Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FILSAFAT

Untuk memenuhi tugas filsafat


Dosen Pengempu : pak Gunawan

Disusun Oleh :Kelompok 6


Kelas :A3
Inggrid Ayu W (T20181120)
Ghofifah Audia P (T20181147)
Dina Kamalia M.(T20181148)
Dwi Fitri (T20181133)
Mohammad Afnani (T20181103)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKUTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
MARET 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau suatu
entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
kebenaran atau fakta. Untuk mendapat kebenaran itu, ontologi memerlukan proses
bangaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk proses tersebut
memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagian ilmu
pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh suatu
perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan
tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup
penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran
semesta yang universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa penegrtian Ontologi?
2. Bagaimana metafisika Ontologi?
3. Apa saja objek kajian Ontologi?
4. Apa saja cabang Ontologi?
5. Bagaimana kegunaan Ontologi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi
Kata ontologi (ontology) berasal dari bahasa yunani: on, ontos (ada,
keberadaan) dan logos (studi, ilmu tentang). Dengan demikian, ontologi berarti
pengetahuan tentang yang ada. Dalam studi filsafat, terma ontologi sering dikaitkan
dengan metafisika. Bahkan menurut Antony Flew, dikatakan bahwa ontologi
merupakan cabang dari metafisika yang menaruh perhatian tentang studi hakikat yang
ada (the branch of metaphysical enquiry concerned with the study of exitence itself).
Terma ontologi muncul sekitar pertengahan abad ke-17. Istilah ini dikenalkan
oleh Goclenius pada 1636, digunakan oleh Clauberg tahun 1647, Micralius tahun
1653, dan Du Hamel tahun 1663. Pada akhir abad ke-17, istilah ontologi dalam
pengertian “pengetahuan tentang yang ada” telah baku diterima Gottfried Wilhelm
Leibniz (1646-1716), Christian Wolff (1679-1754), dan Alexander Gottlieb
Baumgarten (1714-1762). Pada saat itu muncul ungkapan “filsafat mengenai yang ada
(philosophia etnis).” Dalam tradisi yunani, ontologi digunakan dengan pengertian
teori mengenai ada yang berada.1
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian
dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek tentang
ontology adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontology
membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat
setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Setelah
menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia, alam
dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah uraian
ontologi. Maka ontology sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian dan
bidang filsafat lainnya. Dan ontology adalah bidang filsafat yang paling sukar.
Metafisika membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, mempersoalkan
hakekat. Hakekat ini tidak dapat dijangkau oleh panca indera karena tidak terbentuk,
berupa, berwaktu dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh
pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan tentang apa hakekat ilmu itu. Ditinjau
dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris.Objek
penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera

1
Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018), 139-140.
manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar
jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara
metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai cirri tersendiri yakni
berorientasi pada dunia empiris. Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu
pengetahuan dua macam:
1. Obyek material (obiect ummateriale, material object) ialah seluruh lapangan atau
bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
2. Obyek Formal (obiect umformale, formal object) ialah penentuan titik pandang
terhadap obyek material.
Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat
beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar
dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala
pandang kegiatan. Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang memberikan
arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan. Ada beberapa asumsi mengenai objek
empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu: Pertama, menganggap objek-objek tertentu
mempunyai kesamaan antara yang satu dengan yang lainnya, misalnya dalam hal
bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Kedua, menganggap bahwa suatu benda tidak
mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, determinis meyakni
menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Asumsi yang dibuat oleh ilmu bertujuan agar mendapatkan pengetahuan yang
bersifat analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang
tertangguk dalam pengalaman manusia. Asumsi itupun dapat dikembangkan jika
pengalaman manusia dianalisis dengan berbagi adisiplin keilmuan dengan
memperhatikan beberapahal; Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan
pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari
pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana
adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya ”Asumsi pertama adalah asumsi
yang mendasari telah ilmiah, sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari
moral. Oleh Karena itu seorang ilmuan harus benar-benar mengenal asumsi yang
dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang
berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan.
Suatu pengkajian ilmiah hendaklah dilandasi dengan asumsi yang tegas, yaitu
tersurat karena yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat
kesamaan pendapat. Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontology
adalah untuk apa penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai
ilmu apabila kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya
seorang ahli ekonomi yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang
lain, seorang ilmuan politik yang memiliki strategi perebutan kekuasaan secara licik. 2
B. Metafisika Ontologi
Istilah metafisika diergnakan di yunani untuk menunjukkan arya karya tertentu
yaitu metata phsika yang berarti hal hal yang dapat sesudah fisika .aristoteles
mendenifisikan sebagai ilmu pngetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada yang
di lawankan. Metafisika sebagai studi tentang realitasdanapa yang nyata.
Terkadang meafisika di samakan dengan ontologi namun demikian , anton
baker membedakan metafisika dengan ontologi “ metafsika “tidak menunjukkan
idang ekstensif atau objek material tertentu dalam penelitian , tetapi mengenai suatu
inti yang termuat dalam setiap kenyataan ,inti iu hanya tersentuh pada taraf penelitian
paling fundamental dan dean metode tersendiri.
Maka nama metafisika menunjukkan sebuah pemikiran dan merupakan
refleksi felosofis mengenai kenyataan yang secara mutlak yangpain mendalam dan
paling ultimate.sedangkan ontologi yan menjadi objek material filsafat pertama itu
terdiri segala yang ada. Secara umum Metafisika adalah suatu pembahasan filsafat
yang komprehensif engenai seluruh realitas atau segala sesuatu yang ada yan
dimaksud ada semua yan ada baik yang ada secara mutlak ada tidak mutlak maupun
ada dalam kemungkinan
secara umum metafisika di bagi 2:
1. Metafisika umum ( disebut ontologi)
2. Metafisika khusus ( kosmologi )
Metafisika khusus adalah ilmupengetahuan tentang struktur alam semesta
yang membicarakan ruang, waktu ,dan gerakan kosmologi berarti lmu dunia dan
ketertiban yang paling fundemental dari seluruh realitas.
C. Objek Kajian Ontologi
Objek telaahan ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada
terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kronologi dan
metafisika dan sesudah kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu Tuhan Maha
Esa. Pencipta dan pengatur serta penentu alam semesta. Studi tentang yang ada pada

2
Bahrum, “Ontologi, Epistimologi, dan Akseologi”, 2 (2013), 36-37.
tataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi
banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
Objek formal ontologi adalah hakikatnya seluruh realitas. Bagi pendekatan
kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahannya akan menjadi
telaah monisme, paralisme, atau pluralisme. Bagi pendekatan kualitatif realitas akan
tampil menjadi aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hilomorphisme.
D. Karakteristik Ontologi
Beberapa karakteristik ontologi, seperti diungkapkan oleh Loren Bagus, sebagai
berikut:
1) Ontologi adalah kajian tentang arti “ada” dan “berada” , tentang ciri-ciri esensial
dari yang ada dalam dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.

2) Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan strukur realitas dalam
arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti ada atau
menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau
eksistensi.

3) Ontolgi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang
ada, yaitu yang absolut, bentuk abadi, sempurna dan keberadaan segala sesuatu
yang mutlak bergantung kepadanya.

4) Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu,
apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.3

E. Cabang-cabang Ontologi

Dalam mempelajari ontologi pasti akan memunculkan beberapa pertanyaan


yang kemudian akan memunculkan aliran-aliran dalam filsafat. Pertanyaan itu berupa
What is being ? (Apa yang ada itu ?), How is being ? (Bagaimanakah yang ada itu ?)
dan Where is being ? (Dimanakah yang ada itu ?).
Dalam menjawab beberapa pertanyaan tersebut maka lahir aliran lima aliran filsafat :

a. Monoisme
Aliran ini berpendapat bahawa yang ada itu hanya satu tidak ada dua.
Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal sebagai

3
Susanto, Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis, (Jakarta: Bumi
Aksara ,2011), 91-92.
berupa materi ataupun ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas
dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya sumber yang pokok dan dominan
menetukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah filosof yang ada dalam
aliran ini, karena menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang
sebenarnya. Sedangkan oleh Thomas Davidson istilah ini disebut dengan block
universe. Ada dua aliran dalam cabang ini :
1. Materialisme
Menganggap bahwa sumber asal itu adalah materi bukan rohani. Aliran ini
serung disebut naturalisme. Menurutnya bahwa materi yang tampak
merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
2. Idealisme
Diambil dari kata “ide” yang berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak.
b. Dualisme
Berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumber
asalnya. Yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit.
Kedua macam-macam tersebut berdiri sendiri dan masing-masing bebas. Tokoh
paham ini adalah Descartes yang menamakan kedua hakikat terebut dengan nama
dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang ( kebendaan).
c. Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak belakang dari keseluruhan dan mengakuinya bahwa segenap
macam bentuk merupakan bentuk nyata. Pluralisme berpendapat bahwa kenyataan
alam ini tersusun dari banyak unsur lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran
ini pada masa yunani kuno adalah Anaxago dan Empedochles yang berpendapat
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur yaitu tanah,
air, api, dan udara.
d. Nihilisme
Berasal dari bahasa latin yakni “nothing” yang berarti tidak ada. Paham ini
diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Paham aliran ini
beranggapan Tuhan sudah mati, manusia bebas berkehendak dan berkretivitas.
e. Agnotisisme
Paham ini mengikngkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini
disebabkan oleh karena belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri yang
dapat kita kenal. 4
Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya.
Sebab mnurut aliran ini kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin
tahu apa hkikt yang ada baik oleh inderanya maupun oleh pikiranya. 5
F. Manfaat Ontologi
Manfaat mempelajari ontologi adalah:
1. Sebagai refleksi kritis atau objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-
asumsi dan postulat-postulat ilmu. Diantara asusmsi dasar keilmuan antara lain
yaitu dunia ini ada, dan kita mengetahui bahwa dunia ini benar ada.
2. Dunia empiris dapat diketahui manusia dengan panca indera.
3. Fenomena yang terdapat di dunia ini berhubungan satu dengan lainnya secara
kasual. Ilmu tidak mampu mereflesikan postulat-postulat, asumsi-asumsi, prinsip,
dalil dan hukum sebagai pikiran dasar keilmuan dalam paradigmanya. Dalam hal
ini ontologi dapat membantu untuk mereflesikan eksitensi suatu disiplin keilmuan
tertentu.6

4
Firmanto Agus, Pengetahuan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat, (Jember : STAIN Jember Press, 2013), hlm 59-63
5
Susanto, Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis, (Jakarta: Bumi
Aksara ,2011), 98.
6
Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018), 155.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian
dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek tentang
ontology adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontology
membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat
setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Setelah
menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia, alam
dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah uraian
ontologi. Maka ontology sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian dan
bidang filsafat lainnya. Dan ontology adalah bidang filsafat yang paling sukar.
B. Saran
Demikian pembahasan yang penulis buat. Penulis menyadari bahwa banyak
kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi pembaca demi kesempurnaan
makalah yang penulis buat.
Daftar Pustaka
Biyanto.2018. Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto.2011.Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis,
epistemologis dan aksiologis.Jakarta: Bumi Aksara.
Bahrum.2013 “Ontologi, Epistimologi, dan Akseologi”.
Firmanto Agus.2013. Pengetahuan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.Jember :
STAIN Jember Press.

Anda mungkin juga menyukai