Anda di halaman 1dari 13

ONTOLOGI ILMU

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2 :

BETTY SIMANJUNTAK

MOODY ARTHARINI

SUSAN JUFUWAI

YOEL WAHYU

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Sint CAROLUS

JAKARTA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas
dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi
memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya.
Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir. Ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan
jalan melakukan pengamatan ataupun penelitian, kemudian peneliti atau
pengamat tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan
atau penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu
kegiatan yang sifatnya operasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ontologi?
2. Apa landasan ontologi ilmu (hakekat yang dikaji)?
3. Hakekat apa yang dikaji ilmu budaya/kemanusiaan (ontologi manusia)?
4. Hakekat apa yang dikaji ilmu kealaman (ontologi ilmu alam) ?
5. Hakekat apa yang dikaji ilmu sosial (ontologi ilmu sosial)?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari ontologi.
2. Menjelaskan landasan ontologi ilmu (hakekat yang dikaji).
3. Mendeskripsikan hakekat yang dikaji ilmu budaya/kemanusiaan
(ontologi manusia).
4. Mendeskripsikan hakekat yang dikaji ilmu kealaman (ontologi ilmu
alam).
5. Mendeskripsikan hakekat yang dikaji ilmu sosial (ontologi ilmu sosial)?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi
Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu :
On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang
ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada.
Muhadjir (2001 : 57), mengemukakan bahwa objek telaah ontologi
adalah yang ada, studi tentang yang ada, dan tidak terikat oleh suatu
perwujudan tertentu. Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang
membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Di dalam pemahaman ontologi
dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua.
2. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani.
3. Idealisme
Aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani.
4. Dualisme
Memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu
materialisme dan idealisme.
5. Pluralisme
Segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
6. Agnotisisme
Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik
kenyataannya.
Objek material ontologi adalah yang ada, artinya segala-galanya,
meliputi yang ada sebagai wujud konkrit dan abstrak, indrawi maupun tidak

3
indrawi.  Objek formal ontologi adalah memberikan dasar yang paling umum
tiap masalah yang menyangkut manusia, dunia dan Tuhan. Titik tolak dan
dasar ontologi adalah refleksi terhadap kenyataan yang paling dekat yaitu
manusia sendiri dan dunianya.  Ontologi berusaha untuk mengetahui esensi 
terdalam dari “yang ada. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan “Apakah saya
ini tidak berbeda dengan batu karang.
Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa pokok permasalahan
yang menjadi objek kajian fillsafat mmencakup tiga segi, yakni (a) logika (benar -
salah), (b) etika (baik - buruk), dan (c) estetika (indah-jelek). Ketiga cabang
utama filsafat ini lanjut Suriasumantri, kemudian bertambah lagi yakni, pertama,
teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat. Hakikat pikiran serta kaitan
antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika: kedua kajian
mengenai organiasasi social/pemerintahan yang ideal,terangkum dalam politik.
Kelima cabang ini logika, etika, estetika, metafisika, dan politik menurut.
Dengan demikian ontologi berarti suatu usaha intelektual untuk
mendeskripsikan sifat-sifat umum dari kenyataan; suatu usaha untuk
memperoleh penjelasan yang benar tentang kenyataan; studi tentang sifat
pokok kenyataan dalam aspeknya yang paling umum sejauh hal itu dapat
dicapai; teori tentang sifat pokok dan struktur dari kenyataan. Ontologi
merupakan hakikat ilmu itu sendiri dan apa hakikat kebenaran serta
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah tidak terlepas dari
persepektif filsafat tentang apa yang dikaji atau hakikat realitas yang ada yang
memiliki sifat universal.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi
dengan dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal
atau jamak.
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas)
tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki
warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

4
B. Landasan Ontologi Ilmu dan Hakekat yang Dikaji
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran
dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas
dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein,
het zijn).
Ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.
Secara sederhana objek kajian ilmu ada dalam jangkauan pengalaman
manusia. Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat
diuji oleh pacaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut maka ilmu
mempelajari objek-objek empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-
tumbuhan , hewan atau manusia itu sendiri. Berdasarkan hal itu maka ilmu
ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, di mana objek-objek
yang berbeda di luar jangkaun manusia tidak termasuk di dalam bidang
penelaahan keilmuan tersebut.
Obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dapat diuji oleh panca indera manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya,
maka ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris. Inilah yang
merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris.
Suriasumantri (2003: 110), menjelaskan bahwa ilmu merupakan
salah satu usaha manusia untuk memperkaa dirinya. Ilmu dapat diartikan
sebuah sistem yang melahirkan sebuah kebenaran.
Ilmu merupakan keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dan logis. Ilmu bukanlah sekedar kumpulan fakta, melainkan
pengetahuan yang mempersyaratkan objek, metode, tori, hukum, atau prinsip.
(Afifuddin, 2011: 31)
Jika kita mempertanyakan apa batas kerja ilmu atau batas
penjelajahan ilmu maka bisa dijelaskan bahwa ilmu memulai penjelajahannya
pada pengalaman manusia dan dan berhenti di batas pengalaman manusia.
Ilmu tidak mempelajari sesuatu yang bukan dari pengalaman manusia, maka
ilmu tidak bekerja di luar batas kerjanya seperti keyakinan surga dan neraka.

5
Pada prinsipnya ilmu sendiri dalam kehidupan manusia sebagai alat pembantu
untuk bisa membongkar berbagai problem manusia dalam batas
pengalamannya.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahan pada batas pengalaman
manusia. Metode yang dipergunakan dalam menyusun ilmu telah teruji
kebenarannya secara empiris. Dalam perkembangannya kemudian maka
muncul banyak cabang ilmu yang diakibatkan karena proses kemajuan dan
penjelajahan ilmu yang tidak pernah berhenti. Dari sinilah kemudian lahir
konsep “kemajuan” dan “modernisme” sebagai anak kandung dari cara kerja
berpikir keilmuan. Ahli ontologi menggunakan beberapa pertanyaan
mendasar tentang keberadaan sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh
jawaban yang paling ideal. Pertanyaan-pertanyaan utama dalam ontologi
adalah:
1. Atas dasar apakah ”sesuatu” itu dikatakan sebagai ”ada”?
2. Jika ”sesuatu” itu dikatakan ”ada”, bagaimana cara mengelompokkannya?
Kedua pertanyaan tersebut telah mendorong dilakukannya upaya untuk
membagi entitas-entitas yang melekat pada ”sesuatu” menjadi kelompok atau
kategori. Karena jumlah entitas sangat banyak, maka daftar kategori yang
dibuat juga beragam. Untuk mempermudah kita menemukan kategori yang
diinginkan, kategori-kategori yang ada disusun dan dihubungkan dalam
bentuk skema. Aplikasi dari kategorisasi entitas dapat dilihat dalam ilmu
perpustakaan dan IT.
Konsep-konsep yang berkembang dalam ontologi ilmu dapat
dirangkum menjadi 5 konsep utama, yaitu :
1. Umum (universal) dan Tertentu (particular)
Umum (universal) adalah sesuatu yang pada umumnya dimiliki oleh
sesuatu, misalnya: karakteristik dan kualitas. “Umum” dapat dipisahkan
atau disederhanakan melalui cara-cara tertentu. Sebagai contoh, ada dua
buah kursi yang masing-masing berwarna hijau, maka kedua kursi ini
berbagi kualitas ”berwarna hijau” atau ”menjadi hijau”.
2. Substansi (substance) dan Ikutan (accident)

6
Substansi adalah petunjuk yang dapat menggambarkan sebuah obyek,
atau properti yang melekat secara tetap pada sebuah obyek. Jika tanpa
properti tersebut, maka obyek tidak ada lagi. Ikutan (accident) dalam
filsafat adalah atribut yang mungkin atau tidak mungkin. Menurut
Aristoteles, ”ikutan” adalah kualitas yang dapat digambarkan dari sebuah
obyek. Misalnya: warna, tekstur, ukuran, bentuk dsb.
3. Abstrak dan Kongkrit
Abstrak adalah obyek yang ”tidak ada” dalam ruang dan waktu tertentu,
tetapi ”ada” pada sesuatu yang tertentu, contohnya: ide, permainan tenis
(permainan adalah abstrak, sedang pemain tenis adalah kongkrit).
Kongkrit adalah obyek yang ”ada” pada ruang tertentu dan mempunyai
orientasi untuk waktu tertentu. Misalnya: awan, badan manusia.
4. Esensi dan eksistensi
Esensi adalah adalah atribut atau beberapa atribut yang menjadi dasar
keberadaan sebuah obyek. Atribut tersebut merupakan penguat dari
obyek, jika atribut hilang maka obyek akan kehilangan identitas.
Eksistensi (existere: tampak, muncul. Bahasa Latin) adalah kenyataan
akan adanya suatu obyek yang dapat dirasakan oleh indera.
5. Determinisme dan indeterminisme
Determinisme adalah pandangan bahwa setiap kejadian (termasuk
perilaku manusia, pengambilan keputusan dan tindakan) adalah
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian kejadian-kejadian
sebelumnya. Indeterminisme merupakan perlawanan terhadap
determinisme. Para penganut indeterinisme mengatakan bahwa tidak
semua kejadian merupakan rangkaian dari kejadian masa lalu.

C. Hakekat yang Dikaji Ilmu Budaya/Kemanusiaan (Ontologi Manusia)


Dalam filsafat manusia objek materialnya adalah manusia itu sendiri,
sedangkan objek formalnya adalah inti manusia, alam kodratnya, strukturnya
yang fundamental. Maksud dari struktur yang fundamental itu bukan sesuatu
yang bersifat fisik, bukan sesuatu yang dapat dirasakan, bukan apa-apa yang
dapat digambarkan. (Louis Leahy dalam Surajiyo, 2005: 127)

7
Van Peursen dalam dalam Surajiyo (2005: 127-128) mengemukakan
bahwa pada zaman Yunani kuno ada ungkapan “Kenalilah dirimu sendiri”.
Seorang filsuf pertama yaitu Socrates, menganggap ungkapan tersebut
sebagai ungkapan kefilsafatan yang pokok.
De Vos (1968: 3), mengemukakan bahwa manusia itu adalah makhluk
yang majemuk. Bagaimanapun juga ia terdiri dari suatu jasmani san sesuatu
yang berupa roh. Manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan hak
istimewa dan sampai batas tertentu memiliki tugas menyelidiki hal-hal yang
sangat mendalam. (Louis, 1985: 1)
1. Aspek manusia
Secara sederhana, manusia dapat dikatakan terdiri dari dua
aspek yang esensial yaitu tubuh dan jiwa.
a. Aliran Materialisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang terpenting adalah tubuh manusia.
Jiwa dalam tubuh merupakan masalah yang kurang penting.
b. Aliran Spiritualisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang terpenting adalah jiwa manusia.
c. Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang terpenting adalah tubuh dan jiwa
manusia.
2. Manusia itu Animal Rationale dan Animal Symbolicum
Dahulu manusia dianggap sebagai seekor hewan ditambah
sesuatu yang ekstra (roh, akal budi). Manusia didefinisikan oleh
Aristoteles sebagai animal rationale yang berarti seekor hewan yang
dilengkapi dengan akal budi.
Manusia merupakan animal symbolicum, dunia manusia
merupakan dunia yang ditafsirkan. Manusia tidak dapat dilukiskan
berdasarkan data-data biologisnya, melainkan perbuatan kebudayaannya.
Manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di dalamnya.
3. Manusia itu Mono Pluralis

8
Hakikat manusia menurut Notonagoro dengan menggunakan
metode abstraksi metafisi, berpendapat bahwa manusia itu hakikatnya
bisa dilihat dari tiga dimensi, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari susunan kodrat, manusia itu terdiri dari jiwa dan raga.
b. Dilihat dari sifat kodrat, manusia itu terdiri atas sifat individu dan sifat
sosial.
c. Dilihat dari kedudukan kodrat, manusia adalah makhluk individu dan
makhluk Tuhan.
4. Raga dan jiwa
Manusia dilihat dari bagiannya yaitu raga dan jiwa. Antara raga
dan jiwa ada semacam pertentangan tetapi tidak secara eksklusif. Yang
ditunjukkan oleh raga ialah bagian-bagian lahiriah dan yang ditunjukkan
jiwa adalah bagian dalam serta bagian yang bersifat kerohanian manusia.
(Van Peursen dalam Surajiyo, 2005: 131)
D. Hakekat yang Dikaji Ilmu Kealaman (Ontologi Ilmu Alam)
Menegenai ontologi, di sini kita membatasi diri pada alam
kebendaan dan zat kehidupan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan, karena mereka
dapat berkembang dan karena mempunyai suatu organisasi intern di dalam
dirinya.
1. Objek Materiil (Sudut pandang ekstensif)
Tersusun mengenai manusia, binatang, laut, atom. Sehingga
timbul pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dan apa yamg terjadi di
alam.
2. Objek Formil (Sudut Pandang Intensif)
Semua obyek material dapat dibedakan lagi. Misalnya manusia
saja dapat dipandang secara matematis, fisis, biologis, psikologis, dan
sebagainya. Sehingga munculnya spekulasi tentang kepadatan dari ilmu
alam itu sendiri.
(Bakker : 1)
Ilmu alam, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
natural science, atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan
yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam

9
dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik dan nonmanusia tentang Bumi dan
alam sekitarnya.
Ilmu Alamiah mempelajari semua alam yang berada di sekitar kita.
Jadi, benda-benda alam itulah objek Ilmu Alamiah. Sesuai dengan tujuan
ilmu, Ilmu Alamiah ingin memperoleh kebenaran mengenai objeknya.
Kebenaran yang sedalam-dalamnya yang hendak dicakup oleh ilmu, karena
ilmuwan baru merasa puas jika ilmu yang diperolehnya sesuai dengan objek. 
 Alam sebagai objek penyelidikan mempunyai aspek yang sangat luas,
misalnya aspek fisis.
Aspek biologis, aspek psikologis, aspek ekonomis, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan mustahil bahwa ilmu dapat mencapai seluruh
kebenaran mengenai objeknya. Demikian pula apa yang dicapai oleh Ilmu
Alamiah. Ilmuwan dapat saja tidak mengetahui salah satu aspek.

E. Hakekat yang Dikaji Ilmu Sosial (Ontologi Ilmu Sosial)


Orang telah berpikir mengenai kehidupan sosial dan masyarakat
dan berusaha memberikan penjelasan sejak masa dahulu. (Bert, 1988: 5)
Ilmu sosial cenderung bersifat berubah-ubah, ilmu sosial
memandang kebenaran tidak bersifat mutlak, yang ada hanya mendekati
kebenaran. Ia bergantung pada keadaan objek yang dikaji, dalam ilmu sosial
saat ini, belum tentu sama dengan beberapa abad lalu atau yang akan datang.
Supardi (2011: 21-22), mengemukakan ilmu sosial pada dasarnya
merupakan ilmu yang mempelajari perilaku dan aktivitas manusia dalam
kehidupan bersama.
Agus dan Ali (2007: 4), mengemukakan bahwa proses sosial adalah
pengaruh timbal balik antara segi kehidupan yang satu dengan kehidupan
lainnya.
Ilmu sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari
aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.
Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan
metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan

10
kualitatif. Menurut Wallerstein (dalam Supardi, 2011: 21-22) mengemukakan
bahwa ilmu sosial terdiri dari sosiologi, antropologi, geografi, ekonomi,
sejarah, psikologi, hukum, dan ilmu politik. Ilmu sosial dikatakan sebagai
ilmu yang mempelajari tentang masyarakat.
Objek Material adalah kehidupan social, gejala-gejala dan proses
hubungan antara manusia yang mempengaruhi kesatuan manusia   itu sendiri.
Objek Formal lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk social atau
masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan
manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia
didalam masyarakat.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara
subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap
kurang ilmiah bila dibanding dengan pengetahuan alam. Namun sekarang,
beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda
kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin.
Ontologi ilmu, layak dipelajari bagi orang yang ingin memahami
secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-imu empiris
(misalnya antropology, sociology, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu
tekhnik dan sebagainya.).

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada. Objek
material ontologi adalah yang ada, artinya segala-galanya, meliputi yang ada
sebagai wujud konkrit dan abstrak, indrawi maupun tidak indrawi.  Objek formal
ontologi adalah memberikan dasar yang paling umum tiap masalah yang
menyangkut manusia, dunia dan Tuhan.

11
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het
zijn). 5 konsep utama ontologi ilmu: 1) Umum (universal) dan Tertentu
(particular), 2) Substansi (substance) dan Ikutan (accident), 3) Abstrak dan
Kongkrit, 4) Esensi dan eksistensi, dan 5) Determinisme dan indeterminisme.
Dalam filsafat manusia objek materialnya adalah manusia itu sendiri,
sedangkan objek formalnya adalah inti manusia, alam kodratnya, strukturnya yang
fundamental.
Dalam hakekat yang dikaji ilmu kealaman objek materiilnya tersusun
mengenai manusia, binatang, laut, atom. Sedangkan objek formilnya Semua
obyek material dapat dibedakan lagi. Misalnya manusia saja dapat dipandang
secara matematis, fisis, biologis, psikologis, dan sebagainya.
Dalam hakekat yang dikaji ilmu sosial objek Material adalah kehidupan
social, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang mempengaruhi
kesatuan manusia   itu sendiri. Objek Formal lebih ditekankan pada manusia
sebagai makhluk social atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi
adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan
manusia didalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 2002. Kode Etik Akademik (Telaah Deskriptif Awal).


Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Tamansiswa.

Barnett, Lincoln. 1988. Dr. Eisntein dan Alam Semesta. Semarang: Effar Offset.

Drs. H Mohammad Adib. MA. 2011. Filsafat Ilmu Ontologi Epistemologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ghulsyani, Mahdi. 1991. Filsafat Sains menurut Al-Quran. Bandung: Mizan.

Gie, The Liang. 2012. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

12
Hamdani. 2011. Filsafat Sains. Bandung: Pustaka Setia.

Hoselitz, Bert F. 1988. Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.

Jasin, Maskoerin. 2010. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Mas’ud, Ibnu, dan Paryono, Joko. 1998. Ilmu Alamiah dasar. Bandung: Pustaka
Setia.

Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif.


Yogyakarta: Rake Sarasin.

Muhadjir, Noeng. 2011. Filsafat Ilmu Positivisme, PostPositivisme, dan


PostModernisme. Yogyakarta: RakeSarasin.

Sumali, Agus, dan Ali, Sarilan M. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial. Surakarta:
Ghalia Indonesia.

Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.

Surjasumantri, Jujun S. 2003. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

Surjasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Zaprulkhan. 2012. Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: Rajawali


Press.

Zen. 1984. Sains, Teknologi dan Hari Depan Manusia. Jakarta: Gramedia.

13

Anda mungkin juga menyukai