Anda di halaman 1dari 11

Ontology: Metafisika, Asumsi, Peluang, Batas-Batas Penjelajarahan Ilmu

Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

yang Dibina oleh Dr. Nurrizati, M.Hum.

Nama Lengkap : Siti Hardianti

NIM : 22174013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM MAGISTER FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
Ontology: Metafisika, Asumsi, Peluang, Batas-Batas Penjelajarahan Ilmu

A. Pengertian Ontology

Istilah ontologi berasal dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang

sunguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori

atau ilmu. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang

keberadaan. Ontologi mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang paling

abstrak. Ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan

struktur kenyataan dalam arti luas.

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.

Dalam kaitan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang

ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari dari objek tersebut? Bagimana

hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,

merasa, dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan?

Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelahaan keilmuannya hanya

pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek

penelahaan yang berada dalam batas pra-pengalaman (seperti penciptaan

manusia) dan pascapengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari

pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan

dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas

ontologis tertentu. Penetapan lingkup batas penelahaan keilmuan yang bersifat

empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuaan yang

mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan

penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.


B. Metafisika

Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika.

Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang

“ada”, metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-

benarnya? Pada suatu pembahasan,metafisika merupakan bagian dari ontologi,

tetapi pada pembahasan lain,ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari

metafisika. Karena itu,metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling

terkait.

Dalam kajian metafisika, ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba

menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Manusia tidak dapat melepaskan diri

dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Makin dalam penjelajahan ilmiah

dilakukan, akan semakin banyak pertanyaan yangmuncul, termasuk pertanyaan-

pertanyaan mengenai hal-hal tersebut diatas. Karena beragam tinjauan filsafat

diberikan oleh setiap ilmuwan,maka pada dasarnya setiap ilmuwan bisa

memiliki filsafat individual yang berbeda-beda. Titik pertemuan kaum ilmuwan

dari semua itu adalah sifatpragmatis dari ilmu.

C. Asumsi

Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk

mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus

obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih

banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur

pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif,

atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang
akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang

tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam

ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard

presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian. Sebuah

contoh asumsi yang baik adalah pada Pembukaan UUD 1945: “kemerdekaan itu

ialah hak segala bangsa, penjajahan diatas bumi tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan”. Tanpa asumsi-asumsi ini, semua pasal UUD

1945 menjadi tidak bermakna.

Apakah suatu hipotesis merupakan asumsi? Ya, jika diperiksa

kebelakang (backward) maka hipotesis merupakan asumsi. Jika diperiksa

kedepan (forward) maka hipotesis merupakan kesimpulan. Untuk memahami hal

ini dapat dibuat suatu pernyataan: “Bawalah payung agar pakaianmutidak basah

waktu sampai ke sekolah”. Asumsi yang digunakan adalah hujan akan jatuh di

tengah perjalanan ke sekolah. Implikasinya, memakai payung akan

menghindarkan pakaian dari kebasahan karena hujan.

Dengan demikian, asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap

bidang ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi akanberakibat

kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. Asumsi yang benarakan

menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan darihasil

pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untukmelompati

suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau bahkan hampafakta atau data.

Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma.

Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena


kebenaran sudah membuktikan sendiri.Postulat. Pernyataan yang dimintakan

persetujuan umum tanpa pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima

saja sebagaimana adanya Premise. Pangkal pendapat dalam suatu entimen .

Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan

asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal

bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik (Junjung, 2005).

1. Deterministik

Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856)

dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa

pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak

universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang

berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan

lebih dahulu.

2. Pilihan Bebas

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat

pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak

ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang

tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik

menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia

lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika mampu

melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di

India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya.


Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan

waktu.

3. Probabilistik

Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada

namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan

peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk

memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu

pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan.

Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur

dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan

ini berarti suatu variable dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar

95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya

kurang dari 95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat

deterministik menurut kriteria ilmu ekonomi.

Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan

utamanya adalah mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah

sebenarnya yang ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya

menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus

bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum

kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan

asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas,

penafsiran probabilistic merupakan jalan tengahnya.


Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu

sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan

masalah praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang

berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam kehidupan.

Karena itu; Harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah

berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu

memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana

keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat

relative.Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal

pasti mengenai suatu kejadian. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang

probabilistik, atau bersifat peluang.

D. Peluang

Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8

secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian

tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan hal

tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak

pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi

ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil

keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah

yang bersifat relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari suatu keputusan

terletak ditangan manusia pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori

keilmuan.
E. Batas-batas Penjelajahan Ilmu

Memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di

batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan

neraka? Jawabnya adalah tidak; sebab surga dan neraka berada di luar jangkauan

pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa

-apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada di luar penjelajahan

ilmu.

Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam

batas pengalaman kita? jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam

kehidupan manusia: yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi

masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari

kemudian tidak akan kita nyatakan kepada ilmu, melainkan kepada agama,

sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.

Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman

manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang

telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di

luar batas pengalaman empirisnya, bagaimana kita melakukan pembuktian

secara metodologis? bukankah hal ini merupakan suatu kontradiksi yang

menghilangkan keahlian metode ilmiah?

Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajahan ilmu, kata seorang,

Cuma sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab

filsuf ilmu, bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya

berwenang dalam menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang


baik dan buruk, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral;

tentang indah dan jelek, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada pengkajian

estetik. Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta, demikian kata

Einstein.

Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan

maka sering sekali diperlukan ―pandangan‖ dari disiplin-disiplin lain. Saling

pandang-memandang ini, atau dalam bahasa protokolnya pendekatan multi-

disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga tetangga yang

berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua: di mana disiplin seseorang berhenti

dan di mana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batasbatas ini maka

pendekatan multidisipliner tidak akan bersifat konstruktif melainkan berubah

menjadi sengketa kapling (yang sering terjadi akhir-akhir ini).

F. Kesimpulan

Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property

dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu

domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi

tentang sesuatu yang ada, Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan

mengenai metafisika. Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi

membahas hakikat yang ―ada‖, metafisika merupakan bagian dari ontologi,

tetapi pada pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari

metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling

terkait. Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran


filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban

tentang apakah alam ini.

Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan

menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin

memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar

belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai

merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan

untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan

untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. Ilmu membatasi lingkup

penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang

dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris.

Jika tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multidisipliner tidak akan

bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi sengketa kapling


KEPUSTAKAAN

Suriasumantri, J. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT Pancara


intan Indahgraha.

Anda mungkin juga menyukai