Anda di halaman 1dari 33

FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN (TGL 21371)

Kuliah 3 dan 4. Ontologi; Hakikat apa


yang dikaji

Najib

06 September 2020
1
Ontologi; Hakikat apa yang dikaji
1. Metafisika
2. Asumsi
3. Peluang
4. Batas-batas penjelajahan ilmu
5. Beberapa asumsi dalam ilmu

2
Previously on 1st lecture…

Untuk membedakan antara jenis pengetahuan satu dengan


yang lain, maka pertanyaan yang diajukan :
1. Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)?
2. Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut
(epistemologi)?
3. Untuk apa pengetahuan tersebut (aksiologi)?

3
Ontologi
 Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
: On/ Ontos = ada, dan Logos= ilmu.

 Ontologi adalah ilmu tentang yang ada.

 Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas


tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality
baik yang berbentuk jasmani/ konkret maupun rohani/
abstrak (Bakhtiar , 2004 ).
4
 Menurut Suriasumantri (2010), Ontologi membahas
tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita
ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang "ada".

 Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :


a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera)
yang membuahkan pengetahuan.
5
 Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari
bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari
sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara
tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan
tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat
beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.

 Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi


tentang sesuatu yang ada.
6
Metafisika
 Metafisika merupakan padanan kata yang berasal dari Bahasa
Yunani yakni : µtra (meta) = "setelah atau di balik", dan
cpua1Ka (phusika) = "hal-hal di alam".

 llmu metafisika merupakan turunan dari ilmu filsafat yang


membahas dan menggali sebab dari sesuatu sehingga menjadi
sebuah sesuatu yang nyata.

 Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan


seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan
ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?

7
 bidang telaah filsafat yang disebut metafisika ini merupakan
tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk
pemikiran ilmiah. Jadi metafisika berasal dari pemikiran
manusia (Suriasumatri, 1984)

 Metafisika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang


membicarakan tentang hal - hal yang sangat mendasar yang di
luar pengalaman manusia (immediate experience).

 Metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat


keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan
pikiran (Suriasumantri, 1984). 8
Secara umum, tafsiran metafisika terbagi menjadi
dua jenis, yakni:
1. Supernaturalisme, yang berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat ghaib, yang tidak dapat diketahui dengan pasti →
animisme (kepercayaan paling tua dalam sejarah
kebudayaan manusia).
2. Naturalisme / materialisme, adalah pendapat bahwa
gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh yang
bersifat ghaib melainkan oleh kekuatan yang berasal dari
alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan diketahui.

9
Lalu apa kaitan ilmu yang kita pelajari dengan metafisika?

10
 Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan
alam ini sebagaimana adanya.

 Makin jauh kita masuk dalam penjelajahan ilmiah masalah-


masalah tersebut diatas maka mau tidak mau akan timbul:
apakah dalam batuan yang saya pelajari di laboratorium
terpendam proses kimia-fisika atau bersembunyi roh yang
halus?

11
 Apakah manusia yang begitu hidup: tertawa, menangis dan
jatuh cinta; semua itu proses kimia-fisika juga? Apakah
pengetahuan yang saya dapatkan ini bersumber pada
kesadaran mental ataukah hanya rangsang penginderaan
belaka?

12
 Semua permasalahan ini telah menjadi bahan kajian dari
ahli-ahli filsafat sejak dahulu kala. Tersedia segudang filsafat
dalam menjawabnya. Kita bisa setuju, tidak setuju bahkan
punya jawaban filsafati sendiri.

 Jadi pada dasarnya setiap ilmuwan boleh mempunyai


filsafat individual yang berbeda-beda

13
3.2. Asumsi
 Secara Kamus Besar Bahasa Indonesia, asumsi berarti dugaan yang
diterima sebagai dasar, atau landasan berpikir karena dianggap benar.

 Menurut Prof. Ir. Podjawijatna dalam bukunya "Tahu dan


Pengetahuan (pengantar keilmuan dan filsafat)" menjelaskan bahwa
pengetahuan adalah hasil dari sebuah putusan. Untuk mendapatkan
pengetahuan, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek -
objek empiris.

 Asumsi ini diperlukan sebagai arah dan landasan bagi kegiatan


penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru di anggap benar, selama
kita bisa menerima asumsi yang di kemukakannya( Suriasumantri,
1984).
14
 Dalam perjalanan mencari ilmu, perlu adanya kegiatan
pengamatan terhadap suatu atau beberapa kejadian.

 Asumsi merupakan perkiraan-perkiraan yang muncul dari


adanya pengamatan terhadap hukum, gejala atau kejadian-
kejadian yang sudah berlaku.

 Asumsi merupakan merupakan proses "kompromi" dalam


perjalanan menemukan atau merumuskan pengetahuan.
15
Kaidah asumsi menurut Suriasumatri (1984)
antara lain :
 Asumsi harus relevan dengan tujuan pengkajian disiplin
keilmuan. Asumsi ini mendasari telaah ilmiah.

 Asumsi harus disimpulkan dari " keadaan bagaimana


adanya " bukan " seharusnya" .

16
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain;

a. Aksioma.
Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian
karena kebenaran sudah membuktikan sendiri.
Contoh : Garis merupakan himpunan titik-titik yang memuat
paling sedikit dua titik.

b. Postulat.
Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian,
atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya
Premise.
Contoh : mikroba tertentu itu menyebabkan suatu penyakit
tertentu (setelah Pasteur menemukan mikroba).
17
Untuk meyakinkan bahwa asumsi digunakan secara tepat,
perlu adanya tinjauan awal bahwa gejala alam tunduk pada
tiga karakteristik (Junjung, 2005):
 Pilihan Deterministik
 Pilihan Bebas
 Pilihan Probabilistik

18
Deterministik
 Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-
1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang
menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris
(observasi atau percobaan) yang dicerminkan oleh zat dan gerak
universal. Determinisme : alam mempengaruhi manusia.

 Contoh : terjadinya bencana alam yang tak diduga-duga dan


menyebabkan kerugian bagi manusia bahkan menimbulkan korban
jiwa.

 Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang


berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah
ditetapkan lebih dahulu.

19
Pilihan Bebas
 Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan
pilihannya, tidak terikat pada hukum alam yang tidak
memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan
pada bidang ilmu sosial.
 Contohnya tidak ada tolak ukur yang tepat dalam
melambangkan arti kebahagiaan.

20
Contoh lain:
 Masyarakat materialistik menunjukkan semakin banyak
harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain,
kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika
mampu melestarikan budaya animismenya.

 Sebagai mana pula masyarakat brahmana di India


mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat
keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan
bebas, semua tergantung ruang dan waktu.
21
Probabilistik
 Pada sifat probabilistik, kecenderungan keumuman dikenal
memang ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan
berlaku deterministik dengan peluang tertentu.

 Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan


untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat
pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern,
karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan.

22
Probabilistik (lanjutan..)
 Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan
variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat
kesalahan ukur sebesar 5%.

 Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur


kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya
adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran
statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan variabel
tersebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut
kriteria ilmu ekonomi.
23
 Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid jika
penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara-
cara tertentu.
 Cara penarikan kesimpulan ini disebut sebagai logika,
yakni pengkajian untuk berpikir secara benar atau shahih.
Terdapat dua cara penarikan kesimpulan, yakni Logika
induktif dan deduktif.

24
a. Logika induktif yang merupakan penarikan kesimpulan
dari kasus-kasus individu nyata yang bersifat khusus
menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum.

b. Logika deduktif yang merupakan penarikan


kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal
yang bersifat khusus.

25
 Asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap bidang
ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi akan
berakibat kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
 Asumsi yang benar akan menjembatani tujuan penelitian
sampai penarikan kesimpulan dari hasil pengujian
hipotesis.
 Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk
melompati suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau
bahkan hampa fakta atau data.
26
a. Jika kita memilih hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh
manusia– paham determinisme
b. Jika kita memilih hukum khas tiap individu ---paham bebas
c. Posisi tengah—paham probabilistic.
 Jika a—beberapa pernyataan bersifat universal saja (semua
manusia berkaki dua)
 Matahari selalu terbit dari barat dan terbenam di sebelah
timur.
 Tanggal 27 agustus 2019, semua warga negara Indonesia
memakai celana dalam.

27
 Ada filsuf yang sampai kepada kesimpulan bahwa
pengetahuan yang bersifat umum itu adalah tidak perlu.

 Pengetahuan bersifat individual yang berorientasi kepada


pengalaman pribadi.

 Yang dibutuhkan adalah pengetahuan yang berada di


tengah-tengah, antara kemutlakan yang dipunyai agama,
dan keunikan individual yang bersifat seni.
28
 Kompromi yang diusulkan ilmuwan ini yang dipakai
landasan ilmu sebab ilmu sebagai pengetahuan yang
berfungsi membantu manusia dalam memecahkan
masalah praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki
kemutlakan seperti agama yang memberikan pedoman
hal-hal hakiki dari kehidupan ini.

 Ilmu menjatuhkan pilihan ditengah-tengah, yaitu pilihan


probabilistic.
29
3.3. PELUANG
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peluang berarti ruang
gerak, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang memberikan
kemungkinan bagi suatu kegiatan untuk memanfaatkannya dalam
usaha mencapai tujuan; kesempatan.

 Menurut Prof. Dr. R. Santosa Murwani (2009), peluang merupakan


perbandingan antara banyaknya kejadian yang muncul (observed)
dengan banyaknya seluruh kejadian yang mungkin muncul
(expected).
 Oleh karena itu, dalam proses pencarian ilmu, peluang merupakan
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam pencarian atau
perumusan suatu pengetahuan yang pasti (kepastian).
30
 Dalam proses pembuktian sebuah ilmu, peluang merupakan
kemungkinan- kemungkinan yang mendasari terbentuknya
sebuah hipotesa.

 Hipotesa menurut Prof. Ir. Podjawijatna, muncul dari adanya


problema atau pertanyaan - pertanyaan ilmiah.

 Hipotesa ilmiah mengutarakan peluang-peluang yang mungkin


menjadi jawaban sementara dari problema yang dihadapi.
Akan tetapi, kebenaran dari sebuah hipotesa harus dibuktikan
dengan adanya fenomena atau kejadian nyata.

31
Peluang (lanjutan..)
 Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi kita
untuk mengambil keputusan, dimana keputusan kita harus
didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang
bersifat relatif.
 Dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan
terletak ditangan kita bukan di teori-teori keilmuan.
 Pengetahuan ilmiah (misal probabilitas 0.8) diletakkan ke
kehidupan kita.

32
========END OF LECTURE=======

33

Anda mungkin juga menyukai