ONTOLOGI
OLEH :
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI EPIDEMIOLOGI
SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, baik
berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek.
Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau melalui interaksi
antar manusia dan lingkungannya. Salah satu wujud pengetahuan yang dimiliki
manusia adalah pengetahuan ilmiah yang lazim dikatakan sebagai “ilmu”. Ilmu
adalah bagian pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan dapat dikatakan
ilmu. Seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu bagaimana
cara bermain gitar, maka seorang lainnya mungkin bertanya : apakah
pengetahuan anda itu merupakan ilmu ? tentu saja dengan mudah dia dapat
menjawabnya bahwa pengetahuan bermain gitar bukanah ilmu, melainkan seni.
Prof. Jujun menyatakan bahwa ilmu adalah satu buah pemikiran manusia dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan. Kata sifat ilmu adalah “keilmuan”.
Keilmuan memiliki memiliki tugas membantu menusia dalam memecahkan
masalah.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada
baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta.
Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa
adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian
dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau
bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana
kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas
tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau
teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari
ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu
luas ruang lingkup dan pembahansannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa pengertian ontologi?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan ontologi itu ?
3. Apa saja jenis-jenis aliran dari ontologi ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari ontologi.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan ontologi.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis aliran dari ontologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan
Logos. Logis Jadi ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara
istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang
merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau
abstrak.
Objek ilmu atau keilmuan itu empirik, dunia yang dapat dijangkau
dengan panca indra. Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan kata
lain ontology adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang berwujud
(yang ada) dengan berdasarkan pada penalaran logis. Bidang pembicaraan teori
tentang ontologi (hakikat) ini luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin
ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk teori
tentang hakikat ialah teori tentang keadaan (Langeveld).
Apa itu hakikat ? hakikat ialah realitas; realitas adalah ke-real-an; real
artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan yang
sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau
menipu, bukan keadaan yang berubah.
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM)
dengan teori ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau
konsep universal dari setiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda,
bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-
tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih
ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea itu adalah
paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang
berada di Benua manapun di Dunia ini.
Demikan pula manusia juga punya idea. Idea manusia menurut Plato
adalah “badan hidup” yang kita kenal dan dapat berfikir, dengan kata lain, idea
manusia adalah “binatang yang berfikir”. Konsep binatang ini bersifat
universal, berlaku untuk semua manusia baik itu besar atau kecil, tua atau
muda, lelaki-perempuan, manusia Eropa, India, Asia, China, dan sebagainya.
Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea inilah yang merupakan
hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu. Idea-idea itu berada di
balik yang nyata dan idea itulah yang abadi.
Benda-benda yang kita lihat atau yang dapat ditangkap oleh panca-indra
senantiasa berubah. Karena itu, ia “bukanlah hakikat”, tetapi hanya
“bayangan”, “kopi” atau “gambaran” dari idea-idea-nya. Dengan kata lain,
benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca-indra ini hanyalah khayal dan
ilusi belaka.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental
dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang
logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat
dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori
mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa
yang ada.
c. Lorens Bagus menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam
semua bentuknya.
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh
kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori
tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari
sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan:
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik
dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi
filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu
benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut.
(Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM).
B. Sejarah Perkembangan Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis
dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan
orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales
terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala
sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa
dianggap ada berdiri sendiri). Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa
didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang: kuantitatif, yaitu dengan
mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
a. yang-ada (being)
b. kenyataan/realitas (reality)
c. eksistensi (existence)
d. esensi (essence)
e. substansi (substance)
f. perubahan (change)
g. tunggal (one)
h. jamak (many)
Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara
menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris
(misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu
teknik dan sebagainya).
a. Objek Materi
Secara antologis, artinya metafisis umum, objek materi
yang dipelajari dalam plural ilmu pengetahuan, bersifat monistik
pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas
ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan
dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu
dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. Kenyataan itu
mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan.
Dengan kata lain, prulalitas ilmu pengetahuan berhakikat satu,
yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas
jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi itu.
Semua makhluk, sebagai objek materi pluralitas ilmu
pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses
kausalistik.
Keberadaan manusia didahului dengan keberadaan
binatang; keberadaan binatang didahului keberadaan tumbuh-
tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-tumbuhan didahului oleh zat
kebendaan. Secara sistematis, masing-masing berada dalam sistem
saling bergantung ( interdependence ), dan zat kebendaan terkecil
( atom ) secara eksistensial berfungsi sebagai sumber
ketergantungan makhluk-makhluk lain sesudahnya. Tetapi secara
substansial, keberadaan atom sebagai zat kebendaan terkecil itu
bukanlah dalam tingkat kesempurnaan (berdiri sendiri), melainkan
berada pada tingkat aksidental, artinya berada dengan cara
ditentukan.
Keberadaan zat kebendaan demikian ditentukan oleh
penyebab terdahulu, sekaligus sebagai penyebab pertama dan
terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh karena itu, pada tingkat
substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu pengetahuan, sebagai
akibat prulalitas objeknya, berada dalam satu kesatuan di dalam
diri causa prima-nya.
b. Obek Forma
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada
umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,
termasuk metafisika dan ada sesudah kematian maupun segala
sumber yang ada yaitu tuhan yang maha esa. Objek forma
ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan realitas
tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan menjadi kualitatif,
realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme,
naturalisme.
Menurut Lorens Bagus, metode dalam ontologi dibagi
menjadi tiga tingkatan abstraksi yaitu : abstraksi fisik, abstraksi
bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik mendeskripsikan
keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi bentuk
mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu
yang sejenis. Abstraksi metafisik mendeskripsikan tentang prinsip
umum yang menjadi dasar dari semua realita. Untuk ontologi ini
metode yang sering digunakan adalah abstraksi metafisik karena
dalam ontologi menerangkan teori-teori tentang realitas.
Menurut Lorens Bagus, metode pembuktian dibagi menjadi
dua yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah
berada lebih dahulu dari predikat dan kesimpulan term tengah
menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan, sedangkan pembuktian
a posteriori disusun dengan term tengah ada sesudah realitas
kesimpulan, dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang
dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktiannya
disusun dengan tata silogistik, dimana term tengah dihubungkan
dengan subjek sehingga term tengah menjadi akibat dari realitas
kesimpulan.
Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik
pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup.
Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu
pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan
cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya atau
filsafat. Ilmu pengetahuan pada umumnya atau filsafat, ilmu
pengetahuan mempersoalkan kebenaran secara khusus, konkret
dan objektif, yang selanjutnya desebut kebenaran objektif, yang
selanjutnya disebut kebenaran objektif. Kebenaran demikian
tingkat kepastiannya lebih kuat, karena didukung oleh fakta-fakta
konkret dan empirik objektif. Dalam hubunganya dengan perilaku,
kebernaran objektif memberikan landasan stabil dan
es tabil sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya,
dan bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak. Sedangkan
objektifitas suatu objek materi, apapun jenisnya, bukan terletak
pada keseluruhan tetapi pada bagian-bagian kecil dari objek itu.
Mengingat di dalam diri objek materi terdapat bagian-bagian yang
prular, dan mengingat keterbatasan subjek, maka dalam kegiatan
ilmiah, subjek prular memilah-milah objek studi ke dalam bagian-
bagian, dan kemudian memilih salah satu bagian sebagai lapangan
studi. Lapangan studi inilah yang dimaksud dengan objek forma.
C. Jenis - jenis Aliran Ontologi
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian
melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan
menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu
berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada itu?
(How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)”.
a). Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua.
Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa
materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing
bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang
pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah
tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia
menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah
monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini
kemudian terbagi ke dalam dua aliran .
1. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya
fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh itu hanyalah
merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu
cara tertentu. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air,
karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM)
berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa
udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370
SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang
banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah
yang merupakan asal kejadian alam.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalisme,
sebenarnya ada sedikit perbedaan diantara dua paham itu. Namun begitu,
materlialisme dapat dianggap seatu penampakan diri dari naturalism.
Naturlisme berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang lainnya diluar
alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini ialah segala-galanya,
meliputi benda dan ruh. Jadi bnda dan ruh sama nilainya dianggap
sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh
adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda dan ruh seperti
dalam naturalisme.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yg paling tua, paham ini
timbum dan tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu
diwarnai dengan filsafat dan agama. Alasan mengapa aliran ini
berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan
hakikat adalah:
a. Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang
dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran
sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang
abstrak.
b. Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa
pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat
sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam
peristiwa ini.
c. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda
seperti padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul disitu. Kesemuanya
ini memperkat dugaan bahwa yang memperkuat hakikat adalah
benda.
2. Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang
dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang
spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu
sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat
kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau
sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menepati
ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan
ruhani. Dan menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu
yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak
dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini
dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan
selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah
membawa orang pada kebenaran sejati. Dalam perkembangannya, aliran
ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya.
Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep
universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah
ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :
a. Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupan manusia. Ruh ini dianggap sebagai
hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya,
bayangan atau penjelmaan saja.
b. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia diluar
dirinya.
c. Materi ialah kumpulan energy yang menempati ruang. Benda
tidak ada, yang ada energy itu saja. Materi bagi penganut
idealism sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk
kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai
kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai
manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi kebudayaan
adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah ruhani.
Karenanya aliran ini dapat disebut idealism dan dapat disebut
spiritualisme. Aristoteles (284-322 SM) memberikan sifat
keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide
itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu
sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.
b). Aliran Dualisme
Sebab - sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita
anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah,
karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak,
yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam
pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh
pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang
berdiri sendiri
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.