistemologi sama sekali, atau sekedar memiliki persentuhan yang erat dengan epistemologi. Ada yang menyatakan, bahwa posisi logika berada diluar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Di samping itu, epistemologi tersebut sebenarnya tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa lepas dari ontologi dan aksiologi. Menurut, Jujun S. Suriasumatri, bahwa persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing. Dalam pemahaman yang sederhana epistemologi memiliki interrelasi (saling berhubungan dengan komponen lain, ontologi dan aksiologi). Selanjutnya, epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui. Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui. Polapola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan. Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha

untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usah membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah. Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius. PENGARUH EPISTEMOLOGI Bagi Karl R. Popper, epistemologi adalah teori pengetahuan ilmiah. Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan dalam membentuk dirinya. Tetapi, ilmu pengetahuan harus ditangkap dalam pertumbuhannya, sebab ilmu pengetahuan yang berhenti, akan kehilangan kekhasannya. Ilmu pengetahuan harus berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan yang lebih dulu ditentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang kemudian. Perkembangan ilmu pengetahuan dengan demikian membuktikan, bahwa kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat tentatif. Selama belum digugurkan oleh temuan lain, maka suatu temuan dianggap benar. Perbedaan hasil temuan dalam masalah yang sama ini disebabkan oleh perbedaan prosedur yang ditempuh para ilmuwan dalam membentuk ilmu pengetahuan. Melalui pelaksanaan fungsi dan tugas dalam menganalisis prosedur ilmu pengetahuan tersebut, maka epistemologi dapat memberikan pengayaan gambaran proses terbentuknya pengetahuan ilmiah. Proses ini lebih penting daripada hasil, mengingat bahwa proses itulah menunjukkan mekanisme kerja ilmiah dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Akhirnya, epistemologi bisa menentukan cara kerja ilmiah yang paling efektif dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang kebenarannya terandalkan. Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang ada. Dalam filsafat, banyak konsep dari pemikiran filosof yang kemudian mendapat serangan yang tajam dari pemikiran filosof lain berdasarkan pendekatanpendekatan epistemologi. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan yang membantu seseorang dalam melakukan koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang diajukan orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Koreksi secara kontinyu terhadap pemikirannya sendiri ini untuk menyempurnakan argumentasi atau alasan supaya memperoleh hasil pemikiran yang maksimal. Ini menunjukkan bahwa epistemologi bisa

mengarahkan seseorang untuk mengkritik pemikiran orang lain (kritik eksternal) dan pemikirannya sendiri (kritik internal). Implikasinya, epistemologi senantiasa mendorong dinamika berpikir secara korektif dan kritis, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan relatif mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat penguasaannya. Dinamika pemikiran tersebut mengakibatkan polarisasi pandangan, ide atau gagasan, baik yang dimiliki seseorang maupun masyarakat. Mohammad Arkoun menyebutkan, bahwa keragaman seseorang atau masyarakat akan dipengaruhi pula oleh pandangan epistemologinya serta situasi sosial politik yang melingkupinya. Keberangaman pandangan seseorang dalam mengamati suatu fenomena akan melahirkan keberagaman pemikiran. Kendati terhadap satu persoalan, tetapi karena sudut pandang yang ditempuh seseorang berbeda, pada gilirannya juga menghasilkan pemikiran yang berbeda. Kondisi demikian sesungguhnya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah suatu kelaziman, tidak ada yang aneh sama sekali, sehingga perbedaan pemikiran itu dapat dipahami secara memuaskan dengan melacak akar persoalannya pada perbedaan sudut pandang, sedangkan perbedaan sudut pandangan itu dapat dilacak dari epistemologinya Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi. Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya. Pada awalnya seseorang yang berusaha menciptakan sesuatu yang baru, mungki saja mengalami kegagalan tetapi kegagalan itu dimanfaatkan sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan. Sebab dibalik kegagalan itu ditemukan rahasia pengetahuan, berupa faktor-faktor penyebabnya. Jadi kronologinya adalah sebagai berikut: mula-mula seseorang berpikir dan mengadakan perenungan, sehingga didapatkan percikan-percikan pengetahuan, kemudian disusun secara

sistematis menjadi ilmu pengetahuan (sains). Akhirnya ilmu pengetahuan tersebut diaplikasikan melalui teknologi, technology is an apllied of science (teknologi adalah penerapan sains). Pemikiran pada wilayah proses dalam mewujudkan teknologi itu adalah bagian dari filsafat yang dikenal dengan epistemologi. Berdasarkan pada manfaat epistemologi dalam mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun peradaban tersebut, maka epistemologi bukan hanya mungkin, melainkan mutlak perlu dikuasai.

SARANA BERPIKIR ILMIAH

I.

Pendahuluan Berpikir merupakan ciri utama manusia. Dr. Mr. D.C. Mulder, mengatakan, manusia ialah makhluk yang berakal, akallah yang merupakan perbedaan pokok di antara manusia dengan binatang. Manusia adalah makhluk yang dilengkapi sarana berpikir. Setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, faktafakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat laun mulai terbuka dihadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Di dalam Al-Qur an Allah SWT mewajibkan manusia untuk berpikir dan secara mendalam dan merenung. Dalam surat Shad (38) ayat 29 dikatakan Allah berfirman kitab Al-Qur an yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pengajaran . Dalam ayat ini dijelaskan bahwa setiap orang hendaknya berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir. Menurut J. S. Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejal dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tidak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi . Berpikir merupakan ciri utama dari manusia, untuk membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Maka dengan dasar berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan proses bekarjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran disamping rasa dan kehendak untuk mencari kebaikan. Dengan demikian, ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencari hubungan atau pertalian antara abtraksi-abstraksi. Secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Contohnya adalah penalaran tentang api yang membakar. Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka berpikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana

berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan. II. Pembahasan Berpikir merupakan suatu proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dan mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Oleh karena itu, proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan diperlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah diperlukan sarana berpikir ilmiah. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal : 1. Sarana ilmiah bukan merupakan suatu ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak menggunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah. 2. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses berpikir ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana. Sarana berpikir ilmiah tersebut terdiri dari bahasa, logika dan matematika, statistik. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah.

1. Bahasa Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses ilmiah. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan pada logika induktif dan deduktif. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan tidak benar. Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi manusia tidak dapat bersosialisasi dan tidak layak disebut makhluk berbahasa. Dalam hal ini Ernest Cassirer menyebut manusia sebagai Animal symbolik, makhluk yang berpikir. Bloch dan Trager, senada dengan Joseph Broam menyatakan bahwa bahasa adalah sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Di dalam fungsi komunikatif bahasa terdapat tiga unsur yang digunakan untuk menyampaikan : bahasa (unsur emotif), sikap (unsur afektif) dan buah pikiran (unsur penalaran). Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh ketiga unsur ini. Perkembangan ilmu dipengaruhi oleh fungsi penalaran dan komunikasi bebas dari pengaruh unsur emotif. Sedangkan perkembangan seni dipengaruhi oleh unsur emotif dan afektif. Syarat komunikasi ilmiah meliputi bahasa yang harus bebas emotif dan reproduktif. Reproduktif artinya komunikasinya dapat dimengerti oleh yang menerima. Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. 2. Logika dan Matematika Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2003), diuraikan bahwa logika berarti pengetahuan tentang kaidah berpikir. Makna lainnya adalah jalan berpikir yang masuk. Logis berarti sesuai dengan logika, benar menurut penalaran atau masuk akal. Menurut Soebroto (2007), kata logika berasal dari konstanta bahasa latin, yaitu logos yang berarti perkataan atau sabda. Kemudian kata logos diadaptasi ke beberapa bahasa lainnya, bahasa arab misalnya, menyebutkan dengan mantiq, yang diambil dati kata naqaha yang mempunyai arti berucap atau berkata. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesiimpulan itu dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika. Secara lebih luas, logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk dapat berpikir secara sahih (Suriasumantri, 2000). Berdasarkan uraian di atas , dapat dikatakan bahwa logika berarti perkataan, ucapan atau jalan pikiran yang masuk akal. Secara luas kata logika bermakna pengetahuan tentang kaidah berpikir atau bernalar atau pengetahuan tentang cara menarik kesimpulan secara sahih. Logika dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu berhubungan erat, yang keduanya digunakan sebagai sarana berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan

adalah bahasa artifisial, yaitu murni bahasa buatan. Keistimewaan bahasa ini ialah terbebas dari aspek emotif dan afektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya. Baik logika maupun matematika lebih mementingkan bentuk logikanya pertanyaanpertanyaan mempunyai sifat yang jelas. Sebagaimana sarana ilmiah maka matematika itu sendiri tidak maka matematika itu sendiri tidak mengandung kebenaran tentang sesuatu yang bersifat faktual dan mengenai dunia empiris. Matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Kriteria kebenaran dari matematika adalah konsistensi dari berbagai postulat, defenisi, dan berbagai aturan permainan lainnya. Untuk itu maka matematika sendiri tidak bersifat tunggal, seperti juga logika melainkan bersifat jamak. Dengan mengubah salah satu postulatnya, umpamanya maka dapat dikembangkan sistem matematika yang baru sekali bila dibandingkan dengan sistem sebelumnnya (Suriasumantri, 1984). a. Matematika adalah bahasa Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Bila kita mempelajari kecepatan jalan kaki seseorang anak maka objek kecepatan jalan kaki seorang anak dapat diberi lambang x. Dalam hal ini x hanya mempunyai satu arti yaitu kecepatan jalan kaki seorang anak. Bila dihubungkan dengan objek lain umpamanya jarak yang ditempuh seorang anak (y), maka dapat dibuat hubungan tersebut sebagai z = y/x, dimana z melambangkan waktu berjalan kaki seorang anak. Pernyataan z = y/x adalah jelas, tidak ada konotasi emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan x, y dan z, artinya matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional. b. Sifat kuantitatif dari Matematika Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua objek yang berlainan misalkan gajah dan semut, maka hanya bisa mengatakan gajah lebih besar dari semut. Kalau ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan besar semut, maka kita mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu, bila ingin mengetahui secara eksak berapa besar jagah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-apa. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif, kita mengetahui bahwa sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan seberapa besar pertambahan panjang logamnya.

Untuk itu matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran maka dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya bila dipanaskan. Dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti sebatang logam bisa dipanaskan akan memanjang dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak, misalnya: P1 =P0 (1+ ) P1 = Panjang logam tempetur t. P0 = Panjang logam pada temperatur 0 n = koefesiensi pemuai logam tersebut. c. Matematika : sarana berpikir deduktif Matematika mengembangkan cara berpikir deduktif artinya dalam melakukan penemuan dilakukan berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang ditemukan hanyalah didasari atas konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah sebelum ditemukan. d. Perkembangan matematika Tahap perkembangan Matematika menurut Griffits dan Howsdon (1974), yaitu: 1. Matematika yang berkembang pada peradaban Mesir kuno dan sekitarnya, menggunakan aspek praktis matematika yang berpadu dengan mistik dari agama. 2. Matematika yang berkembang pada peradaban Yunani, menggunakan aspek estetik yang merupakan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional. e. Beberapa aliran dalam filsafat matematika Aliran filsafat matematika terdiri dari: 1. Filsafat logistik, yang menyatakan bahwa eksistensi matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Tokoh yang menganut ajaran ini adalah Immanuel Kant(1724-1804) 2. Filsafat intusionis. Tokohnya adalah Jan Brouwer (1881-1966) 3. Filsafat formalis. Tokohnya adalah David Hilbert (1982-1943) f. Kelebihan dan kekurangan matematika Adapun kelebihan matematika antara lain sebagai berikut: 1. Tidak memiliki unsur emotif 2. Bahasa matematika sangat universal Adapun kelemahan dari matematika adalah bahwa matematika tidak mengandung bahasa emosional (tidak mengandung estetika) artinya bahwa matematika penuh dengan simbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana saja.

3. Statistika Statistika berakar dari teori peluang. Descartes, ketika mempelajari hukum di Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan temanteman yang suka berjudi. Sedangkan pendeta thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subjektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat subjektif. Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, bahkan Eropa pada abad petengahan. Sedangkan teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluang. Statistik baru hanya digunakan untuk mengambarkan persoalan seperti; pencatatan banyaknya penduduk, penarikan pajak, dan sebagainya, dan mengenai penjelasannya. Tetapi, dewasa ini hampir semua bidang keilmuan menggunakan statistika, seperti; pendidikan, psikologi, pendidikan bahasa, biologi, kimia, pertanian, kedokteran, hukum, politik, dsb. Sedangkan yang tidak menggunakan statistika hanya ilmu ilmu yang menggunakan pendekatan spekulatif. Statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang melalui pengujian pengujian yang berdasarkan kaidah kaidah statistik. Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga perkataan statistik biasanya mengandung konotasi berhadapan dengan deretan angka angka yang menyulitkan, tidak mengenakkan, dan bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaaan dengan pernyataan diatas, memang statistik merupakan deskripsi dalam bentuk angka angka dari aspek kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk hitungan atau pengukuran . Statistik selain menampilkan fakta berupa angka angka, statistika juga merupakan bidang keilmuan yang dsebut statistika, seperti juga matematika yang disamping merupakan bidang keilmuan juga berarti lambang, formulasi, dan teorema. Bidang keilmuan statistik merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut . Ditinjau dari segi keilmuan, statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang di pergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Maka, hartono Kasmadi, dkk., mengatakan bahwa statistika ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan fakta, pengolahan dan menganalisaan, penaksiran, simpulan dan pembuat keputusan. Statistika digunakan untuk menggambrkan suatu persoalan dalam suatu bidang keilmuan. Maka, dengan menggunakan prinsip statistika, masalah keilmuan dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikandengan sederhana melaui pengujian

statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual. Dengan melakukan pengujian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta fakta empiris, maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya. Contoh yang dikemukakan Jujun S. Suriasumantri, penarikan kesimpulan tidak menggunakan prinsip prinsip statistik, yaitu suatu hari seorang anak kecil disuruh ayahnya membeli sebungkus korek api dengan pesan agar tidak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek . Tidak lama kemudian anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri seri, menyerahkan korek api yang kosong, dan berkata korek api ini benar benar bagus pak, semua batangnya telah saya coba dan menyala Tak seorangpun, saya kira, yang dapat menyalahkan kesahihan proses penarikan kesimpulan anak kecil itu . Apabila semua pengujian yang dilakukan dengan kesimpulan seperti ini, maka prinsip statistika terabaikan, karena menurut Jujun S. Suriasumantri, konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu . Untuk itu, suatu penelitian ilmiah, baik yang berupa survey maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan . Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Dengan statistika kita dpat melakukan pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyatan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual. Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara empiris. Karena pengujian statistika adalah suatu proses yang diarahakan untuk mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus kasus yang bersifat individual. Dengan demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif. Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut . Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil makin rendah pula tingkat ketelitiannya . Karakteristik ini memnugkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antar dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistik mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita

ingin mengetahui berapa tinggi rata rata anak umur 10 tahun di suatu tempat. Dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya , makin sedikit bahan bukti yang mendukung semakin rendah tingkat kesulitannya. Memverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum, shingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori. Untuk itu, statistika mempunyai peran penting dalam berfikir induktif. Bagaimana sesorang dapat melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara cara yang justru tidak bersifat ilmiah. Tinjauan kasus Sebagai tinjauan kasus pada pembahasan ini adalah penggunaan statistika dalam kebijakan pembangunan Indonesia khususnya dalam kebijakan kebijakan sektor pendidikan yang cenderung sudah keluar dari rel kebenaran pendidikan yang berkualitas. Bicara statistik dan pembangunan sangat relevan. Melalui angka statistik kita bisa lihat keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu, sangatlah pantas bila kita mau menghargai kinerja para statistikawan. Para Mantri statistik di pedesaan tiada terik dan tiada hujan terus bekerja mengumpulkan data guna dipersembahkan pada para pengguna. Di bidang pembangunan ekonomi dan kemasyarakatan angka statistik punya andil dalam menciptakan keberhasilan berbagai program pembangunan, seperti halnya dalam program pengentasan kemiskinan dan program peningkatan kesempatan kerja. Sebagaimana diketahui data statistik yang akurat akan menghasilkan perencanaan pembangunan ekonomi dan kemasyarakatan yang kuat. Di bidang pembangunan politik seperti dalam pilpres, pilgub, dan pilkada; data penduduk yang reliable dan valid turut menentukan kehormatan dan keberhasilan perhelatan tersebut. Dibidang pembangunan ilmu, kedudukan statistik sangat jelas sebagian salah satu komponen dari saran berfikir ilmiah disamping logika, bahasa, dan matematika. Bila matematika selalu menuntun kita dalam proses berfikir deduktif, maka statistika senantiasa membimbing kita dalam proses induktif. Statistika harus mendapat tempat yang sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir ilmiah dapat dialkukan dengan baik . Begitu pula penggunaan statistik sangat berguna dalam pengambilan kebijakan kebijakan pendidikan yang diputuskan pemerintah. Kebijakan pendidikan Nasional yang dibuat pemerintah seringkali tak diperhitungkan jauh ke depan dan pengambilan keputusan tidak disertai dengan data yang valid dengan menggunakan statistik. Hal itu lebih karena

kebijakan pendidikan nasional lebih didasarkan pada kepentingan politik pemerintah saat itu daripada di dasarkan pada kepentinagn politik pemerintah saat itu daripada untuk kepentingan pendidikan berkualitas bagi anak bangsa. Pelajaran yang dipetik dari permasalahan diatas adalah perlunya sebuah pengambilan kebijakan mempertimbangkan hasil pengolahan data yang tentunya diambil dari data , bukan data yang bias dengan kepentingan kepentingan yang menguntungkan segelintir pihak saja . Seperti contoh pada data tentang kemiskinan yang sering diperdebatkan keakuratannya oleh berbagai pihak karena data yang diambil bias dengan kepentingan pihak yang berkuasa. Bila data yang diambil berdasarkan pengujian statistika, maka tingkat kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan kadar jumlah sampelnya. Sehingga daya tolak dari kebijakan tersebut bisa diminimalisisr dan treatment yang diambil pemerintah tepat sesuai dengan kebutuhan .

AKSIOLOGI
Pengertian dan Cabang Aksiologi Pengertian Aksiologi Berdasarkan Bachtiar (2005:163) menguraikan beberapa pengertian tentang aksiologi sebagai berikut: y Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai . y Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. y Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, Moral conduct yaitu y Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation. a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak (baik, menarik, dan bagus). Penggunaan nilai yang lebih luas, merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi. b. Nilai sebagai kata benda konkret. Dipakai untuk merunjuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apaapa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai. c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi. Dari definisi aksiologi di atas, terlihat bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Berdasarakan Bachtiar (2005:165) nilai adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. a. Ciri-ciri Nilai Adapun ciri-ciri nilai berdasarkan Sumarna (2004:121) memiliki tiga cirri sebagai berikut: 1) Nilai berkaitan dengan subjek, 2) Nilai tampil dalam suatu konteks yang sangat praktis, yakni subjek hendak membuat sesuatu, dan A. 1.

3) b.

c.

Nilai menyangkut sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat-sifatnya yang dimiliki objek. Letak Nilai Nilai terletak di antara persoalan intrinsic dan ekstrinsik. Nilai intrinsik artinya adalah nilai berada pada objek itu sendiri, sedangkan nilai ekstrinsik adalah adanya nilai tergantung pada penghargaan subjek. Alat Nilai Alat kebenaran adalah budi dengan kerjanya berfikir. Kebenaran menuntut persesuaian antara pengetahuan dan objeknya. Yang menentukan pengetahuan itu benar atau salah terletak pada fakta empiris dan hasilolah pikiran manusia. Sementara itu, alat untuk menilai bukanlah budi, melainkan perasaan atau merasa.

2. Cabang Teori Nilai (Aksiologis) Teori tentang nilai dibagi menjadi nilai etika dan nilai estetika. 1. Etika Istilah etika berasal dari kata ethos yang artinya adat kebiasaan . Menurut Langeveld, etika adalah teori perbuatan manusia, yaitu ditimbang menurut baik dan buruknya. Selanjutnya Dagobert Runes, mengemukakan: Ethies is that or discipline which concerns it self with judgements of approval or disapproval, judgements as to the rightess or wrong-ness, goodnees or badness, virtue or vice, desirability or wisdom of action, ends, of objects or state of af-fairs. Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia dan memandangnya dari sudut baik dan tidak baik. Etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. 2. Estetika Estetika adalah ilmu yang berbicara tentang hakekat keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Selain itu estetika juga berbicara tentang teori mengenai seni sehingga estetika juga sering disebut sebagai filsafat seni. Dasar Aksiologi Ilmu Ilmu itu bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik dan sifat buruk dan si pemilik pengetahuanlah yang harus mempunyai sikap. Netralitas ilmu terletak pada dasar epistomologisnya saja. Padahal secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan buruk yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. C. Ilmu Sebagai suatu Cara Berpikir Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsure dari kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan saling bergantung dan mempengaruhi karena ilmu berkembang tergantung dari kondisi kebudayaan dan perkembangan ilmu akan B.

mempengaruhi jalannya kebudayaan. Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda: 1) Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional, dan 2) Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa. Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu sebagai produk dari proses berpikir ilmiah harus memenuhi persyaratan tertentu: 1) Berpikir ilmiah harus mempunyai alur jalan pikiran yang logis, dan 2) Pernyataan yang bersifat logis tersebut harus di dukung oleh fakta empiris. Adapun karakteristik dari ilmu sebagai berikut: 1) Ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, 2) Alur jalan pikiran yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada, 3) Pengujian secara empiris sebagai criteria kebenaran objektif, dan 4) Mekanisme yang terbuka terhadap koreksi. Ilmu Sebagai Asas Moral Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Criteria kebenaran dalam ilmu adalah jelas sebagaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir yang pada hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan di luar bidang keilmuan. Jadi dua karakteristik yang merupakan asas moral bagi kaum ilmuwan yakni menjunjung tinggi kebenaran dan mengabdi secara universal. E. Nilai-nilai Ilmiah untuk Kemajuan Kebudayaan Nasional Tujuh nilai dari hakikat keilmuan adlah kritis,logis, objektif, terbuka, menjunjung tinggi kebenaran dan mengabdi secara universal. Ketujuh sifat ini konsisten berperan dalam pembentukan karakter bangsa menjadi bangsa yang modern. Bangsa modern akan menghadapi permasalahan dalam berbagai bidang yang membutuhkan cara pemecahan secara kritis, rasional, logis, objektif dan terbuka. Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnyya adalah perubahan dari kebudayaan yang bersifat kontroversional ke situasi yang lebih mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional, dengan penafsiran kembali nilai-nilai yang fungsional. Untuk terlaksananya proses ini diperlukan ketujuh sifat-sifat tersebut. F. Ilmu Sebagai kekuasaan D. Filsafat sangat tandas menegaskan bahwa kata-kata manusia dan eksistensi manusia pada umumnya memberikan arti. Tetapi itu adalah kebenaran yang sepihak sebab perkataan kita mengambil arti pula. Kita merasakan bahwa kita selalu terikat dengan apa yang ingin kita katakan. Kita menyadari bahwa kita bisa menyimpang dari sana. Perkataan kita bisa dinyatakan keliru oleh kenyataan, artinya: ketidakbenaran kata-kata kita bisa lambat laun nyata sendiri pada kesadaran kita, apapun yang telah kita ucapkan mengenai hal itu. Ada kita ini adalah suatu dialog dengan kenyataan dan arti terdapat dalam dialog itu.

Betapa kata-kata yang diucapkan bersama-sama oleh masyarakat luas itu merupakan kekuasaan, yakni kekuasaan atas arti segala sesuatu, atas dunia manusia, atas dunia tempat hidup kita ini berlangsung sebenar-benarnya. Jika kata-kata itu kekuasaan betul-betul, maka sudah dimengerti bahwa kata ilmiah itu adalah kekuasaan yang lebih besar. Tutur ilmiah benar-benar merupakan kekuasaan atas arti. Ilmu mendapatkan kekuasaan dengan cara yang lain yakni dengan memberikan bimbingan dan arah kepada karya. Ada dua bidang kebudayaan: kebudayaan kata dan kebudayaan karya. Kebudayaan karya merupakan kekuasan atas dunia yang sepanjang ribuan tahun silam sebelum zaman modern ini berkembang dengan lambat. Semua berbalik, sejak kebudayaan kata, ilmu, memperhatikan kebudayaan karya sehingga kemajuan modern kebudayaan karya itu memperoleh jasa dari campur tangan kebudayaan kata . Kekuasaan Ilmu atas Manusia, Kebudayaan dan Alam a. Kekuasaan atas Manusia Kekuasaan ilmu dan teknologi atas manusia terutama dirasakan oleh rakyat yang tertindas karena sistem-sistem teknologi, baik yang dikendalikan oleh kelompok asing maupun kelompok bangsanya sendiri. b. Kekuasaan atas Kebudayaan Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi didambakan lantaran manfaatnya, namun rakyat di negara-negara dunia ketiga sering merasakan dampak ilmu pengetahuan dan teknologi yang merusak atau melunturkan nilai-nilai kebudayaan yang dijunjung tinggi. Selanjutnya untuk keluar dari dilemma tersebut diperlukan visi spritual dan cultural yang diharapkan bias tut wuri handayani kemajuan ilmu dan pengetahuan. Visi ini mengoreksi kecenderungankecenderungan negative ilmu dan pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi muncul dalam bentuk-bentuk yang bermanfaat dan manusiawi. c. Kekuasaan atas Alam Di zaman dahulu, manusia senantiasa menghadapi kekuasaan alam yang mendominasi kehidupannya. Kemudian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan kekuasaan ini terbalik. Alam yang terawakuduskan (desacralized) kini berada dalamkekuasaan manusia. Perkembangan ilmu demi ilmu itu sendiri tanpa memperdulikan akibat-akibat sosialnya sehingga tak bisa lagi diterima.

ILMU DAN BUDAYA


1. ILMU Dilingkungan pendidikan terutama pendidikan tinggi, boleh dikatakan setiap waktu istilah ilmu diucapkan dan sesuatu ilmu diajarkan. Tampaknya telah menjadi kelaziman bahwa sebutan yang dipergunakan ialah ilmu pengetahuan . Walaupun setiap saat diucapkan dan dari waktu ke waktu diajarkan, nampaknya tidak banyak dilakukan pembahasan mengenai ilmu itu sendiri. Apa pengertian ilmu dengan sendirinya dipahami tanpa memerlukan keterangan lebih lanjut. Tetapi ,apabila harus memberikan rumusan yang tepat dan cermat mengenai pengertian ilmu barulah orang akan merasa bahwa hal itu tidaklah begitu mudah. Hal ini terlihat dalam penyebutan istilah ilmu pengetahuan yang begitu lazim dalam masyarakat demikian juga dunia perguruan tinggi yang merupakan penyebutan yang kurang tepat dan tidak cermat. Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang bermakna ganda, karena itu dalam memakai istilah seseorang harus menegaskan atau menyadari arti makna yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan, jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science in general ). Yang kedua ilmu menunjuk kepada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok tertentu, dalam hal ini cabang ilmu khusus sepaerti antropologi, biologi, geografi dan sebagainya. Pengertian ilmu adalah merupakan suatu cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah merupakan kegiatan berfikir yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu: 1. LOGIS yaitu pikiran kita harus konsisten dengan pengetahuan ilmiah yang telah ada. 2. Harus didukung fakta empiris, yaitu telah teruji kebenarannya yang kemudian memperkaya khasanah pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematik dan kumulatif. Kebenaran ilmiah tidak bersifat mutlak, tetapi terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan, mungkin saja pernyataan sekarang logis kemudian bertentangan dengan pengetahuan ilmiah baru. Dari hakekat berfikir ilmiah tersebut dapat disimpulkan beberapa karakteristik dari ilmu, yaitu : 1. mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar 2. alur jalan pikiran yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada

3. pengujian empiris sebagai kriteria kebenaran objektif 4. mekanisme yang terbuka terhadap koreksi Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk sekurang-kurangnya tiga hal, yakni : pengetahuan, aktivitas dan metode. Secara umum ilmu adalah pengetahuan, diantara para filsuf dari berbagai lairan terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan atau pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah. Pengetahuan hanyalah produk?hasil dari suatu kegiatan yang dilakukan manusia. Pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas atau metode bila ditinjau lebih dalam sesungguhnya tidak saling bertentangan, tetapi merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi diantara aktivitas, metode dan pengetahuan yang boleh dikatakan menyusun diri menjadi ilmu dapat digambarkan dalam suatu bagan segitiga sebagai berikut : Aktivitas Ilmu

Metode Pengetahuan Bagan diatas memperlihatkan bahwa ilmu dapat dipahami dari tiga sudut Dengan demikian, pengertian ilmu selengkapnya berarti aktivitas penelitian, metode ilmiah dan pengetahuan sistematis. Ketiga pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu kenyataan yang sama bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia, dimulai dari segi pada manusia yang menjadi pelaku fenomenon yang disebut ilmu. Hanyalah manusia (dalam hal ini ilmuan) yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif dan mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu. Keterkaitan dari pengertian ilmu tersebut dijelaskan dalam pendapat The liang Gie (2004:93) berikut ini: Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang systematik mengenai kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan atau melakukan penerapan

Pemahaman ilmu sebagai aktivitas, metode dan pengetahuan itu dapat diringkas menjadi : Sebagai proses : Aktivitas penelitian Pengertian Ilmu Sebagai prosedur : Metode ilmiah Sebagai produk : Pengetahuan sistematis

Ada beberapa pendapat filsuf /ilmuwan tentang ilmu, Yaitu : - Filsuf Belgia Jean Ladriere 1975 Ilmu dapat dipandang sebagai keseluruhan pengetahuan kita dewasa ini, atau sebagai suatu aktivitas penelitian, atau sebagai metode untuk memperoleh pengetahuan. - Ilmuan Italia Adriano Buzzati-Traverso 1977 Ilmu sebagaimana kita lihat, tidak dapat lagi dipandang sebagai suatu kumpulan pengetahuan atau suatu metode khusus untuk memperoleh pengetahuan, ilmu harus dilihat sebagai suatu aktivitas kemasyarakatan pula. - Norman Campbell (tahun 50 an ) - Menyebutkan tiga hal , yaitu pengetahuan, metode dan studi (suatu jenis aktivitaspenelaahan). Hanya sayang logika pemikirannya kurang cermat dengan mengelompokkan pengertian metode ke dalam pengetahuan. - Melvin Marx dan William Hillix (tahun 60 an) - Mereka menuliskan tenteng tiga sifat dasar ilmu, yaitu ilmu sebagai sikap ilmiah, metode ilmiah, kumpulan pengetahuan. Kelemahannya ialah kurang tegas menekankan pengertian aktivitas ilmiah dan terlampau menonjolkan sikap ilmiah. 2. BUDAYA Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kultur. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, dikenal dengan istilah cultural-determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, disebut superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur social, religius dan lain-lain, dimana segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi cirri khas suatu masyarakat.

Kebudayaan pertama kali didefenisikan oleh E.B. Taylor 1871 dalam bukunya Primitive Culture, yaitu: keseluruhan yang mencakup : pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat, kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tahun 1952 Kroeber dan Kluckholn menginventarisasikan lebih dari 150 defenisi tentang kebudayaan yang dihasilkan oleh publikasi tentang kebudayaan, namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip dengan defenisi E.B. Taylor. Dari berbagai defenisi tersebut, dapat diperoleh pengertian tentang kebudayaan yaitu system pengetahuan yang meliputi system ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan dari kebudayaan itu adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi, seni dan alin-lain, yang kesemuanya itu ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Unsur-unsur kebudayaan Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain : - Menville.J. Herskovits, menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu : - alat-alat teknologi - system ekonomi - keluarga - kekuasaan politik Bronislaw Malinowski mengatakan ada empat unsure pokok yang meliputi : - sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya. - organisasi ekonomi - alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama). - Organisasi kekuatan (politik) Sedangkan Kuntjaraningrat (1974) membagi kebudayaan menjadi unsure-unsur yang terdiri dari : 1. sistem religi dan upacara keagamaan 2. sistem dan organisasi kemasyarakatan (kekerabatan) 3. sistem pengetahuan, bahasa dan kesenian 4. sistemmatapencaharian 5. systemteknologidanperalatan Dalam hal ini Ashley Montagu mengemukakan bahwa kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan tetapi juga dalam cara memenuhi

kebutuhan itu. Artinya kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow mengidentifikasikan kebutuhan manusia dan binatang adalah sebagai berikut: -

Fisiologi rasa aman Manusia afiliasi harga diri pengembangan diri Kebutuhan fisiologi Hewan Rasa aman

Manusia tidak mempunyai kemampuan bertindak secara otomatis yang berdasarkan instink, karena itulah ia menggunakan kebudayaan yang mengajarkan cara hidup.

dengan cara instinktif (berdasarkan instink)

Menurut Mavies & John Biesanz, kebudayaan adalah alat penyelamat manusia dimuka bumi. Ketidakmampuan manusia menggunakan instink diimbangi dengan kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik, yang diakibatkan berkembangnya intelegensi dan cara berfikir simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi, yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang dasar, instink, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. BUDI inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan memberikan penilaian terhadap objek dan kejadian, pilihan nilai inilah yang menjadi tujuan dan isi kebudayaan. Faset (proses pelestarian) dari kebudayaan itu sangat erat hubungannya dengan pendidikan karena semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia melalui proses belajar.

ILMU DAN MATEMATIKA


PENDAHULUAN Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah, sedangkan metode ilmiah itu sendiri dilaksanakan melalui suatu pemikiran yaitu pemikiran ilmiah yang salah satu sarana untuk melakukan kegiatan berpikir ilmiah adalah matematika. Sehingga dapat dilihat adanya hubungan antara ilmu dengan matematika itu sendiri. Dalam tulisan ini akan dipaparkan tentang pengertian ilmu, pengertian matematika, dan hubungan antara ilmu dan matematika. A. ILMU Ilmu berasal dari bahasa Arab: alima, ya lima, ilman yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science dan bahasa latin scientia . Dalam kamus besar bahasa Indonesia ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang dibaca dalam pustaka menunjukkan pada sekurang-kurangnya tiga hal: pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan. Di antara para filusuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah. Sehingga dengan demikian, Ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistic yang tersusun secara sistematis, teruji secara rasional dan terbukti secara empiris. Ukuran kebenaran ilmu bersifat empiris dan rasional. Peranan ilmu antara lain : 1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan. 2. Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. 3. Pendidikan keilmuaan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. 4. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang filsafat. 5. Kegiatan ilmiah harus bersifat otonom yang terbebas dari struktur kekuasaan. B. MATEMATIKA I. Pengertian Matematika. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktifdeduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika seperti ini diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa. Fungsi Pembelajaran Matematika : 1. Mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistika, kalkulus dan trigonometri. 2. Mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan pembelajaran matematika adalah: 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikian, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. II. Aliran Dalam Filsafat Matematika. 1. Immanuel Kant (1724 1804) Berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari pancaindera serta pendapat Gottlob Frege (1848 1925) dari aliran yang disebut logistik yang

menyatakan bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris dan juga menyatakan bahwa matematika seluruhnya dapat direduksi ke dalam proposisi logika. 2. David Hilbert (1862 1943) Pelopor dari aliran kaum formalis yang menolak bahwa konsep matematika dapat direduksi menjadi konsep logika. Kaum formalis menekankan bahwa aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang. 3. Jan Brouwer (1881 1966) Berpendapat bahwa matematika ini beraliran intusionis yang menyatakan bahwa intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang matematika bilangan. Hakikat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melaui kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung. III. Hakekat Matematika. 1. Matematika sebagai bahasa Matematika adalah bahasa dengan berbagai simbol dan ekspresi untuk mengkomunikasikannya. Lambang-lambang matematika harus bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya sehingga menjadi ekonomis dengan kata-kata. Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak sehingga daya prediktif dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat. Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Sifat kuantitatif dari matematika ini dapat meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional. 2. Matematika sebagai ratu dan sekaligus pelayan. Sebagai ratu, perkembangan matematika tidak tergantung pada ilmu-ilmu lain. Matematika sebagai pelayan, matematika adalah ilmu yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan. 3. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif Berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis- premis yang kebenarannya telah ditentukan. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika

deduktif. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demukian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. 4. Matematika sebagai aspek estetik Matematika merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti tidak mau berpaling pada matematika. Dari mengukur panjang papan sampai mengukur kedalaman laut. Aspek estetik juga diperkembangkan dimana matematika merupakan kegiatan intelektual dalam kegiatan berpikir yang penuh kreatif. 5. Matematika sebagai aktivitas manusia IV. Karakteristik Matematika. 1. Memiliki objek abstrak Obyek dasar matematika adalah abstrak dan disebut obyek mental, obyek pikiran yaitu : a. Fakta Berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. b. Konsep Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sejumlah obyek. c. Operasi y Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika yang lain. penjumlahan , perkalian , gabungan , irisan . y Operasi adalah suatu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. d. Prinsip y Prinsip adalah obyek matematika yang kompleks. Prinsip dapat terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi. y Prinsip adalah hubungan antara berbagai obyek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat. 2. Bertumpu pada kesepakatan Kesepakatan yang amat mendasar adalah AKSIOMA dan KONSEP PRIMITIF

3.

4.

5.

Berpola pikir deduktif Kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Proses pembuktian secara dedutif akan melibatkan teori atau rumus matematika lainnya yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara dedutif juga. Memiliki simbol yang kosong dari arti Contoh : y Model persamaan x + y = z belum tentu bermakna bilangan, makna huruf atau tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Memperhatikan semesta pembicaraan Bila semesta pembicaraanya adalah bilangan maka simbol-simbol diartikan bilangan. Contoh : y Jika kita bicara di ruang lingkup vektor, a  b ! c , maka huruf huruf yang

digunakan bukan berarti bilangan tetapi harus diartikan sebagai vektor. 6. Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika terdapat banyak sistem. Satu dengan yang lain bisa saling berkaitan, tetapi juga bisa saling lepas. Sistem-sistem aljabar : sistem aksioma dari group, sistem aksioma dari ring, sistem aksioma dari field. Sistem-sistem geometri : sistem geometri netral, sistem geometri Euclides, sistem geometri non-Euclides. Didalam masing-masing sistem dan struktur itu terdapat Konsistensi. C. Hubungan Antara Ilmu dan Matematika Dalam perkembangannya ilmu dibagi menjadi 3 tahap yaitu: 1. Tahap Sistematika Menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori tertentu. 2. Tahap Komperatif Tahap ini membandingkan obyek yang satu dengan yang lain. 3. Tahap Kuantitatif Tahap ini mencari hubungan sebab akibat dengan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang diselidiki. Pada tahap pertama dan kedua digunakan bahasa verbal, sedangkan pada tahap ketiga digunakan matematika karena matematika dapat mewakili informasi tentang obyek tertentu dengan menggunakan lambang-lambang sehingga jelas dan juga eksak.

ILMU DAN AGAMA


A. Ilmu Secara etimologi, kata Ilmu berasal dari bahasa Arab ilm yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Secara umum terkandung makna bahwa kata ilmu mencakup mengetahui segala sesuatu. Kalau menilik dari akidah yang dianut ahlussunnah wal jama ah, ilmu merupakan salah satu dari sifat Allah SWT yang dua puluh. Makna dari sifat ilmu ini bahwa Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu. Lawan dari sifat ini adalah Jahil yang berarti bodoh. Mustahil Allah SWT bodoh. Ia Maha Mengetahui segala sesuatu baik mengenai yang tersurat maupun tersirat. Ia Maha Mengetahui peristiwa yang lalu, sekarang maupun yang akan datang. Ia Maha Mengetahui hikmah di balik suatu kejadian karena Dialah yang membuat skenario kejadian tersebut. Ia Maha Memiliki ilmu dari segala ilmu. Sifat Mengetahui Allah SWT ini berbeda dengan sifat mengetahui dari makhluk. Banyak sekali ayat Al Qur-an yang memuat kata ilmu, di antaranya Innallaha alimun hakim (artinya : Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana) , Wallahu sami un alim (artinya : Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) , Annallaha bikulli syai in qodir (artinya : bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) . Perkembangan selanjutnya kata ilmu mengalami pengkhususan makna, yakni ilmu hanya didefinisikan untuk hal-hal yang dapat dibuktikan secara empiris saja. Untuk hal-hal yang belum dapat dibuktikan secara empiris dikategorikan ke dalam pengetahuan dan yang lebih luas lagi filsafat pengetahuan. Dalam bahasa inggris, padanan kata ilmu adalah sciense, yang berarti pengetahuan yang bersifat empiris. Secara konteks (bahasa) sebenarnya tidak tepat pemakaian kata ilmu untuk pengetahuan yang bersifat empiris. Karena menurut asal bahasanya (bahasa Arab), dapat ditilik bahwa kata ilmu itu mengandung makna seluruh pengetahuan. Kalau memang ilmu itu hendak didefinisikan untuk pengetahuan yang bersifat empiris, sebaiknya langsung memakai kata sciense (kalau diindonesiakan sains ) saja. Memang secara konsep tidak jadi masalah pemakaian kata ilmu sebagai pengetahuan yang bersifat empiris. Namun agar tidak rancu mengapa tidak dipakai kata sains saja ? sebab pemakaian kata ilmu ini akan mengaburkan pemahaman orang awam terhadap makna sebenarnya. Sementara ini kita tetap mengacu pada kesepakatan bahwa Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusanrumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Contoh: Ilmu alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia

jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat. Syarat-syarat ilmu Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. 1. Objektif. Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian. 2. Metodis. adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani Metodos yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. 3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. 4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmuilmu alam mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

B. AGAMA Agama yang pada hakekatnya adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, maka sangat perlu dipahami secara seksama oleh setiap manusia. a. Pengertian agama Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bahagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata agama dalam berbagai bahasa : 1. Ad din (Bahasa Arab dan Semit) 2. Religion (Inggris) 3.La religion (Perancis) 4. De religie (Belanda) 5. Die religion (Jerman) Secara bahasa, perkataan agama berasal dari bahasa Sansekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti tidak pergi tetap di tempat, diwarisi turun temurun . Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan, kepatuhan, balasan atau kebiasaan. Din juga membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan. Kata din dalam Al Qur an disebut sebanyak 94 kali dalam berbagai makna dan kontek, antara lain berarti : 1. Pembalasan (Q.S Al Fatihah ayat 3). 2. Undang-undang duniawi atau peraturan yang dibuat oleh raja (Q.S Yusuf ayat 76). 3. Agama yang datang dari Allah SWT, bila dirangkaikan dengan kata Allah (Q.S Ali Imran ayat 83). 4. Agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai agama yang benar, yakni Islam, bila kata din dirangkaikan dengan kata al-haq (Q.S AtTaubah ayat 33) 5. Agama selain Islam (Q.S Al Kafirun ayat 6 dan Q.S Ash Shaf ayat 9).

Menurut Abu Ahmadi agama menurut bahasa : 1. Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang diartikan dengan haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. 2. Agama itu terdiri dari dua perkataan yaitu A. berarti tidak, Gama berarti kacau balau, tidak teratur. Jadi agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur. Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya. Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu : 1) Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam. 2) Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya. 3) Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinan nya tersebut. b. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah agama. 1. 2. 3. 4. 5. Adanya keyakinan pada yang gaib Adanya kitab suci sebagai pedoman Adanya Rasul pembawanya Adanya ajaran yang bisa dipatuhi Adanya upacara ibadah yang standar

c. Klasifikasi Agama Ditinjau dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu (revealed religion) adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang Pencipta melalui malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, shuhuf (lembaranlembaran bertulis) atau ajaran lisan. Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi wahyu, kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya disebarkan kepada seluruh umat manusia

Agama bukan wahyu (agama budaya/cultural religion atau natural religion) bersandar semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu. Perbedaan kedua jenis agama ini sebagai berikut : 1) Agama wahyu berpokok pada konsep keesaan Tuhan sedangkan agama bukan wahyu tidak demikian. 2) Agama wahyu beriman kepada Nabi, sedangkan agama bukan wahyu tidak. 3) Dalam agama wahyu sumber utama tuntunan baik dan buruk adalah kitab suci yang diwahyukan, sedangkan agama bukan wahyu kitab suci tidak penting. 4) Semua agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan agama bukan wahyu lahir di luar itu. 5) Agama wahyu lahir di daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh ras semetik. 6) Agama wahyu sesuai dengan ajarannya adalah agama misionari, sedangkan agama bukan wahyu agama misionari. 7) Ajaran agama wahyu jelas dan tegas, sedangkan agama bukan wahyu kabur dan elastis. 8) Agama wahyu memberikan arah yang jelas dan lengkap baik aspek spritual maupun material, sedangkan agama bukan wahyu lebih menitikberatkan kepada aspek spritual saja, seperti pada Taoisme, atau pada aspek material saja seperti pada Confusianisme. Agama wahyu disebut juga agama samawi (agama langit) dan agama bukan wahyu disebut agama budaya (ardhi/ bumi). Sedangkan yang termasuk dalam kategori agama samawi hanyalah Agama Islam. Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah : 1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat,melainkan diturunkan kepada masyarakat. 2. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya. 3. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia. 4. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia. 5. Konsep ketuhanannya adalah : monotheisme mutlak ( tauhid) 6. Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia , masa dan keadaan.

Sedangkan ciri-ciri agama budaya (ardhi), ialah : 1. Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya. 2. Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan ( Rasul). 3. Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami perubahanperubahan dalam perjalanan sejarahnya. 4. Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran masyarakatnya ( penganutnya). 5. Konsep ketuhanannya : dinamisme, animisme, politheisme, dan paling tinggi adalah monotheisme nisbi. 6. Kebenaran ajarannya tidak universal , yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan. C. Hubungan Ilmu dan Agama Penciptaan makhluk termasuk manusia bertujuan untuk menyembah Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam Alqur-an surat Adz-dzariat ayat 56. Dengan demikian proses perjalanan hidup dan perkembangbiakan seluruh makhluk hidup akan menuju muara penghambaan makhluk tersebut kepada Tuhannya. Selanjutnya, dalam proses penghambaan tersebut diupayakan agar makhluk-Nya dapat mengenal Tuhannya. Sebab dengan mengenal Tuhan itulah para makhluk dapat menghambakan diri dengan benar dan tidak menyimpang dari garis yang telah ditetapkan. Dalam upaya pengenalan terhadap diri-Nya, Allah SWT telah memberikan tuntunan yang dijabarkan dalam kitab suci yang diturunkannya kepada para Rosulnya. Tuntunan yang diberikan tidak secara rinci memuat seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan makhlukNya, hanya yang menyangkut soal keyakinan (akidah) dan hukum (syariah) yang ditekankan lebih dalam. Untuk masalah kehidupan (mu amalah) makhluknya dapat mengembangkan dan memperolehnya sejalan dengan kebutuhan hidupnya melalui perkembangan ilmu yang diturunkan Allah SWT kepada makhluknya yang berakal. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan kemampuan lebih dari makhluk lainnya, mengemban misi yang lebih berat dalam proses pengenalan terhadap Tuhannya. Anugerah akal yang diberikan mesti dimanfaatkan untuk mencari dan menggali makna dibalik penciptaan tersebut. Proses pencarian makna dalam kehidupan manusia berawal dari hal-hal yang bersifat praktis, yang timbul dan menyebabkan kesenjangan-kesenjangan. Dari kesenjangan inilah berawalnya suatu penyelidikan terhadap suatu permasalahan. Implikasi dari penyelidikan dan pencarian tersebut pada akhirnya akan mendorong terciptanya ilmu. Selanjutnya ilmu mengalami perkembangan semakin pesat. Masing-masing makin menuju pada ruang lingkup bahasan tersendiri. Sehingga setiap ilmu memiliki karakteristik dan objek yang terbatas pada bahasan tersebut.

Sejalan dengan pernyataan di atas, August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat perkembangan ilmu pengetahuan ke dalam tahap religius, metafisik, dan positif. Dalam tahap pertama asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto). Dalam tahap kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat hipotesishipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahaan yang terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan postulat metafisika tersebut (hipotetico). Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif). ***** Setiap ilmu mempunyai keterbatasan dikarenakan ilmu merupakan produk dari daya pikir manusia. Hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal bukan bidang kajian ilmu. Kemudian pengamatan terhadap objek yang dikaji ilmu tergantung pada kemampuan alat indera manusia. Hal-hal yang tidak bisa diamati bukan bidang kajian ilmu. Walau demikian, selain agama, ilmu juga bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kebenaran yang disajikan ilmu bersifat tidak mutlak, karena keterbatasan-keterbatasan tadi. Kebenaran tersebut akan terus digali sampai pada titik kulminasi pencapaian manusia dalam mengkaji dan mengembangkan ilmu. Dalam fungsinya menggali kebenaran, ilmu dan agama akan saling membutuhkan. Di satu sisi kebenaran dalam ilmu akan memperkuat kebenaran dalam agama, di sisi lain kebenaran dalam agama akan menjadi acuan untuk penyelidikan dan pengembangan suatu ilmu, sehingga diperoleh bangunan ilmu yang berdiri kokoh. Berikut ini perbedaan antara ilmu dan agama : Ilmu Agama 1. bersifat relatif dan tentative 1. bersifat mutlak 2. tidak berlaku sepanjang masa 2. berlaku sepanjang masa 3. bermula dari keraguan 3. bermula dari keyakinan 4. memperkuat keyakinan agama 4. diperdalam melalui ilmu 5. bisa diperdebatkan 5. tidak bisa diperdebatkan Dalam pandangan agama Islam yang benar, tidak ada dikotomi antara agama dan kehidupan, karena agamalah kehidupan itu ada, atau dengan kata lain karena Tuhanlah kehidupan itu ada. Dan agama merupakan pengejawantahan pengenalan Tuhan. Salah satu aspek kehidupan adalah ilmu itu sendiri. Sebelumnya telah diungkapkan bahwa kedudukan agama lebih tinggi daripada ilmu. Karena agamalah ilmu itu muncul. Ilmu digunakan untuk menelusuri dan membuktikan kebesaran Sang Pencipta, dan untuk meyakinkan kebenaran adanya Sang Pencipta.

a. Integrasi Ilmu dan Agama Sesungguhnya ide dan kontroversi tentang integrasi ilmu dan agama di berbagai kalangan umat Islam tidak bisa dipungkiri. Kalau kita telaah ulang ternyata gagasan integrasi ilmu dan agama sudah lahir bersamaan dengan munculnya Islam, hal tersebut dibuktikan dengan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban Islam. Namun lambat laun hal tersebut pudar dan bahkan hilang dari umat Islam, kita lihat bagaimana kemudian Barat merangkak menuju kebangkitannya melalui penerjemahan karya ulamaulama klasik Islam, namun sayang disaat yang sama justru umat Islam diam bahkan mundur dari kemajuan. ( Sudarnoto Abdul Hakim (editor), Islam dan Konstruksi Ilmu Peradaban dan Humaniora, UIN Press, 2003). Melihat kondisi tersebut gagasan integrasi tersebut sungguh amat terasa urgensinya sekarang ini, ia tidak hanya sekedar mempertegas bahwa pandangan dikotomis antara ilmu dan agama (Islam) tidak lagi produktif. Namun juga untuk menegaskan bahwasanya Islam sesungguhnya bisa difahami melalui berbagai perspektif, karena Islam bukan ajaran yang tertutup dan menutup diri. Ia bisa didatangi dan dipahami oleh siapapun melalui berbagai jalan variatif sekalipun. Karena itu perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern ini sangatlah bermanfaat sebagai salah satu alat untuk memahami keluasan dan kemahabesaran Tuhan dan ajaranNya; Islam. Dari cara pandang tersebut maka akan tidak berlebihan apabila kita menggarisbawahi sikap para ulama dan ilmuwan terdahulu kita yang memberikan apresiasi yang setinggitingginya terhadap ilmu pengetahuan, kemajuan peradaban dan kemanusiaan dengan terus menggali dan meningkatkan khazanah intelektualnya tanpa melihat apakah ia karya asing atau tidak. Bahwasanya terjadi pertentangan dan perselisihan antara para ulama dahulu bukanlah selisih pandang terhadap integrasi ilmu dan agama, melainkan ikhtilaf dalam keyakinan (baca: madzhab). Contoh riilnya adalah mihnah (inkuisisi) yang pernah dilakukan oleh pemuka mu tazilah yang menyiksa Imam Ibn Hambal karena menolak kemakhlukan qur an. (A. Khudori Sholeh, Wacana Baru Filsafat Islam, 2003) Umat Islam saat ini terpecah pendapatnya menjadi tiga dalam memandang hubungan agama dan ilmu, golongan yang menolak serta-merta tanpa kopmpromi dengan alasan bid ah, yang kedua golongan yang menelan mentah-mentah begitu saja dan yang ketiga adalah golongan yang menerima namun dengan seksama . Sudah pasti golongan pertama dan kedua tidaklah layak kita jadikan sikap, karena keduanya sama-sama ekstrim dan radikal, sikap ketiga yang merupakan langkah adil dan bijak dalam melihat perkembangan ilmu, yaitu menerima dengan seksama dan meletakkan pada porsinya secara proporsional. *****

Selama abad yang lalu, dan sebagian abad sebelumnya, tersebar luas pendangan bahwa ada pertentangan yang tidak dapat didamaikan antara ilmu dan agama. Pandangan yang dianut oleh tokoh zaman itu adalah bahwa sudah saatnya iman digantikan oleh pengetahuan. Iman yang tidak bersandar pada pengetahuan adalah takhayul, dan karenanya harus ditolak. Menurut konsepsi ini, fungsi satu-satunya pendidikan adalah untuk membuka jalan kepada pemikiran dan manusia, haruslah memenuhi hanya tujuan itu saja. Memang amat sulit kita temukan kalaupun ada sudut pandang rasionalistik yang diungkapkan dalam bentuk sekonyol itu; karena setiap orang yang dapat dengan mudah melihat betapa sepihaknya pernyataan itu. Tetapi kita perlu menyatakan suatu tesis secara tajam dan telanjang sama sekali, jika ingin mengetahui hakikat sejatinya. Adalah benar bahwa keyakinan hanya dapat didukung dengan baik oleh pengalaman dan pikiran jernih. Pada titik ini, kita mesti bersepakat sepenuhnya dengan kaum rasionalis ekstrim. Bagaimanapun, titik lemah ini adalah bahwa keyakinan tersebut yang amat penting dan menentukan perilaku dan penilaian kita tak dapat ditemukan hanya pada wilayah ilmu yang ketat ini. Ini disebabkan metode ilmiah tidak dapat mengajarkan apa pun tentang bagaimana fakta-fakta berhubungan, dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Penghargaan kepada pengetahuan objektif harus diberikan kepada orangorang dengan kemampuan tertinggi yang mengembangkannya, dengan tidak mengecilkan pencapaian-pencapaian dan usaha-usaha heroik dari orang-orang yang bergiat di bidang ini. Namun, sama jelasnya adalah bahwa pengetahuan tentang apa yang sebenarnya tidaklah langsung membukakan pintu bagi apa yang seharusnya. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan yang paling lengkap dan paling jelas tentang apa sebenarnya, tetapi tidak mampu menyimpulkan darinya suatu tujuan dari aspirasi kemanusiaan kita. Pengetahuan objektif melengkapi kita dengan alat ampuh untuk mencapai tujuantujuan tertentu, tetapi tujuan puncak itu sendiri dan rasa rindu untuk mencapainya harus datang dari sumber lain. Dan hampir tidak perlu memperdebatkan pandangan bahwa kemaujudan dan aktivitas kita memperoleh makna hanya dengan penetapan tujuan seperti itu dan nilai-nilai yang berhubungan dengannya. Pengetahuan tentang kebenaran seperti apa adanya adalah menakjubkan, tetapi hanya sedikit perannya sebagai pembimbing, karena bahkan pengetahuan itu sendiri tak dapat membuktikan konsepsi yang murni rasional dari kemajuan kita. Tetapi kita juga tidak dapat mengasumsikan bahwa pemikiran akal tidak dapat berperan sama sekali dalam pembentukan tujuan dan penilaian etis. Ketika seseorang menyadari bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan suatu cara, di situ cara itu sendiri sudah menjadi tujuan. Meskipun demikian, berpikir semata tidak mendapat suatu kepekaan atau rasa akan tujuan akhir. Sehingga, inilah tampaknya peranan terpenting yang harus dimainkan oleh agama dalam kehidupan sosial manusia. Yaitu, untuk memperjelas tujuan dan penilaian fundamental ini, dan untuk menancapkannya dalam kehidupan emosional manusia. Dan jika ada yang bertanya, dari otoritas mana kita mesti mendapatkan tujuan fundamental ini karena tujuan itu tidak dapat dinyatakan dan dijustifikasi hanya oleh nalar maka jawabannya adalah: tujuan tersebut maujud dalam

masyarakat yang seharusnya sebagai tradisi yang kuat, yang mempengaruhi perilaku, harapan-harapan, dan penilaian anggotanya; tujuan itu ada disana, yaitu, sesuatu yang hidup, tanpa merasa perlu menemukan justifikasi bagi keberadaannya. Tujuan-tujuan itu maujud tanpa melalui pembuktian atau demonstrasi, tetapi melalui semacam pewahyuan, dengan perantaraan pribadi-pribadi tangguh. Tak perlu menjustifikasinya, tetapi yang penting adalah merasakan hakikatnya, secara sederhana dan jernih. Kini, meskipun wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling membatasi dengan jelas, bagaimanapun ada hubungan dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya. Meskipun agama adalah yang menentukan tujuan, tetapi dia telah belajar dalam arti yang paling luas, dari ilmu, tentang cara-cara apa yang akan menyumbang pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Dan ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan ini, tumbuh dari wilayah agama. Termasuk juga di sini adalah kepercayaan akan kemungkinan bahwa pengaturan yang absah bagi dunia kemaujudan ini bersifat rasional, yaitu dapat dipahami nalar. Setiap ilmuwan memiliki kepercayaan tersebut. Keadaan ini dapat diungkapkan dengan suatu citra ; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta. Meskipun sudah dinyatakan di atas bahwa sesungguhnya tak boleh ada pertentangan antara ilmu dan agama, mesti ditekankan sekali lagi peryataan itu pada titik yang esensial, dengan mengacu kepada kandungan aktual agama-agama dalam sejarah. Pembahasan ini berhubungan dengan konsep Tuhan.

b. Manusia Religius Selama periode awal evolusi spritual umat manusia, khayalan manusia telah menciptakan Tuhan-Tuhan dalam citra manusia sendiri, yang dengan berlangsungnya kehendak mereka ingin menentukan, atau paling tidak mempengaruhi sampai tingkat tertentu, dunia fenomenal. Manusia berusaha mengubah ketentuan Tuhan-Tuhan ini untuk kebaikan mereka sendiri dengan cara magis dan penyembahan. Gagasan Tuhan pada saat ini adalah penghalusan dari konsep lama tentang Tuhan-Tuhan. Sifat antropomorfisnya tampak, misalnya, pada kenyataan bahwa manusia memuja Wujud Ilahiah dalam sembahyang-sembahyangnya, dan memohon dipenuhinya keinginan-keinginan mereka. Sudah pasti, tak seorang pun akan menolak gagasan adanya suatu Tuhan personal yang Maha Kuasa, Adil, dan Maha Pemurah dapat menjadi pelipur lara, pemberi bantuan dan pembimbing manusia; juga, disebabkan sederhananya gagasan itu, ia dapat dipahami oleh orang yang pikirannya paling lemah sekalipun. Tapi, di pihak lain, ada kelemahan yang amat penting dalam gagasan antropomorfis ini sendiri, yang terasa amat menyakitkan sejak permulaan sejarah. Yaitu bahwa jika Wujud ini Maha Kuasa, maka setiap peristiwa, termasuk setiap perbuatan manusia, setiap pikiran manusia, dan setiap perasaan dan

aspirasi manusia adalah juga karya-Nya; bagaimana mungkin kita berpendapat bahwa manusia bertanggung jawab atas semua perbuatannya dan pemikirannya di depan Wujud Maha Kuasa seperti itu? Dalam memberikan hukuman dan ganjaran, Ia akan melewati penilaian terhadap diri-Nya sendiri. Bagamana ini dapat dikombinasikan dengan kebaikan dan kemurahan yang menjadi sifat-Nya? Sumber utama dari pertentangan masa ini antara ilmu dan agama terletak pada konsep Tuhan yang personal ini. Orang yang yakin sepenuhnya pada berlakunya hukum sebab akibat secara universal, tak akan bisa menganut suatu gagasan tentang satu Wujud yang ikut campur dalam terjadinya peristiwa-peristiwa tentunya, dengan syarat ia memperlakukan hipotesis sebabakibat itu secara serius. Ia tidak butuh lagi agama. Suatu Tuhan yang memberi ganjaran dan menghukum, tidak dapat lagi dipahaminya, karena alasan sederhana bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan harus dilakukan, sehingga di mata Tuhan ia tak dapat bertanggung jawab persis sama sebagaimana halnya suatu benda mati tak bertanggung jawab atas gerakan-gerakan yang dijalaninya. Demikianlah, maka ilmu telah dituduh menghancurkan moralitas, tapi tuduhan itu tidaklah adil. Perilaku etis manusia harus didasarkan secara efektif pada simpati, pendidikan, hubungan sosial, dan kebutuhankebutuhan; tak diperlukan dasar agama. Manusia pasti akan menjadi miskin kalau ia harus dikekang oleh perasaan takut akan hukuman dan harapan akan ganjaran setelah mati. Maka, mudah dipahami mengapa gereja selalu memerangi ilmu dan mendukung para pendukungnya, di pihak lain perasaan religius merupakan motif paling kuat dan mulia bagi penelitian keilmuan. Hanya mereka yang mengerti usaha yang luar biasa dan pengabdian yang telah mewujudkan semua karya pionir dalam ilmu teoritis, yang dapat menangkap kekuatan emosi yang karenanya karya-karya tersebut - yang begitu jauh dari kenyataan hidup sehari-hari dapat tercipta. Betapa dalamnya keyakinan tentang rasionalitas alam semesta, dan betapa kuatnya dorongan untuk memahami yang pasti dimiliki Kepler dan Newton sehingga mereka dapat bertahan dalam kerja sunyinya yang bertahun-tahun untuk menguraikan prinsip-prinsip mekanik alam semesta. Mereka yang pengalamannya dalam penelitian keilmuan didapat dari terutama hasil-hasil praktisnya dengan mudah mengembangkan gagasan yang sama sekali salah tentang mentalitas manusia yang dalam lingkungan alam skeptis telah menunjukkan dalam sesamanya suatu semangat yang terserak ke seluruh dunia dan sepanjang masa. Hanya seseorang yang mengabdikan hidupnya yang gamblang dengan apa yang telah mengilhami orang-orang itu dan yang memberi mereka kekuatan untuk tetap setia kepada tujuan-tujuan mereka, meski mengalami kegagalan-kagagalan yang tak terhitung adalah perasaan religius yang memberi seseorang kekuatan semacam itu. Seorang dari zaman kita telah mengatakan bahwa yang materialistik ini hanyalah pekerja ilmu yang serius yang benar benar merupakan orang religius.

ILMU DAN BAHASA


Pendahuluan Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Bahasa berperan penting dalam upaya pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Setiap penelitian ilmiah tidak dapat dilaksanakan tanpa menggunakan bahasa, matematika (sarana berpikir deduktif) dan statistika (sarana berpikir induktif) sebagai sarana berpikir. Upaya-upaya penyebarluasan ilmu juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa bahasa sebagai media komunikasi. Setiap forum ilmiah pasti menggunakan bahasa sebagai sarana utama. Aktivitas-aktivitas yang diarahkan untuk memahami, mengeksplorasi, dan mendiskusikan konsep-konsep ilmu tidak dapat diselenggarakan tanpa melibatkan bahasa sebagai sarana. Makalah ini membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan bahasa sebagai landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam pengembangan ilmu dan karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu. Pembahasan diawali dengan memaparkan hakikat ilmu dan bahasa sebagai titik tolak dan dilanjutkan dengan pembahasan tentang peran bahasa dalam pengembangan ilmu, yang menyoroti hubungan bahasa dan pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan mengupas karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu Hakikat Ilmu Ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge) merupakan dua bidang yang berbeda. Pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman, pikiran, perasaan, dan pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi dengan orang lain dan alam sekitarnya, yang kemudian diabstraksi dalam bentuk pernyataan, ungkapan artistik, teori, dalil, rumus atau hukum. Pengertian ini selaras dengan penjelasan Suriasumantri (1990: 293) bahwa ... knowledge ... merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi... . Ilmu (science) merupakan pengetahuan yang disusun secara teratur (sistematis), khususnya pengetahuan yang diperoleh melalui observasi dan pengujian fakta. Selaras dengan itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan adalah pengetahuan (ordinary knowledge) merupakan sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan panca indera, dan olahan akal budi yang spontan. Pengetahuan mencakup segala sesuatu yang dilihat, didengar, dikecap, dicium, diraba, dan hadir dalam kesadaran kita. Pengetahuan seperti ini biasanya bersifat spontan, subjektif atau intuitif. Sedangkan ilmu (pengetahuan ilmiah) merupakan pengetahuan tentang suatu bidang tertentu yang telah disusun secara metodis,

sistematis, dan koheren. Ilmu diperoleh dari berbagai upaya yang dilakukan untuk menyelidiki dan mengembangkan pemahaman manusia tentang dunia fisik dan fenomena yang berlangsung di dalamnya. Melalui metode-metode ilmiah yang dirancang secara sistematis, para ilmuwan menggunakan bukti-bukti fisik yang teramati tentang gejala-gejala alam untuk mengumpulkan data, dan menganalisis data tersebut untuk menjelaskan fenomena dimaksud. Metode-metode tersebut mencakup observasi, eksperimen, maupun pengamatan berperan serta. Dengan demikian, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian. Berdasarkan beberapa definisi dan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan bagian pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan terhadap satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan dengan bidang tersebut yang kemudian disusun secara sistematis dan koheren. Hakikat Bahasa Bahasa adalah media (sarana) yang digunakan untuk berbicara, menulis, dan berpikir. Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam hidup manusia. Bahasa membuat manusia mampu mendominasi makhluk lain di muka bumi, baik yang berada di darat, laut, maupun udara. Berbagai definisi tentang bahasa pada umumnya menyoroti dua aspek terpenting: fungsional dan formal. Aspek fungsional merujuk pada fungsi bahasa yang begitu penting dalam kehidupan masyarakat manusia, yaitu sebagai media yang dimiliki bersama dan digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat, gagasan dan perasaan. Aspek formal merujuk pada sistem atau kaidah-kaidah (tata bahasa) yang digunakan untuk membentuk bunyi menjadi kata dan memadu kata-kata menjadi kalimat yang bermakna. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mendefinisikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri . Sistem (tata bahasa) setiap bahasa biasanya dibangun secara hierarkis oleh empat unsur yaitu: fonem, morfem, sintaksis, dan semantik. Fonem merupakan unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Sebagai contoh, kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /r/ dan /s/. Kata tadi dan tari memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /d/ dan /r/. Morfem merupakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga. Sintaksis merupakan proses penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat

aturan SPO atau subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakkan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat. Semantik merupakan bidang yang mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat. Makna atau pesan yang disampaikan dalam komunikasi tidak hanya disalurkan melalui keempat unsur bahasa di atas, tetapi juga melalui unsur-unsur komunikai nonverbal. Dalam komunikasi, unsur-unsur verbal yang disusun oleh fonem, morfem, sintaksis, dan semantik membentuk the-what yang diucapkan, sedangkan unsur paralanguage membentuk the-how . Unsur komunikasi non-verbal terdiri dari paralanguage dan bahasa tubuh (body language). Unsur paralanguage mencakup intonasi, tempo, ritme, dan penekanan (accentuation), sedangkan unsur bahasa tubuh, antara lain terdiri dari ekpresi wajah, tatapan mata, gerak-gerik tubuh, cara duduk, berdiri, pakaian dan lain-lain. Pentingnya memahami unsur paralanguage dalam komunikasi dapat dilihat, misalnya, dalam pengucapan kata Bagus , dengan intonasi yang berbeda. Dengan intonasi yang tepat, kata itu bisa digunakan untuk mengungkapkan pujian atau, sebaliknya, ejekan. Bahasa tubuh merupakan unsur komunikasi yang sangat kompleks. Gerak-gerik tubuh yang mungkin dilakukan seseorang saja bisa mencapai 700,000 jenis, sehingga mengklasifikasikannya merupakan tugas yang sulit. Oleh karena itu, untuk tujuan praktis dalam komunikasi, kita hanya perlu memahami bahasa tubuh yang lazim digunakan saja. Sebagai contoh, untuk menunjuk, orang Amerika menggunakan jari telunjuk, orang Jerman dengan jari kelingking, orang Jepang dengan seluruh jari, dan sebagian orang di Asia dengan jari jempol Peran Bahasa Dalam Ilmu Peran bahasa dalam ilmu erat hubungannya dengan aspek fungsional bahasa sebagai media berpikir dan media komunikasi. Sehubungan dengan itu, pembahasan tentang permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian: (1) Hubungan Bahasa dan Pikiran Berpikir merupakan aktivitas mental yang tersembunyi, yang bisa disadari hanya oleh orang yang melakukan aktivitas itu. Pardede mengatakan bahwa tindakan berpikir sering digambarkan sebagai kegiatan berbicara pada diri sendiri (intrapersonal communication), mengamati dan memanipulasi gambar-gambar mental. Dengan kemampuan berpikirnya, manusia bisa membahas obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang tidak berada atau sedang berlangsung disekitarnya. Kemampuan berpikir juga kadangkadang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tanpa mencoba berbagai alternatif solusi secara langsung (nyata).

Peran penting bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi bahasa sebagai media berpikir. Melalui kegiatan berpikir, manusia memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi ilmu dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas berpikir, bahasa berperan sebagai simbol-simbol (representasi mental) yang dibutuhkan untuk memikirkan hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan. Setiap kali seseorang sedang memikirkan seekor harimau, misalnya, dia tidak perlu menghadirkan seekor harimau dihadapannya. Makalah-makalah yang relevan, yang berfungsi sebagai representasi mental tentang harimau, sudah dapat membantunya untuk memikirkan hewan itu. Cassirer (dalam Suriasumantri, 1990: 71) mengatakan manusia adalah Animal symbolicum, mahluk yang menggunakan simbol, yang secara generik mempunyai cakupan lebih luas dari homo sapiens, mahluk yang berpikir. Tanpa kemampuan menggunakan simbol ini, kemampuan berpikir secara sistematis dan teratur tidak dapat dilakukan. Berpikir tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bahkan, karakteristik bahasa yang dimiliki seseorang akan menentukan objek apa saja yang dapat dipikirkannya. Berbagai filsuf menyatakan bahwa suku-suku primitif tidak dapat memikirkan hal-hal yang canggih bukan karena mereka tidak dapat berpikir, tetapi karena bahasa mereka tidak dapat memfasilitasi mereka untuk melakukannya . Kenyataan ini terungkap jelas dalam diri mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri. Dia akan berhasil menyelesaikan studinya hanya jika dia menguasai bahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran. Mengingat betapa pentingnya peran bahasa dalam proses ini, dapat dikatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Sebagai ilustrasi, penelitian yang dilakukan di Australia pada sekelompok anak berusia 4-5 tahun dari dua komunitas asli Warlpiri dan Anindilyakawa yang tidak memiliki ungkapan verbal untuk angka menunjukkan bahwa anak-anak tersebut dapat mengerjakan (berpikir) beberapa operasi matematika dasar tanpa menggunakan bahasa. Akan tetapi, mereka mengakui juga bahwa untuk memikirkan konsep-konsep yang lebih rumit, para peserta membutuhkan bahasa. Rumus-rumus ilmiah, seperti E=MC2, misalnya tidak akan bermakna bagi seseorang bila dia tidak mengetahui pengertian dari Energy (E), Mass (M) dan speed of light (C). (2) Bahasa Sebagai Media Komunikasi Komunikasi merupakan salah satu bagian penting dalam pengembangan ilmu. Setiap ilmu dapat berkembang jika temuan-temuan dalam ilmu itu disebarluaskan (dipublikasikan) melalui tindakan berkomunikasi. Temuan-temuan itu kemudian didiskusikan, diteliti ulang, dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau diperbaharui oleh ilmuwan lainnya. Hasil-hasil diskusi, sintetis, penelitian ulang, penerapan, dan pengembangan itu kemudian dipublikasikan lagi untuk ditindaklanjuti oleh ilmuwan lainnya.

Selama dalam proses penelitian, perumusan, dan publikasi temuan-temuan tersebut, bahasa memainkan peran sentral, karena segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa sebagai media. Dalam penelitian dan komunikasi ilmiah, setiap ilmuwan perlu mengembangkan dan memahami bahasa (terutama jargon-jargon akademis dan terminologi khusus) yang digunakan dalam bidang yang ditekuni. Tanpa bahasa yang mereka pahami bersama, kesalahpahaman akan sulit dihindari dan mereka tidak dapat bersinergi untuk mengembangkan ilmu. Karakteristik Bahasa yang Mendukung Pengembangan Ilmu Berdasarkan paparan-paparan di atas, sangat jelas bahwa peran bahasa sebagai media berpikir dan komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas pengembangan ilmu. Menurut Suriasumantri (1990:301) dalam kapasitasnya sebagai media komunikasi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan berkonotasi perasaan (emotif), pesan berkonotasi sikap (afektif), dan pesan berkonotasi pikiran (penalaran). Secara alami, tidak semua bahasa dikembangkan oleh penuturnya dengan memberikan porsi yang sama terhadap kemampuan menyampaikan ketiga jenis pesan itu. Masyarakat yang gemar mengembangkan ilmu pastilah memiliki bahasa yang baik dalam fungsinya sebagai media penalaran. Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral dalam fungsinya sebagai media berpikir dan media komunikasi adalah kata-kata. Dengan memahami makna kata-kata yang membentuk sebuah kalimat, meskipun dia tidak memahami struktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa menebak pesan yang disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik. Sehubungan itu, kriteria utama bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para ilmuwan. Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui kenyataan bahwa keterbatasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidak berpikir logis, termasuk dalam menarik kesimpulan. Dilihat dari sisi kekayaan kosa kata yang mendukung pengembangan ilmu, bahasa Inggris kelihatannya merupakan pilihan utama untuk dijadikan sebagai linguafranca ilmiah bagi ilmuwan di seluruh dunia. Kekayaan kosa kata bahasa Inggris terungkap dari survey yang mengungkapkan bahwa bahasa Inggris memiliki sekitas 450.000 kata (1981); bahasa Prancis dan Rusia masing masing hanya memiliki sekitar 150.000 kata (1983); pada tahun 1991, bahasa Indonesia memiliki sekitar 72.000 kata.

PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN PENYERAPAN TEORI

I.

PENDAHULUAN

Setiap fenomena yang merupakan hasil karya manusia adalah fenomena yang tidak terjadi dengan begitu saja tetapi merupakan akumulasi dari kontribusi yang sangat berharga yang dilakukan terus menerus oleh manusia di setiap zaman yang berhubungan dengan penemuan itu. Sebagai contoh, ketika kita melihat sebuah roda (roda apapun itu) maka sesungguhnya kita sedang menyaksikan sebuah karya ummat manusia yang memiliki riwayat ribuan tahun. Dimulai dari penemuan roda dari kayu gelondongan oleh masyarakatmasyarakat kuno di lembah Mesopotamia, berkembang menjadi gerobak angkut yang ditarik oleh manusia, kemudian berkembang menjadi gerobak angkut yang ditarik hewan, berkembang menjadi roda berjari-jari yang kemudian menjadi inspirasi terciptanya kereta kuda untuk mengangkut penumpang. Revolusi dalam dunia roda dimulai ketika ditemukannya prinsip kerja roda besi bergerigi yang penggunaannya semakin berkembang pada masyarakat muslim abad pertengahan. Pada masa revolusi industri, teknologi roda bergerigi memegang peranan sangat penting penting karena semua mesin digerakkan dengan prinsip ini. Saat ini hampir semua teknologi yang kita nikmati menggunakan prinsip roda bergerigi dari peralatan yang sederhana seperti jam, kipas angin, pompa air hingga peralatan canggih. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pengetahuan dan penemuan terus berkembang sesuai dengan perkembangan, kebutuhan dan penemuan baru. Begitu juga dalam dunia Ilmu, teori ilmu yang merupakan dasar dari dikembangkannya sebuah disiplin ilmu juga senantiasa berkembang seiring perkembangan masyarakat penggunanya. Pertanyaan pertanyaan baru dalam sebuah disiplin ilmu yang tidak bisa dijawab oleh ilmuwan dalam disiplin ilmu tersebut akan menumbuhkan sebuah asumsi baru, hipotesa baru, teori baru dan perkembangan baru dari disiplin ilmu tersebut. Pengertian Teori Di dalam ilmu pengetahuan, kedudukan teori berada di bawah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan terhadap satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan dengan bidang tersebut yang kemudian disusun secara sistematis dan koheren. Sementara teori merupakan kumpulan dari prinsip-prinsip yang sudah diteliti kebenarannya. Yang parallel dengan teori adalah hokum, dalil, aksioma dan asumsi. Aksioma adalah kebenaran ilmiah baik berupa

prinsip ataupun bukan tang tidak perlu diuji lagi kebenarannya. Teori yang belum teruji dinamakan hipotesis. Setelah teori ada yang dinamakan dengan prinsip. Prinsip adalah gabungan dari konsep-konsep yang ada hubungannya. Contohnya adalah batu dilempar ke dalam air akan tenggelam. Ini merupakan sutu konsep. Karena berat jenis benda lebiah besar daripada berat jenis air. Tanpa melihat suatu benda konsep tetap ada. Terakhir adalah fakta. Fakta adalah apa saja yang bisa ditangkapm oleh panca indra.contohnya buku. Konsep dan prinsip yang sudah diteliti akan menjadi teori yang baru atau akan memperkuat teori yang lama. Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala social maupun natural yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil. Menurut Kerlinger [1973] teori dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena. Jadi Teori merupakan kumpulan prinsip-prinsip (principles) yang disusun secara sistematis. Prinsip tersebut berusaha menjelaskan hubungan-hubungan antara fenomena-fenomena yang ada. Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni : 1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak [construct] yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas 2. Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan 3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain. 4. Teori sebagai alat ilmu. Teori dinyatakan pula sebagai alat dari ilmu [tool of science]. Sedangkan peranan teori meliputi : 1. Mendefinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terrhadap jenis-jenis data yang akan dibuat 2. Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disitematisasi, diklasifikasi dan dihubung-hubungkan. 3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi 4. Teori memberikan prediksi terhadap fakta. Teori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita. Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan

secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori. HUBUNGAN FAKTA & TEORI 1. Teori memprediksi fakta. Penyingkatan fakta-fakta yang dilakukan oleh teori akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Dengan adanya uniformitas maka dapat dibuat prediksi [ramalan] terhadap fakta-fakta yang akan datang dengan kata lain bahwa sebuah fakta baru akan lahir berdasarkan pengamatan fenomena-fenomena sekarang/saat ini. 2. Teori memperkecil jangkauan. Fungsi utama dari teori adalah memberikan batasan terhadap ilmu dengan cara memperkecil jangkauan [range] dari fakta yang sedang dipelajari. Dalam dunia empiri banyak fenomena yang dapat dijadikan bahan pencermatan namun untuk pendalaman dan penajaman tertentu diperlukan batasan, sehingga teori berperan membatasi dalam lingkup [aspek] tertentu. 3. Teori meringkas fakta. Teori melakukan perannya meringkas hasil penelitian . Melalui sebuah teori generalisasi terhadap hasil penelitian mudah dilakukan. Teori dengan mudah memberikan kemampuannya dalam memandu generalisasi-generalisasi, bahkan teori mampu meringkas hubungan antar generalisasi. 4. Teori memperjelas celah kosong Dengan kemampuannya meringkas fakta fakta saat ini dan melakukan prediksi, maka teori dapat memberikan petunjuk dan memperjelas kawasan mana yang belum dijangkau ilmu pengetahuan. 5. Fakta memprakarsai teori. Terdapat berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori. 6. Fakta memformulasikan kembali teori yang ada. Tidak semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori. 7. Fakta dapat menolak teori. Jika banyak diperoleh fakta yang menunjukkan sebuah teori tidak dapat diformulasikan maka fakta berhak menolak teori tersebut. 8. Fakta memberi jalan mengubah teori.

9. Fakta mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori . Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta baru. Adapun contoh suatu peristiwa terjadi sampai berkembang menajdi teori misalnya ketika kita mengamati bahwa tanah disekitar gunung berapi merupakan tanah yang subur. Ada dua fenomena yang barangkali berkaitan : tanah yang subur dan gunung berapi. Kita melangkah lebih lanjut dan mengambil kesimpulan : gunung berapi yang menyebabkan tanah menjadi subur, tentu kita tidak mungkin mengambil kesimpulan yang sebaliknya, tanah subur menyebabkan gunung berapi. Kita satu langkah lebih maju, kemudian orang lain mengamati bahwa ada tanah yang subur meskipun tidak berada didekat gunung berapi. Dengan bukti yang baru tersebut kita melakukan pengamatan lebih lanjut. Kita sampai pada kesimpulan baru bahwa, bukan gunung berapi itu sendiri yang membuat tanah subur, melainkan zat yang dikeluarkan gubung berapi yang kita namakan humus. Kita memperbaiki kesimpulan kita menjadi humus bisa membuat tanah menjadi subur . Kita sudah membuat teori. Selanjutnya, kita bisa membuat prediksi, kalau tanah diberi humus, tanah tersebut menjadi subur. Misalkan ada seorang petani yang menginginkan tanahnya menjadi subur, kita mempunyai teori humus. Maka kita menyarankan tanah petani tersebut diberi humus biar subur. Jika petani tersebut tidak tahu teori humus, dia akan mencoba-coba cara agar tanah menjadi subur, pertama, mungkin dengan sesajian, kedua, mungkin dengan membeli traktor. Petani tersebut telah melakukan coba-coba (trial and error) yang kurang effisien. Dengan demikian teori bisa meminimalkan coba-coba, dan mengefisienkan kerja kita, dengan asumsi teori tersebut benar.

II.

PERTUMBUHAN, PERGANTIAN DAN PENYERAPAN TEORI Pertumbuhan Teori Teori tumbuh berdasarkan dari fakta yang muncul di lapangan beserta fenomenafenomena yang ada didalamnya baik berupa gejala social maupun natural. Pergantian Teori Teori akan berganti ataun berubah sepanjang ada teori baru yang membantah teori yang lama. Teori baru akan tetap bertahan sepanjang tidak ada yang membantahnya. Perkembangan Teori Teori diharapkan bisa dimanfaatkan oleh para ilmuan untuk kemaslahatan umat manusia dan mengembangkan penelitian-penelitian lebih lanjut. Teori Tumbuh dari Penalaran yang Berdasarkan Pengamatan. Zaman dahulu di Babilonia,orang percaya bahwa bumi itu datar. Di Mesir juga berkembang suatu pengetahuan yang disebut geometri atau ilmu ukur bumi. Ilmu ukur ini menggunakan bidang datar sebagai lkitasan yang kemudian berkembang berbagai hubungan antara titik, garis lurus, sudut antara dua garis yang berpotongan serta bangun geometri pada bidang datar. Pengamatan-Pengamatan Tambahan Dapat Mengubah Teori yang Sudah Ada. Kemudian muncul hasil pengamatan ahli bintang yang melihat bayangan bumi di bulan sewaktu terjadi gerhana bentuknya seperti lingkaran. Demikian juga pengamatan para pelaut yang melihat tiang utama sebuah kapal muncul perlahanlahan dari bawah ufuk, disusul kemudian oleh kapal itu sendiri. Pelaut yang berlayar dari belahan bumi utara arah selatan akan dapat melihat bintang-bintang yang semula tidak tampak karena ada di bawah ufuk. Akhirnya orang beranggapan bahwa bumi itu tidak datar, melainkan bulat. Pengamatanpengamatan tambahan seperti di atas dapat mengubah teori yang sudah ada. Salah Satu Ciri Teori Adalah Bahwa Kebenarannya Dapat Diuji. Dalam pengamatan sebuah kapal layar di atas menggoyahkan teori bahwa bumi itu datar. Hal ini di perkuat kedudukannya oleh keberhasilan Columbus menemukan pelayaran baru ke arah barat. Orang pertama yang mempercayai bentuk bumi bulat adalah Hipparkhus dan Aristoteles. Munculnya Suatu Teori Dapat Memunculkan Teori Yang Lain Dengan berkembangnya mekanika yang dipelopori oleh Newton dan Huygens, anggapan bentuk bumi yang bulat itu mendapat tantangan perubahan. Dalam

karya ilmiahnya Principia Newton membuat penalaran bahwa sumbu bumi yang melalui khatulistiwa lebih panjang 1/230 kali dibandingkan dengan sumbu yang melewati kedua kutubnya. enalaran Newton ini didukung oleh hasil percobaan yang dilakukan oleh suatu ekspedisi ilmiah Perancis ke Guyana. Suatu lonceng bandul yang berjalan tepat di Paris berjalan lebih lambat dua setengah menit setiap harinya di Kayene yang letaknya dekat khatulistiwa. Hal ini juga diperkuat setelah pesawat ruang angkasa diciptakan. Dari pesawat itu seorang antariksawan dapat mengamati bentuk bumi yang sebenarnya. Tidak Boleh Ada Kendala Atas Pembentukan Aristarkhos dari Samos sekitar tahun 270 SM menggangap bumi bergerak mengitari matahari. Teori astronomi Ptolomaios berskitar pada anggapan geosentris ini. Nicholas dari Kusa ( abad XV ) menyanggah hal ini dan mengemukakan bahwa bumilah yang bergerak. Pendapat ini diperkuat oleh Copernicus ( 1543 ) dengan mengatakan bahwa matahari yang menjadi pusat peredaran benda langit sehingga bumilah sebenarnya yang mengitari matahari. Teori heliosentris inilah yang menyebabkan Galileo diadili oleh para pemuka gereja. Setiap orang yang benar-benar yakin akan kebenaran mutlak agamanya tidak perlu takut bahwa sains yang mencari kebenaran itu dapat menemukan fakta yang menunjukkan bahwa agama yang dipeluknya itu benar. Kalau saja ada muncul ketidaksesuaian, maka itu terjadi bukan karena wahyu Allah yang tidak benar, melainkan karena manusia yang menafsirkan wahyu itu telah salah menangkap makna yang benar. Justru tidak adanya kendala yang dikenakan terhadap penggembangan suatu teori dan bidang ilmu tertentu sering kali membantu orang menyadari akan adanya mukjizat yang terangkum didalam ayatayat yang diwahyukan oleh Yang Maha Kuasa. Sebagai contoh, Cairns-Smith (1985) membuat hipotesis bahwa di dalam kisi-kisi mineral tanah liat berbentuk lempeng berlapis yang rusak karena terjadi patahan terdapat gaya-gaya fisik yang membuat mineral liat itu bekerja sebagai katalisator bahan kehidupan seperti RNA dan DNA, dan bahan-bahan pembentuk gen lainnya. Gen-gen inilah bentuk kehidupan yang paling sederhana dan kemudian membuat suatu selubung hingga terjadi inti sel yang mirip bakteri dan selanjutnya. Kalau demikian halnya dapat dipahami mengapa diwahyukan bahwa manusia diciptakan dari tanah liat dan air, karena air juga adalah medium untuk dapat bereaksinya karbon, hidrogen, dan nitrogen menjadi asam-asam amino primitif seperti telah dibuktikan dapat terjadi dengan bantuan bunga api listrik oleh Miller. Sebelum penemuan tentang peranan penting yang dapat dimainkan oleh mineral tanah liat dalam pembentukan kehidupan, orang yang berlagak ilmiah dapat mempertanyakan kebenaran firman Allah yang menyatakan bahwa manusia berasal dari tanah liat. Kebalikannya seseorang yang sangat bertakwa dapat

menganggap seorang ilmuwan yang mempertanyakan kebenaran ayat yang menyatakan bahwa manusia itu dibuat oleh tanah liat sebagai seorang yang murtad. Namun keberaniannya mempertanyakan kebenaran ayat itu memberinya ilham untuk meneliti masalah itu lebih mendalam. Akibatnya ia menemukan berbagai kemungkinan peranan mineral liat sebagai katalisator munculnya zat-zat kimia penunjang kehidupan di bumi ini. III. PENYERAPAN DAN PEREDUKSIAN SUATU TEORI

Thomas S Kuhn menguraikan bahwa Sains tidaklah statis atau stabil tetapi ia terus berkembang seiring dengan perkembangan dan penemuan-penemuan baru. Sebuah teori yang menjadi dasar dari sebuah disiplin ilmu dapat digantikan oleh sebuah teori baru jika ia tidak mampu menjawab perkembangan, pertanyaan dan penemuan baru. Perkembangan dalam dunia Sains dapat bersifat normal dan dapat juga bersifat revolusioner. Perubahan Dalam Sains Yang Bersifat Normal Perkembangan sains terkadang berjalan normal tanpa tanpa gejolak ketika muncul pertanyaan pertanyaan baru dan permasalahan permasalahan baru dalam sebuah disiplin ilmu dan teori lama kurang mampu menjawab hal hal tersebut maka ia disempurnakan dengan penambahan penambahan baru sehingga teori tersebut mampu selaras dengan perkembangan baru yang muncul. Penyempurnaan sebuah teori ilmu yang lama secara perlahan dengan sebuah teori ilmu yang baru tanpa membuang secara keseluruhan teori lama digolongkan Kuhn sebagai perkembangan sains normal. Sebagai contoh, Genetika berdasar Teori Mendel dapat diterangkan dengan menggunakan genetika molekular. Semua ciri-ciri pewarisan yang tadinya didasarkan pada kerja gen-gen yang merupakan konsep abstrak manusia sekarang dicoba diterangkan sebagai kerja enzim-enzim yang memunculkan zat-zat kimia yang menimbulkan sifat-sifat genetika itu. Katakanlah bahwa genetika Mendel telah direduksi menjadi genetika molekular yang keberlakuannya lebih luas dari genetika Mendel. Perubahan Dalam Sains Yang Bersifat Revolusioner Perkembangan sains terkadang juga diisi oleh gejolak dan perubahan mendasar yang demikian cepat yang berdampak digantikannya sebuah teori lama secara total dengan sebuah teori baru. Kuhn menyebutnya sebagai perkembangan sains revolusioner. Sebagai contoh ringkas, dalam bidang fisika sewaktu teori gravitasi Newton diterima orang sebagai cara menerangkan gejala alam, berbagai penyelidikan yang menggunakan

teori itu sebagai dasar mengembangkan teori itu menjadi suatu kumpulan pengetahuan yang kokoh. Ketika teori gravitasi Newton ini ditolak orang karena teori Einstein lebih masuk akal, terjadilah revolusi dalam fisika yang membawa lompatan yang sangat berarti dalam sains. IV. PERTUMBUHAN, PERGANTIAN DAN PENYERAPAN TEORI DALAM DUNIA MATEMATIKA DAN FISIKA (Sebuah Contoh Aktual)

Matematika salah satu pengetahuan yang kita kenal saat ini adalah sebuah disiplin yang memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap perkembangan peradaban manusia. Matematika yang kita kenal saat ini memiliki riwayat yang tidak singkat. (Setidaknya) dimulai dari Euclide (lahir 325 s.m), ia adalah pemikir Yunani yang menyempurnakan Geometri. Demikian sempurnanya Geometri Euclide ia menjadi dasar dari pengembangan disiplin Geometri dan tidak tergeserkan dalam kurun waktu 2000 tahun. Pada saat yang hampir bersamaan Aristoteles membangun dan menyempurnakan Logika yang hingga saat ini menjadi rangka dasar dari bangun Sains. Demikian sempurnanya Logika Aristoteles maka upaya-upaya penyempurnaan logika di masa masa berikutnya hanyalah merupakan pendalaman saja.

BEBERAPA PERKEMBANGAN TEORI ATOM


I. CITRA MANUSIA TENTANG ALAM Allah menciptakan Alam beserta isinya terdiri dari beberapa macam bentuk. Bentuk-bentuk ini dapat berupa benda dan berupa gejala . Wujud bentuk-bentuk ini dapat berupa zat padat, cair maupun gas. Dalam bentuk zat padat umpamanya batu, kayu, dalam bentuk zat cair contohnya air, minyak, dan dalam bentuk zat gas umpamanya gas alam. Dapat pula kita amati bahwa bentuk-bentuk itu berupa gejala contohnya bianglala dan suara. Kesemuanya itu dapat kita amati melalui panca indra kita. Namun demikian tentunya panca indera kita mempunyai keterbatasan, misalnya saja untuk melihat benda-benda yang besarnya tidak kurang dari 0,1 mm dapat kita lihat dengan mata telanjang, sedangkan untuk melihat benda yang ukurannya tidak kurang dari 0,0005 mm dapat digunakan mikroskop, dan benda yang ukurannya besarnya 0,001 mikron. Berkat akal yang kita miliki, kita telah menemukan berbagai macam peralatan yang dapat membantu mengatasi keterbatasan kemampuan mengindera kelima pancaindera kita itu. Teropong bintang yang ada di observatorium bosscha misalnya dapat mendekatkan gambaran benda langit ke bumi sehingga dengan menggunakan alat itu banyak hal yang tadinya tidak kita ketahui mengenai bintang dapat menjadi lebih jelas. Demikian pula dengan bantuan mikroskop kuman yang tadinya tidak tampak oleh mata bugil dapat di amati bagian-bagian selnya digunakan bantuan mikroskop elektron. Oleh karena itu manusia selalu mencari perkembangan ilmu dan pengetahuannya untuk lebih mempermudah lagi manusia dalam mengamati benda benda alam ini. Salah satu pertanyaan yang sejak dulu dikemukakan orang adalah tentang hakikat zat. Mengapa ada benda berbentuk padat, cair, dan gas misalnya sudah dipertanyakan sejak zaman Yunani Kuno. Dengan demikian menjadi sangat menarik untuk menelusuri bagaimana pandangan orang mengenai susunan benda berubah dari masa ke masa. Teori atom dalam ilmu kimia dan fisika adalah teori mengenai sifat benda. Teori ini menyebutkan bahwa semua benda terbentuk dari atom-atom. Dasar filsafat untuk teori ini disebut atomisme. Teori ini dapat diterapkan pada semua fase umum benda seperti yang ditemukan di bumi, yaitu padat, cair, dan gas. Teori ini tidak dapat diterapkan pada plasma atau bintang neutron di mana terjadi lingkungan yang tidak standar, seperti suhu atau densitas ekstrim yang menghambat pembentukan atom. KONSEP ATOM ZAMAN YUNANI Berasal dari bahasa Yunani, a-tomos yang berarti tidak bisa dipotong . Atom menurut Democritus dari Abdera (460 370 SM), adalah bagaikan blok-blok kecil yang

II.

sangat kecil sehingga tidak terlihat lagi, tidak bisa dibagi lagi dan bersifat abadi. Maka atomisme adalah teori filosofis dan ilmiah bahwa kenyataan dibentuk oleh bagianbagian elementer yang tak dapat dibagi yang disebut atom. Democritus beranggapan bahwa ada tak terhingga jenis atom di alam semesta, dimana masing-masing atom mempunyai sifat tersendiri. Atom kayu , sebagai contoh akan berprilaku berbeda dengan Atom air . Sifat-sifat dari atom ini akan terasa dari indera kita, seperti warna, berat dan lain-lain. Perkembangan sains telah mengidentifikasi sejumlah jenis atom, missal ferrum (besi) dan aurum (emas) dan kombinasi atom-atom, missal atom air dari atom hydrogen dan atom oksigen. III. BEBERAPA TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON Pada tahun 1803, John Dalton mengemukakan mengemukakan pendapatnya tentang atom. Teori atom Dalton didasarkan pada dua hukum, yaitu hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier) dan hukum susunan tetap (hukum prouts). Lavosier menyatakan bahwa Massa total zat-zat sebelum reaksi akan selalu sama dengan massa total zat-zat hasil reaksi . Sedangkan Prouts menyatakan bahwa Perbandingan massa unsur unsur dalam suatu senyawa selalu tetap . Gambar model atom seperti bola pejal

Dari kedua hukum tersebut Dalton mengemukakan pendapatnya tentang atom sebagai berikut: 1. Atom merupakan bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat dibagi lagi 2. Atom digambarkan sebagai bola pejal yang sangat kecil, suatu unsur memiliki atomatom yang identik dan berbeda untuk unsur yang berbeda 3. Atom-atom bergabung membentuk senyawa dengan perbandingan bilangan bulat dan sederhana. Misalnya air terdiri atom-atom hidrogen dan atom-atom oksigen 4. Reaksi kimia merupakan pemisahan atau penggabungan atau penyusunan kembali dari atom-atom, sehingga atom tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. B. DMITRI IVANOVICH MENDELEEV ( 1834 1907) Pada tahun 1859 seorang ilmuan Rusia Dmitri Ivanovich Mendeleev menemukan sistem periodik. Berdasarkan pemikiran dari John Dalton (1805) yang menyatakan bahwa setiap atom mempunyai massa, maka Mendeleev membagi elemen-elemen

yang dituliskan dalam kartu-kartu berdasarkan pada ukuran berat atom dalam suatu susunan baris dan kolom, dan dalam satu kolom dituliskan tujuh elemen. Sampai tahun 1971 telah ditemukan 63 unsur dari 92 elemen yang kita ketahui. Termasuk Helium yang belum ditemukan. Perkembangan berikutnya terjadi dua puluh tahun kemudian, dimana Mendeleev menemukan eka-silikon di Jerman, yang telah diprediksinya sebelumnya. Karena temuan-temuannya itu Mendeleev terkenal dimana-mana. Hal yang dapat kita ambil dibalik temuan atom tersebut adalah kaitannya dengan angka-angka. Sebagai contoh ukuran berat atom yang merupakan suatu ukuran kompleksitas. C. MODEL ATOM THOMSON Berdasarkan penemuan tabung katode yang lebih baik oleh William Crookers, maka J.J. Thomson meneliti lebih lanjut tentang sinar katode dan dapat dipastikan bahwa sinar katode merupakan partikel, sebab dapat memutar baling-baling yang diletakkan diantara katode dan anode. Dari hasil percobaan ini, Thomson menyatakan bahwa sinar katode merupakan partikel penyusun atom (partikel subatom) yang bermuatan negatif dan selanjutnya disebut elektron. Atom merupakan partikel yang bersifat netral, oleh karena elektron bermuatan negatif, maka harus ada partikel lain yang bermuatan positifuntuk menetrallkan muatan negatif elektron tersebut. Dari penemuannya tersebut, Thomson memperbaiki kelemahan dari teori atom dalton dan mengemukakan teori atomnya yang dikenal sebagai Teori Atom Thomson. Yang menyatakan bahwa: Atom merupakan bola pejal yang bermuatan positif dan didalamya tersebar muatan negatif elektron Model atom ni dapat digambarkan sebagai jambu biji yang sudah dikelupas kulitnya. biji jambu menggambarkan elektron yang tersebar marata dalam bola daging jambu yang pejal, yang pada model atom Thomson dianalogikan sebagai bola positif yang pejal. Gambar Model Atom Thomson seperti roti kismis

D.

MODEL ATOM RUTHERFORD Rutherford bersama dua orang muridnya (Hans Geigerdan Erners Masreden)melakukan percobaan yang dikenal dengan hamburan sinar alfa ( ) terhadap lempeng tipis emas. Sebelumya telah ditemukan adanya partikel alfa, yaitu partikel

yang bermuatan positif dan bergerak lurus, berdaya tembus besar sehingga dapat menembus lembaran tipis kertas. Percobaan tersebut sebenarnya bertujuan untuk menguji pendapat Thomson, yakni apakah atom itu betul-betul merupakan bola pejal yang positif yang bila dikenai partikel alfa akan dipantulkan atau dibelokkan. Dari pengamatan mereka, didapatkan fakta bahwa apabila partikel alfa ditembakkan pada lempeng emas yang sangat tipis, maka sebagian besar partikel alfa diteruskan (ada penyimpangan sudut kurang dari 1), tetapi dari pengamatan Marsden diperoleh fakta bahwa satu diantara 20.000 partikel alfa akan membelok sudut 90 bahkan lebih. Berdasarkan gejala-gejala yang terjadi, diperoleh beberapa kesimpulan beberapa berikut: 1. Atom bukan merupakan bola pejal, karena hampir semua partikel alfa diteruskan 2. Jika lempeng emas tersebut dianggap sebagai satu lapisanatom-atom emas, maka didalam atom emas terdapat partikel yang sangat kecil yang bermuatan positif. 3. Partikel tersebut merupakan partikelyang menyusun suatu inti atom, berdasarkan fakta bahwa 1 dari 20.000 partikel alfa akan dibelokkan. Bila perbandingan 1:20.000 merupakan perbandingan diameter, maka didapatkan ukuran inti atom kira-kira 10.000 lebih kecil daripada ukuran atom keseluruhan. Model Atom Rutherford Seperti Tata surya

Berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan dari percobaan tersebut, Rutherford mengusulkan model atom yang dikenal dengan Model Atom Rutherford yang menyatakan bahwa Atom terdiri dari inti atom yang sangat kecil dan bermuatan positif, dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif. Rutherford menduga bahwa didalam inti atom terdapat partikel netral yang berfungsi mengikat partikel-partikel positif agar tidak saling tolak menolak. E. MODEL ATOM NIELS BOHR Pada tahun 1913, pakar fisika Denmark bernama Niels Bohr memperbaiki kegagalan atom Rutherford melalui percobaannya tentang spektrum atom hidrogen. Percobaannya ini berhasil memberikan gambaran keadaan elektron dalam menempati daerah disekitar inti atom. Penjelasan Bohr tentang atom hidrogen melibatkan

gabungan antara teori klasik dari Rutherford dan teori kuantum dari Planck, diungkapkan dengan empat postulat, sebagai berikut: 1. Hanya ada seperangkat orbit tertentu yang diperbolehkan bagi satu elektron dalam atom hidrogen. Orbit ini dikenal sebagai keadaan gerak stasioner (menetap) elektron dan merupakan lintasan melingkar disekeliling inti. 2. Selama elektron berada dalam lintasan stasioner, energi elektron tetap sehingga tidak ada energi dalam bentuk radiasi yang dipancarkan maupun diserap. 3. Elektron hanya dapat berpindah dari satu lintasan stasioner ke lintasan stasioner lain. Pada peralihan ini, sejumlah energi tertentu terlibat, besarnya sesuai dengan persamaan planck, E = hv. 4. Lintasan stasioner yang dibolehkan memilki besaran dengan sifat-sifat tertentu, terutama sifat yang disebut momentum sudut. Besarnya momentum sudut merupakan kelipatan dari h/2 atau nh/2 , dengan n adalah bilangan bulat dan h tetapan planck. Menurut model atom bohr, elektron-elektron mengelilingi inti pada lintasanlintasan tertentu yang disebut kulit elektron atau tingkat energi. Tingkat energi paling rendah adalah kulit elektron yang terletak paling dalam, semakin keluar semakin besar nomor kulitnya dan semakin tinggi tingkat energinya. odel atom Bohr

F.

HENRY MOSELEY (1887 1915) Henry Moseley dalam laboratorium Rutherford melakukan eksperimen konfirmasi terhadap model Bohr pada fenomena baru berupa garis-garis pada spektrum sinar energi tinggi X yang tidak terlihat oleh mata tetapi yang terbentuk dengan cara yang sama yaitu loncatan elektron dari orbit yang lebih luar ke orbit yang lebih dalam. ILMUAN-ILMUAN LAIN Ilmuan-ilmuan lain yang berperan dalam perkembangan teori atom antara lain: James Chadwick menemukan Neutron pada tahun 1932; Enrico Fermi (1901-1954) menemukan reaksi Nuklir; dan Hans Bethe (1906) menemukan teori fusi Hidrogen.

G.

Perkembangan Pemikiran Tentang Pembentukan Alam Raya

Alam raya = maya pada = alam semesta Pandangan Tentang Pembentukan Alam Raya dari Berbagai Peradaban Pandangan dari bangsa Mesir Purba tentang alam raya, mereka percaya bahwa alam raya ini dikuasai dikuasai Dewi Langit Nut yang tubuhnya bertaburan bintang, memayungi alam raya sambil menopang langit agar tidak runtuh menekan bumi. Setiap malam Dia menelan matahari dan memuntahkannya di pagi hari. Di antara pagi dan malam hari matahari berlayar di langit dengan menggunakan perahu. Selain dewi Nut di bawahnya berkuasa Dewa Udara Syu, di bawah lagi ada Dewa bumi Geb. Menurut pandangan bangsa Babilonia, mereka percaya bahwa bumi merupakan pusat alam semesta dan mereka beranggapan bumi sebagai suatu gunung yang berongga di bawahnya dan ditopang oleh suatu samudera. Angkasa melengkung di atas bumi , berdiri tegak di antara perairan abawah dan perairan atas samudra, yang kadang-kadang turun ke bumi berupa hujan. Sewaktu ilmu pengetahuan modern mulai berkembang setelah Eropa kembali ke zaman Kabangkitan pada abad ke 17, pandangan orang mengenai asal usul kehidupan dibentuk oleah ajaran yang tearcantum dalam Perjanjian Lama pada Kitab Genesis. Dalam kitab ini memuat ajaran tentang bumi yang mirip dengan pandangan orang Babilonia. Bedanya bahwa di atas angkasa di langit ada suatu tempat yang disebut Surga yaitu tempat Tuhan Y ang Maha Esa bertakhta, sedangkan dibawah bumi terdapat suatu tempat yang disebut Neraka seperti gambar berikut ( Konsep Bumi berdasarkan kitab kejadian ). Sebagian besar bangsa Yunani Kuno percaya bahwa bumi adalah pusat alam raya, Pada sekitar tahun 140 M muncul teori Ptolemaios tentang sistem tata surya di alam semesta yang didasari oleh konsep geosentrisme. Ia beranggapan bahwa bumi tetap pada tempatnya sedangkan bulan, merkurius, venus matahari, saturnus dan yupiter mengelilingi bumi dalam gerakan yang melingkar. Teori ini bertahan sampai akhir abad ke- 18, walau demikian sebelum abad ke-18 yaitu tahun 1543 telah muncul teori Heliosentrisme yang dikemukakan oleh Copernicus, Ia beranggapan bahwa matahari sebagai pusat tata surya yang dikelilingi oleh enam planet yang ketika itu baru diketahui yaitu merkurius, venus, bumi, mars, yupiter dan saturnus . Menurutnya ke enam planet tersebut mengitari matahari melewati lintasan berbentuk lingkaran. Namun terakhir berdasarkan hasil penelitian Johannes Kepler memperkuat teori Heliosentrisme dengan mengubah bentuk lintasan planet dari lingkaran menjadi elips.

Dengan majunya teknologi pembuatan teleskop, pada abad ke-18 astronom Inggris Sir William Herschel dapat melihat bentuk gugus bintang Bima Sakti serta mengamati bentukbentuk menyerupai awan yang terang di angkasa yang dinamakan Nebula. Pada tahun 1981 astronom Amerika Serikat Edwin Powell Hubble menyatakan bahwa Nebula yang diamati oleh Herschel adalah galaksi juga yang letaknya lebih jauh dari galaksi Bima Sakti. Sekarang telah diketahui lebih dari seratus juta galaksi, yang masing-masing galaksi terdiri atas berjuta-juta bintang, masing-masing serupa dengan mmatahari. Dari galaksi Bima Sakti sendiri diketahui bahwa bintang-bintang yang terdapat di dalamnya termasuk matahari sekitar 100 milyard yang bertebaran dalam bentuk cakram, yang berdiameter 100 ribu tahun cahaya dan tebalnya 5 ribu tahun cahaya ( 1 tahun cahaya = 9,46 x 1012 km. Matahari kita salah satu anggota galaksi yang letaknya 50 ribu tahun cahaya dari pusat galaksi Bima Sakti, jadi Matahari bukan pusat alam raya juga bukan pusat galaksi Bima sakti. Letak tata surya kita bahkan hampir ditepi galaksi Bima sakti, sehingga dulu orang menyangka bahwa Bima Sakti itu lepas dari sistem tatasurya. Dalam kenyataannya tatasurya kita sebagai anggota galaksi Bima Sakti ikut berputar disekitar pusat cakram galaksi Bima Sakti dengan satu putaran penuh 250 juta tahun. Teori-teori tentang Pembentukan Alam Raya A. Teori Kabut Teori kabut dikemukakan oleh dua orang ilmuwan yaitu Imanuel Kant (1724-1804) seorang ahli filsafat bangsa Jerman dan Piere Simon LaPlace (1749-1827) ahli astronomi bangsa Perancis. Kant mengemukakan teorinya tahun 1755, sedangkan LaPlace mengemukakan pada tahun 1796 dengan nama Nebular Hypothesis. Menurut Kant , pada awalnya alam raya merupakan gumpalan kabut ( nebula) yang mengandung debu dan gas, terutama gas helium dan hidrogen. Kabut bergerak dan berputar dengan kecepatan yang sangat lambat sehingga lama kelamaan suhunya menurun dan massanya terkonsentrasi. Kemudian perputaran nya menjadi lebih cepat sehingga membentuk sebuah cakram dengan massa terpusat di tengah-tengah cakram. Perputaran yang semakin cepat menyebabkan terbentuk cincin atau gelang-gelang gas yang memisahkan diri dari bagian luar cakram sehingga terbentuk suatu cakram yang mengandung sedikit kabut di bagian tengah dan beberapa lapis cincin di sekelilingnya. Cincin-cincin kemudian memadat dan membeku sehingga terbentuk planet-planet, sedangkan massa pada bagian pusat membeku membentuk matahari. (Penggambaran teori kabut menurut Kant) Menurut LaPlace, tata surya berasal dari kabut panas yang berpilin membentuk bola besar. Kemudian terjadi proses pendinginan dan pengkerutan sehingga bola mengecil membentuk cakram yang berputar makin cepat. Selanjutnya sebagian massa gas pada bagian luar cakram menjauh dari gumpalan intinya dan membentuk cincin-cincin. Cincin

ini kemudian membentuk gumpalan padat sehingga terbentuklah planet-plenet dan satelit, sedangkan bagian massa gas yang ditinggalkan di bagian pusat piringan pada inti membentuk matahari. B. Teori Bintang Kembar Menurut teori bintang kembar, awalnya ada dua buah bintang yang berdekatan (bintang kembar), salah satu bintang tersebut meledak dan berkeping-keping. Akibat pengaruh gravitasi dari bintang kedua, maka keping-keping ini bergerak mengelilingi bintang tersebut dan berubah menjadi plnet-planet. Sedangkan bintang yang tidak meledak adalah matahari. Teori ini mempunyai kelemahan karena berdasarkan analisis matematis yang dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa momentum anguler dalam sistem tatasurya yang ada sekarang ini tidak mugkin dihasilkan oleh peristiwa tabrakan dua buah bintang. C. Teori Ledakan Maha Dahsyat ( Big Bang) Pendapat kaum materialis yang berlaku selama beberapa abad hingga awal abad ke -20 menyatakan, bahwa alam semesta memiliki dimensi tak terbatas, tidak memiliki awal, dan akan tetap ada untuk selamanya. Menurut pandangan ini yang disebut model alam semesta yang statis , alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir. Dengan memberikan dasar bagi filosofi materialis, pandangan ini menyangkal adanya Sang Pencipta, dengan menyatakan bahwa alam semesta ini adalah kumpulan materi yang kostan, stabil , dan tidak berubah-ubah. Namun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ke-20 menghancurkan konsep-konsep primitif seperti model-model alam yang stasis. Pada awal abad ke-21 melalui sejumlah percobaan, pengamatan, dan perhitungan, fisika modern telah mencapai kesimpulan bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang terjadi dalam sekejap. Peristiwa ini dikenal dengan Ledakan Maha Dahsyat Big Bang , membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun yang lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal.Pada awalnya alam semesta ini berupa satu massa mahapadat. Massa mahapadat ini dapat dianggap satu atom mahapadat dengan ukuran maha kecil yang kemudian mengalami reaksi radioaktif dan akhirnya menghasilkan ledakan maha dahsyat .Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada. Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi , energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi dan waktu.

Pandangan Islam Tentang Pembentukan Alam Raya Sangat menarik untuk membandingkan konsep pembentukan alam raya berdasarkan Islam dengan teori yang dikemukakan para ahli kosmologi akhir-akhir ini Allah menurunkan Al Quran kepada manusia empat belas abad yang lalu. Beberapa fakta yang baru dapat diungkap dengan teknologi abad ke-21 ternyata telah dinyatakan Allah dalam Al Quran empat belas abad yang lalu. Dalam Al Quran, terdapat banyak bukti yang memberikan informasi dasar mengenai beberapa hal seperti penciptaan alam semesta. Kenyataan bahwa dalam Al Quran tersebut sesuai dengan temuan terbaru ilmu pengetahuan modern adalah hal penting, karena keasesuaian ini menegaskan bahwa Al Quran adalah firman Allah . Al Qur an surat Fussilat (41:11) yang artinya: Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa . Keduanya menjawab: Kami datang dengan suka hati . Kata asap dalam ayat tersebut menurut para ahli tafsir adalah merupakan kumpulan dari gas-gas dan partikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada tempratur yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau kurang stabil. Salah satu teori mengenai terciptanya alam semesta ( teori Big Bang), disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari sebuah ledakan kosmis sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta.Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam sebuah titik. Sekarang , mungkin ada di antara kita yang ingin tahu bagaimana Al Quran menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta ini. Dalam Al Quran surat Al-Anbiya (21:30) disebutkan Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu (sebingkah penuh), kemudian Kami pisahkan antara keduanya.Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? . Berdasarkan terjemahan dan tafsir Bachtiar Surin (1978:692) ditafsirkannya bahwa matahari adalah benda angkasa yang menyala-nyala yang telah berputar keliling sumbuhnya sejak berjuta-juta tahun. Dalam proses perputarannya dengan kecepatan tinggi itu, maka terpelantinglah bingkah-bingkahan yang akhirnya menjadi bumi dan beberapa benda angkasa lainnya dari bingkahan matahari itu. Masing-masing bingkah beredar menurut garis tengah lingkaran matahari, semangkin lama semangkin bertambah jauh juga, hingga masing-masingnya menempati garis edarnya yang sekarang. Dan seterusnya akan tetap beredar dengan teratur sampai batas waktu yang hanya diketahui oleh Allah S.W.T Kemudian Surat Adz Dzaariyaat (51:47) Dan langit , dengan kekuasaan Kami,Kami bangun dan Kami akan memuaikannya selebar-lebarnya

Teori Ledakan Maha Dahsyat ( Big Bang ) juga mengatakan adanya pemuaian alam semesta secara terus menerus dengan kecepatan maha dahsyat yang di umpamakan mengembangnya permukaan balon yang sedang ditiup, yang mengisyaratkan bahwa galaksi akan hancur kembali.

Isyarat ini sudah dijelaskan dalam surat Al-Anbiya (21:104) (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya Dalam surat At-Talaq (65:12) yang artinya: Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pulah bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmunya benar-benar meliputi segala sesuatu Ayat ini mengisyaratkan bahwa ruang angkasa terdiri dari 7 lapis Dalam surat Al-Sajda (32:4) yang artinya : Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa... . Uraian penciptaan langit dan bumi dan apa-apa yang ada antara keduanya , terdapat dalam surat Fush-Shilat ayat 9,10 dan 12. yang perincian tafsirannya sebagai berikut: Tahapan pertama penciptaan bumi 2 rangkaian waktu, tahapan kedia penyempurnaan aparat bumi....2 rangkaian waktu, tahap ketiga penciptaan (angkasa raya) dan planet-planetnya 2 rangkaian waktu. Jadi terbentuknya alam raya ini terjadi dalam 6 rangkaian waktu atau 6 masa.
Selain surat-surat tersebut di atas masih banyak lagi yang menjelaskan tentang terbentuknya alam raya ini , namun dari yang telah kami sajikan dalam ringkasan ini terlihat bahwa secara umum proses terciptanya alam raya ini berlangsung dalam 6 masa dimana tahapan dalam proses tersebut saling berkaitan. Disebutkan juga bahwa terciptanya alam raya ini terjadi melalui proses pemisahan massa yang tadinya satu .

Pandangan Tentang Terciptanya Bumi

Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa berbeda dengan makhluk hidup yang lain. Manusia dilengkapi oleh akal dan pikiran yang selalu tumbuh, berkembang, dan semakin maju sehingga mampu mengenal alam dan lingkungan sekitarnya serta dapat pula menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan fenomena alam. Sejak berabad-abad yang lalu, manusia selalu mencoba membuka tabir rahasia pergerakan benda-benda angkasa yang ada disekitar bumi dan akhirnya manusia sampai pada suatu kesimpulan bahwa benda-benda langit tersebut terikat dalam suatu system yang saling mempengaruhi dan system ini disebut tata surya. Tata surya didefinisikan sebagai susunan benda-benda langit yang terdiri dari matahari, planet, asteroid, komet, serta meteoroid, dengan matahari sebagai pusat tata surya. Planet sudah ditemukan manusia sejak abad ke-3 sebelum masehi, yang artinya pengembara . Salah satu planet tersebut adalah BUMI. BUMI Bumi terletak pada deretan ke-3 dari matahari dengan jarak rata-rata terhadap matahari sekitar 150 juta km. Jarak matahari-bumi ini ditetapkan sebagai satu satuan astronomi. Bumi merupakan planet tempat manusia hidup dan berkembang dan satu-satunya planet yang sampai saat ini diketahui mempunyai kehidupan. Adapun beberapa Pendapat tentang bumi, yaitu : 1. Menurut bangsa Babilonia, bumi dianggap sebagai sesuatu yang berongga, yang ditopang oleh samudra angkasa melengkung diatas bumi, berdiri tegak antara perairan bawah dan perairan atas samudra,yang kadang kadang turun ke bumi berupa hujan. 2. Sebagian besar bangsa Yunani Kuno percaya bahwa bumi adalah pusat alam raya, pada sekitar tahun 140 M muncul teori Ptolemaios tentang sistem tata surya dialam semesta yang didasari oleh konsep geosentrisme, yang beranggapan bahwa bumi tetap pada tempatnya,sedangkan planet planet lain mengitarinya. Bumi Menurut Kitab Kejadian Menurut Kitab Kejadian( Genesis 1 )terciptanya bumi berlangsung selama enam hari. Pada mulanya sewaktu tuhan menciptakan alam raya, bumi tanpa bentuk , kosong. Dan gelap gulita. Pada hari pertama diciptakan siang dan malam. Pada hari kedua diciptakan kubah yang dinamakan angkasa, yang memisahkan air dibawahnya

dari air diatasnya. Pada hari ketiga diciptakan daratan dan lautan. Daratan kemudian diperintahkan menghasilkan berbagai jenis tumbuhan yang menghasilkan bebijian dan buah-buahan. Pada hari keempat diciptakan lentera- lentera untuk menerangi bumi. Lentera-lentera itu ialah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Pada hari kelima diciptakan hewan penghuni air seperti ikan dan hewan penghuni udara seperti burung-burung. Pada hari keenam Tuhan menciptkan hewan daratan dan manusia. Kepada manusia Tuhan menguasakan pengelolaan ikan, burung, dan satwa piaraan maupun liar. Semua diciptakan-Nya berpasangan agar dapat berkembang biak. Kepada manusia diperintahkan agar mempunyai anak banyak agar mereka menyebar ke seluruh penjuru bumi dan mengelolanya termasuk semua makhluk hidup yang ada di bumi. Tuhan juga mengatur pembagian makanan yang diperlukan manusia dan hewan. Lengkaplah alam raya itu tercipta pada hari ketujuh dan Tuhanpun berhenti bekerja. Diberkatinya hari ke tujuh itu dan dikhususkannya sebagai beristirahat bagi manusia. Jadi Dalam Kitab Kejadian ini secara implisit mengatakan bahwa semua makhluk hidup yang ada di dunia ini sudah tercipta sejak awal alam raya ini diciptakan.Pandangan ini dikukuhkan di dalam sains biologi oleh ilmuwan botani Swedia Linne pada tahun 1737 dalam dalam bentuk ajaran Kelestarian Jenis. Tahun 1658, Uskup Agung Henry Ussher dari Armagh, Irlandia, bahwa bumi tercipta di sekitar tahun 4004 SM. Bahkan seorang gerejawan lain telah mengukur terjadi dan terbentuknya bumi pada tanggal 23 Oktober 4004 SM pukul 9 pagi. Terciptanya Bumi Menurut Al-Quran Al-A raf : 54, Sesungguhnya Tuhanmu, ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam satuan waktu, lalu Dia menguasai singgasana. Ditutupi-Nya siang dengan malam yang mengejarnya dengan tergesa-gesa. Dan matahari dan bulan, dan bintang-bintang, semuanya tunduk dibawah pengaturannya. Sesungguhnya kepunyaan-Nya lah semua ciptaan dan zat. Maha Tinggi Allah Tuhan Semesta Alam. Yunus : 3, Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam satuan waktu. Kemudian Dia bersemayam di atas Singgasana, mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang dapat memberikan pembelaan pada kari kiamat, kecuali setelah ada izin-Nya. Yang mempunyai sifat-sifat demikian, itulah Allah, Tuhanmu! Karena itu sembahlah Dia! Mengapa kamu tidak mengingat? Hud : 7, Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam satuan waktu. Singgasana-Nya sebelum itu ada di atas air. Hal itu untuk menguji kamu, siapa di antaramu yang terbaik pekerjaannya. Demi Allah, jika engkau katakan : sungguh! Kamu pasti akan dibangkitkan kelak sesudah mati niscaya orang-orang kafir itu akan menjawab : Ini adalah nyata-nyata ilmu sihir .

Al-Furqan : 59, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dalam enam satuan waktu. Kemudian ia bertakhta di singgasanaNya. Dia Maha Pengasih! Tanyakan hal itu kepada orang yang mengetahui tentang Dia. Dari surat-surat tersebut terlihat bahwa, secara umum proses terciptanya jagat raya ini berlangsung dalam 6 periode atau masa dimana tahapan dalam proses tersebut saling berkaitan. Dan melalui proses pemisahan massa tadinya bersatu padu dan disebutkan pula tentang lebih dari satu langit dan bumi. Al-Quran surat Fussilat ayat 9 12, menceritakan bahwa bumi lebih dahulu diciptakan daripada Langit, sebagaimana firman-Nya : * * * Katakanlah : Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat demikian) itulah Tuhan alam semesta . Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)-nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih berupa asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi : Datanglah kamu keduanya menuruti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa . Keduanya menjawab : Kami datang dengan suka hati . Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (QS. Fushshilat : 9-12). Berkata Imam Ibnu Katsir : Ayat ini menunjukkan bahwa bumi tercipta sebelum langit, karena bumi itu bagaikan pondasi dari sebuah bangunan (Al-Bidayah wanNihayah 1/29). Dan beliau juga berkata dalam Tafsir-nya : Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena bumi adalah pondasi dan pada dasarnya sesuatu itu diawali dari pondasinya baru kemudian atapnya (Lihat Hidayatul-Hairan oleh Syaikh Abdul-Karim Al - Humaid halaman 33). Dan ini pulala yang dikatakan Ibnu Abbas radliyallaahu anhu sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa terciptanya bumi itu sebelum langit. Berkata Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir beliau (1/89) : Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini, kecuali yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir dari Qatadah .Adapun firman Allah ta ala :

* * * *

Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya, dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu . (QS. An-Naazi aat : 27-33). Makna bukan menciptakan, karena Allah telah menafsirkan maknanya dalam ayat selanjutnya, bahwa makna dihyah adalah : mengeluarkan air, menumbuhkan tumbuhan, dan lainnya. Jadi proses terjadinya alam semesta adalah Allah menciptakan bumi, lalu menciptakan langit bersama matahari, bulan, dan bintanggemintangnya; lalu setelah menyempurnakannya maka Allah mengeluarkan mata air dari bumi dan menumbuhkan tumbuhan serta lainnya. (Lihat Al-Bidayah wanNihayah 1/30).

PERTARUNGAN PENDAPAT TENTANG ASAL-USUL KEHIDUPAN

KONSEP HIDUP DAN ASAL-USUL KEHIDUPAN Suatu benda dikatakan hidup jika mampu menunjukkan ciri-ciri kehidupan yaitu : memerlukan nutrisi, bergerak, bernafas, tumbuh dan berkembang, melakukan ekskresi/ pengeluaran sisa-sisa metabolisme, berkembang biak, peka terhadap rangsangan (iritabilita), koordinasi, dan adaptasi. Asal Usul Kehidupan 1. Teori Abiogenesis Pemuka paham ini adalah ilmuwan bangsa Yunani, yaitu Aristoteles (394-322 sebelum masehi). Teorinya mengatakan kalau makhluk hidup yang pertama menghuni bumi ini adalah berasal dari benda mati. Timbulnya makhluk hidup pertama itu terjadi secara spontan karena adanya gaya hidup. Oleh karena itu paham abiogenesis disebut juga paham generatio spontanea. Paham ini bertahan cukup lama, yaitu semenjak zaman Yunani kuno (ratusan tahun sebelum masehi) hingga pertengahan abad ke 17. Pada pertengahan abad ke 17 paham ini seolah-olah diperkuat oleh antonie van Leeuweunhoek, seorang bangsa Belanda. Dia menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk melihat jentik-jentik (makhluk hidup) amat kecil pada setetes rendaman air jerami. Hal inilah yang seolah-olah memperkuat paham abiogenesis. 2. Teori Biogenesis Setelah bertahan cukup lama, paham abiogenesis mulai diragukan. Beberapa ahli kemudian mengemukakan paham biogenesis. Beberapa ahli yang mengemukakan paham biogenesis antara lain : a. Francesco Redi (Italia, 1626-1697) Redi menentang teori abiogenesis dengan mengadakan percobaan menggunakan toples dan daging. Toples 1 diisi daging yang ditutup rapat-rapat. Toples 2 diisi daging dan ditutup kain kasa. Toples 3 diiisi daging dan dibuka. Ketiga toples ini dibiarkan beberapa hari. Dari hasil percobaan ini ia mengambil kesimpulan sebagai berikut : Larva (kehidupan) bukan berasal dari daging yang membusuk tetapi berasal dari lalat yang dapat masuk ke dalam tabung dan bertelur pada keratin daging.

b. Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729-1799) Spallanzani menentang pendapat John Needham (penganut paham abiogenesis), menurutnya kehidupan yang terjadi pada air kaldu disebabkan oleh pemanasan yang tidak sempurna. Kesimpulan percobaan spallanzani adalah : pada tabung terbuka terdapat kehidupan berasal dari udara, pada tabung tertutup tidak terdapat kehidupan, hal ini membuktikan bahwa kehidupan bukan dari air kaldu. c. Louis Pasteur (Perancis, 1822-1895) Louis Pasteur melakukan percobaan yang menyempurnakan percobaan Spalanzani. Pasteur mlakukan percobaan menggunakan labu yang penutupnya leher angsa, bertujuan untuk membuktikan bahwa mikroorganisme terdapat di udara bersama dengan debu. Hasil percobaannya adalah sebagai berikut :
y y

Mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari benda mati (cairan) tetapi dari mikroorganisme yang terdapat di udara Jasad renik terdapat di udara bersama dengan debu

Dari percobaan ini, gugurlah teori abiogenesis tersebut. Pasteur terkenal dengan semboyannya Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo yang mengandung pengertian : kehidupan berasal dari telur dan telur dihasilkan makhluk hidup, makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya, makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga. Di samping dua teori di atas, masih ada lagi beberapa teori tentang asal usul kehidupan. Beberapa teori yang dikembangkan ilmuan antara lain : a. teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat supranatural ( gaib) pada saat yang istimewa b. Teori kosmozoan, yang menyatakan bahwa kehidupan yang ada di planet ini berasal dari mana saja c. Teori evolusi biokimia, yang menyatakan bahwa kehidupan ini muncul berdasarkan hukum fisika, kimia, dan biologi d. Teori keadaan mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul. Beberapa ilmuan yang membuktikan teori evolusi kimia antara lain Harold Urey, Stanley Miller, dan Alexander Oparin

- Teori Harold Urey, menurutnya zat hidup yang pertama kali mempunyai susunan menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut mengalami perkembangan menjadi berbagai jenis makhluk hidup. Urey berpendapat bahwa kehidupan terjadi pertamakali di udara (atmosfer). Pada saat tertentu dalam sejarah perkembangan terbentuk atmosfer yang kaya akan molekul- molekul CH4, NH3, H2, H2O. karena adanya loncatan listrik akibat halilintar dan sinar kosmik terjadi asam amino yang memungkinkan terjadi kehidupan. - Eksperimen Stanley miller, Stanley Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan. Dia melakukan percobaan untuk menguji hipotesis Harold Urey. Dari hasil eksperimennya Miller dapat memberikan petunjuk bahwa satuansatuan kompleks di dalam system kehidupan seperti lipida, karbohidrat, asam amino, protein, nukleotida dan lain-lain dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. - Teori Evolusi Biologi Oparin, dia berpendapat bahwa kehidupan pertama terjadi di cekungan pantai dengan bahan-bahan timbunan senyawa organic dari lautan. Timbunan senyawa organic ini disebut sop purba atau sop primordial. Meskipun banyak petunjuk yang diberikan, asal usul kehidupan masih misteri. Seandainya misteri ini terbongkar, mungkinkah manusia akan menjadi pencipta yang bahkan bisa menciptakan kehidupan? Asal Usul Kehidupan menurut teori evolusi Teori evolusi ini dipelopori oleh seorang ahli zoologi bernama Charles Robert Darwin (18091882). Dalam teorinya ia mengatakan : "Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan". Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia. Menurutnya manusia sekarang ini adalah hasil yang paling sempurna dari perkembangan tersebut secara teratur oleh hukum-hukum mekanik seperti halnya tumbuhan dan hewan. Kemudian lahirlah suatu ajaran(pengertian) bahwa manusia yang ada sekarang ini merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar (manusia kera berjalan tegak) selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Tetapi dalam hal ini Darwin sendiri kebingungan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Walaupun pernyataan Darwin dalam bukunya yang berjudul "The Origin of Species" dapat dikatakan sukses besar karena membahas masalah yang menyangkut asal usul manusia, namun hal ini hanyalah bersifat dugaan belaka. Hal ini diantaranya merupakan kelemahan teori yang dikemukakan oleh Darwin. Tidak ada titik temu antara teori yang ada dengan kenyataan. Sebagai contoh, para ahli zoologi sangat

akrab dengan suatu species yang bernama panchronic yang tetap sama sepanjang masa. Juga ganggang biru yang diperkirakan telah ada lebih dari satu milyar tahun namun hingga sekarang tetap sama. Yang lebih jelas lagi adalah hewan sejenis biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada. Di dalam teorinya Darwin berpendapat bahwa manusia berasal dari perkembangan makhluk sejenis kera yang sederhana kemudian berkembang menjadi hewan kera tingkat tinggi sampai akhirnya menjadi manusia. Makhluk yang tertua yang ditemukan dengan bentuk mirip manusia adalah Australopithecus yang diperkirakan umurnya antara 350.000 1.000.000 tahun dengan ukuran otak sekitar 450 - 1450 cm3. Perkembangan dengan perubahan volume otak ini besar pengaruhnya bagi kecerdasan otak manusia. Australopithecus yang mempunyai volume otak rata-rata 450 cm3 berevolusi menjadi manusia kera (Neandertal) yang mempunyai volume otak 1450 cm3. Dari penelitian ini diperkirakan dalam waktu antara 400.000-500.000 tahun volume otak itu bertambah 1000 cm3. Tetapi anehnya perkembangan dari Neandertal ke manusia modern sekarang ini selama 100.000 tahun volume otaknya tidak berkembang. Teori ini tidak mengemukakan alasannya. Asal Usul Kehidupan Menurut Harun Yahya Evolusionis menyatakan bahwa makhluk hidup membentuk diri mereka sendiri secara mandiri dari benda mati. Namun, ini adalah dongeng takhayul abad pertengahan yang bertentangan dengan hukum dasar biologi. Bagi kebanyakan orang, pertanyaan "apakah manusia berasal dari kera atau tidak" muncul dalam benak mereka ketika teori Darwin disebutkan. Tapi sebelum membahas masalah ini, sebenarnya masih terdapat beragam pertanyaan yang harus dijawab oleh teori evolusi. Pertanyaan pertama adalah bagaimana makhluk hidup pertama muncul di bumi. Evolusionis menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa makhluk hidup pertama adalah sel tunggal yang terbentuk dengan sendirinya dari benda mati secara kebetulan. Menurut teori ini, pada saat bumi masih terdiri atas bebatuan, tanah, gas dan unsur lainnya, suatu organisme hidup terbentuk secara kebetulan akibat pengaruh angin, hujan dan halilintar. Tetapi, pernyataan evolusi ini bertentangan dengan salah satu prinsip paling mendasar biologi: Kehidupan hanya berasal dari kehidupan sebelumnya, yang berarti benda mati tidak dapat memunculkan kehidupan. Kepercayaan bahwa benda mati dapat memunculkan kehidupan sebenarnya sudah ada dalam bentuk kepercayaan takhayul sejak abad pertengahan. Menurut teori ini, yang disebut "spontaneous generation", tikus diyakini dapat muncul secara alami dari gandum,

atau larva lalat muncul "tiba-tiba dengan sendirinya secara kebetulan" dari daging. Saat Darwin mengemukakan teorinya, keyakinan bahwa mikroba dengan kemauan sendiri membentuk dirinya sendiri dari benda mati juga sangatlah umum. "LUMPUR YANG BERUBAH MENJADI MAKHLUK HIDUP" Nama ilmiah dari gambar di samping ini adalah "Bathybius Haeckelii", yang berarti "Lumpur Haeckel". Ernst Haeckel, seorang pendukung gigih teori evolusi, mencoba mengamati lumpur yang berhasil dikeruk dengan cawan dan menganggapnya sangat menyerupai sejumlah sel yang dilihatnya di bawah mikroskop. Berdasarkan pengamatan ini, ia menyatakan bahwa lumpur ini adalah materi tak hidup yang berubah menjadi organisme hidup. Haeckel dan rekannya, Darwin, meyakini kehidupan memiliki struktur sederhana sehingga dapat terbentuk dari benda mati. Akan tetapi, ilmu pengetahuan abad ke-20 menunjukkan bahwa kehidupan tidak pernah dapat muncul dari sesuatu yang tak hidup. Penemuan biologiwan Prancis, Louis Pasteur, mengakhiri kepercayaan ini. Sebagaimana perkataannya: "Pernyataan bahwa benda mati dapat memunculkan kehidupan telah terkubur dalam sejarah untuk selamanya". Setelah Pasteur, para evolusionis masih berkeyakinan bahwa sel hidup pertama terbentuk secara kebetulan. Namun, semua percobaan dan penelitian yang dilakukan sepanjang abad ke-20 telah berakhir dengan kegagalan. Pembentukan "secara kebetulan" sebuah sel hidup tidaklah mungkin terjadi, bahkan untuk membuatnya melalui proses yang disengaja di laboratorium tercanggih di dunia pun ternyata tidak mungkin. SPONTANEOUS GENERATION: TAKHAYUL ABAD PERTENGAHAN Di antara kepercayaan takhayul yang diyakini masyarakat abad pertengahan adalah benda mati dapat memunculkan kehidupan dengan sendirinya secara tiba-tiba. Saat itu diyakini, misalnya, katak dan ikan terbentuk dengan sendirinya dari lumpur di dasar sungai. Di kemudian hari terungkap, hipotesis yang dikenal sebagai "spontaneous generation (kemunculan tiba-tiba)" ini adalah kebohongan belaka. Akan tetapi, di kemudian hari dengan skenario yang sedikit berbeda, kepercayaan ini dihidupkan kembali dengan nama "teori evolusi". Oleh karenanya, pertanyaan tentang bagaimana makhluk hidup pertama muncul telah menempatkan teori evolusi dalam kesulitan sejak awal. Salah satu tokoh utama pendukung teori evolusi tingkat molekuler, Prof. Jeffrey Bada, membuat pengakuan berikut ini: Saat ini, ketika kita meninggalkan abad keduapuluh, kita masih dihadapkan pada masalah terbesar yang belum terpecahkan pada saat kita memasuki abad keduapuluh: Bagaimana kehidupan muncul pertama kali di bumi?

Mitos "Evolusi Kimiawi" Evolusionis terkenal, Alexander Oparin, muncul dengan gagasan "evolusi kimiawi" di awal abad ke-20. Gagasan ini menyatakan bahwa sel hidup pertama muncul secara kebetulan melalui sejumlah reaksi kimia yang terjadi pada kondisi bumi purba. Akan tetapi, tak satu evolusionis pun, termasuk Oparin sendiri, yang mampu memberikan satu pun bukti yang mendukung gagasan "evolusi kimia". Sebaliknya, setiap penemuan baru di abad ke-20 menunjukkan kehidup-an terlalu kompleks untuk dapat terbentuk secara kebetulan. Evolusionis terkenal Leslie Orgel membuat pengakuan berikut ini: "(Dengan mempelajari struktur DNA, RNA, dan protein) seseorang mestinya berkesimpulan: ternyata kehidupan tidak akan pernah dapat terbentuk melalui reaksi-reaksi kimiawi." Asal-Usul Kehidupan dalam Ulasan Dr. Maurice Bucaille Al-Quran memberikan jawaban yang amat jelas pada pertanyaan: Pada titik manakah kehidupan bermula? Dalam bagian ini, Bucaille mengajukan ayat-ayat Al-Quran yang di dalamnya dinyatakan bahwa Asal Manusia adalah (bersifat) air. Ayat pertama di bawah ini juga menunjuk kepada pembentukan alam semesta. "Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi disatukan, kemudian mereka Kami pisahkan dan Kami menjadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah mereka tak beriman?" (QS 21:30) Pengertian 'menghasilkan sesuatu dari sesuatu yang lain' sama sekali tidak menimbulkan keraguan. Ungkapan tersebut bisa juga berarti bahwa setiap sesuatu yang hidup dibuat dari air (sebagai komponen pentingnya) atau bahwa semua benda hidup berasal dari air. Kedua makna itu sepenuhnya sesuai dengan data saintifik. Pada kenyataannya, kehidupan berasal dari yang bersifat air dan air adalah komponen yang paling penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air hidup menjadi tidak mungkin. Jika kemungkinan kehidupan pada planet lain diperbincangkan, maka pertanyaan yang pertama selalu: Adakah cukup air untuk mendukung kehidupan di tempat tersebut? Data modern membawa kita untuk berpikir bahwa wujud hidup yang paling tua barangkali termasuk dalam dunia tumbuh-tumbuhan: ganggang telah ditemukan sejak periode pra-Cambria yaitu saat dikenalinya daratan yang paling tua. Organisme yang termasuk dalam dunia hewan barangkali muncul sedikit lebih kemudian: mereka muncul dari laut.

Kata yang di sini diterjemahkan sebagai 'air' pada kenyataannya adalah ma' yang berarti baik air di langit maupun air di lautan atau segala jenis cairan. Dalam arti yang pertama air merupakan unsur yang penting bagi seluruh kehidupan tumbuh-tumbuhan: "(Tuhan sajalah) yang telah menurunkan air dari langit. Maka Kami tumbuhkan (dari air itu) berpasang-pasang tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda." (QS 20:53) Inilah perujukan pertama kepada suatu 'pasangan' tumbuh-tumbuhan. Nanti kita akan kembali kepada pengertian ini. Dalam arti keduanya yang merujuk pada segala jenis cairan, kata tersebut dipergunakan dalam bentuk tak-tentunya untuk menunjukkan zat yang berada pada dasar pembentukan seluruh kehidupan hewan: "Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air." (QS 24:45) Sebagaimana akan kita lihat nanti, kata tersebut juga bisa diterapkan pada cairan mani. Jadi, pernyataan-pernyataan dalam Al-Quran tentang asal-usul kehidupan, apakah itu merujuk kepada kehidupan secara umum, unsur yang melahirkan tumbuh-tumbuhan di dalam tanah ataupun benih hewan-hewan, seluruhnya sepenuhnya sesuai dengan data saintifik modern. Tak satu pun mitos tentang asal-usul kehidupan yang lazim dianggap benar oleh orang pada saat Al-Quran diwahyukan kepada manusia disebutkan dalam teks tersebut. Asal-Usul Zaman Manusia dan Transformasi-Transformasi Bentuk Manusia Sepanjang

Lebih jauh Bucaille menyatakan, beberapa ayat di dalam Al-Quran berikut ini tidak mengandung sesuatu pun kecuali makna spiritual mendalam. Yang lainnya, dalam pandangan saya, merujuk kepada transformasi-transformasi yang tampaknya menunjukkan perubahan-perubahan di dalam morfologi manusia. Yang terkemudian ini menguraikan fenomena yang sepenuhnya bersifat material, yang terjadi di dalam berbagai fase tapi selalu dalam susunan yang tepat. Campur tangan kehendak Tuhan, yang mengatasi segalanya, disebutkan beberapa kali dalam ayat-ayat ini. Hal tersebut tampak dimaksudkan untuk mengarahkan transformasi-transformasi yang terjadi selama suatu proses yang hanya bisa diuraikan sebagai suatu 'evolusi.' Di sini, kata tersebut dipergunakan dengan maksud untuk menunjukkan satu rangkaian modifikasi-modifikasi yang tujuannya adalah untuk sampai kepada satu bentuk definitif (tetap). Tambahan pula, penekanan diberikan kepada gagasan bahwa ke-Mahakuasaan Tuhan tampil pada kenyataan bahwa Ia memusnahkan populasi manusia untuk memberi jalan bagi

populasi baru lainnya: hal ini tampak bagi saya sebagai tema-tema utama yang muncul dari himpunan ayat Al-Quran yang disatukan di dalam bab ini. Tak syak lagi, para pengulas terdahulu tidak mampu melihat adanya gagasan bahwa bentuk manusia bisa jadi telah mengalami transformasi. Meskipun demikian, mereka berkehendak untuk mengakui bahwa perubahan-perubahan mungkin saja benarbenar telah terjadi dan mereka mengakui kemaujudan tahapan-tahapan di sepanjang perkembangan embrionik -suatu gejala yang biasa teramati pada seluruh kurun waktu dalam sejarah. Meskipun demikian, hanya pada masa kita inilah, sains modern mengizinkan kita untuk sepenuhnya memahami arti ayat-ayat Al-Quran yang menunjuk kepada tahapan-tahapan berturutan dari perkembangan embrionik di dalam rahim. Pada saat ini kita memang bisa bertanya-tanya apakah perujukan-perujukan di dalam Al-Quran kepada tahap-tahap yang berurutan dari perkembangan manusia, paling tidak pada beberapa ayat, tidak melampaui sekadar pertumbuhan embrionik sedemikian sehingga mencakup transformasi-transformasi morfologi manusia yang terjadi selama berabad-abad. Kemaujudan perubahan-perubahan seperti itu telah secara resmi dibuktikan oleh paleontologi dan buktinya sangat banyak sehingga tak perlu lagi untuk mempertanyakannya. Para penafsir Al-Quran terdahulu barangkali tak punya firasat bakal adanya penemuanpenemuan pada berabad-abad kemudian. Mereka hanya bisa memandang ayat-ayat khusus ini dalam konteks perkembangan embrio, tak ada alternatif lain pada masa itu. Kemudian tibalah bom Darwin yang -melalui pemuntiran terang-terangan teori Darwin oleh para pengikut awalnya-mengekstrapolasikan pengertian tentang suatu evolusi yang bisa diterapkan atas manusia, meskipun tingkat evolusinya belum lagi dibuktikan di dalam dunia hewan. Dalam hal Darwin, teori tersebut didorong sampai ke tingkat ekstrem sedemikian sehingga para peneliti mengklaim sebagai telah memiliki bukti bahwa manusia berasal dari kera -suatu gagasan yang, bahkan pada masa sekarang, tak seorang ahli paleontologi terhormat sekalipun mampu membuktikannya. Meski demikian jelas terdapat satu jurang yang sangat senjang di antara konsep tentang manusia yang berasal dari kera (suatu teori yang sepenuhnya tak bisa dipertahankan) dengan gagasan transformasi-transformasi bentuk manusia di sepanjang waktu (yang telah sepenuhnya dibuktikan). Kerancuan antara keduanya telah mencapai puncaknya ketika mereka digabungkan menjadi satu -dengan hujjah-hujjah yang sangat dicari-cari- di bawah panji kata EVOLUSI. Kerancuan yang tidak menguntungkan ini telah menyebabkan beberapa orang secara salah mengkhayalkan bahwa karena kata tersebut dipergunakan

untuk menunjuk manusia, maka ia mesti berarti bahwa, menurut kenyataan itu sendiri, Asal Manusia bisa dilacak hingga kera. Adalah amat penting untuk memahami dengan gamblang perbedaan di antara keduanya; kalau tidak, ada risiko timbulnya kesalahpahaman tentang makna yang dikaitkan kepada beberapa ayat Al-Quran tertentu yang akan saya kutip. Di dalam ayat-ayat ini tak ada satu isyarat yang paling samar-samar pun berkenaan dengan bukti untuk mendukung teori materialistis tentang asal-usul manusia yang amat mengguncangkan kaum Muslim, Yahudi dan Nasrani tersebut. Makna Spiritual Mendalam Penciptaan Manusia dari Tanah Sebagaimana ditunjukkan oleh kedua ayat berikut ini, manusia ditampilkan di dalam AlQuran sebagai suatu wujud yang amat erat berkaitan dengan tanah (perujukan pertama): "Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah, dan kemudian Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi, sebagai suatu keluaran baru." (QS 71 :17-18) Ayat berikut ini menyebutkan tentang tanah (perujukan nomor 2): "Dari (tanah) itulah Kami membentuk kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS 20:55) Aspek spiritual asal manusia dari tanah ini ditekankan oleh kenyataan bahwa kita mesti kembali ke tanah setelah kematian dan juga oleh gagasan bahwa Tuhan akan mengeluarkan kita lagi pada Hari Pengadilan, suatu makna spiritual yang, sebagaimana telah kita lihat, juga ditegaskan oleh Bibel.

TANGGUNG JAWAB ILMUWAN TERHADAP MASA DEPAN KEHIDUPAN MANUSIA


Suatu kelompok kerja NASA (1983) telah merumuskan permasalahan masa depan yang dihadapi umat manusia. Ada lima unsur permasalahan yang saling berkaitan dan menentukan daya keterhunian bumi ini untuk manusia di masa depan. Unsur-unsur permasalahan itu ialah : 1. 2. 3. 4. 5. Masalah perimbangan energi di bumi secara menyeluruh. Perubahan daur hidrologi di bumi secara menyeluruh. Perubahan daur biogeokimia. Perubahan bentuk dan sifat permukaan bumi. Produktivitas biologis pada lahan di bumi.

Dari sudut pandang kemampuan bumi dapat ditelaah sebagai berikut : 1. Keterhunian Bumi Berlandaskan Kesetimbangan Berlainan dengan di kebanyakan planet lain di tata surya kita dan di alam raya, bumi mempunyai atmosfer yang sedang dan dapat mendukung kehidupan. Lapisan gas yang meliputi bumi menjadi pelindung dan pendukung kehidupan. Terutama pada lapisan troposfer ( tebalnya lk 12 -18 km) mengandung 21 % Oksigen, 78 % nitrogen dan sedikit gas karbondioksida sebagai pengikat energi surya menjadi energi kimia melalui proses asimilasi oleh tumbuhan hijau serta kandungan air dalam berbagai bentuk dan secara berkala mengalami daur ulang (siklus air). Sinar surya yang membawa panas ke bumi juga mengatur berbagai peredaran gas di troposfer sehingga komposisi gas di dalamnya merata melalui munculnya gerakangerakan udara. Sinar surya juga menguraikan molekul oksigen di lapisan teratas atmosfer yang disebut homosfer, lalu atom itu mengikat diri dan membentuk lapisan Ozon yaitu terdiri dari 3 atom) yang bekerja sebagai lapisan penyaring bagian sinar surya yang berbahaya bagi kehidupan. Lapisan Ozon ini juga mengendalikan kuantitas sinar surya yang sampai ke bumi dan dengan demikian juga bersamaan dengan lapisan gas lainnya ikut mengendalikan suhu bumi. Hal ini dikhawatirkan karena akan lebih banyak meloloskan sinar ultra violet yang dapat menyebabkan kanker kulit, kataraks dan meningkatkan suhu bumi yang lambat laun akan melelehkan lapisan es di dua kutub sehingga naiknya permukaan air laut.

2. Gangguan Kesetimbangan Kehidupan di Bumi Ternyata ada 2 pengaruh yang dapat menjadi sumber malapetaka kehidupan di bumi, yaitu Pengaruh I : Asalnya dari luar bumi, Kehidupan di bumi didukung oleh sumber energi yang berasal dari matahari, kalau energi surya mulai habis, maka tidak terjadi fotosintesis dan matahari sedang dalam proses untuk menjadi bintang yang dingin dan pada suatu ketika gaya gravitasi di dalam matahati akan menarik semua zat ke dalam sehingga terjadi suatu keruntuhan. Pengaruh II : Sumbernya dari bumi sendiri. Dapat dikatakan bahwa pengaruh itu berupa pergeseran berbagai kesetimbangan karena daya dukung bumi terhadap seluruh kehidupan yang bergantung padanya menjadi menciut. Sumber dari penciutan ini ialah meningkatnya populasi penduduk di muka bumi yang sebenarnya akibat keberhasilan teknologi kesehatan masyarakat. 3. Daya Keterhunian Bumi oleh Manusia Bagi manusia, bumi ini adalah suatu sistem penunjang kehidupan yang sangat besar dan terdiri dari berbagai komponen bumi (sumber daya alam) dalam garis besarnya ialah lahan, lautan, atmosfer dan kehidupan makhluk hidup secara keseluruhan di muka bumi ini. Diketahui juga manusia telah mengubah bantuk lahan di permukaan bumi, atmosfer dan lautan dengan teknologi modern nyang berdampak pada kehidupan manusia itu sendiri. Kegiatan manusia yang didorong oleh meningkatnya populasi penduduk dunia yang berakibat meningkatnya permintaan dan keperluan akan sandang, pangan, papan dan bahan bakar/energi.

Ilmuwan sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan menggunakan pikirannya untuk bernalar. Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang membuat kita sebagai manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang tersedia di sekitar kita. Oleh karena itu tangung jawab ilmuwan terhadap masa depan kehidupan manusia di antaranya adalah :
1. Tanggung jawab Profesional terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan dan masyarakat, yaitu menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya secara formal. 2. Tanggung jawab Sosial, yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap masyarakat yang menyangkut asas moral dan etika. Pengalaman dua perang dunia I (terkenal dengan perang kuman) dan II (terkenal dengan bom atom) telah membuktikan bahwa ilmu digunakan untuk tujuan-tujuan yang destruktif 3. Sikap Politik Formal Ilmuwan. Jika ilmuwan mempunyai rasa tanggung jawab moral dan sosial yang formal, maka konsekuensinya ilmuwan harus mempunyai sikap politik formal.

Sebab sikap politik formal merupakan konsisten dengan asas moral keilmuan serta merupakan pengejawantahan / implementasi dari tanggung jawab sosial dalam mengambil keputusan politis, di mana keputusan itu bersifat mengikat (authorative). Pedoman Kerja Bagi Ilmuwan Kewajiban batiniah seorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang sudah ada, walaupun ada tekanantekanan ekonomi atau sosial yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu, karena tanggung jawabnya ialah memerang ketidaktahuan, prasangka dan mitos di kalangan manusia mengenai alam semesta ini. Pedoman kerja yang disepakati dan harus diikuti para ilmuwan ialah : Bekerjalah dengan jujur Jangan sekali sekali memanipulasi data Selalulah bertindak tepat, teliti dan cermat Berlakulah adil terhadap pendapat orang lain yang mncul terlebih dahulu Jauhilah pandangan berbias tehadap data dan pemikiran ilmuwan lain Jangan berkompromi tetapi usahakanlah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan tuntas 7. Perlunya Etika dan Ketaatan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Kebenaran ilmiah yang dihasilkan dari pemikiran dan pengamatan seorang ilmuwan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh umat manusia. Hal itu berarti perlunya kode etik ilmuwan. Mau tidak mau kode etik itu harus dikaitkan denga sistem dosa . Setiap kali seorang ilmuwan akan mengadakan penelitian, ia harus harus sadar akan kedudukannya sebagai manusia di bumi ini. Artinya ia harus sadar bahwa ilmu pengetahuan yang dimilikinya hanya sebagian kecil saja dari Al ilmi nya Allah SWT dan bahwa ia hanyalah pesuruh Nya di muka bumi ini (Al Baqarah: 30-34). Demi pertanggungan jawaban ilmuwan terhadap masa depan umat manusia, semua dampak negatif sains dan teknologi terus ditangani secara bersama-sama, bukan saja oleh masyarakat imuwan dunia, melainkan juga oleh pemerintah semua negara, berlandasakan suatu pandangan bahwa manusia di bumi ini mempunyai tugas untuk mengelolanya dengan sebaik-baiknya. Hal-hal yang harus dilakukan manusia adalah : 1. Mengadakan kerjasama ilmuwan dan ahli teknologi berbagai negara dalam menerapkan pengetahuannya demi kepentingan seluruh umat manusia. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

2. Perlunya pembangunan yang berorientasi masa depan dan wawasan lingkungan. Di antaranya :  Untuk mengantisipasi tingginya angka natalitas penduduk dunia, perlunya pembatasan melalui program keluarga berencana melalui program PBB.  Menghindari pembangunan yang berwawasan efek rumah kaca.  Pembangunan dengan berorientasi analisis dampak lingkungan (amdal)  Peningkatan kesadaran hidup sehat melalui program peningkatan mutu penduduk dan perbaikan gizi masyarakat  Optimalisasi lahan produktif melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.  Program reboisasi lahan gundul, penghentian penggundulan dan pembakaran hutan

Anda mungkin juga menyukai