Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

KONSEP OBJEK FILSAFAT : ONTOLOGI, EPISTOMOLOGI, DAN AKSIOLOGI

Penyusun :

Nama : Avira Nariswari

NIM : 18320184

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019
PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan segala


bantuan dan kemudahan yang diberikan-Nya makalah tentang konsep objek filsafat ini dapat
terselesaikan dengan baik guna pemenuhan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika.

Makalah ini akan membahas ebih lanjut mengenai objek-objek filsafat ilmu seperti
ontologi, epistomologi, dan juga aksiologi yang merupakanobjek kajiak filsafat ilmu
sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya.

Seperti yang telah dijelaskan dalam HR Abu Daud bahwa Rasulullah SAW pernah
bersabda “sesungguhnya para nabi tidak mewariskan uang dinar ataupun dirham, akan tetapi
sesungguhnya mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang dapat mengambilnya maka ia
telah mengambil keuntungan yang sangat besar” [HR Abu Daud]

Dari sabda Rasullullah SAW tersebut kita dapat mengerti bahwa ilmu adalah suatu kebaikan
dan mempelajari serta mengkaji lebih dalam suatu ilmu dapat menjadi sebuah kewajiban
dalam segala kondisi. Oleh karena itu, makalah ini dibuat agar dapat digunakan sebagai suatu
sarana untuk mengkaji tentang objek filsafat lebih dalam dan lebih baik lagi.

Dalam makalah ini pokok pembahasannya terfokus pada ontologi, epistomologi, dan
juga aksiologi yang merupakan objek kajian filsafat yang nantinya akan dijelaskna jga
mengenai sejarah, pengertian, fungsi, serta tokoh dari masing-masing objek kajian.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya saya sebagai penulis tidak luput dari yang namanya
kesalahan, oleh karena it saya sangat berharap adanya kritik dan saran yang kedepannya
dapat membantu saya dalam penyusunan makalah yang lebih baik lagi, selain itu pula saya
berharap bahwa dengan adanya makalah ini akan benar dapat membantu menambah
pemahaman kita tentang materi yang dibahas kali ini.
KONSEP OBJEK FILSAFAT : ONTOLOGI, EPISTOMOLOGI, DAN AKSIOLOGI

 Ontologi

Ontologi merupakan objek filsafat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang
melahirkan pengetahuan (https://www.tongkronganislami.net/contoh-makalah-ontologi-
filsafat-ilmu/)

Pengertian ontologi sendiri sebenranya ada banyak tergantung bagaimana cara beberapa ahli
filsafat mengartikan ontologi itu sendiri. Adapula pengertian ontologi menurut beberapa ahli :

 The Liang Gie : Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkapkan
mengenai makna dari sebuah eksisten.
 Sthephen Litle John : Ontologi merupakan cabang ilmu filafat mengenai wujud dan
fenomena yang ingin diketahui oleh manusia. Ontologi berkaitan dengan sifat pada
interaksi sosial atau komunikasi sosial dan merupakan pengerjaan terjadinya
pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas.
(https://pakarkomunikasi.com/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi)
 Jujun S Suriasumantri : Ontologi adalah sesuatu yang membahas tentang apa yang
kita ingin untuk diketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain
ontologi adalah suatu kajian mengenai teori tentang “ada” (Jujun S Suriasumantri
dalam Dr. Amsal Bakhtiar, M.A)
 A. Dardiri : Ontologi adalah sesuatu yang menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata
secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang
logis yang berlainan dapat dikatakan ada. Dalam kerangka tradisional, ontologi
dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada. (A. Dardiri
dalam Dr. Amsal Bakhtiar, M.A)
 Noeng Muhadjir : Ontologi adalah sesuatu yang membahs tentag yang ada, yang tidak
terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas secara universal dan
menampilkan pemikiran semesta universal (Noeng Muhadjir dalam Dr. Amsal
Bakhtiar, M.A)

Ontologi berasal dari dua kata yaitu onto dan logi yang mana jika diartikan yaitu sebuah ilmu
tentang ada (Sebuah ilmu tentang sesuatu yang ada). Ontologi ini adalah sebuah teori tentang
“ada” dan juga realitas yang mana sebenarnya ontologi sendiri merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika ini merupaka salah satu bab dari filsafat yang oleh sebab itu
ontologi menjadi bagian dalam objek kajian filsafat. (Jurnal perkembangan ontologi dalam
filsafat islam)1

Ontologi sendiri mencakup banyak ilmu filsafat seperti logika, metafisika, kosmologi,
teologi, antropologi, etika, estetika, filsafat pendidikan, filsafat hukum dan lain-lain

Seperti yang dijelaskan lebih lanjut oleh inu Kencana Syafii dalam bukunya pengantar
filsafat, Fokus daripada ontologi sendiri adalah pembahasan mengenai sesuatu secara lebih

1
Fatkhul Mufid. Perkembangan Ontolgi Dalam Filsafat Islam. 2013. Hal 277
universal dimana ontologi ini berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang
meliputi segala realitas dalam semua bentuknya (Jurnal Ontologi Epistomologi Dan
Aksiologi)2

Dari yang telah djelaskan lebih lanjut dalam buku Pengantar Filsafat karya Louis O Kattsoff,
jika dilihat dari sifatnya, kebenaran atau kenyataan tentang suatu hal dapat dijelaskan sebagai
berikut :

 Kenyataan bersifat Kealaman (Naturalisme)

Pengetahuan yang bersifat naturalisme ini memiliki pendirian yaitu apa yang dinamakan
kenyataan pasti bersifat kealaman dan beranggapan bahwa kategori pokok yang memberikan
keterangan mengenai suatu kenyataan adalah kejadian (Wm R Dennes, “The Categories of
Naturalism”, dalam Y.H Krikonian (ed), Naturalism and The Human Spirit, dalam Kattsoff,
Louis O, Pengantar Filsafat (New York : The Ronald Press Company,1992), Bab X)

 Kenyataan bersifat Benda Mati (Materialisme)

Pengetahuan yang bersifat materialis ini memandang alam semesta tersusun dari zat-zat renik
dan memandang alam semesta dapat dijelaskan berdasarkan hukum-hukum dinamika.
Dengan adanya pemahaman tersebut, tokoh materialisme ini mengenal sebuah rumus yang
mana menjelaskan bahwasannya tenaga dapat bertukar posisinya dengan sebuah massa, yang
mana sebenarnya saat ini kita tidak bisa lagi berpegang pada pemahaman tersebut, namun
kembali lagi tokoh materialisme tetap berpendirian bahwa substansi yang terdalam dari
sebuah kenyataan adalah materi.

 Kenyataan bersifat Kerohanian ( Idealisme)

Para penganut pemahaman bahwa kenyataan bersifat kerohanian ini percaya bahwa semua
istilah yang terlah mereka sarankan seperti materi, alam, dan sebagainya dirasa sudah cukup
memberikan keterangan mengenai segenap kenyataan yang ada. G Watts Cunningham dalam
bukunya yang berjudul The Idealistic Argument in Recent British and America Philosophy
menjelaskan bahwa idealisme sendiri merupakan suatu ajaran kefilsafatan yang berusaha
menunjukkan agar kita dapat memahami suatu materi atau tatanan kejadian yang terdapat
dalam ruang dan waktu sampai hakekat yang paling dalam.

 Hylomorfisme

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya hylomorfisme adalah sebuah ajaran yang
mengatakan bahwasannya apapun yang terjadi didunia ini sebenarnya terjadi berdasarkan dua
unsur yaitu materi dan juga bentuk dan juga emanasi (sebuah teori tentang keluarnya suatu
wujud yang mumkin (alam dan makhluk) dari zat yang wajibul wujud (Tuhan). Emanasi
sendiri memiliki arti yaitu menurun.

2
Bahrum, SE, M.Ak, Akt. Jurnal Ontologi, Epistomologi, dan Aksiologi. 2013, hlm 36
 Empirisme Logis (Positivisme Logis)

Empirisme logis atau positivisme logis ini merupakan sebuah filsafat yang berpendapat
bahwa filsafat harus dapat memberikan kriteria yang keta untuk menetapkan apakah sebuah
pernyataan adalah benar dan merupakan sebuah kenyataan. Dalam pandangan positivisme ini
terdapat cara pandang yang menganggap bahwa hanya ada satu bentuk dari pengetahuan
yaitu pengetahuan yang berdasar dari pengalaman yang telah dilakukan atau melalui sebuah
observasi sebelumnya serta dapat dlihat melalui bahasa yang logis dan juga sistematis

Dalam buku pengantar filsafat karya Louis O. Kattsoff dijelaskan bahwa ontologi ini
merupakan salah satulapangan penyelidikan filsafat kuno yang muncul berkat perenugan
seorang ahli filsafat barat yaitu Thales.

Sejarah munculnya ontologi ini diawali dengan adanya sebuah perenungan terhadap air yang
dilakukan oleh Thales dimana perenungan tersebut mendapat hasil bahwasanyya air erupakan
sebuah substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Perenungan ini
mendapatkan suatu argumen bahwasannya mungkin sekali jika segala sesuatu berasal dari
satu substansi belaka. (Pengantar Filsafat, Louise O Kattsoff)3

Term Ontomologi endiri pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Gonclenius pada tahun
1636M untuk menamai teori tentang sebuah hakikat yang bersifat metafisis sehingga semakin
menguatkan bahwa ontologi adalah cabang filsafat umum yang membicarakan prinsip yang
paling dasar dari segala sesuatu yang ada.

Adapula fungsi mempelajari ontologi yaitu4 :

 Ontologi berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-
konsep, asumsi-asumsi, dan postulat-postulat ilmu
 Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang
integral,komprehensif, dan koheren
 Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahn yang tidak
mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.

3
Louis O Kattsoff, Pengantar Filsafat,The Ronald Press Company, New York, hlm 191
4
Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Hlm 63
 Epistomologi

Epistomologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertangungjawaban atas
penyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki (DW Hamlyn dalam Dr. Amsal Bakhtiar,
M.A)

Sama halnya dengan ontologi, pengertian mengenai epistomologi juga tidak hanya ada satu.
Hal ini juga disebabkan karena adanya perbedaan sudut padang antar ahli filsafat yang
mengartikan epistomologi, adapula beberapa pengertian epistomologi menurut para ahli :

 Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair : Epistomologi adalah ilmu yang secara
khusus mempelajari dan mempersoalkan secara dalam mengenai apa itu pengetahuan,
darimana pengetahuan itu diperoleh, dan bagaimana cara memperolehnya
 Jujun S. Suriasumantri : Epistomologi adalah cara berpikir serta arah berpikir manusia
dalam menemukan dan memperoleh suatu ilmu dengan menggunakan kemampuan
rasio (akal), indera, serta intuisi.

Dalam sejarahnya, epistomologi ini bukan merupakan hal yang pertama kali
diperbincangkan dalam ranah filsafat barat, karena pada masa itu (sekitar tahun 600M)
penalaran mendalam tentang sesuatu belum terbentuk secara utuh dan belum danggap terlalu
penting saat itu. Pada masa itu, tentunya kaum sofislah yang menjadi “pemeran utama” dalam
perkembangan epistomologi, namun sayangnya kaum sofis belum juga memberikan kaidah
baku terkait dengan epistoologi ini, sehingga semuanya masih berada dalam tingkatan yang
relatif. (jurnal epistomologi bab 2)

Hal tersebut masih terus berlanjut hingga sekitaran tahun 470M masyaraat Yunani mulai
berangsur memihak pada Socrates dan murid-muridnya. Hingga pada akhirnya salah satu
murid Socrates yang paling setia yaitu Plato pertama kali mengajukan pertanyaan terkait
dengan epistomologi yaitu “apa yang dapat kita ketahui” yang mana pertanyaan tersebutlah
yang menjadi babak baru dalam diskursus filosofis. (Jurnal epistomologi bab 2)

Permasalah terkait dengan epistomologi ini tidak lain dan tidak bukan menyangkut tentang
pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan, sehingga disinipun dijelaskan mengenai
beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :

 Empirisme : metode ini menjelaskan bahwa pengatahuan dapat diperoleh melalui


indera, karena biasanya untuk mengetahui dan juga membuaktikan kebenaran sebuah
pengetahuan kita lebih terfokus dengan cara “melihat”, “ mendengar”, “merasakan”
dan lain-lain yang mana semua itu tetap bergantung pada yang namanya panca indera
manusia
 Rasionalisme : metode ini menjelaskan bahwa kebenaran terkait degan suatu ilmu
semuanya bersumber pada akal, dimana raionalisme ini tidak semerta-merta
mengingkari pengalaman, namun dalam metode ini pengalaman dianggap sebagai
sejenis perangsang bagi pikiran.
 Fenomenalisme Ajaran Kant : metode yang diajarkan oleh Kant ini terfokus pada
masalah sebab-akibat, dimana Kant percaya bahwa dalam metode untuk mengetahui
sebuah pengetahuan, masalah sebab akibat merupakan suatu hubungan yang bersifat
niscaya (tentu/pasti).
 Intuisionisme : metode ini muncul ketika ada ketidakpuasan dengan metode yang
diajarkan Kant, yang mana pada metode tersebut menjelaskan bahwa pada “babak
akhir” proses mengetahui pengetahuan kita hanya mengetahui modifikasi dari hal
tersebut bukannya mengetahui kebenaran asli dari hal tersebut. Metode ini berfokus
pada cara pandang masing-masing individu dimana metode ini percaya bahwa ketika
satu individu menerima sebuah pengetahuan maka mereka akan membuat sebuah
catatan tentang hal tersebut guna memahaminya lebih dalam lagi.
 Metode ilmiah : dalam metode ini dijelaskan bahwa untuk mendapatkan pengatahuan
maka harus mengikuti beberapa prosedur tertentu guna mendapatkan jawaban dari
beberapa pertanyaan yang diajukan.

Tentunya mempelajari epistomologi tidak hanya sekadar membuang-buang wajtu namun juga
ada beberapa fungsi penting setelah mempelajari epistomologi ini seperti yang dijelaskan
dalam buku Epistomologi Dasar : Pengantar Filsafat Pengetahuan karya Sudarminta yaitu
diantaranya adalah5 :

 Pertimbangan Strategis. Dengan adanya kajian lebih terkait dengan epistomologi ini,
akan membantu dalam pengolahan tentang pengetahuan yang kita miliki karena
pengetahuan sendiri merupakan hal yang secara strategis penting bagi kehidupan
manusia sehingga diperlukan kajian tentang epostomologi yang terkait dengan
pengelolaan pengetahuan.
 Pertimbangan Kebudayaan. Pengetahuan memegang pengaruh penting dalam hal ini
karena pengetahuan merupakan salah satu unsur dari sebuah kebudayaan dan
merupakan sebuah satu kesatuan karena dengan adanya pengetahuan, makan setiap
manusia mampu mengolah dan mendayagunaan alam lingkungannya. Dari sisi inilah
epistomologi penting karena epistomologi diperlukan untuk mengungkapkan
pandangan tentang apa yang sesungguhnya ada dari kandungan sebuah kebudayan.
 Pertimbangan Pendidikan. Dalam hal ini, epistomologi diperlukan karena memiliki
peranan penting dalam bidang pendidikan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
pengetahuan merupakan sebuah usaha dasar yang digunakan untu membantu setiap
individu muda (peserta didik) untuk mengembangkan pandangan hidup dan
pengetahuan yang terkait dengan hal-hal seperti peta ilmu, sejarah perkembangannya,
sifat hakiki, dan cara kerja ilmu merupakan bahasan dalam kajian epistomologi.

5
Sudarminta, J. Cetakan ke-5 2006. Epistomologi Dasar : Pengantar Filsafat Pengetahuan. Penerbit Kanisius :
Yogyakarta
 Aksiologi

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang mana pada
umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. (Pengantar Filsafat, Louis O Kattsoff) 6

Berbeda dengan ontologi yang membahas tentang hakekat segala sesuatu yang melahirkan
pengetahuan, epistomologi yang membahas tentang pertanggungjawaban atas pengetahuan
yang dimiliki, aksiologi ini adalah objek kajian filsafat yang membahas nilai-nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari suatu pengetahuan yang diperoleh. (Jurnal 1276)

Pengertian aksiologi terkadang masih juga terdapat beberapa perbedaan berdasarkan sudut
pandang dari tiap-tiap ahli yang ada, adapula beberapa pengertian aksiologi menurut para ahli
yaitu :

 John Sinclair : Aksiologi adalah sesuatu yang berkaitan dan merujuk pada pemikiran
atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama
 Wibisono : aksiologi adalah nilai-nilai yang digunakan sebagai tolak ukur tentang
kebenaran, etika, dan moral sebegai dasar normatif suatu penelitian dan penggalian
serta penerapan ilmu.
 Jujun S Suriasumantri : Aksiologi adalah sebuah teori yang berkaitan dengan
kegunaan dari suatu pengetahuan yang telah diperoleh suatu individu
 Richard Laningan : Aksiologi adalah kajian filsafat yang berfokus pada kajan
terhadap nilai-nilai manusiawi serta bagaimana cara mengekspresikannya.
 Menurut KBBI : Aksiologi adalah suatu kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia, kajian terkait dengan nilai-nilai dan etika.

Aksiologi sendiri sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu berasal dari kata
Axios yang mana berarti bermanfaat dan juga Logos yang berarti ilmu pengetahuan, ajaran
dan juga teori. (Jurnal Ontologi, Epistomologi, dan Aksiologi. Bahrum)7

Seperti yang telah dijelaskan dan jika merujuk pada definisi-definisi dari aksiologi diatas
dapat diketahui bahwa aksiologi ini lebih mengacu dan terfokus pada bagian “nilai” dimana
nilai ini diartikan sebagai sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Aksiologi ini muncul pertama kali sekitar abad ke-19 berdasarkan pemikiran daripada
Socrates tentang pengenalan lebih dalam terkait dengan diri sendiri dan umat manusia dalam
perjalanannya ke Athena. Tentunya sebagai manusia pertanyaan tersebut tidak akan muncul
jika Socrates tidak memiliki banyak ilmu, yang mana akhirnya dijelaskan bahwa kembali lagi
aksiologi merupakan kajian tentang kegunaan ilmu dan kitapun sebagai manusia tidak bisa
memungkiri bahwa ilmu atau pengetahuan telah banyak memberikan perubahan kepada dunia
ini (Jurnal Ontologi, Epistomologi, dan Aksiologi. Bahrum)

6
Louis O Kattsoff, Pengantar Filsafat,The Ronald Press Company, New York, hlm 327
7
Bahrum, SE, M.Ak, Akt. Jurnal Ontologi, Epistomologi, dan Aksiologi. 2013. Hlm 40
Dalam perkembangan tentang keilmuan, muncullah sebuah kesangsian tentang kebenaran
bahwa ilmu pengetahuan yang ada selalu bersifat baik bagi kehidupan kita? Apalagi jika
melihat ada beberapa pengetahuan atau ilmu-ilu yang setelah dipelajari malah menjadikan
malapetaka bagi kehidupan manusia seperti ilmu tentang pembuatan bom, pembuatan senjata
yang akhirnya malah merusak kehidupan bukannya menjadi sesuatu yang menjadikan
kehidupan lebiih baik sebagaimana hakekat ilmu pada awalnya. (Filsafat Ilmu, Dr. Amsal
Bakhtiar, M.A)8

Jika melihat daripada beberapa kasus tentang ilmu yang malah membuat malapetaka pada
kehidupan manusia, kita dapat mengetahui bahwa keilmuan yang ada berkaitan dengan yang
namanya “Etika” yaitu sesuatu yang berkaitan dengan kebaikan (dalam arti kesusilaan).
Seperti yang dijelaskan dalam Jurnal 1276 ini, jika dikaitkan dengan adanya etika maka
keilmuan dapat kita kategorikan menjadi dua, yaitu :

 Ilmu Bebas Nilai :yaitu sebuah kajian keilmuan yang mana menyatakan bahwa ilmu
dan teknologi yang ada adalah bersifat otonom yang dapat diartikan bahwa semua
yang berkaitan dengan peyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu
sendiri.
 Teori Tentang Nilai : yaitu sebuah kajian keilmuan yang mana mengkaji lebih dalam
terkait dengan hal-hal seperti hakikat nilai dan valuasi (perkiraan pandangan tentang
nilai) dan nantinya mengkaitkan dengan minat atau kepentingan yang ada.

Tentunya aksiologi tidak berhenti sampai disitu saja, akrena seperti yang juga dijelaskan
dalam buku LOK, ada beberapa pendekatan dalam aksiologi yaitu :

 Pendekatan bahwa nilai sepenuhnya berhakekat subyektif, yang mana penjelasannya


adalah pendekatan ini menyatakan bahwa nilai atau ilmu merupakan reaksi yang
diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaan daripada nilai ini tergantung pada
pengalaman mereka sendiri.
 Pendekatan bahwa nilai merupakan kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi, yang
mana pendekatan ini menyimpulkan bahwa nilai-nilai yang dikaji lebih dalam pada
aksiologi ini merupakan esensi-esensi logis yang mana sebelumnya dapat diketahui
terlebih dahulu melalui akal.
 Pendekatan bahwa nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan, yang
mana dalam pendekatan yang terakhir ini dijelaskan bahwa nilai ini berkaitan tentang
bagaimana cara kita memverifikasi suatu kebenaran yang ada terkait dengan segala
sesuatu yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pembahasan mengenai aksiologi tentunya akan amat sangat panjang dan bersifat lebih
kompleks lagi, namun jika kita mengkaji lebih dalam mengenai aksiologi ini ada beberapa
manfaat yang akan berfungsi baik bagi kehidupan kita seperti :

8
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 162
 Dengan mempelajari lebih dalam tentang aksiologi, kita menjadi akan lebih paham
bahwa tidak semua ilmu yang ada di dunia ini selalu bersifat baik dan selalu berguna
bagi kelangsungan kehidupan kita
 Denganadanya aksiologi kita lebih bsa memilah mana yang baik dan benar serta dapat
kita manfaatkan untuk kehidupan.
Saran dan Kesimpulan

Dari beberapa kajian tentang ontologi, epistomologi, dan aksiologi diatas, kita dapat sama-
sama menjadi lebih paham bahwasannya filsafat dan ilmu pengetahuan ternyata memang
sangat tidak bisa dipisahkan, karena keduanya memiliki keterkaitan yang sangat amat besar.
Pengetahuan dan juga objek-objek kajian filsafat seperti ontologi, epistomologi, dan aksiologi
juga tidak bisa kita pisahkan karena didalamnya terdapat beberapa prosedur yang dibutuhkan
untuk mengkaji sebguah pengetahuan sampai akhirnya dapatkita tetapkan kebenarannya dand
apat kita gunakan untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik lagi.

Tentunya dalam mempelajari hal baru tidaklah merupakan sebuah kegiatan yang mudah dan
memakan waktu singkat, saran saya sebagai penulis terkait dengan pengkajian lebih dalam
hendaknya kita dapat bersikap lebih sabar dan lebih mau mengulik sejauh-jauhnya terkait
dengan ilmu pengetahuan agar kita sebagai manusia benar-benar mengerti secara keseluruhan
dan dapat memahami setiap pengetahuan yang ada.

Dalam penulisan makalah ini saya sebagi penulis mengalami beberapa kesulitan mayoritas
pada pencarian sumber data penulisan, sehingga hendaknya kedepannya nanti dalam penulisn
makalah selanjutnya, pencarian sumber data untuk makalah dapat diletakkan dalam prioritas
untama, karena sumber data yang kita dapatkan akan sangat amat mempengaruhi baik
buruknya hasil penulisan makalah kita.
Daftar Pustaka

Sudarminta, J. Cetakan ke-5 2006. Epistomologi Dasar : Pengantar Filsafat Pengetahuan.


Penerbit Kanisius : Yogyakarta

Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat (Element Of Philosophy). New York : The
Ronald Press Company

Bahrum, SE, M.Ak, Akt. 2013.Ontologi, Epistomologi, dan Aksiologi. Sulesana. 8(2). Hlm
35-43

Fatkhul Mufid. 2013. Perkembangan Ontologi dalam Filsafat Islam. Jurnal Penelitian. 7(2).
Hlm 275-297

Anda mungkin juga menyukai