Anda di halaman 1dari 46

TUGAS MAKALAH F I T O T E R A PI

S E D I A A N D A N FO R M U L A S I FI T O T E R A PI

Dosen :

Dewi Dianasari, S.Farm., M.Farm., Apt.

Disusun Oleh:

Khairinna Prihandini 162210101001


Amelia Windi Astutik 162210101003
Jeni Juharsita 162210101010
Milka Bela Savira 162210101011
Gina Nabila H 162210101015
Anjas Setya Prakasa 162210101068
Sabda Kartika Ratu 162210101076
Jihan Fatmalah 162210101081

BAGIAN BIOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2019
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................................3


1.1 Latar Belakang .....................................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................................3
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................4
2.1 Pengertian Fitoterapi ............................................................................................................................4
2.2 Regulasi Obat Herbal ...........................................................................................................................5
2.3 Kapsul dan Formulasi...........................................................................................................................7
2.4 Suspensi dan Formulasi......................................................................................................................12
2.5 Tablet dan Formulasi..........................................................................................................................19
2.6 Salep, Krim, dan Formulasi................................................................................................................26
2.7 Gel dan Formulasi ..............................................................................................................................35
BAB III PENUTUP......................................................................................................................................44
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................................44
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah.
Semua dapat ditanam dan dikembang biakkan secara mudah karena memiliki tanah yang
subur. Oleh karena itu semua tanaman dapat dimanfaatkan menjadi bahan pangan, papan,
maupun obat. Orang Indonesia juga telah meracik obat tradisional atau disebut dengan jamu
untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara
tradisional, turun temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Pengobatan dengan
menggunakan bahan tumbuhan disebut dengan fitoterapi. Seiring perkembangan zaman,
manusia telah mengolah berbagai macam sediaan obat dengan bahan aktif dari tumbuhan.
Seperti contohnya kapsul herbal, krim, gel dan lain-lain. Oleh karena itu, makalah ini akan
membahas apa saja sediaan fitoterapi, macam-macamnya dan formulasi sediaan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan fitoterapi?
2. Bagaimana regulasi dan jenis sediaan herbal di Indonesia?
3. Bagaimana sediaan dan formulasi kapsul, suspensi, krim, gel, tablet, dan salep?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa dimaksud dengan fitoterapi.
2. Untuk mengetahui bagaimana regulasi dan jenis sediaan herbal di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaiman sediaan dan formulasi kapsul, suspensi, krim, gel, tablet, dan salep.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fitoterapi


Fitoterapi berasal dari kata fito dan terapi. Fito artinya fumbuhan, terapi artinya pengobatan.
Jadi. fitoterapi adalah pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari
tumbuhan (Rina Numalina, 2012: 11). Fitoterapi merupakan pengobatan dan pencegahan
penyakit menggunakan tanaman, bagian tanaman, sediaan yang terbuat dari tanaman.
Fitoterapi menggambarkan tentang potensi dan batasan obat herbal yg digunakan untuk
pengobatan manusia. Sebagian indikasi fitoterapetik berasal dari pengalaman pada obat
herbal yang telah berusia ratusan bahkan ribuan tahun. Pengobatan herbal adalah bentuk
pengobatan altematif yang mencakup penggunaan tanaman atau ekstrak tanaman yang
berbeda. Herbal sering disebut jamu, obat botani, atau jamu medis (Rina Numalina, 2012:
11).

 Karakteristik Obat Herbal


a. Efek Farmakologis lemah
b. Untuk Penyakit dengan Tingkat Keparahan Ringan Pemeliharaan Kesehatan
c. Onset Lama
Obat herbal memiliki efek yg lebih lemah dibandingkan obat sintetik, ditujukan untuk jenis
penyakit yg nonspesifik dgn tingkat keparahan ringan, karena itu cocok untuk tujuan
memelihara kondisi kesehatan. Selain itu, sifat dari obat herbal yaitu memiliki waktu kerja
obat yg relatif lebih lama dibandingkan dengan obat konvesional sehingga tidak cocok untuk
penanganan gawat darurat.
 Khasiat Dan Keamanan Obat Herbal
a. Khasiat, dapat dibuktikan dengan uji khasiat dan sumber baca (literatur)
b. Keamanan dapat dilakukan uji toksisitas, uji farmakokinetik dan farmakodinamik
Contoh ketela pohon mengandung glikosida sianida pengolahan harus tepat.
2.2 Regulasi Obat Herbal
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang dimaksud Obat Bahan Alam Indonesia
adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia . Obat tradisional oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibagi lagi menjadi 3 macam, yaitu Jamu, Obat
Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka.
Jamu adalah obat dari bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, dengan
kata lain, belum mengalami uji praklinik maupun uji klinik, namun khasiatnya dipercaya oleh
orang berdasarkan pengalaman. Apa itu uji praklinik dan klinik? Uji praklinik adalah uji yang
dilakukan pada hewan uji untuk mengetahui keamanan dan khasiat obat pada hewan.
Sedangkan uji klinik adalah uji pada manusia untuk mengetahui keamanan dan khasiat obat
pada manusia. Uji klinik hanya dilakukan jika obat telah lolos uji praklinik. Dalam sediaan
jamu, bahan baku yang digunakan pun belum mengalami standarisasi karena masih
menggunakan seluruh bagian tanaman.
Obat Herbal Terstandar adalah obat dari bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Jadi,
OHT ini tingkatannya sudah lebih tinggi dibandingkan jamu. Yang terakhir, Fitofarmaka
merupakan obat dari bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik. Bahan baku dan produk jadinya juga telah
distandarisasi. Obat yang sudah tergolong fitofarmaka yang boleh digunakan dalam praktek
kedokteran dan pelayanan kesehatan formal. Di Indonesia obat herbal yang tergolong
fitofarmaka ini masih sangat sedikit jumlahnya. Salah satu alasannya karena biaya yang
dibutuhkan untuk uji klinik dan pra klinik ini cukup mahal. Sebagian besar obat herbal
Indonesia masih berupa jamu meskipun sudah dikemas dengan kemasan yang modern seperti
kapsul atau puyer.

Gambar 1 Logo Jamu, OHT, Fitofarmaka


Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia,
Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia, obat tradisional yang ada di Indonesia dapat dikategorikan menjadi:
a. Jamu

Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai
dengan klinis, tetapi cukup dengan pembuktian empiris atau turun temurun. Jamu harus
memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan
berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Contoh : Tolak
Angin®, Antangin®, Woods’ Herbal®, Diapet Anak®, dan Kuku Bima Gingseng®.

b. Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan bahan bakunya
telah di standarisasi. Obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik, telah
dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Contoh :
Diapet®, Lelap®, Fitolac®, Diabmeneer®, dan Glucogarp®.

c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern
karena telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada
hewan dan uji klinik pada manusia, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim
khasiat dibuktikan dengan uji klinis, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Contoh: Stimuno®, Tensigard®, Rheumaneer®, X-gra®, dan
Nodiar®.

Aneka pengobatan herbal di Indonesia biasanya menggunakan tanaman-tanaman obat seperti


misalnya adas (foeniculum vulgare Mill), alang-alang (imperata cylindrical L), bunga pukul
empat (mirabilis jarapa L), belimbing wuluh (averrhoa bilimbi L), delima (punica granatum
L.) dan lainlain.

Penatalaksanaan Fitoterapi:
• Kelainan Jantung dan Pembuluh Darah
• Gangguan Saluran Pencernaan
• Gangguan Saluran Pernapasan
• Gangguan Susunan Saraf Pusat
• Antidiabetes Melitus
• Anti Asam urat
• Antiobesitas
• Gangguan Saluran Kemih
• Imunomodulator (Michael, 2009)

Cedera dan penyakit pada mata bisa mempengaruhi penglihatan. Apabila ketajaman menurun
maka penglihatan menjadi kabur. Pada masyarakat modem sekarang ini, dikenal pengobalan
untuk penyakit mata dengan menggunakan ramuan ataupun dengan cara dipijat. salah satu
ramuan yang digunakan adalah wortel. Wortel merupakan jenis sayuran yang dapat
dimanfaatkan unfuk terapi mata, (Gin Djing, 2008: 34). Selain wortel sebagai salah satu jenis
tanaman untuk mengobati penyakit mata, kunyit dan bengle juga dapat diguakan sebagai obat
peryakit mata dengan cara meminum air rebusan kunyit dan bengle tersebut ditambah jintan
hitam yang ditumbuk (Hartatik, 20ll: 80).

2.3 Kapsul dan Formulasi


Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan
lain yang sesuai.
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih
lainnya dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada
umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin.
Ada dua tipe kapsul, keras dan lunak. Kapsul lunak terdiri dari cangkang padat lentur
yang mengandung serbuk, cairan non-aqueous, larutan, emulsi, suspensi, atau pasta. Beberapa
kapsul mengandung cairan diberikan dalam bentuk sediaan bentuk padat, contoh minyak ikan
cod. Kapsul ini dibentuk, diisi dan ditutup dalam satu proses produksi. Cangkang kapsul keras
digunakan dalam pengolahan sebagian besar pembuatan kapsul dan peracikan kapsul. Cangkang
terbagi dua, badan dan tutup, keduanya berbentuk silinder dan dapat ditutup pada ujungnya.
Serbuk dan partikulat padat, seperti granul dan pelet, ditempatkan dalam badan dan kapsul
ditutup dengan menyatukan badan dan tutup secara bersamaan.
Ukuran cangkang kapsul yang sesuai harus dipilih untuk membuat sediaan kapsul penuh.
Cangkang kapsul keras tersedia dalam delapan ukuran. Berat jenis campuran serbuk akan
mempengaruhi pemilihan ukuran kapsul. Delapan ukuran kapsul beserta taksiran kapasitas
(berdasarkan penambahan laktosa) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ukuran kapsul beserta taksiran kapasitas (berdasarkan penambahan laktosa)

Sebagian besar bahan yang digunakan untuk mengisi kapsul adalah dalam bentuk serbuk.
Biasanya merupakan campuran dari bahan aktif bersama dengan kombinasi dari jenis bahan
tambahan yang berbeda. Jenis bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam pengisi serbuk
kapsul antara lain:
• Diluen,
• Lubrikan, menurunkan daya lekat serbuk terhadap alat
• Glidan, meningkatkan aliran serbuk
• Agen pembasah, meningkatkan penetrasi air
• Desintegran, menghasilkan perpecahan massa serbuk
• Stabilizer, meningkatkan stabilitas produk
Kapsul biasanya dikehendaki secepat mungkin larut didalam lambung dan melepaskan
isinya, tetapi untuk tujuan tertentu kapsul dirancang untuk melewati lambung dan masuk kedalam
usus sebelum larut. Produk seperti itu dikenal dengan berbagai istilah, termasuk gastric-resistant,
entero-soluble dan enteric.
Kapsul merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3. Lebih enak dipandang
4. Mudah ditelan
5. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan
pemisahanantara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama
serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
Selain mempunyai kelebihan-kelebihan seperti keindahan, kemudahan pemakaian dan
kemudahan dibawa, kapsul telah menjadi bentuk takaran obat yang popular karena memberikan
penyalutan obat yang halus, licin, mudah ditelan dan tidak memiliki rasa, terutama
menguntungkan untuk obat-obat yang mempunyai rasa dan bau yang tidak enak. Kapsul secara
ekonomis diproduksi dalam jumlah besar dengan aneka warna, dan biasanya memudahkan
penyiapan obat didalamnya, karena hanya sedikit bahan pengisi dan tekanan yang diperlukan
untuk pemampatan bahan, seperti pada tablet (Lachman, dkk., 1994). Kapsul tidak berasa, mudah
pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara
komersil. Didalam praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai
pilihan dalam meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang
dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada
tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu
lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi
untuk memproduksi sediaan kapsul dan dipasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam
bentuk sediaan tablet.
Kerugian sediaan kapsul adalah
a. Garam kelarutan tinggi umumnya tidak dapat digunakan pada kapsul gelatin keras
b. Kapsul tidak cocok untuk bahan obat yang mengembang
c. Peralatan pengisi kapsul mempunyai kecepatan yang lebih lambat dibanding mesin
pencetak tablet
Biasanya kapsul tidak digunakan untuk bahan-bahan yang sangat mudah larut seperti
kalium bromide, kalium klorida, atau ammonium klorida, karena kelarutan mendadak senyawa-
senyawa seperti itu didalam lambung dapat mengakibatkan konsentrasi yang menimbulkan iritasi.
Kapsul tidak boleh digunakan untuk bahan-bahan yang sangat mudah mencair dan sangat mudah
menguap. Bahan yang mudah mencair dapat memperlunak kapsul, sedangkan yang mudah
menguap akan mengeringkan kapsul dan menyebabkan kerapuhan (Lachman, dkk., 1994)
Pengujian Sediaan Kapsul
Kapsul yang diproduksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan ditimbang lagi
satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut.
Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi tiap kapsul
terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A
dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B.

2. Waktu hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan
aktifnya terlarut sempurna. Waktu hancur setiap tablet atau kapsul dicatat dan memenuhi
persyaratan spesifikasi waktu (dalam 15 menit) (Depkes RI, 1979).
3. Disolusi
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa banyak persentasi zat aktif dalam obat yang
terabsorpsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Persyaratan
dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.
4. Kadar
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang terdapat
dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada etiket. Metode
penetapan kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam sediaan kapsul.
Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi
menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah ditetapkan. Secara umum
rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan pada label
(Agoes, 2008).

Contoh Formulasi Kapsul :

Akar pasak bumi (E. Longifolia) memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat tradisional
yang berfungsi sebagai antihipertensi, antipiretik, afrodisiaka dan suplemen kesehatan.
Penggunaan akar pasak bumi sebagai obat tradisional perlu diupayakan dalam bentuk sediaan
yang lebih efektif dengan dosis yang lebih tepat. Sediaan yang mudah dibuat dan dapat menutup
rasa pahit dari akar pasak bumi yaitu berupa kapsul. Formula kapsul dengan bahan tambahan
vivapur 101 sebesar 300 mg, amilum maydis 58 mg, aerosol 3%,talk 2%, Mg. Stearat 1% untuk
dosis ekstrak etanol akar pasak bumi sebagai imunostimulansia 300 mg/kapsul, Kapsul dengan
formula yang tepat dan telah dilakukan evaluasi sediaan dapat digunakan dalam pelayanan
kesehatan forma dengan melewati uji keamanan sediaan pada manusia sehat.
Pararemeter yang diukur adalah heart rate, respiration rate, suhu tubuh, berat badan, dan tekanan
darah . Uji klinis pada penelitian ini menggunakan design pre-post treatment pada manusia sehat.
Subjek yang digunakan adalah 10 laki–laki sehat dan 10 perempuan sehat yang memenuhi
kriteria inklusi yang selama 14 hari diberikan kapsul ekstrak etanol akar pasak bumi yang sudah
diformulasi. Data penelitian dianalisis statistik menggunakan uji paired T-test. Hasil uji
menunjukkan bahwa kapsul ekstrak etanol akar pasak bumi tidak mempengaruhi nilai heart rate,
respiration rate, suhu tubuh dan berat badan namun menyebabkan penurunan tekanan darah
manusia sehat. Ekstrak etanol akar pasak bumi menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat digunakan dalam terapi antihipertensi.

2.4 Suspensi dan Formulasi


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus
yang terdispersi ke dalam fase cair. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat
mengendap, dan bila dikocok perlahan endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat
ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas tetapi kekentalan suspensi harus menjamin
sediaan mudah dikocok dan dituang.
Menurut FI Edisi III, suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut , terdispersi dalam cairan pembawa.
Menurut FI Edisi IV, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair.
Menurut Formularium nasional Edisi II, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung
obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat
terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah :
1. Ukuran partikel.
2. Sedikit banyaknya bergerak partikel (viskositas)
3. Tolak menolak antar partikel karena adanya muatan listrik
4. Kadar partikel terdispersi
Ciri-ciri sediaan suspensi adalah :
- Terbentuk dua fase yang heterogen
- Berwarna keruh
- Mempunyai diameter partikel > 100 nm
- Dapat disaring dengan kertas saring biasa
- Akan memisah jika didiamkan
Macam-macam suspensi berdasarkan kegunaannya antara lain :
1. Suspensi oral.
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam cairan pembawa dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditunjukan untuk
penggunaan oral.
2. Suspensi topical
Suspensi topical adalah sediaan cair yang mengandung partikael-partikel padat yang
terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
3. Suspensi tetes telinga.
Yaitu sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan
pada bagian telinga luar.
4. Suspensi optalmik
Yaitu sediaan cair yang steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam
cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
Macam-macam suspensi berdasarkan istilah antara lain :
1. Susu
Yaitu suspensi untuk pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk penggunaan oral.
Contohnya : susu magnesia
2. Magma
Yaitu suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya mempunyai
kecenderungan terhidrasi dan teragredasi kuat yang menghasilkan konsistansi seperti jell dan
sifat relogi tiksotropik
3. Lotio
Untuk golongan suspensi tropical dan emulsi untuk pemakaian pada kulit.
Macam-macam suspensi berdasarkan sifatnya antara lain :
1. Suspensi deflokulasi
a. Ikatan antar partikel terdispersi kuat
b. Partikel dispersi mudah mengendap
c. Partikel dispersi mudah terdispersi kembali
d. Partikel dispersi tidak membentuk cacking yang keras
2. Suspensi flokulasi
a. Ikatan antar partikel terdispersi lemah
b. Partikel dispersi mengendap secara perlahan
c. Partikel dispersi susah terdispersi kembali
d. Partikel dispersi membentuk cacking yang keras
Syarat-syarat suspensi menurut FI edisi III adalah :
- Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
- Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
- Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
- Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang
- Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensi tetap
agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama
Cara pembuatan suspensi yaitu :
1. Metode dispersi
Serbuk yang terbagi halus didispersikan kedalam cairan pembawa. Umumnya sebagai
cairan pembawa adalah air. Dalam formulasi suspensi yang penting adalah pertikel-pertikel
harus terdispersi betul dalam fase cair. Mendispersikan serbuk yang tidak larut dalam air
kadang-kadang sukar, hal ini disebabkan karena adanya udara, lemak yang terkontaminasi
pada permukaan serbuk. Serbuk dengan sudut kontak 900C disebut hidrofob. Contohnya
sulfur, magnesium stearat, dan magnesium karbonat. Untuk menurunkan tegangan antar
muka, antara partikel padat dan cairan pembawa digunakan zat pembasah dengan nilai HCB
(hidrofil lipofil balance) atau keseimbangan hidrofil lipofil. Nilai HLB 7-9 dan sudut kontak
jadi kecil. Udara yang dipindahkan dan partikel akan terbasahi dapat pula menggunakan
gliserin, larutan Gom, propilenglikol untuk mendispersi parikel padat. Biasa juga digunakan
Gom (pengental).
2. Metode presipitasi
Metode ini terbagi atas 3 yaitu :
a. Metode presipitasi dengan bahan organic
Dilakukan dengan cara zat yang tak larut dengan air, dilarutkan dulu dengan pelarut
organic yang dapat dicampur air. Pelarut organic yang digunakan adalah etanol,
methanol, propilenglikol, dan gliserin. Yang perlu diperhatikan dari metode ini adalah
control ukuran partikel yang terjadi bentuk polimorfi atau hidrat dari Kristal.
b. Metode presipitasi dengan perubahan PH dari media
Dipakai untuk obat yang kelarutannya tergantung pada PH.
c. Metode presipitasi dengan dekomposisi rangkap/penguraian
Dimana stabilitas fisik yang optimal dan bentuk rupanya yang baik bila suspensi
diformulasikan dengan partikel flokulasi dalam pembawa berstruktur atau pensuspensi
tipe koloid hidrofi. Bila serbuk telah dibasahi dan didispersikan diusahakan untuk
membentuk flokulasi terkontrol agar tidak terjadi sediaan yang kompak yang sulit
didispersi kembali. Untuk membentuk flokulasi digunakan elektrolit, surfaktan, dan
polimer.
Bentuk suspensi yang diinginkan :
- Partikel-partikel harus mengendap secara perlahan
- Partikel-partikel yang mengendap harus mudah didispersikan kembali
- Suatu suspensi yang terflokulasi lebih diinginkan daripada suspensi yang terdeflokulasi.
- Suatu suspensi tidak boleh terlalu kental untuk mengurangi kecepatan sedimentasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam suspensi adalah :
1) Kecepatan sedimentasi (hokum stokes)
Untuk sediaan farmasi, tidak mutlak dipakai untuk sediaan farmasi biasanya dimana
bentuk suspensorik tidak teratur, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan supaya suspensi
stabil sehingga tidak cepat mengendap. Maksudnya akan terbentuk cacking dan homogenitas
kurang.
2) Pembahasan serbuk
Pembasahan adalah fenomena terjadinya kontak antara medium pendispersi dan medium
terdispersi dimana permukaan padat udara digantikan oleh padat cair. Untuk menurunkan
tegangan permukaan digunakan wetting agent atau surfaktan (zat yang dapat menurunkan
tegangan permukaan) misalnya span dan tween.
3) Floatasi
Floatasi atau trafung disebabkan oleh :
- Perbedaan densitas
- Partikel padat hanya terbasahi dan tetap pada permukaan
- Adanya absorbsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan humektan
4) Pertumbuhan Kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh, bila terjadi perubahan suhu
akan terjadi pertumbuhan kristal ini dapat dicegah dan penambahan surfaktan.
5) Pengaruh gula
- Penambahan larutan gula dalam suspensi akan mengakibatkan fiskositas suspensi naik.
- Konsentrasi gula yang besar akan menyebabkan akan terbentuknya kristalisasi dengan
cepat Gula cair 25% mudah ditumbuhi bakteri hingga diperlukan pengawet
- Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi
- Pemilihan metode dispersi, depokulasi, dan prokulasi

Komposisi sediaan suspensi yaitu :


A. Zat aktif
B. Bahan tambahan :
- Bahan pensuspensi / suspending agent, fungsinya adalah untuk memperlambat
pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan resin, dan
bahan berlemak. Contoh untuk golongan polisakarida yaitu seperti gom akasia, tragakan,
alginat starc. Sedangkan pada golongan selulosa larut air yaitu seperti metil selulosa,
hidroksi etilselulosa, avicel, dan na-cmc.untuk golongan tanah liat misalnya seperti
bentonit, aluminium magnesium silikat, hectocrite, veegum. Sementara itu untuk
golongan sintetik seperti carbomer, carboxypolymethylene, colloidal silicon dioxide.
- Bahan pembasah (wetting agent) / humektan, fungsinya adalah untuk menurunkan
tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan dispersi bahan
yang tidak larut. Misalnya gliserin, propilenglikol, polietilenglikol, dan lain-lain.
- Pemanis, fungsinya untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Misalnya sorbitol dan sukrosa.
- Pewarna dan pewangi, dimana zat tambahan ini harus serasi. Misalnya vanili, buah-
buahan berry, citrus, walnut, dan lain-lain.
- Pengawet, sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung bahan alam,
atau bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh mikroba).
Selain itu, pengawet diperlukan juga bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian
berulang. Pengawet yang sering digunakan adalah metil atau propil paraben, asam
benzoat, chlorbutanol, dan senyawa ammonium.
- Antioksidan, jarang digunakan pada sediaan suspensi kecuali untuk zat aktif yang
mudah terurai karena teroksidasi.misalnya hidrokuinon, asam galat, kasein, sisteina
hidroklorida, dan juga timol.
- Pendapar, fungsinya untuk mengatur pH, memperbesar potensial pengawet,
meningkatkan kelarutan. Misalnya dapar sitrat, dapar fosfat, dapar asetat, dan juga dapar
karbonat.
- Acidifier, fungsinya untuk mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspensi,
memperbesar potensial pengawet, dan meningkatkan kelarutan. Misalnya asam sitrat.
- Flocculating agent, merupakan bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc. Misalnya polisorbat 80
(untuk surfaktan), tragakan (polimer hidrofilik), bentonit (untuk clay), dan juga NaCl
(untuk elektrolit).
Kriteria suspensi yang ideal :
- Partikel yang terdispersi harus memiliki ukuran yang sama dan tidak mengendap cepat dalam
wadah.
- Endapan yang terbentuk tidak boleh keras (kompak) dan harus terdispersi dengan cepat
dengan sedikit pengocokan.
- Harus mudah dituang, memiliki rasa enak dan tahan terhadap serangan mikroba
- Untuk obat luar, harus mudah disebar dipermukaan kulit dan tidak cepat hilang ketika
digunakan serta cepat kering.
Keuntungan dan kerugian sediaan suspensi yaitu :
a. Keuntungan :
1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet/ kapsul, terutama anak-anak.
2. Homogenitas tinggi
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul karena luas permukaan
4. kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat
5. Dapat menutupi rasa tidak enak/pahit obat (dari larut/tidaknya)
6. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air
b. Kerugian :
1. Kestabilan rendah (pertumbuhan Kristal (jika jenuh), dan degradasi)
2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya
turun
3. Alirannya menyebabkan sukar dituang
4. Ketetapan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan system dispersi terutama jika
terjadi perubahan temperatur
6. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.
Contoh formulasi sediaan suspensi fitoterapi

Formulasi dan Stabilitas Studi Suspensi Herbal Dari Bubuk Agaricus bisporus

Agaricus bisporus (jamur kancing) telah dilaporkan memiliki efek hipoglikemik dan efek
antihiperglikemik. Jamur diketahui mengandung senyawa yang membantu dalam berfungsinya ke
hati, pancrease, dan kelenjar endocrinal lain ada dengan mempromosikan pembentukan insulin
dan hormon terkait yang menjamin fungsi metabolisme yang sehat. Polisakarida, seperti β-
glucanscantained jamur memiliki kemampuan untuk mengembalikan fungsi jaringan pankreas
dengan menyebabkan peningkatan output insulin oleh sel beta yang menyebabkan penurunan
kadar glukosa darah.
Komposisi formulasi untuk mempersiapkan 100 ml suspensi bubuk Agaricus bisporus
seperti yang ditunjukkan pada formulasi. 100 mesh ukuran partikel halus dari obat yang benar
dicampur dengan triturating. Setelah itu campuran obat dalam air dan aditif yang berbeda seperti
Tween-80, natrium karboksimetil selulosa (CMC), pemanis agen, agen penyedap, dan natrium
benzoat digunakan untuk mendapatkan stabilitas yang lebih baik. Gula emas bebas (Zydus
kesehatan) terpilih sebagai agen pemanis dan Tween 80 polisorbat digunakan sebagai surfaktan
dan juga digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas karena sifatnya non-ionik sehingga tidak
mengubah pH suspensi. CMC meningkatkan viskositas dan stabilitas suspensi. Minyak lemon
digunakan sebagai agen penyedap dalam suspensi. Natrium benzoat digunakan sebagai pengawet.

Formulasi suspensi ditemukan memiliki properti redispersibility dengan studi sedimentasi


menunjukkan bahwa volume sedimentasi dari formulasi F3 yang menunjukkan bahwa formulasi
paling optimum dan dapat diterima.

2.5 Tablet dan Formulasi


Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih, silindris atau bentuk lain, kedua permukaannya rata atau cembung, terbuat
dari ekstrak kering atau campuran ekstrak kental dengan bahan pengering dengan bahan
tambahan bahan yang sesuai. komponen tablet yaitu terdiri dari Zat aktif berupa ekstrak kering
atau kental dari bagian tumbuhan tertentu selain itu juga disertai dengan zat tambahan seperti :

1. Pengisi

Zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan untuk membuat
bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan

Syarat :

• Harus non toksik dan dapat memenuhi peraturan-peraturan

• Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di sesuai negara tempat produk itu dibuat.

• Harganya harus cukup murah.

• Tidak boleh saling berkontraindikasi

• Harus stabil secara fisik dan kimia

• Harus bebas dari segala jenis mikroba yang patogen atau yang ditentukan.
• Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).

• Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat.

Contoh pengisi Avicel, Kalsium sulfat trihidrat, Laktosa, Sukrosa, Dekstrosa, Manitol,
Amylum.

2. Pengikat

Untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang
dicetak langsung (Lachman Industri, 701)

• Pengikat bisa berupa gula dan polimer.

• Pengikat yang berupa polimer alam: starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin)

• Pengikat yang berupa polimer sintetik: PVP, metilselulosa, etilselulosa,


hidroksipropilselulosa

• Bisa dengan cara kering/basah. Cara basah lebih sedikit membutuhkan bahan.

Contoh pengikat yaitu : starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin), PVP, metilselulosa,
etilselulosa, hidroksipropilselulosa

3. Disintegran/zat penghancur

Berfungsi untuk memudahkan hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan


saluran cerna (Lachman Industri, 702). Cara pakai/penambahan disintegran:

• internal addition (saat granulasi) : disintegran dicampur dengan bahan lainnya sebelum
ditambah dengan larutan penggranul

• external addition : disintegran ditambahkan setelah granul terbentuk

Yang paling baik adalah menambahkan disintegran secara kombinasi (internal & external),
contoh nya seperti Starch (amylum), Starch 1500, odium starch glycolate (primogel, explotab),
Selulosa (selulosa, metilselulosa, CMC, CMC-Na, Avicel, Acdisol), Gums (agar, pectin,
tragacant, guar gum), Alginat (asam alginat dan Na-alginat)

4. Lubrikan
Fungsi utama dari lubrikan adalah untuk mengurangi gesekan atau friksi yang terjadi
antara permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan
tablet. (Lachman Tablets, 110). Konsentrasi optimum: 1%

5. Glidan

Fungsi utama dari glidan adalah menunjang karakteristik aliran dari granul atau
meningkatkan aliran granul. Glidan dapat meminimalisasi kecenderungan granul untuk
memisah selama tahap vibrasi yang berlebihan (Lachman Tablets, 115)

6. Anti adherent

Fungsi utama dari anti adheren adalah mencegah penempelan tablet pada punch atau
pada dinding die. (Lachman Tablets, 110). Bahan yang paling baik adalah yang larut air
dan yang paling efisien adalah DL-leusin. (Lachman Tablets, 114). Biasa digunakan pada
produk yang mengandung vitamin E dosis tinggi karena cenderung terjadi picking.

Tablet memiliki keuntungan dan kerugian antara lain :

Keuntungan :

• Ketepatan yang tinggi dalam dosis;

• Tablet dapat mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil sehingga
memudahkan proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan;

• Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan, antara
lain :

• Memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan;

• Menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan
ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;

• Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;

• zat aktif lebih stabil;

• Cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;


• Menutupi rasa

• Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas terkendali);

• Dapat diproduksi besar-besaran, sederhana, cepat, sehingga biaya produksinya


lebih rendah;

Kerugian :

Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan);

• Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :

• Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat

• Zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup besar
atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi dari
sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi (harus diformulasi sedemikian rupa);

• Zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak, atau bau yang tidak disenangi, atau zat
aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan kelembaban udara, memerlukan
enkapsulasi sebelum dikempa. Dalam hal ini sediaan kapsul menjadi lebih baik
daripada tablet.

Dalam Metode pembuatannya tablet terbagi menjadi 3 yakni :

1. Granulasi Basah

• Memperoleh aliran yang baik

• Meningkatkan kompresibilitas

• Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai

• Mengontrol pelepasan

• Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses

• Distribusi keseragaman kandungan

• Meningkatkan kecepatan disolusi


2. Granulasi Kering

• Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi

• Zat aktif susah mengalir

• Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab

• Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab

• Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat

3. Kempa Langsung

• Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab

• Zat aktif dosis tinggi

• Zat aktif mudah mengalir

Tablet juga memiliki regulasi jika dalam komposisi nya terdapat bahan herbal seperti :
a. Organoleptik : Pengamatan dilakukan terhadap bentuk, rasa, bau dan warna.
b. Kadar air : Sediaan padat obat dalam mempunyai kadar air ≤ 10%
c. Waktu hancur
Tablet/kaplet tidak bersalut : ≤ 30 menit
Tablet bersalut gula : ≤ 60 menit
Tablet bersalut film : ≤ 60 menit
Tablet bersalut enteric : ≤ tidak hancur dalam waktu 120 menit dalam larutan asam dan
selanjutnya hancur ≤ 60 menit dalam larutan dapar fosfat.
Tablet Efervesen : ≤ 5 menit
d. Keseragaman bobot

Dari 20 Tablet/kaplet/tablet hisap/Tablet Efervesen, tidak lebih dari 2 Tablet yang


masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari pada harga yang
ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-
ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut:
1. Formulasi tablet dalam penerapan herbal medicine
a. Optimasi Formula Tablet Ekstrak Umbi Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dengan
Variasi Komposisi Bahan Pengisi Avicel® pH 101 dan Bahan Penghancur
Crospovidone

Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) mengandung daidzein yang berfungsi pro-estrogenik


sehingga mampu menekan resorpsi tulang dengan mekanisme langsung pada reseptor estrogen di
tulang. Bengkuang dapat dikembangkan menjadi sumber fitoestrogen yang bermanfaat sebagai
suplemen pada wanita menopause. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas dan
pengaruh bahan pengisi Avicel® PH 101 dan bahan penghancur crospovidone terhadap sifat alir
granul dan sifat fisik tablet ekstrak umbi bengkuang. Ekstrak umbi bengkuang dibuat menjadi
sediaan tablet dengan metode granulasi basah. Variasi komposisi crospovidone antara 2-5%,
sedangkan Avicel® PH 101 antara 38,86-41,86%. Formulasi tablet dioptimasi dengan metode
Simplex Lattice Design dari Design Expert 7.1.5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan Avicel® PH 101 dapat meningkatkan indeks pengetapan, daya serap air, kadar air,
kekerasan, waktu hancur, dan kerapuhan tablet, sedangkan crospovidone dapat meningkatkan
indeks pengetapan, daya serap air, kadar air, kekerasan, waktu hancur, dan kerapuhan tablet.
Interaksi Avicel® PH 101 dan crospovidone meningkatkan kadar air, menurunkan daya serap air,
kekerasan, dan kerapuhan tablet. Formula optimum tablet memiliki komposisi Avicel® PH 101
sebanyak 293 mg dan crospovidone sebanyak 14 mg tiap tablet. Verifikasi hasil formula
optimum dengan hasil SLD tidak berbeda signifikan terhadap respon indeks pengetapan,
kekerasan dan kerapuhan sedangkan pada respon waktu hancur berbeda signifikan dengan hasil
percobaan. Penyimpanan formula optimum dalam suhu kamar (30ºC±2 ºC) selama empat minggu
stabil dan tidak mempengaruhi bercak KLT antara sebelum penabletan dan sesudah penabletan.

b. Formulasi Tablet Obat Herbal Pegagan (Centella Asiatica L)

Salah satu tanaman obat yang sering dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah pegagan
(Centella asiatica L). Tanaman ini mengandung bahan aktif senyawa golongan glikosida
triterpenoid (asiaticosida) yang berkhasiat sebagai anti ulkus peptikum. Untuk meningkatkan
aseptabilitas pegagan sebagai obat anti ulkus peptikum maka dikembangkan formulasi ekstrak
herba pegagan dalam bentuk sediaan tablet. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui
pengaruh bahan pengikat terhadap mutu fisik tablet ekstrak herba pegagan. Pembuatan tablet
ekstrak herba pegagan dilakukan secara granulasi basah dengan menggunakan bahan pengisi
yang sama (laktosa, avicel 102 dan amilum manihot) tetapi dengan bahan pengikat yang berbeda
(HPMC 1290 3 cps, PVP K-30 dan gelatin) dengan kadar 1%, 2% dan 3%. Untuk pembuatan
tablet massa granul dicetak dengan menggunakan mesin cetak hidrolik pada tekanan 2 ton. Mutu
fisik tablet ekstrak herba pegagan meliputi kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur dievaluasi.
Dari hasil evaluasi didapatkan bahwa dengan adanya penambahan bahan pengikat HPMC terjadi
peningkatan kekerasan hanya pada kadar 3%, waktu hancur menjadi lebih lama pada kadar 2%
dan 3%, sedangkan untuk kerapuhan semakin menurun sesuai dengan peningkatan kadar bahan
aktif. Untuk pengikat PVP K-30 didapatkan kekerasan yang meningkat dan kerapuhan yang
menurun pada kadar 2% dan 3%, sedangkan waktu hancur meningkat sesuai peningkatan kadar
PVP K-30. Untuk gelatin terjadi peningkatan kekerasan dan penurunan kerapuhan pada kadar
3%, sedangkan waktu hancur menjadi lebih lama dengan dengan adanya penambahan bahan
pengikat. Namun formula yang terpilih dalam penelitian ini ialah formula tanpa penambahan
bahan pengikat karena tanpa penambahan bahan pengikat sudah memberikan kerapuhan yang
memenuhi syarat dan memiliki kekerasan dan waktu hancur yang baik.

2.6 Salep, Krim, dan Formulasi


Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topikal pada
kulit atau selaput lendir. Salep dapat mengandung obat atau pun tidak, yaitu untuk salep
yang tidak mengandung obat biasa disebut dengan “dasar salep” (basis ointment), dan
biasa digunakan sebagai pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat.

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dikelompokkan menjadi 4, yaitu:


dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan
air, dan dasar salep larut air. Setiap salep obat dipastikan menggunakan salah satu dasar
salep tersebut.

Berbeda dengan salep, krim didefinisikan sebagai bentuk sediaan setengah padat
yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Krim secara tradisional merupakan istilah untuk sediaan setengah padat yang
memiliki konsistensi relatif cair dan diformulasikan sebagai emulsi minyak dalam air atau
air dalam minyak. Menurut konsistensinya, krim juga dapat dikatakan sebagai salep yang
banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air

Baik salep maupun krim masing-masing memiliki persyaratan agar dapat


dikatakan sebagai sediaan yang baik, antara lain yaitu :

Persyaratan Salep
1. Pemerian : tidak boleh bau tengik
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) yang
digunakan vaselin
3. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukan susunan yang homogen.
4. Penandaan : etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2006).
Persyaratan krim
1. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas
dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.
2. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang dihasilkan
menjadi lunak serta homogen.
3. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan. (Widodo, 2013).

Bahan aktif yang terdapat dalam salep maupun krim dapat berasal dari bahan
kimia atau bahan alam. Selain bahan aktif, adapun bahan-bahan penyusun krim dan salep
antara lain:

Bahan tambahan dalam sediaan salep :

1. Basis/dasar salep
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan
sediaan jadi.
2. Antioksidan
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh
cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi. Contoh antioksidan
antara lain alkil galat, BHT, dan BHA (yang akan lebih efektif dengan adanya asam
sitrat, asam tartrat, dan asam fosfat).
3. Pengawet
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi
mikroorganisme. Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka
pada sediaan ini mudah ditumbuhi bakteri dan jamur.
4. Humektan
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,
mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh
zat tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.

Bahan Bahan Penyusun Krim :

Formula dasar krim, antara lain:

1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh: asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak,
cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.

2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh: Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/TEA, NaOH, KOH,
Na2C03, Gliserin, Polietilenglikol/PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat,
Na setostearil alkohol, polisorbatum/Tween, Span dan sebagainya)

Bahan bahan tambahan dalam sediaan krim agar peningkatan penetrasi pada kuli, antara
lain :

1. Zat untuk memperbaiki konsistensi

Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal, selain
itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan “acceptable”.
Konsistensi yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan
bekas, tidak terlalu melekat dan berlemak.

Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube. Perbaikan konsistensi dapat
dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi diperhatikan ratio perbandingan
fasa. Untuk krim adalah jumlah konsentrat campuran zat pengemulsi.
2. Pendapar

Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas


sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan pendapar harus
diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan,
terutama pH efektif untuk pengawet.

Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau zat tambahan
dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh pembawa atau lingkungan.
Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah (tube) seringkali merupakan
katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.

3. Pengompleks (sequestering)

Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk
kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses
pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat,
EDTA, dsb.

4. Peningkat Penetrasi

Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar
dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit). Syarat syarat:

 Tidak mempunyai efek farmakologi.

 Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.

 Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan).

 Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.

 Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.

 Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.

 Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.

 Dapat menyebar pada kulit.


 Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.

 Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa..

Peraturan Pembuatan Salep Menurut F. Van Duin

1. Peraturan salep pertama

“Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu
dengan pemanasan”.

2. Peraturan salep kedua

“Bahan bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu
dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep
dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya.”

3. Peraturan salep ketiga

“Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air harus
diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No. 60.”

4. Peraturan keempat

“Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai
dingin.” Bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk
mencegah kekurangan bobotnya.

Metode Pembuatan Salep

Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep
dasar. Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;

1. Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk
sampai membentuk fasa yang homogeny.

2. Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan
dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis.Ketentuan lain:
– Zat yang dapat larut dalam basis salep : (Camphora, Menthol, Fenol, Thymol,
Guaiacol)ad mudah larut dalam minyak lemak (vaselin) Zat berkhasiat +sebagian
basis (sama banyak) ad homogenkan ad tambah sisa basis.

– Zat yang mudah larut dalam air dan stabil : Bila masa salep mengandung air dan
obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air
dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.

3. Salep yang dibuat dengan peleburan

– Dalam cawan porselen

– Salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya
(air ditambahkan terakhir)

– Bila bahan bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh
perlu dikolir (disaring dengan kasa) ad lebihkan 10-20%

Metode Pembuatan Krim

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya
komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama
sama di penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan
panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan
komponen lemak.

Kemudian larutan berair secara perlahan lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak
yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.

Selanjutnya campuran perlahan lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus


menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya
dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi
pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).

Dasar-dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:
 Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan. Bahan padat dalam suatu
sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen. Skrining partikel dimaksudkan
untuk menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi akibatadanya panikel yang
terflokulasi dan aglomerisasi selama proses.

 Pemanasan dan pendinginan Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan
berkhasiat, pencampuran bahan bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi.
Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi
bahan bahan yang digunakan tidak membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila
didalam sediaan tersebut ada bahan bahan yang termolabil.

 Pencampuran terdiri dari tiga macam :

1. Pencampuran bahan padat. Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah


menghancurkan aglomerat yang terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.

2. Pencampuran untuk larutan. Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan
yaitu: adanya transfer panas dan homogenitas komponen sediaan.

3. Pencampuran semi solida. Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat
pencampuran dengan bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma
blade dapat membersihkan salep/krim yang menempel pada dinding wadah dan menjamin
homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.

 Penghalusan dan Homogenisasi. Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah
penghalusan dan homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.

Kelebihan dan Kekurangan Salep

Kelebihan salep

Misalnya salep dengan dasar salep lanonin yaitu, walaupun masih mempunyai sifat-sifat
lengket yang kurang menyenangkan, tetapi mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci dengan
air dibandingkan dasar salep berminyak. (Van Duin. 1947)

Kekurangan salep
Misalnya pada salep basis hidrokarbon, sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda
pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.

Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon jika
dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.

Sedangkan pada basis lanonin, kekurangan dasar salep ini ialah kurang tepat bila dipakai
sebagai pendukung bahan-bahan antibiotik dan bahan-bahan lain yang kurang stabil dengan
adanya air. (Van Duin. 1947)

Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Krim

a. Kelebihan sediaan krim

1. Mudah menyebar rata.

2. Praktis.

3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam
air).

4. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.

5. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).

6. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, sehingga
pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.

7. Aman digunakan dewasa maupun anak-anak.

8. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).

9. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase
A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.

10. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
11. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak.

b. Kekurangan sediaan krim

1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak) karena
terganggu sistem campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.

2. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan kirim harus dalam keadaan panas.

3. Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).

4. Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.

5. Pembuatannya harus secara aseptis

1. Formulasi Salep dalam penerapan herbal medicine


Formulasi Sediaan Salep Dari Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica Charantia L)
Sebagai Obat Luka

Formula Konsentrasi
F I (10%) F II (15%) F III (20%)
Ekstrak daun pare 2g 3g 4g
Vaselin album 18,51 g 17,48 g 16,45 g
Adeps lanae 3,08 g 2,91 g 2,75 g
mf. Unguenta 20 g 20 g 20 g

Formulasi Krim Ekstrak Bawang Tiwai (Eleutherine bulbosa) (Warnida, Nurhasnawati,


Samarinda, & Hitam, 2017)
Formula Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Daun Kersen (Puspitasari, Andini, Mulangsri, Hasyim,
& X, 2018)

2.7 Gel dan Formulasi


Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya, dan mengandung
zat aktif, merupakan disperse koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang
saling berikatan pada fase terdispersi.

Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam
suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel
banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses
industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan
pasta gigi.

Syarat-Syarat Sediaan Gel

1. Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi, tidak mudah mengalir pada permukaan kulit

2. Memiliki sifat tiksotropi, mudah merata bila dioleskan

3. Memiliki derajat kejernihan tinggi

4. Mudah tercucikan dengan air

5. Daya lubrikasi tinggi

6. Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat digunakan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel

Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid, faktor-faktor ini dapat
berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang sangat
kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau
komponen aktif lainnya

a. Pengaruh konsentrasi

Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan larutannya. Pada konsentrasi


yang rendah larutan hidrokoloid biasanya akan bersifat sebagai aliran Newtonian dengan
meningkatnya kosentrasi maka sifat alirannya akan berugah menjadi non Newtonian. Hampir
semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah antara
1-5% kecuali pada gum arab yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankan sampai dengan
onsentrasi 40% .
b. Pengaruh suhu

Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan, karena itu kenaikan
suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian.

c. Pengaruh pH

Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu. Hal ini
ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH hingga mencapai
titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila pH terus ditingkatkan.

d. Pengaruh ion

Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gelnya,
karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui ion-ion selektif.

e. Pengaruh komponen aktif lainnya

Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya hidrokoloid lain.
Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat fungsional makin berkurang dengan adanya
hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-
hidrokoloid yang bergabung.

Sifat dan Karakteristik Gel

Sifat dan karakteristik gel (disperse system) adalah sebagai berikut:

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel yang dapat mengabsorbsi larutan
sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi
interaksi antara pelarut dengan gel.

2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi didalam massa gel. Cairan yang terjerat akan
keluar dan berada diatas permukaan gel.

3. Efek suhu

Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi dapat juga setelah pemanasan hingga suhu
tertentu.

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion
berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid yang
digaramkan.

5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa. Struktur gel bermacam-
macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

6. Rheologi

Larutan pembetuk gel dan disperse padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran
pseudoplastis yang khas

-Organoleptis:

Memiliki bentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, warna transparan dan bau lemah.

-pH:

Kestabilan pH merupakan salah satu parameter penting yang menentukan stabil atau tidaknya
suatu sediaan. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit dan tidak boleh
terlalu basa karena dapat membuat kulit bersisik. Gel yang aman digunakan pada kulit yaitu pH
4,5-6,5.

-Daya Sebar:
Kemampuan gel dalam menyebar ketika diaplikasikan pada kulit. Semakin besar daya sebar gel
maka gel semakin mudah digunakan sehingga zat aktif dapat tersebar secara merata. Persyaratan
parameter daya sebar sediaan semisolid yaitu 5-7 cm.

-Homogenitas:

Syarat homogenitas yang baik adalah tidak terdapat butiran-butiran kasar pada gel.

-Viskositas:

Gel yang baik mempunyai kekentalan yang tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer. Jika
formula gel bentuknya terlalu kental, maka dapat menghambat dalam melepaskan zat aktifnya.
Nilai viskositas gel yang baik yaitu 2000-4000 cps.

-Daya Lekat:

Kemampuan gel melekat pada kulit. Gel yang terlalu melekat pada kulit akan menghalangi pori-
pori kulit dan jika gel yang terlalu lemah melekat pada kulit maka tidak akan mencapai efek
terapi. Gel yang baik memiliki waktu daya lekat diatas 1 detik.

Pada prinsipnya metode pembuatan sediaan semisolid dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Metode pelelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan
diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas
zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan.

2. Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis. Dapat
juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian
baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.

Proses pembuatan

1. Timbang sejumlah gelling agent sesuai dengan yang dibutuhkan


2. Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masing-masing

3. Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya

4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut


atau sebaliknya sambil diaduk terus-menerus hingga homogen tapi jangan terlalu
kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung
udara dalam sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan.

5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam
tube sebanyak yang dibutuhkan

6. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah ynag dilengkapi
brosur dan etiket

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Formulasi Gel

 Penampilan gel yaitu transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi,
dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang
mempunyai struktur tiga dimensi.

 Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada
kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik
(terjadi inaktivasi atau pengendapan zat kationik tersebut).

 Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam formulasi.

 Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat


rentan terhadap mikroba.

 Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas
tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan
topikal.

 Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan


viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
 Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat
terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air
mengambang diatas permukaan gel)

 Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut
dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.

Cara Pemakaian

Sejumlah cukup gel, sesuai dengan luas area yang sakit, dioleskan pada sendi yang sakit.
Diberikan pijatan secara perlahan untuk memastikan pemakaian gel merata pada seluruh sendi
yang sakit. Daerah yang baru dioleskan sediaan didiamkan selama 10 menit sebelum ditutupi
dengan pakaian dan 60 menit sebelum mandi. Tangan harus segera dicuci setelah dioleskan gel
Na-diklofenak, kecuali bila tangan tersebut adalah daerah yang diobati.

Cara Penyimpanan

 Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan

 Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.

 Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.

Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.

Contoh Formulasi

Contoh formulasi sediaan gel scarless wound dengan ekstrak daun binahong

Bahan Jumlah (gram)

Karbopol 1
CMC-Na 0,5

Ca-alginat 0,5

Trietanolamin Sampai pH 7

Gliserol 12,5

Asam borat 0,5

Kalium sorbat 0,2

Etanol 5

Aquades ad 90

Ekstrak binahong 5

Contoh formulasi tooth gel dari ekstrak Aloe vera

Bahan Jumlah (gram)

Carbopol-940 1,5

CMC-Na 1

Sakarin-Na 0,5

Sodium lauril sulfat (SLS) 2

Polietilen glikol-400 2

Sodium benzoat 0,5

Trietanolamin (TEA) q,s

Aquades q,s
Aloe vera 5

Contoh formulasi dental gel yang mengandung minyak esensial dari ketumbar (Coriander)

Bahan Jumlah (gram)

Minyak Coriander 0,75

Carbopol 934 0,3

Propilen glikol 15

Gliserin 5

Metil paraben 0,18

Propil paraben 0,02

Aspartame 0,4

Aquades q.s
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fitoterapi berasal dari kata fito dan terapi. Fito artinya tumbuhan, terapi artinya
pengobatan. Jadi. fitoterapi adalah pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan yang
berasal dari tumbuhan (Rina Numalina, 2012: 11). Berdasarkan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang
Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, obat
tradisional yang ada di Indonesia dapat dikategorikan menjadi jamu, Obat Herbal
Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Berbagai macam sediaan fitoterapi yang banyak
dikembangkan yaitu sediaan kapsul, suspensi, krim, gel, salep, dan tablet.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1978). Formularium Nasional Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ansel. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.

Bahtiar, A. (2019). Sediaan Gel: Pengertian, Metode Pembuatan, Formulasi dan Evaluasi.
Biofar.id.

Balai Informasi Teknologi LIPI. 2009. Herbal Hipertensi. UPT Balai Teknologi LIPI
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Depkes RI

Divadi, A., & Yuliani, S. H. (2015). Pembuatan dan Uji Aktivitas Sediaan Gel Scarless Wound
dengan Ekstrak Binahong. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas, 41-47.

Elmitra. 2017. Buku Dasar-dasar Farmasetika dan Sediaan Semi Solid. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish. (Bab X, Krim, Hal. 116 – 136)

Hayu Laela dkk.2016. Formulasi Kapsul Ekstrak Etanol Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia
Jack.,) dan Pengaruhnya terhadap Vital Sign Manusia Sehat. Yogyakarta : UGM

Nadhif, N., Pertiwi, S. P., & Utomo, G. W. (2010). FORMULASI TABLET OBAT HERBAL
PEGAGAN ( CENTELLA ASIATICA L ). 153–159.

Ph, V. A., Kharisma, R., Sari, I. P., Bestari, A. N., Farmasi, F., Gadjah, U., & Yogyakarta, S. U.
(2018). Optimasi Formula Tablet Ekstrak Umbi Bengkuang ( Pachyrrhizus erosus )
dengan Variasi Komposisi Bahan Pengisi Avicel ® pH 101 dan Bahan Penghancur
Crospovidone Optimization Formula Tablet Extract of Bengkuang ( Pachyrrhizus erosus
). 23(April), 3–7.

Puspitasari, A. D., Andini, D., Mulangsri, K., Hasyim, U. W., & X, J. M. T. (2018). Formulasi
Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Daun Kersen ( Muntingia calabura L .) untuk Kesehatan
Kulit, 1, 263–270.

Shende, V., & Telrandhe, R. (2017). Formulation and Evaluation of Tooth Gel from Aloe vera
leaves extract. International Journal of Pharmaceutics & Drug Analysis.

Siregar, Charles. 2007. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Syamsuni. 2012. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Van Duin, C.F. 1947, Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek dan Teori, Cetakan kedua.
Jakarta: Soeroengan

Vinita, P., Trupti, B., Toshniwal, M., & Nitin, M. (2013). Formulation of Dental Gel Containing
Essential Oil of Coriander Against Oral Pathogens. International Research Journal of
Pharmacy.

Warnida, H., Nurhasnawati, H., Samarinda, A. F., & Hitam, A. (2017). FORMULASI DAN
EVALUASI KRIM EKSTRAK BAWANG TIWAI ( Eleutherine bulbosa ), 3(1), 72–76.

Widodo, Hendra. (2013). Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker, Jogjakarta : D-Medika

Anda mungkin juga menyukai