Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Mengelola Alat kesehatan dan PKRT

Disusun Oleh:

1. Yuliska Salsa Nabila


2. Rina Amelia
3. Zillan Shafa
4. Salma Nabila
5. Alma Rahma Fujianti
6. Sasti Nur Hidayanti

SMK Ks. Bhakti Kencana Garut


Tahun Pelajaran 2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, atas rahmat dan karunia-Nya

kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari

makalah ini adalah "Mengelola Alat Kesehatan dan PKRT".

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada guru mata pelajaran Manajemen Farmasi yang telah memberikan tugas

terhadap kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan

kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami

harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami pada khususnya dan

teman-teman semua pada umumnya.

Garut, 10 Agustus 2021

Tertanda

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB 1 PEMBAHASAN .............................................................................................................i

A. Definisi dan Macam- macam Alkes..........................................................................1


1. Definisi Alat Kesehatan......................................................................................1
2. Kegiatan pengelolaan Alkes ...............................................................................1
B. Definisi dan Macam-macam PKRT..........................................................................9
1. Pengertian PKRT.................................................................................................9
2. Macam-macam PKRT.........................................................................................9
C. Kegiatan Pengelolaan PKRT...................................................................................11
D. Sistem Penyimpanan FIFO......................................................................................14
1. Pengertian Penyimpanan...................................................................................14
2. Sistem FIFO......................................................................................................14
E. Sistem Penyimpanan FEFO....................................................................................15
1. Pengertian FEFO...............................................................................................15
2. Contoh Kasus Permasalahan Penyimpanan......................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Macam-macam Alat Kesehatan


1. Pengertian Alat kesehatan
Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin danie atau
implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit merawat orang
sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi.
Alat kesehatan yang ada di apotek diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Alat pembalut seperti plester, gaas dan perban
b. Alat perawatan seperti kantung es, botol panas, borst pom tepelhoed
dan windring.
c. Alat-alat untuk penampungan seperti urine bag dan colostomy b
d. Hospital wares/utensils (alat penunjang dalam pelayanan kesehatan
pasien di rumah sakit) seperti urinal untuk laki laki, urinal untuk
wanita dan pus basin
e. Catheters seperti baloon catheter (untuk pengambilan air kencing
dalam sistem trertutup), stomach tube (untuk mengumpulkan getah
lambung, membilas isi perut, pemberian obat).
f. Jarum suntik seperti jarum suntik umum, jarum suntik gigi, jarum
suntik bersayap dan jarum suntik spinal
g. Alat suntik seperti insulin syringe dan tubercutine syringe
h. Jarum bedah
i. Benang bedah
j. Alat untuk mengambil/memberikan cairan/darah seperti infus set

2. Kegiatan Pengelolaan Alat Kesehatan


Alat kesehatan yang beredar dan sampai ke pengguna diharapkan
mempunyal mutu manfaat dan keamanan yang sama saat produksi,
Untuk itu distribusi alat kesehatan harus memenuni Cara Distribusl Alat
Kesehatan yang Baik, Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang
baik sudah disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan tahun 2006 dengan melibatkan pakar dan stoke.
Kegiatan pengelolaan alat kesehatan di apotek atau rumah sakit
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu alat
kesehatan. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan yang baik sehingga
pasien atau konsumen aman menggunakan alat kesehatan yang
dibutuhkan. Kegiatan pengelolaan alat kesehatan hampir sama dengan
pengelolaan perbekalan farmasi lainnya yaitu meliputi pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan
pencatatan.
a. Pemilihan
Tahap awal pengelolaan alkes adalah pemilihan. Pemilihan alat
kesehatan yang baik harus sesuai dengan kebutuhan, harga yang
terjangkau dan memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan. Selain
itu harus dipertimbangkan rasio keuntungan dan kerugian dari alat
kesehatan tersebut. Alat kesehatan yang paling dibutuhkan harus
menjadi prioritas dibandingkan atat kesehatan yang kurang
dibutuhkan pasten. Data paling mudah dapat diperoleh dari jumlah
pemakaian di kartu stok masing-masing alat kesehatan.
b. Perencanaan
Setiap alat kesehatan yang akan dibeli harus ada proses
perencanaan sehingga didapatkan persediaan yang baik, artinya setiap
atat kesehatan memiliki jumlah persediaan yang cukup dan tidak
berlebihan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan antara lain
1) Daftar obat dan alkes standar
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (PRS) umumnya mempunyal buku
standar obat dan alkes yang dikenal dengan Formularium Rumah
Sakit. Buku tersebut memuat nama obat, alkes dan perbekalan
farmasi lain yang digunakan di rumah sakit tersebut. Sehingga
perencanaan pengadaan dapat dengan mudah dilakukan,
2) Kebutuhan.
Perencanaan yang baik harus sesuai dengan kebututuhan apotek
atau IFRS. Perhitungan kebutuhan harus benar untuk mencegah
pengadaan alat kesehatan yang berlebihan.
3) Persediaan atau stok sisa.
Pada saat perencanaan harus melihat berapa jumlah persediaan
yang tersisa. Selain itu hitung jumlah pemakaian untuk periode
tertentu. Dari data tersebut dapat digunakan sebagai acuan jumlah
yang akan dibeli untuk satu jenis alat kesehatan.
4) Prioritas.
Alat kesehatan yang lebih penting harus jadi perhatian utama pada
saat perencanaan.
5) Waktu tunggu.
Waktu yang diperlukan mulai dari proses pemesanan sampal
datangnya alkes yang dipesan. Proses pengiriman dari distributor
ke apotek/IFRS memerlukan waktu, Pengadaan melalul tender
memerlukan waktu yang lama. Berbeda dengan pengadaan melalui
pembelian langsung yang memerlukan waktu pengiriman yang
cepat, biasanya satu sampai dua hari.
6) Metode perencanaan
Metode perencanaan yang dapat dipergunakan antara lain metade
konsumsi, metode morbiditas dan metode kombinasi antara
konsumsi dan morbiditas
a) Metode konsumat merupakan metode yang paling mudah
dilaksanakan berdasarkan pemakaian periode sebelumnya.
Date pemakaian diperoleh dari kartu stok masing-masing alat
kesehatan
b) Metode morbiditas merupakan metode yang mengguna kan
data jumlah kasus atau kejadian.Merupakan metode terbaik.
c) Metode kombinasi merupakan gabungan dari metode
konsumsi dan metode morbiditas. Umumya digunakan untuk
kasus-kasus yang dapat diprediksi.
c. Pengadaan
Pengadaan dilakukan dengan membuat Surat Pesanan (SP)
yang ditujukan ke distributor/PBF. Surat pesanan tersebut disusun
berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan. Pemesanan alat
kesehatan dapat dilakukan bersama dengan pesanan sedian farmasi
lain.
Proses pengadaan dapat dilakukan dengan
1. Pembelian
Pembelian dapat dilakukan melalui pembelian langsung dan
pembelian melalui tender (untuk IFRS).
a) Pembelian langsung
Pembelian langsung dilakukan dengan mengirimkan surat
pesanan ke PBF/distributor: Merupakan metode yang paling
mudah, Alat kesehatan yang dipesan datang cepat dan dapat
dilakukan sewaktu-waktu, sesuai dengan kebutuhan
apotek/IFRS

b) Pembelian melalui tender


Pembelian melalui tender biasanya dilakukan oleh IFRS
dengan menyelenggarakan kompetisi pengadaan barang
dengan harga paling murah. Pihak yang dapat menyediakan
harga paling murah akan ditunjuk untuk menyediakan
kebutuhan IFRS. Pengadaan alat kesehatan umumnya
digabung dengan pengadaan sedian farmasi lainnya dan
dalam jumlah banyak untuk kebutuhan selama periode
tertentu. Metode tender merupakan metode terbaik, tetapi
pelaksanaannya rumit dan butuh waktu yang lama.
Dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut:
a) Ketersediaan barang
PBF yang dipilih harus dikenal mempunyai persediaan yang
baik. Penilaian dapat dilakukan berdasarkan faktur pembelian
yang diterima apotek/IFRS. Faktur yang diterima harus
sesuai dengan Surat Pesanan yang dikirim. Bila ada satu atau
lebih item yang tidak dikirim dan frekuensinya sering maka
dapat dikatakan bahwa PBF tersebut tidak memiliki
persediaan yang baik.
b) Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan
Alat kesehatan yang dikirim harus mempunyai kualitas yang
baik saat diterima apotek/IFRS dan dijamin keasliannya.
c) Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan Diskon
atau potongan harga selalu jadi faktor penarik dari para
distributor/PBF. Distributor dengan potongan harga/diskon
yang besar menjadi pilihan utama apotek/ IFRS
d) Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu Apotek/IFRS
selalu menginginkan pesanan datang tepat. waktu sesuai
perjanjian pada saat pemesanan ke distributor/PBF.
e) Cara pembayaran Pembayaran dapat dilakukan dengan kredit
atau tunat Cara pembayaran dengan kredit tebih disukai
daripada tunat, karena ada waktu perputaran uang di
apotek/IFRS.
2. Konsinyasi

Konsinyasi berarti penitipan barang dagangan kepada agen


atau orang untuk dijualkan dengan pembayaran kemudian (jual
titip). Di apotek/IFRS juga terdapat alat kesehatan yang merupakan
titipan dari distributor/PBF. Proses pengadaan konsinyasi alat
kesehatan tidak dibeli secara tunai atau kredit. Alat kesehatan
dititipkan oleh produsen atau distributor ke apotek atau IFRS untuk
dijual. Umumnya alat kesehatan konsinyasi adalah produk baru
yang belum dikenal konsumen. Metode konsinyasi digunakan
karena apotek atau IFRS tidak ingin mengambil resiko bila alat
kesehatan tersebut rusak atau tidak laku terjual. Pembayaran alat
kesehatan ke distributor/PBF dilakukan setelah alat kesehatan laku
terjual. Apotek/IFRS mendapatkan komisi dari hasil penjualan dan
alat kesehatan yang tidak laku terjual atau rusak akan dikembalikan
ke produsen/ distributor.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konsinyasi diantaranya :
a) Berasal dari perusahaan yang bersertifikat
b) Alkes sudah terdaftar (No. Reg)
c) Lama penitipan
d) Dilengkapi kartu stok
e) Pemantauan secara berkala
f) Penyimpanan dalam rak terpisah

a. Penerimaan
Prosedur penerimaan meliputi :
1) Petugas apotek/IFRS menerima barang dan menentukan
penanganan tindak lanjut produk yang diterima.
a) Produk yang dapat diterima diteruskan ke gudang disertai
satu tembusan/copy faktur atau surat penyerahan barang.
b) Produk yang ditolak dikembalikan kepada pengirim disertai
faktur dan/atau surat penyerahan barang dengan alasan
pengembalian.
2) Faktur dan/atau surat penyerahan barang disimpan oleh
petugas apotek/IFRS dan satu tembusan dikirim ke bagian
administrasi
3) Bagian administrasi mencatat pada kartu persediaan dan buku
pembelian menurut data pada faktur atau surat penyerahan
barang.
4) Faktur atau surat penyerahan barang diarsipkan berdasarkan
nomor urut dan tanggal penerimaan.
5) Faktur harus dilengkapi dengan kop, ditandatangani oleh
petugas apotek/IFRS yang berwenang dan distempel.

Syarat-syarat penerimaan :
1) Sesuai spesifikasi dalam surat pesanan
2) Sertifikat keaslian (Cool Certificate of Origin) adalah dokumen
yang dikeluarkan oleh produsen alat kesehatan yang
menyatakan keaslian suatu produk.
3) Lembar data pengamanan (MSDS/Material Safety Data Sheet)
adalah dokumen yang dikeluarkan oleh produsen yang memuat
keterangan penanganan suatu bahan dari bahaya terhadap
manusia dan lingkungan.
4) Kondisi kemasan
Kemasan harus dalam keadaan baik, sebab kemasan yang
rusak menjadi penyebab alat kesehatan tidak laku terjual.
5) Kondisi pengiriman
Pengiriman harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing
masing alat kesehatan. Misalnya tumpukan karton tidak boleh
melebihi yang ditentukan, tidak menyatukan dengan
perbekalan farmasi atau barang lain yang bisa menyebabkan
cemaran.
b. Penyimpanan
Alkes dapat disimpan di gudang, ruang racik dan etala IFRS. Alkes
yang yang dibeli dalam jumlah banyak disimpan di gudang.
apotek/IFRS. Alkes yang dibeli dalam jumlah banyak disimpan
digudang. Bila di ruang racik persediaan alkes habis, dilakukan
permintaan alkes ke gudang. Alkes yang di simpan di etalase
apotek/IFRS umumnya adalah alkes yang dapat dibeli tanpa resep
dokter dan alkes konsinyasi. Contoh alkes yang disimpan di etalase
adalah alat tes kehamilan, alat kontrasepi, sarung tangan, plester
dan kassa,
Alkes yang tidak dapat digunakan (rusak), disimpan secara terpisah
dari alkes lain, menunggu pemusnahan atau pengembalian kepada
distributor.
Kegiatan penyimpanan :
1) Stok baru yang diterima diatur, sehingga penyaluran produk
dapat dilakukan atas dasar prinsip pertama masuk pertama
keluar (FIFO=First in First Out) dan produk yang mendekati
kadaluarsa pertama keluar (FEFO= First Expired First Out).
Produk yang fast moving ditempatkan di bagian yang mudah
dicapai dan sebagainya.
2) Stok disimpan dalam jajaran yang rapi, ada jarak antara tiap
jajar yang memungkinkan adanya aliran udara. Kelompok tiap
jenis terpisah, disimpan secara rapi dan teratur untuk
mencegah resiko tercampur dan tercemar serta memudahkan
pemeriksaan dan pemeliharaan.
3) Prosedur kerja baku penyimpanan harus tersedia dan
dilaksanakan yaitu:
a) Kepala gudang segera mencatat data produk yang diterima
pada kartu gudang dan kartu barang dengan mengacu pada
faktur atau surat penyerahan barang.
b) Faktur dan surat penyerahan barang diarsipkan berdasarkan
nomor urut dan tanggal penerimaan
4) Terdapat peralatan penyimpanan (cold room. freezer.
refrigerator, kulkas) harus selalu dilakukan kalibrasi secara
periodik serta dilakukan monitoring.
Tujuan penyimpanan antara lain:
1) Memelihara mutu alkes Penyimpanan yang baik akan
memperpanjang masa simpan dan tidak menyebabkan alat
kesehatan mudah rusak.
2) Menghindari kehilangan, Penyimpanan yang baik mencegah
kehilangan karena kelalaian manusia dan kehilangan yang
disebabkan kerusakan oleh binatang.
3) Menjaga kelangsungan persediaan Penyimpanan yang baik
dapat memperpanjang masa simpan dan tidak menyebabkan
alat kesehatan mudah rusak.
4) Memudahkan pencarian, Penyimpanan harus sesuai dengan
jenis dan sesuai abjad se hingga memudahkan pencarian dan
mempercepat pelayanan.
5) Memudahkan pengawasan Pengawasan alat kesehatan dapat
lebih mudah dilakukan bila tempat penyimpanan dibuat
dengan baik, sehingga pencatatan keluar masuk alat kesehatan
dapat dicatat dengan baik.
Kondisi penyimpanan:
1) Dalam gudang yang baik
2) Ada pencatatan/administrasi penyimpanan
3) Adanya pengawasan
4) Memiliki petugas gudang
c. Pendistribusian
Arus keluar masuknya alkes akan melalui jalur seperti :
1) Dari PBF alkes masuk ke gudang apotek/IFRS
2) Dari gudang masuk ruang racikan apotek/IFRS
3) Dari ruang racikan apotek/IFRS ke tangan pasien
Penyaluran alat kesehatan menurut Permenkes RI No.1191/
Menkes/Per/VIII/2010 hanya dapat dilakukan oleh PAK (Penyalur
Alat Kesehatan), Cabang PAK dan toko alat kesehatan. Selain
penyalur tersebut alat kesehatan tertentu dalam jumlah terbatas
dapat disalurkan oleh apotek dan pedagang eceran obat.
Penyaluran alat kesehatan dari gudang ke ruang racikan dilakukan
bila jumlah persediaan di ruang racik mendekati habis. Permintaan
alat kesehatan ke gudang dapat dilakukan secara periodik atau
sewaktu-waktu. Data permintaan dicatat di buku defekta, kemudian
di sampaikan ke bagian gudang.
Penyaluran dari ruang racik ke tangan pasien (penjualan) dapat
dilakukan dengan resep dokter dan tanpa resep dokter. Alkes yang
dapat dibeli tanpa resep dokter adalah alat kesehatan yang cara
pemakaiannya tidak memerlukan bantuan tenaga kesehatan.
d. Pencatatan
Pencatatan dilakukan untuk mengontrol persediaan dan mencegah
kehilangan. Setiap perbekalan farmasi termasuk alkes yang masuk
ke apotek/IFRS harus di catat datanya di komputer dan di kartu
stok sebagai data pemasukan. Bila apotek atau IFRS menggunakan
gudang, maka pada saat penerimaan barang faktur pembelian
dicatat di kartu stok gudang dan data komputer gudang yang
terintegrasi dengan apotek/IFRS. Pencatatan dilakukan sesuai
dengan keterangan yang tertera di faktur.
Permintaan alat kesehatan dari apotek/IFRS ke gudang
menghasilkan data pengeluaran gudang, sehingga saldo alat
kesehatan pada kartu stok dan data stok di komputer gudang
berkurang. Alat kesehatan yang diterima apotek/IFRS dicatat pada
kartu stok dan data komputer sesuai surat penyerahan barang yang
dibuat bagian gudang sebagai data pemasukan, yang menyebabkan
stok bertambah.
Penjualan alat kesehatan dengan atau tanpa resep dokter dicatat
sebagai data pengeluran atau pemakaian di kartu stok dan data
komputer. Penjualan menyebabkan stok alat kesehatan di
apotek/ifrs berkurang. Setiap alat kesehatan baik di gudang atau di
apotek/ifrs harus dilengkapi kartu stok dan diletakkan disebelah
alat kesehatan tersebut, sehingga mempermudah pencatatan.
B. Definisi dan macam-macam PKRT
1. Pengertian PKRT
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atau yang disingkat PKRT
adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan
peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. PKRT yang
beredar di Indonesia digolongkan kedalam 3 kelas menurut tingkat
resiko yang diakibatkan bila terjadi kesalahan.
2. Macam- macam PKRT
Pembagian kelas PKRT menurut resiko pemakaian adalah sebagai
berikut :
a. Kelas I, Kelas I memiliki tingkat resiko yang rendah.
Penggunaannya tidak menimbulkan akibat yang berarti seperti
iritasi, korosif dan karsinogenik. Contoh PKRT yang termasuk
kelas ini adalah kapas dan tissue.
b. Kelas II, Kelas II memiliki tingkat resiko yang sedang.
Penggunaannya dapat menimbulkan akibat seperti iritasi, korosif
tapi tidak menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. Contoh
PKRT yang termasuk golongan ini adalah deterjen dan alkohol.
c. Kelas III, Kelas III memiliki tingkat resiko yang tinggi.
Penggunaannya dapat menimbulkan akibat serius seperti
karsinogenik. PKRT yang termasuk golongan ini umumnya
mengandung pestisida contohnya anti nyamuk bakar
PKRT terbagi menjadi 7 kategori dan beberapa sub kategori yaitu :
a. Tissue dan kapas
1) Kapas kecantikan
2) Facial tissue
3) Toilet tissue
4) Tissue basah
5) Tissue makan
6) Cotton bud
7) Paper towel
8) Tissue dan kapas lainnya.
b. Sediaan untuk mencuci
1) Sabun cuci
2) Deterjen
3) Pelembut cucian
4) Pemutih
5) Enzim pencuci
6) Pewangi pakaian
7) Sabun cuci deterjen
8) Sediaan untuk mencuci lainnya.
c. Pembersih
1) Pembersih peralatan dapur
2) Pembersih kaca
3) Pembersih lantai
4) Pembersih porselen
5) Pembersih kloset
6) Pembersih mebel
7) Pembersih karpet
8) Pembersih mobil
9) Pembersih sepatu, Penjernih air, Pembersih lainnya
d. Alat perawatan bayi
1) Dot dan sejenisnya
2) Popok bayi
3) Botol susu
4) Alat peralatan bayi lainnya
e. Antiseptika dan desinfektan
1) Antiseptika
2) Desinfektan
3) Antiseptik dan desinfektan lainnya
f. Pewangi
1) Pewangi ruangan
2) Pewangi telepon
3) Pewangi mobil
4) Pewangi kulkas
5) Pewangi lainnya
g. Pestisida rumah tangga.
1) Pengendali serangga
2) Pencegah serangga
3) Pengendali kutu rambut
4) Pengendali kutu binatang peliharaan (bukan ternak)
5) Pengendali tikus rumah
6) Pestisida rumah tangga lainnya
C. Kegiatan Pengelolaan PKRT
Proses pengelolaan PKRT hampir sama dengan pengelolaan alkes yaitu
tahap pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian dan pencatatan.
1. Pemilihan
Dari sekian banyak kategori PKRT, apotek/IFRS harus jeli memilih
PKRT mana yang harus disediakan. Pemilihan harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga tersedia PKRT yang banyak dibutuhkan
konsumen, harga yang terjangkau dan mutu yang baik.
2. Perencanaan
Setiap PKRT yang akan dibeli harus ada proses perencanaan
sehingga didapatkan persediaan yang baik. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam proses perencanaan antara lain :
a) Kebutuhan
Perencanaan yang baik harus sesuai dengan kebutuhan apotek
atau IFRS. Perencanaan harus dilakukan secara berkala sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. Misalnya 2 kali dalam
sebulan. Jadi perencanaan dilakukan untuk persediaan selama 2
minggu.
b) Persediaan atau stok sisa
Pada saat perencanaan harus melihat berapa jumlah persediaan
yang tersisa. Setiap periode tertentu dilakukan pengecekan
jumlah sisa persediaan secara menyeluruh, dari data tersebut
dapat dilakukan sebagai dasar perencanaan pengadaan. Selain
itu di apotek/IFRS terdapat buku defekta yang digunakan untuk
mencatat persediaan PKRT yang jumlahnya kurang dari buffer
stok.
c) Prioritas

PKRT yang menjadi prioritas adalah yang PKRT yang paling


dibutuhkan berdasarkan data pemakaian bulan sebelumnya atau
berdasarkan kasus penyakit yang sedang terjadi.
d) Waktu tunggu
Waktu yang diperlukan mulai dari proses pemesanan sampai
datangnya PKRT yang dipesan. Proses pengiriman dari
distrbutor ke apotek/IFRS memerlukan waktu. Pengadaan
melalui tender memerlukan waktu yang lama. Berbeda dengan
pengadaan melalui pembelian langsung yang memerlukan waktu
pengiriman yang cepat, biasanya satu sampai dua hari.
e) Metode perencanaan
Metode perencanaan yang dapat dipergunakan antara lain
metode konsumsi, metode morbiditas dan metode kombinasi
antara konsumsi dan morbiditas.
1) Metode konsumsi merupakan metode yang paling
dilaksanakan berdasarkan pemakaian periode sebelumnya.
Data pemakaian diperoleh dari kartu stok masing-masing
PKRT.
2) Metode morbiditas merupakan metode yang menggunakan
data jumlah kasus atau kejadian. Merupakan metode
terbaik.
3) Metode kombinasi merupakan gabungan dari metode
konsumsi dan metode morbiditas. Umumya digunakan
untuk kasus-kasus yang dapat diprediksi.
3. Pengadaan
Pengadaan dilakukan dengan membuat Surat Pesanan (SP) yang
ditujukan ke distributor/PBF. Surat pesanan tersebut disusun
berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan. Pemesanan PKRT
dapat dilakukan bersama dengan pesanan sedian farmasi lain.
Proses pengadaan dapat dilakukan dengan :
a) Pembelian
Pembelian dapat dilakukan melalui pembelian langsung dan
pembelian melalui tender (untuk IFRS).
1) Pembelian langsung
Pembelian langsung dilakukan dengan mengirimkan surat
pesanan ke PBF/distributor. Merupakan metode yang paling
mudah. PKRT yang dipesan datang cepat dan dapat dila
kukan sewaktu-waktu, sesuai dengan kebutuhan apotek/
IFRS.
2) Pembelian melalui tenderPembelian melalui tender biasanya
dilakukan oleh IFRS dengan menyelenggarakan kompetisi
pengadaan barang dengan harga paling murah. Pihak yang
dapat menyediakan harga paling murah akan ditunjuk untuk
menyediakan kebutuhan IFRS. Pengadaan PKRT umumnya
digabung dengan pengadaan sedian farmasi dalam jumlah
banyak untuk kebutuhan selama periode tertentu. Metode
tender merupakan metode terbaik, tetapi pelaksanaannya
rumit dan butuh waktu yang lama.

Dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut:


1) Ketersediaan barang PBF yang dipilih harus dikenal mempunyai
persediaan yang baik. Penilaian dapat dilakukan berdasarkan
faktur pembelian yang diterima apotek/IFRS. Faktur yang
diterima harus sesuai dengan Surat Pesanan yang dikirim. Bila
ada satu atau lebih item yang tidak dikirim dan frekuensinya
sering maka dapat dikatakan bahwa PBF tersebut tidak memiliki
persediaan yang baik.
2) Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan
PKRT yang dikirim harus mempunyai kualitas yang baik saat
diterima apotek/IFRS dan dijamin keasliannya.
3) Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan Diskon atau
potongan harga selalu jadi faktor penarik dari para
distributor/PBF, Distributor dengan potongan harga/diskon yang
besar menjadi pilihan utama apotek/ IFRS.
4) Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu Apotek/IFRS
selalu menginginkan pesanan datang tepat waktu sesuai
perjanjian pada saat pemesanan ke distributor/ PBF.
5) Cara pembayaran
Pembayaran dapat dilakukan dengan kredit atau tunai. Cara
pembayaran dengan kredit lebih disukai daripada tunai, karena
ada waktu perputaran uang di apotek/1FRS.
b) Konsinyasi
Konsinyasi berarti penitipan barang dagangan kepada agen atau
orang untuk dijualkan dengan pembayaran kemudian (jual titip). Di
apotek/IFRS juga terdapat PKRT yang merupakan titipan dari
distributor/PBF. Proses pengadaan konsinyasi PKRT tidak dibeli
secara tunai atau kredit. PKRT dititipkan oleh produsen atau
distributor ke apotek atau IFRS untuk dijual. Umumnya PKRT
konsinyasi adalah produk baru yang belum dikenal konsumen.
Metode konsinyasi digunakan karena apotek atau IFRS tidak ingin
mengambil resiko bila PKRT tersebut rusak atau tidak laku terjual.
Pembayaran PKRT ke distributor/PBF dilakukan setelah PKRT laku
terjual. Apotek/IFRS mendapatkan komisi dari hasil penjualan dan
PKRT yang tidak laku terjual atau rusak akan dikembalikan ke
produsen/distributor.
Syarat konsinyasi:
1) Berasal dari perusahaan yang bersertifikat
2) Barang sudah terdaftar (No. Reg)c) Lama penitipan
3) Dilengkapi kartu stok
4) Pemantauan secara berkala
5) Penyimpanan dalam rak terpisah

4. Penerimaan
Syarat-syarat penerimaan
a. Sesuai spesifikasi dalam surat pesanan Penerimaan PKRT disertakan
faktur atau surat penyerahan dan sesuai dengan surat pesanan yang
dikirim.
b. Kondisi kemasan, Kemasan diterima dalam keadaan baik.
c. Beberapa PKRT harus dikirim dengan kondisi tertentu, contohnya
untuk PKRT yang mengandung pestisida dan bahan yang mudah
bereaksi dengan sediaan lain, maka harus dikemas tersendiri sewaktu
pengiriman agar tidak terjadi cemaran.
5. Penyimpanan
PKRT umumnya disimpan dietalase apotek/IFRS. Tujuannya agar
memudahkan konsumen melihat sediaan PKRT dan sebagai media
promosi. Tempat penyimpanan PKRT harus diletakkan di tempat khusus
dan tidak tercampur dengan perbekalan farmasi lain, sebab beberapa
sediaan PKRT mengeluarkan bau yang menyengat dan dapat terjadi
kontaminasi dengan sediaan lain. Contohnya obat nyamuk, pewangi dan
pembersih lantai..
Tujuan penyimpanan antara lain:
a. Memelihara mutu
Penyimpanan yang baik akan mempertahankan mutu, sehingga tidak
ada kemungkinan kerusakan mutu karena cemaran dari PKRT yang
lain.
b. Menghindari kehilangan
Penyimpanan yang baik dapat mengurangi resiko kehilangan yang
diakibatkan oleh kelalaian manusia atau karena dirusak oleh
binatang seperti tikus dan serangga.
c. Menjaga kelangsungan persediaan
Penyimpanan yang baik dapat membuat stok persediaan terjaga
dengan baik dan tidak terjadi kekosongan persediaan.
d. Memudahkan pencarian
Penyimpanan dapat disusun berdasarkan jenis sediaan, kegunaan dan
abjad sehingga mempermudah dan mempercepat pelayanan di
apotek/IFRS.
e. Memudahkan pengawasan
Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah bila PKRT disimpan
sesuai dengan nomor 4.

6. Pendistribusian
Arus keluar masuknya PKRT akan melalui jalur seperti
a. Dari PBF masuk ke gudang apotek/IFRS
b. Dari gudang masuk ke etalase apotek/IFRS
c. Dari etalase apotek/IFRS ke tangan pasien
Penyaluran PKRT dari gudang ke etalase apotek/IFRS dilakukan bila
jumlah persediaan di etalase apotek/IFRS mendekati habis. Permintaan
PKRT ke gudang dapat dilakukan secara periodik atau sewaktu-waktu.
Data permintaan dicatat di buku defekta, kemudian di sampaikan ke
bagian gudang. Penyaluran dari etalase apotek IFRS ke tangan pasien
(penjualan) dapat dilakukan tanpa resep dokter atau dapat dijual bebas.
7. Pencatatan
Pencatatan dilakukan untuk mengontrol persediaan dan mencegah
kehilangan. Setiap perbekalan farmasi termasuk PKRT yang masuk ke
apotek/IFRS harus di catat datanya di komputer dan di kartu stok sebagai
data pemasukan. Bila apotek atau IFRS menggunakan gudang, maka pada
saat penerimaan barang faktur pembelian dicatat di kartu stok gudang dan
data komputer gudang yang terintegrasi dengan apotek/IFRS. Pencatatan
dilakukan sesual dengan keterangan yang tertera di faktur.
Permintaan PKRT dari etalase apotek/IFRS ke gudang menghasilkan data
pengeluaran gudang, sehingga saldo PKRT pada kartu stok dan data stok
di komputer gudang berkurang. PKRT yang diterima etalase apotek / IFRS
dicatat pada kartu stok dan data komputer sesuai surat penyerahan barang
yang dibuat bagian gudang sebagai data pemasukan, yang menyebabkan
stok bertambah.
Penjualan PKRT dilakukan tanpa resep dokter dan dicatat sebagai data
pengeluran atau pemakaian di kartu stok dan data komputer. Penjualan
menyebabkan stok PKRT di etalase apotek/ IFRS berkurang. Setiap PKRT
baik di gudang atau di etalase apotek/ IFRS harus dilengkapi kartu stok
dan diletakkan disebelah PKRT tersebut, sehingga mempermudah
pencatatan.
D. Sistem Penyimpanan FIFO
1. Pengertian Penyimpanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tahun 2014
tentang Kefarmasian, Penyimpanan adalah suatu kegiatan
menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan
yang diterima pada tempat yang nilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu.
Menurut Amsyah, sistem penyimpanan adalah sistem yang
dipergunakan pada penyimpanan warkat agar kemudahan kerja
penyimpanan dapat diciptakan dan penemuan warkat yang sudah
disipan dapat dilakukan dengan cepat bilamana sewaktu waktu
diperlukan.
Tujuan dari penyimpanan antara lain
a. Agar tidak cepat rusak
b. Agar tidak terjadi kehilangan
c. Agar tersusun rapih

2. Sistem FIFO
Sistem penyimpana FIFO adalah obat obatan, alat kesehatan dan
PKRT yang pertama kali masuk akan dikeluarkan terlebih dahulu.
a. Alat Kesehatan yang menggunakan sistem FIFO
1) Alat pembalut seperti Gaas/ Kain kasa dan Perban
2) Alat perawatan seperti Breast Pam, Tepelhoed, dan Windring
3) Male urinal, Female Urinal, Pus Basin
4) Catheters seperti Baloon Catheter, Stomach Tube
b. PKRT yang menggunakan sistem FIFO
1) Tissue dan kapas antara lain;
a) Kapas kecantikan
b) Facial Tissue
c) Toilet Tissue
d) Tissue Makan
e) Cotton Bud
f) Paper towel
g) Tisu Kering
c. Sediaan untuk mencuci antara lain;
1. Detergen
2. Pemutih Pakaian
3. Pewangi Pakaian, dll
d. Pembersih
1) Pembersih Lantai
2) Pembersih Kaca
3) Pembersih Toilet
e. Alat Perawatan Bayi
1) Popok
2) Dot
3) Botol Susu, dll.
PKRT Menurut pembagian resiko pemakaiannya, terbagi, menjadi 3
kelas, diantaranya
a. Kelas I, Memiliki resiko yang rendah
b. Kelas II, Memiliki tingkat resiko yang sedang
c. Kelas III, Memiliki tingkat resiko yang tinggi, penggunaanya yang
hanya digunakan untuk keindahan semata, dan dapat menimbulkan
akibat yang serius terhadap pemakainya, jadi penggunaannya harus
diawasi oleh tenaga ahli yang khusus.

E. Sistem Penyimpanan FEFO


1. First Expired First Out (FEFO) adalah penyimpanan obat berdasarkan
obat yang memiliki tanggal kadaluwarsa lebih cepat maka dikeluarkan
lebih dulu.
a. Alat kesehatan yang menggunakan sistem FEFO
1) Alat pembalut : Plester
2) Alat penampung : Urine bag, Colostomi bag
b. PKRT yang menggunakan sistem FEFO
1) Tissue dan kapas : Tissue basah
2) Antiseptika dan desinfektan : Hand sanitizer, Desinfektan
3) Pewangi :
a) Pewangi mobil
b) Pewangi ruangan
c) Pewangi kulkas
d) Pewangi telepon
4) Pestisida rumahtangga :
a) Racun tikus
b) Pengendali kutu rambut
c) Pengendali serangga
d) Pencegah serangga
2. Kasus Permasalahan Penyimpanan
Kasus pemberian obat kedaluwarsa oleh petugas kesehatan kepada
ibu hamil yang terjadi di Puskesmas Kamal Muara, Penjaringan,
Jakarta Utara sontak menjadi perhatian publik. Pihak puskesmas
mengakui ada kelalaian dalam pemberian obat kepada pasien.
Semakin tingginya kesadaran masyarakat atas hak layanan
kesehatan menuntut kecermatan dan kehati-hatian setiap tenaga
kesehatan dalam memberikan setiap produk layanan. Petugas
kesehatan acapkali dininabobokkan oleh sebuah rutinitas pelayanan
yang memang menjadi tugas dan fungsinya serta pengakuan
kelembagaan atas kualitas layanan dalam bentuk akreditasi
puskesmas.
Jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas setiap tahun terus
meningkat seiring dengan maraknya berbagai penyakit yang
muncul. Terdapat risiko hukum ketika layanan yang diberikan tidak
sesuai standar atau prosedur yang ditetapkan atau tindakan
"kelalaian" petugas yang mengakibatkan penurunan kualitas atau
menimbulkan kerugian terhadap pasien.
Di tengah masyarakat yang kian cerdas, mudah memperoleh
informasi dari media sosial, menuntut layanan juga kian berkualitas
dalam standar dan prosedur. Hal tersebut diperkuat dengan
implementasi UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, bahwa posisi konsumen sebagai pengguna layanan kian
mudah memperoleh hak-haknya secara baik dan berkualitas,
terutama aspek pelayanan kesehatan yang notabene berhubungan
langsung dengan keselamatan nyawa seseorang.
Kebutuhan pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri utama, yaitu
ketidakpastian (uncertainty), ketidaksetaraan atas informasi layanan
(asymetri of information), dan pengaruh faktor eksternal
(externality). Ketiga ciri tersebut menyebabkan pelayanan
kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atau jasa
lainnya. Keunikan yang tidak diperoleh pada komoditas lain inilah
yang mengharuskan kita membedakan perlakuan atau intervensi
pemerintah.
Uncertainty (ketidakpastian) menunjukkan bahwa kebutuhan akan
pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat, maupun
besarnya biaya yang dibutuhkan. Sehingga dengan ketidakpastian
ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk
memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Apalagi
pelayanan kesehatan saat ini acap dikonversi dengan penggunaar.
peralatan dan modernisasi sarana yang mahal.
Sedangkan asymetri of information (ketidaksetaraan informasi)
adalah kondisi di mana konsumen pelayanan kesehatan berada pada
posisi yang lemah, sedangkan provider (dokter dan petugas
kesehatan lainnya) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat
dan kualitas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu dapat
dibayangkan bahwa jika provider atau penjual memaksimalkan
laba dan tidak mempunyai integritas yang tinggi terhadap norma-
norma agama dan sosial, serta tidak memegang teguh kode etik
profesi, tentu hal ini mudah terjadi penyalahgunaan.
Sifat asymetry ini memudahkan timbulnya hukum pasar berupa
permintaan dan penawaran yang menyebabkan keseimbangan pasar
tidak bisa tercapai dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu
tidak heran bila dalam pelayanan kesehatan supply meningkat tidak
menurunkan harga dan meningkatkan kualitas; yang terjadi justru
sebaliknya, peningkatan harga dan penurunan kualitas dalam
konteks pemberian pemeriksaan yang tidak perlu.
Adapun pengaruh faktor eksternal misalnya terdapat titik-titik
simpul yang sulit dijangkau layanan kesehatan, namun sangat
mempengaruhi layanan seperti mekanisme pasar terhadap alat-alat
dan teknologi kesehatan, kondisi iklim dan cuaca buruk,
lingkungan yang tidak sehat, serta berbagai polusi yang berpotensi
menimbulkan embrio masalah kesehatan (penyakit).
3. Tata Kelola Obat
Pada dasarnya, obat berperan sangat penting dalam struktur
pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai
penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat.
Sakit identik dengan obat, sehingga entitas obat ibarat penyambung
nyawa bagi si pasien. Ketergantungan pasien terhadap obat seolah
tak tergantikan dalam konstelasi layanan kesehatan sehingga
dibutuhkan pengelolaan obat yang baik.
Pengelolaan obat adalah cara mengelola tahap-tahap dari kegiatan
tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi
sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan
efisien, agar obat tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah
cukup dan terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Tahap penyimpanan merupakan bagian dari pengelolaan obat
menjadi sangat penting dalam memelihara mutu obat-obatan,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan,
memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang, serta
mengurangi risiko kerusakan dan kehilangan.
Penyimpanan yang salah atau tidak efisien membuat obat
kedaluwarsa tidak terdeteksi dapat merugikan bagi institusi
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu dalam pemilihan sistem
penyimpanan harus dipilih dan disesuaikan dengan kondisi yang
ada sehingga pelayanan obat dapat dilaksanakan secara tepat guna
dan hasil guna.
Sistem penyimpanan obat menggunakan gabungan antara metode
FIFO dan metode FEFO. Metode FIFO (first in first out), yaitu
obat-obatan yang baru masuk diletakkan di belakang obat yang
terdahulu, sedangkan metode FEFO (first expired first out) dengan
cara menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired date)
lebih lama diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunyai
ED lebih pendek. Hal tersebut diharapkan dapat meminimalisasi
risiko penyalahgunaan atau kelalaian dalam tata kelola obat.
Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi
stakeholder layanan kesehatan terutama bagi tenaga kesehatan
dalam rangka memberikan layanan yang bermutu agar tidak
menjadi potensi permasalahan hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Rosita,rita.dkk.2012. Manajemen farmasi. Jawa timur; Pilar Utama Mandiri

Rahman, abdur.dkk.2018. pelayanan Farmasi jilid 1. Jawa timur; Pilar


utama mandiri

Nurhayati,lilik.2014. menerapkan manajemen dan Administrasi di Bidang


Farmasi. Jakarta;multikreasi satu delapan
https://ejournal.sttif.ac.id/index.php/farmamedika/article/download/21/18/#:
~:text=Menurut%20Peraturan%20Menteri%20Kesehatan%20Nomor,yang
%20dapat%20merusak%20mutu%20obat

https://news.detik.com/kolom/d-4695853/belajar-dari-kasus-kamal-muara?
hl=in_ID

Anda mungkin juga menyukai