Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ONTOLOGI MENYINGKAT LAPISAN REALITAS

Nama : MUHAMMAD GADING SATRIA

FAHRI PERMANA

Nim : 10300122048

10300122052

Mata Kuliah : Pedoman penulisan karya ilmiah

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan kesempatan ini penulis ingin mengucapkan puji syukur kehadirat


Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis,
sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul "Ontologi menyingkat lapisan realitas" ini, ditulis


untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pedoman penulisan karya ilmiah. Pada
kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini kami buat dengan harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi teman-teman semua khususnya bagi saya sendiri.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik bentuk,
isi, dan lainnya. Oleh sebab itu, sebuah kritikan sangat dibutuhkan. Semoga
kehadiran makalah ini mendatangkan banyak manfaat bagi pembaca.

Makassar, 21 September 2022

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau
bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas
bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang
membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan
aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan.
Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam
memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya.
Setiap manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, baik
berupa fakta. konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek.
Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau melalui interaksi
antar manusia dan lingkungannya. Mengetahui apa sesungguhnya ilmu,
tidaklah melalui ilmu itu sendiri, tetapi melalui filsafat ilmu. Melalui filsafat
ilmulah segala penjelasan mengenai ilmu diperoleh. Karena itu, filsafat ilmu
demikian penting untuk didalami oleh setiap ilmuan agar ia mengenal
hakikat sesuatu yang dimilikinya, yaitu ilmu.
Dalam makalah ini akan memaparkan tentang salah satu cabang dalam
filsafat, yakni ontologys; cabang ini menguak tentang objek apa yang di
telaah ilmu? Dan yang paling utama ontology sesungguhnya membahas
tentang bagaimana ontologi menyingkat lapisan realitas?
Objek telaah ontology adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada
dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metaphisika.
Istilah ontology banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam
konteks filsafat ilmu. Persoalan tentang ‘ada’ (being) menghasilkan cabang
filsafat metafisika. Meta berarti di balik physika berarti benda-benda fisik.
Pengertian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam
dan radikal dari kenyataan. Dalam kajian ini para filosof tidak mengacu
pada ciri-ciri khusus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu pada
ciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah satu cabang
filsafat mencakup persoalan ontologys, kosmologis dan antropologis. Ketiga
hal itu memiliki titik sentral kajian tersendiri.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat,
hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula.
Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana
mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan
dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji,
bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.
Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita
akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.

1.2 Permasalahan

1. Jelaskan apa yang dimaksud Ontologi?


2. Bagaimana ontologi menyingkat lapisan realitas?

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

a) Sebagai tugas mata kuliah Pedoman penulisan karya ilmiah

b) Menjelaskan pengertian ontologi

c) Menjelaskan beberapa konsep manfaat ontologi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Istilah ontology baru muncul pada pertengahan abad 17, yang pada
waktu itu juga muncul istilah philosophia entis atau filsafat mengenai
yang ada. Tapi sebagai pencarian jawaban mengenai hakikat asal alam
semesta, ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling
kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan
sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan
yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles.
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara
penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang
pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam
yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk
menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First
Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu On=being, dan Logos=logic. Jadi,
ontologi adalah The Theory of Being Qua Being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan). [Amsal Bakhtiar, 2007:132]
Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang
“ada”. [Jujun S. Suriasumantri, 1985:5]
Jadi dapat disimpulkan bahwa:
- Menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu
On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Ontologi adalah ilmu tentang hakikat
yang ada.
- Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan Kenyataan yg asas, baik yang berbentuk
jasmani / konkret, maupun rohani / abstrak.

Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu


fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses
bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses
tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan
pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan
realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi,
Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah
ilmu.
Adapun pengertian lain dari Ontologi yaitu, Ontologi terdiri dari dua
suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud
dan logos berarti ilmu. Jadi Ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau
teori tentang wujud yang ada. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada)
dengan berdasar dengan logika1 Ontologi atau disebut juga dengan istilah
metafisika, mempersoalkan adanya sesuatu yang ada.
Ontologi, secara sederhana dapat dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Hakikat
kenyataan atau realitas dapat dilihat dengan dua macam sudut pandang.
Yang pertama, kauntitatif dan kualitatif2. Konsep tentang wujud adalah
sulit didefinisikan dengan tepat mengingat wujud sudah ada terlebih
dahulu sebelum konsep tentang segalanya muncul3.

Dalam kamus Filsafat Lorens Bagus terdapat beberapa Pengertian


ontology antara lain:
1. Study tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri
yang berbeda dari satu study tentang hal-hal yang ada secara khusus.
Dalam mempelajari Yang Ada dalam bentuknya yang sangat abstrak
studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti: “Apa itu Ada-dalam
dirinya sendiri? “Apa hakikat Ada sebagai Ada?
2. Cabang filsafat yang menggeluti tata cara dan struktur realitas dalam
arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti:
ada/menjadi, aktualitas/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada
sebagai yang-ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencukupi diri
sendiri, hal-hal terlahir, dasar.
3. Cabang filsafat yang mencoba:
a. Melukiskan hakikat Ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut,
Bentuk Abadi Sempurna).
b. Menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi
eksistensinya.
c. Menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat
individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.

Sebagai bahan perbandingan mengenai konsep ontology ilmu yang


islami, mari kita lihat QS. Ali Imran ayat 190-191 sebagai berikut:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya


malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
1
Adib, mohammad  filsafat ilmu, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2011) hlm: 69
2
Ibid, hlm. 72
3
Amroini Drajat, Kritik Falsafah Peripatetik, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2005),
hlm.120
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah
kami dari siksa neraka.”

Dari ayat tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa Konsep Ontology


Ilmu yang Islami memandang realitas dari sudut pandang ke-Khalik-
makhluk-an. Artinya, melihat realitas dari pemahaman adanya Allah
sebagai Khalik (pencipta) dan segala sesuatu selainNya sebagai makhluk,
segala atribut yang bisa secara benar dilekatkan pada makhluk adalah
perwujudan niscaya karena kemakhlukannya.

Olehnya itu, dapat ditarik kesimpulan tentang makna sesungguhnya


ontology ketika kita coba menarik makna dari sudut pandang Islami
sebagai mata rantai yang nyaris terlupakan dengan memberikan
pengertian dasar Logos yang berarti Tuhan, jadi Ontologi disini
mengandung pengertian tentang hakikat keberadaan Tuhan.

2.2 Beberapa Pandangan Ontology mengenai realita


Dalam relevansinya dengan pembicaraannya filsafat pengetahuan,
khususnya melalui filsafat Barat, sebenarnya pembahasan masalah
ontology berpusat pada keinginan untuk menjawab pertanyaan apa
sesungguhnya yang dimaksud sebagai kenyataan (reality)?. Dalam
filsafat, pertanyaan tersebut merupakan masalah yang ditemukan beragam
jawaban filsafatinya sesuai dengan keragaman “corak” sistem kefilsafatan
yang mendasarinya. Untuk itu, dengan membatasi diri pada corak
kefilsafatan Barat, dari mana filsafat Barat melandaskan diri untuk
menemukan bentuknya dewasa.
Ini akan dikemukakan secara singkat pandangan-pandangannya mengenai
realitas:

1. Naturalisme
adalah sebuah aliran filsafat yang secara harfiah mengandung arti
sebagai faham serba alam. Secara sederhana, menurut naturalisme,
kenyataan pada hakikatnya bersifat kealaman, yang kategori pokoknya
adalah kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu. Apapun yang nyata
pasti termasuk dalam kategori alam. Sesuatu yang dapat dikategorikan
demikian itu, dapat “dijumpai” dan dapat dipelajari oleh manusia,
dengan cara-cara sebagaimana dikenal dewasa ini dengan metode
ilmiah.
Dengan demikian pandangan ontologys naturalisme mengenai
kenyataan ialah apa saja yang bersifat alam, yakni segala yang berada
dalam ruang dan waktu. Akibat dari pandangan ini adalah:
(1) segala sesuatu yang dianggap ada, namun di luar ruang dan waktu,
tidak mungkin merupakan kenyataan,
(2) segala sesuatu yang tidak mungkin dipahami melalui metode-
metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu kealaman, tidak mungkin
merupakan kenyataan.

2. Materialisme
Hakikat kenyataan adalah materi. Demikian doktrin pandangan
filsafat materialisme. Doktrin tersebut didasarkan pada argument
filosofis bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakan nyata (1) pada
hakekatnya berawal dari materi, atau (2) terjadi karena gejala-gejala
yang bersangkutan dengan materi. Karena itu, materialisme
menyatakan bahwa tidak ada entitas nonmaterial dan kenyataan
supranatural. Pikiran dan aksi mental lain yang oleh kebanyakan orang
dianggap tidak bersubstansi material, pada dasarnya adalah
perwujudan dari gejala-gejala yang bersangkut paut dengan materi.
Materialisme menolak hal – hal yang tidak kelihatan. Baginya,
yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat
material atau sama sekali tergantung pada material. Jadi realitas yang
sesungguhnya adalah lambang kebendaan dan segala sesuatu yang
mengatasi alam kebendaan. Oleh sebab itu seluruh realitas hanya
mungkin dijelaskan secara materialistic.

3. Idealisme
Bertolak belakang dengan materialisme dan naturalisme, idealisme
merupakan satu corak kefilsafatan yang berpandangan bahwa hakikat
terdalam dari kenyataan tidaklah bersifat materi, melainkan bersifat
rohani dan spiritual (kejiwaan). Karena itu istilah idealisme terkadang
dikenal juga dengan istilah immaterialisme atau mentalisme.
4. Hilomorfisme
Hilomorfisme merupakan istilah yang dalam bahasa yunani
merupakan bentukan dari dua kata yaitu hyle (materi) dan morphe
(bentuk, rupa). Hilomorfisme meletakkan pandangannya dengan
doktrin bahwa tidak satupun hal yang bersifat fisis yang bukan
merupakan kesatuan dari esensi dan eksistensi. Artinya ia selalu
memiliki sifat fisis dan hakikat tertentu. Eksistensi dapat dipersepsi
secara inderawi dan esensi dapat dipahami secara akali.

5. Positivisme
adalah aliran filsafat yang secara radikal beranjak dan ketidak
percayaan terhadap pandangan-pandangan dan pembicaraan-
pembicaraan metafisis yang dilakukan oleh aliran filsafat sebelumnya.
karena itu, para penganutnya menyatakan bahwa positivisme adalah
suatu filsafat non metafisik.

Sebenarnya, jika kita berpijak pada Al-Qur’an dalam membangun


pikiran ontologism, maka segala sesuatu selain Al-Khaliq (Pencipta)
adalah Makhluq (ciptaan). Hal ini dikenal dengan satu doktrin primum
principium yang diistilahkan dengan doktrin “ke-Khaliqmakhluqan”.
Dari sinilah landasan pemikiran ontologys kita yang Islami/Qurani
dibangun. Dalam hal ini, Realitas itu sesungguhnya berlapis-lapis.
Lapisan pertama adalah Tuhan dan ciptaann-Nya adalah manifestasi
dari realitas-realitas yang lain.
Jika bertitik tolak dari doktrin tersebut, dengan tujuan
membicarakan hakikat realitas dalam arti sehakiki-hakikinya, maka
yang sungguh-sungguh ada, sebenarnya adalah dan hanyalah Al-
Khaliq (Yang Maha Pencipta) semata. Dengan kata lain, Al-Khaliq
ialah Yang Ada Mutlak, sedangkan makhluq (ciptaan) adalah hanya
mungkin ada karena ia di’ada’kan oleh Al-Khaliq. Secara singkat,
makhluq sebagai “yang ada”, adalah “yang mungkin ada” karena ia
di”ada”kan oleh Allah sebagai penciptanya. Yang mutlak “ada” adalah
Al-Khaliq (Pencipta), sedangkan makhluq (ciptaan) hanyalah “yang
mungkin ada” (wujud mumkin).
Atas dasar itulah, lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam
pembicaraan mengenai realitas (alam) Allah memberi petunjuk
eksplisit bahwa ada realitas syahadah (realitas yang dapat dipahami
karena adanya ciptan-Nya yang maujud secara syahadah (bendawi)
tunduk dan berpijak pada hukum-hukum alam bendawi dan potensial
dipersepsi secara inderawi) dan ada realitas gaib (realitas yang juga
dapat dipahami, tetapi bukan karena adanya sebagai wujud secara
bendawi atau dapat dipersepsi dengan indra lahiri). Karena itu, bertitik
tolak dari petunjuk ini, maka dimensi-dimensi yang digunakan sebagai
ukuran untuk memahami hakikat realitas tidak bisa secara ekstrim
menggunakan satu untuk seluruh entitas pembentuk realitas.

2.3 Fungsi dan manfaat dan sebab-sebab penting tentang ontologi


Fungsi dan manfaat dalam mempelajari ontologi, yaitu berfungsi
sebagai refleksi kritisatas objek atau bidang garapan, konsep-konsep,
asumsi-asumsi, dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar
keilmuan antara lain pertama, dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui
bahwa dunia ini benar ada. Kedua, dunia empiris dapat diketahui oleh
manusia dengan pancaindra. Ketiga, fenomena yang terdapat di dunia ini
berhubungan satu dengan yang lainnya secara kausal (Ansari 1987: 80
dalam buku Ihsan 2010).
Manfaat mempelajari ontologi
1. Sebagai refleksi kritis atau objek atau bidang garapan, konsep-
konsep, asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu. Di antara asusmsi
dasar keilmuan antara lain yaitu dunia ini ada, dan kita dapat
mengetahui bahwa dunia ini benar ada.
2. Dunia empiris dapat diketahui manusia dengan panca indera
3. Fenomena yang terdapat di dunia ini berhubungan satu dengan yang
lainnya secara kausal. Ilmu tidak mampu merefleksikan postulat-
postulat, asumsi-asumsi, prinsip, dalil dan hukum sebagai pikiran
dasar keilmuan dalam paradigmanya. Dalam hal ini ontologi dapat
membantu kita untuk merefleksikan eksistensi suatu disiplin
keilmuan tertentu

Adapun Ontologi menjadi penting karena adanya sebab, diantaralain:

1. Kesalahan suatu asumsi, akan melahirkan teori, metodologi keilmuan


yang salah pula. Sebagai contoh, ilmu ekonomi dikembangkan atas
dasar postulat bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya",
dan asumsi bahwa hakikat manusia adalah "homo ekonomikus",
makhluk yang serakah, maka asumsi ini akan mempengaruhi teori dan
metode yang didasarkan atas keserakahan manusia tersebut. Padahal
kebenaran asumsi tersebut secara ontologis masih diragukan, namun
sebagai ilmu, asumsi tersebut berterima tanpa pengujian.
2. Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia
yang integral, komprehensif, dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya
mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada
akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek
telaahannya, namun pada kenyataannnya kadang hasil temuan ilmiah
berhenti pada simpulan-simpulan parsial dan terpisah-pisah. Ilmuwan
dalam hal ini tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut
dengan pengetahuan lain.
3. Ontologi membantu memberikan masukan informasi untuk mengatasi
permasalahan yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.
Dalam hal ini ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas
kajian ilmu. Dengan demikian berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat
diketahui dari tiap masa.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Ontologi merupakan ilmu yang menerangkan teori-teori tentang realitas,
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, Pendekatan realitas
tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan menjadi kualitatif, realitas akan
tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme. Metode
yang digunakan dalam ontologi adalah abstraksi fisik, abstraksi bentuk dan
abstraksi metafisik.
Ontologi juga merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah
menunju aninculnya perenungan di bidang kkan ontologi. Yang tertua di
antara segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas
perenungannya terhadap air merupakan substansi tordalarn yang segala
sesuatu.
Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah
kita mimerangkan hakikat dart segala yang ada ini? Pertama kali orang
dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan
yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani
(kejiwaan). Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala
yang ada dam yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realita adzilah ke-
real-an, Riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah
kenyataan sebenarnya sesuatu. bukan kenyataan sementara atau keadaan
yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goelenius pada
tahun 1636 M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat
metafisis. Dalam perkem bangannya Christian Wolff (1679-1754 M)
membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika
khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
3.2 SARAN

Demikian makalah yang dapat saya sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat


bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun saya harapkan untuk
penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Jika ada kesalahan atau
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, mohammad  filsafat ilmu, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2011) hlm: 69

Ibid, hlm. 72

Amroini Drajat, Kritik Falsafah Peripatetik, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta,


2005), hlm.120

Ihsan, Fuad 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta

Suminar, Tri Tinjauan Filsafati (Ontologi. Epistemologi dan Aksiologi

epistemologis, dan aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai