Kelompok 2
Tim Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENGENDALIAN PERSEDIAAN
4
Menurut kelompok kami bahwa persediaan merupakan suatu istilah yang
menunjukan segala sesuatu dari sumber daya yang ada dalam suatu proses
yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala kemungkinan yang
terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah lain.
Sedangkan definisi pengendalian persediaan menurut Everett, E. Adam,
Jr., Ebert, Ronald J(1995), yaitu : “Inventory control is the technique of
maintaining stockkeeping at desired level. In manufacturing, since the focus
is on a physical product, emphasis is on material control.”
Jadi menurut kelompok kami dapat disimpulkan bahwa pengendalian
persediaan adalah suatu teknik yang sistematis untuk mengatur dan menjaga
persediaan barang (jenis dan jumlah) agar tetap berada pada tingkat yang
diinginkan, sehingga dapat melindungi kelancaran produksi, memenuhi
permintaan konsumen, serta mengambil keuntungan dari kebutuhan-
kebutuhan pembelanjaan perusahaan dan dapat meminimumkan total biaya
operasional perusahaan.
5
C. Cara Pengendalian Persediaan
Menurut Permenkes No. 58 tahun 2014, cara untuk mengendalikan
persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah:
1. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving);
2. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga
bulan berturut-turut (death stock);
3. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
D. Stock Record
Stock record merupakan data inti pada sistem inventory management.
Stock record tersebut merupakan sumber informasi primer yang digunakan
pada berbagai kegiatan (seperti penghitungan kebutuhan, re-order). Sehingga
ketidak-akuratan atau inakurasi pencatatan akan menghasilkan forecast
kebutuhan yang tidak akurat (dan dapat mengakibatkan stockout dan
stagnant). Sebelum membahas lebih jauh mengenai inakurasi pada stock
record, berikut ada macam-macam stock record yang biasa dipakai dalam
persediaan farmasi.
Manual stock record yang sering digunakan adalah sebagai berikut (WHO,
2012):
1. Vertical file card: merupakan kartu data yang disimpan secara vertikal
dengan pengurutan alfabet atau numerik di kotak atau laci penyimpanan.
2. Sistem ‘Kardex’: Kartu data disimpan pada laci dengan nama dan nomor
stok pada sisi yang terlihat, yang digunakan sebagai indeks.
3. Bin Cards: merupakan kartu data yang secara fisik disimpan bersamaan
dengan stok. Sistem ini membuat monitoring menjadi lebih mudah, dapat
berperan sebagai pengingat/ reminder dalam penyimpanan stok.
6
G
a
m
b
a
r
1
.
2
.
T
abel dalam Bin Cards, Sumber: Google Images
4. Sistem ‘Ledger’: Arsip atau pencatatan disimpan pada buku besar (ledger)
7
susah. Terutama untuk barang yang sama yang disimpan di tempat yang
berbeda
8. Petugas tidak digaji dengan baik, tidak dilatih dan tidak ada motivasi
dalam bekerja
8
2. Bar Coding
Komputer memiliki kekurangan yaitu tidak bisa membaca apa yang
mereka tulis. Bar Code dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut.
Beberapa keunggulan penggunaan bar coding adalah:
a. Speed of transaction
Bar coding dapat memproses transaksi besar dengan cepat sehingga
memungkinkan mencapai situasi ideal. Penurunan jumlah stok
segera tercatat saat terjadi transaksi, ini berarti bahwa stock record
benar-benar sama dengan bin card sepanjang waktu, sehingga
siapapun yang memeriksa kuantitas setiap saat dapat melakukan
koreksi dengan cepat dan tepat jika ada perbedaan.
b. Accuracy
Stock control dan manajemen informasi yang dihasilkan juga akurat,
otomatis dan segera. Bar coding dapat menjadi solusi terbaik dalam
masalah keakuratan stock, karena input dan output data jauh lebih
tepat.
Meskipun ada beberapa keunggulan, sistem bar code berpotensi untuk
terjadi error, hal ini muncul karena:
a. Pembuatan bar code (kode yang salah atau label yang diletakkan pada
item yang salah)
b. Membaca bar code (kemungkinan terjadi kode terbaca dua kali, atau
salah membaca item)
c. Melakukan scan item dua kali. Jika ini diduga sebagai masalah, sistem
dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengulang input dan
menggunakan sebuah konfirmasi beserta key input.
d. Kode tidak terbaca (karena label menjadi rusak oleh air, kotoran,
minyak, dan lain sebagainya)
e. Waktu terlewat sehingga tidak terbaca
Waktu telah dibahas sebagai masalah utama dalam akurasi catatan,
dan bar coding memiliki potensi untuk segera update sistem.
9
f. Kesalahan sistem
Selama pelaksanaan sistem bar code ada potensi kesalahan sistem,
tetapi ini harus diminimalisir.
3. Portable Terminals
Untuk mencapai persyaratan dasar akurasi, catatan harus turun pada
saat tanggal yang sama seperti proses fisik dilakukan (menerima,
memilih, pengiriman dll.). Pencatatan secara cepat dapat dilakukan
menggunakan mobile terminal pada saat transaksi itu berlangsung.Mobile
terminal memungkinkan untuk membuat bagian penyimpanan beroperasi
dengan efektif dengan menyimpan seluruh catatan stok dalam alat
tersebut.Penggunaan terminal mobile memberikan keuntungan antara
lain:
a. Saldo stok dapat diperiksa dan catatan up-to-date
b. Prioritas pesanan dapat dimasukkan dalam urutan
c. Koreksi dan pertanyaan dapat masuk langsung ke sistem
d. Stok rendah dan kekurangan dapat segera dicatat dari stok fisik
e. Informasi dapat segera diberikan untuk seluruh pengguna sistem
(penjualan, kualitas, teknis dll.)
f. Tidak ada dokumen pengolahan dan pengajuan yang diperlukan
setelah transaksi
g. Otomatis analisis dan penilaian stok dilakukan tanpa pekerjaan
tambahan.
Dengan proses automatisasi atau komputerisasi, dapat menurunkan
potensi masalah yang berkaitan dengan inakurasi data. Tetapi dalam
implementasinya masih membutuhkan biaya yang tinggi dan tidak dapat
mengatasi semua masalah. Selain itu, dengan pelatihan pada staf logistik
di pelayanan kesehatan serta keterlibatan supervisi juga akan
menurunkan potensi kesalahan dalam pencatatan.
10
BAB II
STOCK OPNAME
11
mengambil sampel item di sejumlah area di dalam gudang tanpa harus
menghitung keseluruhan item di gudang.
Stock opname merupakan salah satu cara pengendalian internal terhadap
persediaan yang biasanya sering diterapkan oleh organisasi yang memiliki
persediaan dengan jumlah cukup banyak.
12
3. Untuk mencocokkan data dan menghitung apakah ada barang kita yang
hilang. Dengan catatan kita sudah mempunyai sistem komputerisasi yang
baik
D. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Terkait Pelaksanaan Stock Opname
Dari Peraturan Kepala BPOM RI No.40 tahun 2013, kita dapat mengambil
beberapa poin untuk diperhatikan dalam pelaksanaan stock opname:
1. Melakukan pencatatan dan investigasi apabila terdapat selisih stok saat
stock opname untuk mendapat akar permasalahan dan dilakukan tindakan
perbaikan & pencegahan serta dilaporkan ke Badan POM.
Wajib untuk dilakukan investigasi dan menuntaskan masalah yang
ada pada saat stock opname berlangsung tanpa menunda penyelesaian
masalahnya. Selain itu pentingnya pembuatan cacatan atau berita acara
stock opname sangat penting sebagai bahan evaluasi.
Berikut ini merupakan contoh pencatatan sekaligus pelaporan hasil stock
opname
13
opname (WHO, 2012). Selain itu juga, untuk memastikan orang yang
melakukan stock opname terbebas dari kepentingan pribadi.
Waktu terbaik untuk melakukan stock opname adalah disaat tidak
ada aktifitas pada gudang penyimpanan. Dapat di waktu weekend atau
pada shift malam (Chase dkk, 2006). Sehingga tidak ada perpindahan
barang masuk ataupun keluar.
E. Waktu Pelaksanaan
Dalam melakukan perhitungan persediaan waktu yang tepat adalah saat
persediaan berada pada tingkat terendah dan akan dilakukannya pemesanan
ulang. Pada saat persediaan berada pada tingkat terendah, akan lebih mudah
untuk dilakukan perhitungan dengan waktu yang cepat, dan juga akan
meminimalkan untuk terjadinya kesalahan.
Berikut adalah beberapa panduan mengenai kapan hitungan siklus harus
dilakukan:Stock opname biasanya dilakukan setiap akhir periode yaitu setiap
akhir tahun, triwulan (tiga bulan), kuartal (4bulan) bahkan setiap akhir bulan,
tergantung dari kebijakan perusahaan. Tetapi bagi perusahaan yang memiliki
sistem pengendalian intern lebih tertata biasanya kegiatan ini dilkukan setiap
tiga atau empat bulan.
Kegiatan ini cukup menyita waktu karena petugas yang melakukan
kegiatan stock opname akan benar-benar memeriksa secara langsung keadaan
serta kondisi persediaan barang dagang perusahaan. Maka dari itu perusahaan
harus mengatur waktu secara efisien ketika ingin melakukan stock
opname.Namun dalam hal ini perhitungan perusahaan sudah semakin
dimudahkan dengan tekhnologi yaitu menggunakan barcode, sebagian besar
perusahaan menggunakan barcode karena diyakini dapat dengan mudah dan
akurat membantu perusahaan untuk mengurangi kesalahan pencatatan dan
perhitungan barang.
14
keseluruhan. Kesimpulan lain adalah bahwa jika ditemukan kesalahan dalam
hitungan maka kesalahan tersebut dapat diharapkan terjadi pada item lain di
gudang. Ada sejumlah jenis penghitungan siklus yang bisa digunakan
(Wijffels, 2016):
1. Control Group
Perusahaan memulai melakukan penghitungan dengan
menggunakan kelompok kontrol untuk menguji bahwa metode yang
mereka gunakan untuk menghitung barang akan memberikan hasil
terbaik. Prosesnya biasanya berfokus pada sekelompok kecil barang yang
dihitung berkali-kali dalam waktu singkat. Proses perhitungan berulang
ini akan menunjukkan adanya kesalahan dalam perhitungan yang
kemudian dapat dikoreksi.
2. Random Sample
Apabila sejumlah item yang akan dihitung dipilih secara acak,
proses ini dikenal sebagai penghitungan siklus sampel secara acak.
Ketika sebuah gudang perusahaan memiliki sejumlah besar barang
serupa, mereka dapat secara acak memilih sejumlah item yang akan
dihitung. Perhitungannya bisa dilakukan setiap hari atau hari kerja
sehingga sebagian besar barang di gudang dihitung dalam jangka waktu
yang wajar. (Wijffels, 2016)
3. Location based Cycle Counting
Perhitungan dengan menggunakan zona produk yang akan
dihitung, Perhitungan siklus berbasis lokasi sangat mirip dengan
penghitungan siklus pengendalian proses. Sebuah area sampel dipilih dan
setiap item di area tersebut harus dihitung. Kerugian dari metode ini
adalah karakteristik item tidak digunakan untuk membentuk sampel.
Sampel dibentuk oleh lokasi. Lokasi mungkin tidak relevan sehubungan
dengan kebutuhan fungsi produksi atau distribusi.
4. Metode ABC
Metode ABC dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan stock
opname.Metode ABC merupakan sebuah pengklasifikasian yang
mengelompokkan barang berdasarkan pergerakannya (WHO, 2012).
Untuk melakukan stock opname, dari pengelompokan ini kita dapat
15
menggunakan metode ini untuk menentukan berapa jumlah perbedaan
(discrepancies) yang dapat ditoleransi atau dimaklumi serta menentukan
frekuensi pengecekan fisik barang, karena barang fast moving akan
terjadi transaksi yang lebih sering sehingga dimungkinkan untuk
memiliki error atau kesalahan lebih banyak. (Wild, 2004).
a. Penentuan Toleransi
Saat melakukan penghitungan jumlah stok, ada istilah margin of
error, atau batas kesalahan yang merupakan toleransi dari perbedaan
penghitungan jumlah stok.Batas toleransi dapat berupa jumlah absolut
atau berupa persentase dari jumlah keseluruhan stok (Wild, 2004).
Dengan metode ABC, kita dapat menentukan batas toleransi
dengan klasifikasi:
A: fast movement stock, sehingga eror yang ditoleransi seminimal
mungkin
B: slow movement stock, sehingga eror yang ditoleransi dalam jumlah
yang kecil
C: stagnant stock, toleransi ditentukan dalam jumlah yang masuk akal
Menurut Wild pada tahun 2004 mengatakan batas yang ditoleransi
untuk klasifikasi A sebesar 1%, B sebesar 2% dan C sebesar 5%.
Sementara itu, menurut Jacobs dkk pada tahun 2011 batas toleransi
untuk barang A sebesar ±0.2%, B sebesar ±1% dan C sebesar ±5%.
Terlepas dari dua sumber diatas, penentuan toleransi perbedaan
jumlah barang juga merupakan kebijakan manajemen yang
berwenang. Ada baiknya batas toleransi perbedaan yaitu 1% untuk
semua barang, karena apabila sampai pada 5% akan dirasa dapat
menyebabkan pengendalian yg lemah.
b. Frekuensi Pengecekan Jumlah Fisik Barang
Metode ABC juga dapat untuk menentukan frekuensi atau
seberapa sering kita melakukan stock opname pada persediaan kita.
Barang dengan klasifikasi A pastinya akan lebih sering dilakukan
stock opname dibandingkan dengan klasifikasi lainnya karena
pergerakan barang yang sangat cepat akan menyebabkan tingginya
16
resiko kesalahan dalam penyimpanan serta penulisan kedalam stock
record.Contoh klasifikasi yang dikemukakan oleh Wild, 2004:
1. Klasifikasi A, frekuensi penghitungan sebanyak 3 kali dalam
setahun atau stock opname dilakukan 4 bulan sekali.
2. Klasifikasi B, frekuensi penghitungan sebanyak 2 kali dalam
setahun atau dilakukan 6 bulan sekali.
3. Klasifikasi C, frekuensi penghitungan sebanyak 1 kali dalam
setahun. Dalam buku WHO pada tahun 2012 mengatakan bahwa
dalam hal ini, barang tipe C dapat diklasifikasikan kembali
sebagai tipe D untuk dead stock)
4. Klasifikasi D, frekuensi penghitungan dapat dilakukan 3 tahun
sekali.
Dalam pengaplikasiannya, banyak manajemen dalam
pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan sumber diatas.
Akan tetapi, pada dasarnya, semakin sering pihak manajemen
melakukan stock opname, itu akan lebih baik karena tentunya
akan meningkatkan akurasi dari stock record dan pengelolaan
persediaan itu sendiri.
17
e. Dengan penyusunan. Jika barang ditata menggunakan pola, biasanya
semua dalam kondisi yang sama.
f. Consistent stocking, sehingga akan ada jumlah barang yang sama pada
masing-masing tumpukan atau deret.
1. Setelah itu, besarnya ketidakcocokan dapat dilihat dari persentase jumlah
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑒𝑑𝑎𝑎𝑛 = 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑥 (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑡𝑎𝑡𝑎𝑛 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑓𝑖𝑠𝑖𝑘)
Apabila nilai perbedaan ini lebih besar dari yang disepakati oleh akuntan,
maka itu dianggap sebagai masalah.
18
2. Input data persedian mulai dari No sampai Harga Jual secara manual
seperti contoh di gambar.
3. Input data persediaan awal yang sudah dikelompokkan berdasarkan
kelompok masing-masing (misalnya berdasarkan klasifikasi ABC)
masukkan rumus (=G10*E10) pada kolom NILAI dan rumus
[=SUM(H10:H14)] pada kolom, untuk angka jumlah di tulis secara
manual.
4. Input data penjualan untuk kolom JML ditulis manual dan pada kolom
NILAI Masukkan rumus (=I10*F10), untuk kolom total caranya sama
dengan yang di atas.
5. Input data barang masuk caranya sama dengan no 3.
6. Input data persediaan akhir yang nantinya akan di jadikan data untuk
mencocokkan nilai buku persediaan dengan nilai fisik persediaan yang
ada digudang (Nilai sesungguhnya ), untuk semua rumus jumlah caranya
sama dengan no 3 menggunakan formula (sum).
7. Input data persediaan yang tersedia digudang (Nilai Fisik), angka JML
ditulis manual sesuai dengan jumlah barang yang ada digudang.
8. Setelah semua data telah terimput maka selanjutnya adalah pencocokan
data yaitu dengan mencocokkan Nilai buku persediaan dengan Nilai fisik
digudang. Apabila hasil dari selisih menunjukkan minus (-) maka disebut
selisih kurang dan sebaliknya apabila menunjukkan hasil (+) maka
disebut selisih lebih, Ada beberapa faktor terjadinya selisih kurang/lebih
bisa jadi barang hilang atau rusak. Perhatikan gambar dibawah.
9. Setelah melakukan pencocokan dan ditemukan selisih lebih/kurang maka
dikolom keterangan ditulis keterangan berdasarkan keadaan barang
tersebut, jika minus (-)/selisih kurang dikarenakan barang tersebut rusak
maka pada kolom keterangan ditulis rusak begitupun dengan selisih lebih
yang kemungkinan di karenakan kesalahan pencatatan maka di kolom
keterangan di tulis salah catat. Perhatikan gambar yang diblok merah.
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Chase, Richard B., F Robert Jacobs dan Nicholas J Aquilano. 2006. Operations
Management for Competitive Advantage (11thed.). USA: McGraw
Hill/Irwin.
Rao, P Mohana. 2012. Fundamentals of Accounting for CPT. New Delhi: PHI
Learning Private Limited.
Richards, Gwynne dan Susan Grinsted. 2016. The Logistics and Supply Chain
Toolkit (2nded.). United Kingdom: Kogan Page Limited.
21