S E D I A A N D A N FO R M U L A S I FI T O T E R A PI
Dosen :
Disusun Oleh:
BAGIAN BIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Daftar Isi
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa dimaksud dengan fitoterapi.
2. Untuk mengetahui bagaimana regulasi dan jenis sediaan herbal di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaiman sediaan dan formulasi kapsul, suspensi, krim, gel, tablet, dan salep.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai
dengan klinis, tetapi cukup dengan pembuktian empiris atau turun temurun. Jamu harus
memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan
berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Contoh : Tolak
Angin®, Antangin®, Woods’ Herbal®, Diapet Anak®, dan Kuku Bima Gingseng®.
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan bahan bakunya
telah di standarisasi. Obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik, telah
dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Contoh :
Diapet®, Lelap®, Fitolac®, Diabmeneer®, dan Glucogarp®.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern
karena telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada
hewan dan uji klinik pada manusia, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim
khasiat dibuktikan dengan uji klinis, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Contoh: Stimuno®, Tensigard®, Rheumaneer®, X-gra®, dan
Nodiar®.
Penatalaksanaan Fitoterapi:
• Kelainan Jantung dan Pembuluh Darah
• Gangguan Saluran Pencernaan
• Gangguan Saluran Pernapasan
• Gangguan Susunan Saraf Pusat
• Antidiabetes Melitus
• Anti Asam urat
• Antiobesitas
• Gangguan Saluran Kemih
• Imunomodulator (Michael, 2009)
Cedera dan penyakit pada mata bisa mempengaruhi penglihatan. Apabila ketajaman menurun
maka penglihatan menjadi kabur. Pada masyarakat modem sekarang ini, dikenal pengobalan
untuk penyakit mata dengan menggunakan ramuan ataupun dengan cara dipijat. salah satu
ramuan yang digunakan adalah wortel. Wortel merupakan jenis sayuran yang dapat
dimanfaatkan unfuk terapi mata, (Gin Djing, 2008: 34). Selain wortel sebagai salah satu jenis
tanaman untuk mengobati penyakit mata, kunyit dan bengle juga dapat diguakan sebagai obat
peryakit mata dengan cara meminum air rebusan kunyit dan bengle tersebut ditambah jintan
hitam yang ditumbuk (Hartatik, 20ll: 80).
Sebagian besar bahan yang digunakan untuk mengisi kapsul adalah dalam bentuk serbuk.
Biasanya merupakan campuran dari bahan aktif bersama dengan kombinasi dari jenis bahan
tambahan yang berbeda. Jenis bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam pengisi serbuk
kapsul antara lain:
• Diluen,
• Lubrikan, menurunkan daya lekat serbuk terhadap alat
• Glidan, meningkatkan aliran serbuk
• Agen pembasah, meningkatkan penetrasi air
• Desintegran, menghasilkan perpecahan massa serbuk
• Stabilizer, meningkatkan stabilitas produk
Kapsul biasanya dikehendaki secepat mungkin larut didalam lambung dan melepaskan
isinya, tetapi untuk tujuan tertentu kapsul dirancang untuk melewati lambung dan masuk kedalam
usus sebelum larut. Produk seperti itu dikenal dengan berbagai istilah, termasuk gastric-resistant,
entero-soluble dan enteric.
Kapsul merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3. Lebih enak dipandang
4. Mudah ditelan
5. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan
pemisahanantara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama
serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
Selain mempunyai kelebihan-kelebihan seperti keindahan, kemudahan pemakaian dan
kemudahan dibawa, kapsul telah menjadi bentuk takaran obat yang popular karena memberikan
penyalutan obat yang halus, licin, mudah ditelan dan tidak memiliki rasa, terutama
menguntungkan untuk obat-obat yang mempunyai rasa dan bau yang tidak enak. Kapsul secara
ekonomis diproduksi dalam jumlah besar dengan aneka warna, dan biasanya memudahkan
penyiapan obat didalamnya, karena hanya sedikit bahan pengisi dan tekanan yang diperlukan
untuk pemampatan bahan, seperti pada tablet (Lachman, dkk., 1994). Kapsul tidak berasa, mudah
pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara
komersil. Didalam praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai
pilihan dalam meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang
dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada
tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu
lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi
untuk memproduksi sediaan kapsul dan dipasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam
bentuk sediaan tablet.
Kerugian sediaan kapsul adalah
a. Garam kelarutan tinggi umumnya tidak dapat digunakan pada kapsul gelatin keras
b. Kapsul tidak cocok untuk bahan obat yang mengembang
c. Peralatan pengisi kapsul mempunyai kecepatan yang lebih lambat dibanding mesin
pencetak tablet
Biasanya kapsul tidak digunakan untuk bahan-bahan yang sangat mudah larut seperti
kalium bromide, kalium klorida, atau ammonium klorida, karena kelarutan mendadak senyawa-
senyawa seperti itu didalam lambung dapat mengakibatkan konsentrasi yang menimbulkan iritasi.
Kapsul tidak boleh digunakan untuk bahan-bahan yang sangat mudah mencair dan sangat mudah
menguap. Bahan yang mudah mencair dapat memperlunak kapsul, sedangkan yang mudah
menguap akan mengeringkan kapsul dan menyebabkan kerapuhan (Lachman, dkk., 1994)
Pengujian Sediaan Kapsul
Kapsul yang diproduksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan ditimbang lagi
satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut.
Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi tiap kapsul
terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A
dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B.
2. Waktu hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan
aktifnya terlarut sempurna. Waktu hancur setiap tablet atau kapsul dicatat dan memenuhi
persyaratan spesifikasi waktu (dalam 15 menit) (Depkes RI, 1979).
3. Disolusi
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa banyak persentasi zat aktif dalam obat yang
terabsorpsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Persyaratan
dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.
4. Kadar
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang terdapat
dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada etiket. Metode
penetapan kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam sediaan kapsul.
Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi
menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah ditetapkan. Secara umum
rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan pada label
(Agoes, 2008).
Akar pasak bumi (E. Longifolia) memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat tradisional
yang berfungsi sebagai antihipertensi, antipiretik, afrodisiaka dan suplemen kesehatan.
Penggunaan akar pasak bumi sebagai obat tradisional perlu diupayakan dalam bentuk sediaan
yang lebih efektif dengan dosis yang lebih tepat. Sediaan yang mudah dibuat dan dapat menutup
rasa pahit dari akar pasak bumi yaitu berupa kapsul. Formula kapsul dengan bahan tambahan
vivapur 101 sebesar 300 mg, amilum maydis 58 mg, aerosol 3%,talk 2%, Mg. Stearat 1% untuk
dosis ekstrak etanol akar pasak bumi sebagai imunostimulansia 300 mg/kapsul, Kapsul dengan
formula yang tepat dan telah dilakukan evaluasi sediaan dapat digunakan dalam pelayanan
kesehatan forma dengan melewati uji keamanan sediaan pada manusia sehat.
Pararemeter yang diukur adalah heart rate, respiration rate, suhu tubuh, berat badan, dan tekanan
darah . Uji klinis pada penelitian ini menggunakan design pre-post treatment pada manusia sehat.
Subjek yang digunakan adalah 10 laki–laki sehat dan 10 perempuan sehat yang memenuhi
kriteria inklusi yang selama 14 hari diberikan kapsul ekstrak etanol akar pasak bumi yang sudah
diformulasi. Data penelitian dianalisis statistik menggunakan uji paired T-test. Hasil uji
menunjukkan bahwa kapsul ekstrak etanol akar pasak bumi tidak mempengaruhi nilai heart rate,
respiration rate, suhu tubuh dan berat badan namun menyebabkan penurunan tekanan darah
manusia sehat. Ekstrak etanol akar pasak bumi menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat digunakan dalam terapi antihipertensi.
Formulasi dan Stabilitas Studi Suspensi Herbal Dari Bubuk Agaricus bisporus
Agaricus bisporus (jamur kancing) telah dilaporkan memiliki efek hipoglikemik dan efek
antihiperglikemik. Jamur diketahui mengandung senyawa yang membantu dalam berfungsinya ke
hati, pancrease, dan kelenjar endocrinal lain ada dengan mempromosikan pembentukan insulin
dan hormon terkait yang menjamin fungsi metabolisme yang sehat. Polisakarida, seperti β-
glucanscantained jamur memiliki kemampuan untuk mengembalikan fungsi jaringan pankreas
dengan menyebabkan peningkatan output insulin oleh sel beta yang menyebabkan penurunan
kadar glukosa darah.
Komposisi formulasi untuk mempersiapkan 100 ml suspensi bubuk Agaricus bisporus
seperti yang ditunjukkan pada formulasi. 100 mesh ukuran partikel halus dari obat yang benar
dicampur dengan triturating. Setelah itu campuran obat dalam air dan aditif yang berbeda seperti
Tween-80, natrium karboksimetil selulosa (CMC), pemanis agen, agen penyedap, dan natrium
benzoat digunakan untuk mendapatkan stabilitas yang lebih baik. Gula emas bebas (Zydus
kesehatan) terpilih sebagai agen pemanis dan Tween 80 polisorbat digunakan sebagai surfaktan
dan juga digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas karena sifatnya non-ionik sehingga tidak
mengubah pH suspensi. CMC meningkatkan viskositas dan stabilitas suspensi. Minyak lemon
digunakan sebagai agen penyedap dalam suspensi. Natrium benzoat digunakan sebagai pengawet.
1. Pengisi
Zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan untuk membuat
bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan
Syarat :
• Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di sesuai negara tempat produk itu dibuat.
• Harus bebas dari segala jenis mikroba yang patogen atau yang ditentukan.
• Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).
Contoh pengisi Avicel, Kalsium sulfat trihidrat, Laktosa, Sukrosa, Dekstrosa, Manitol,
Amylum.
2. Pengikat
Untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang
dicetak langsung (Lachman Industri, 701)
• Pengikat yang berupa polimer alam: starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin)
• Bisa dengan cara kering/basah. Cara basah lebih sedikit membutuhkan bahan.
Contoh pengikat yaitu : starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin), PVP, metilselulosa,
etilselulosa, hidroksipropilselulosa
3. Disintegran/zat penghancur
• internal addition (saat granulasi) : disintegran dicampur dengan bahan lainnya sebelum
ditambah dengan larutan penggranul
Yang paling baik adalah menambahkan disintegran secara kombinasi (internal & external),
contoh nya seperti Starch (amylum), Starch 1500, odium starch glycolate (primogel, explotab),
Selulosa (selulosa, metilselulosa, CMC, CMC-Na, Avicel, Acdisol), Gums (agar, pectin,
tragacant, guar gum), Alginat (asam alginat dan Na-alginat)
4. Lubrikan
Fungsi utama dari lubrikan adalah untuk mengurangi gesekan atau friksi yang terjadi
antara permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan
tablet. (Lachman Tablets, 110). Konsentrasi optimum: 1%
5. Glidan
Fungsi utama dari glidan adalah menunjang karakteristik aliran dari granul atau
meningkatkan aliran granul. Glidan dapat meminimalisasi kecenderungan granul untuk
memisah selama tahap vibrasi yang berlebihan (Lachman Tablets, 115)
6. Anti adherent
Fungsi utama dari anti adheren adalah mencegah penempelan tablet pada punch atau
pada dinding die. (Lachman Tablets, 110). Bahan yang paling baik adalah yang larut air
dan yang paling efisien adalah DL-leusin. (Lachman Tablets, 114). Biasa digunakan pada
produk yang mengandung vitamin E dosis tinggi karena cenderung terjadi picking.
Keuntungan :
• Tablet dapat mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil sehingga
memudahkan proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan;
• Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan, antara
lain :
• Menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan
ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;
• Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;
• Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas terkendali);
Kerugian :
Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan);
• Zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup besar
atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi dari
sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi (harus diformulasi sedemikian rupa);
• Zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak, atau bau yang tidak disenangi, atau zat
aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan kelembaban udara, memerlukan
enkapsulasi sebelum dikempa. Dalam hal ini sediaan kapsul menjadi lebih baik
daripada tablet.
1. Granulasi Basah
• Meningkatkan kompresibilitas
• Mengontrol pelepasan
• Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab
3. Kempa Langsung
• Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab
Tablet juga memiliki regulasi jika dalam komposisi nya terdapat bahan herbal seperti :
a. Organoleptik : Pengamatan dilakukan terhadap bentuk, rasa, bau dan warna.
b. Kadar air : Sediaan padat obat dalam mempunyai kadar air ≤ 10%
c. Waktu hancur
Tablet/kaplet tidak bersalut : ≤ 30 menit
Tablet bersalut gula : ≤ 60 menit
Tablet bersalut film : ≤ 60 menit
Tablet bersalut enteric : ≤ tidak hancur dalam waktu 120 menit dalam larutan asam dan
selanjutnya hancur ≤ 60 menit dalam larutan dapar fosfat.
Tablet Efervesen : ≤ 5 menit
d. Keseragaman bobot
Salah satu tanaman obat yang sering dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah pegagan
(Centella asiatica L). Tanaman ini mengandung bahan aktif senyawa golongan glikosida
triterpenoid (asiaticosida) yang berkhasiat sebagai anti ulkus peptikum. Untuk meningkatkan
aseptabilitas pegagan sebagai obat anti ulkus peptikum maka dikembangkan formulasi ekstrak
herba pegagan dalam bentuk sediaan tablet. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui
pengaruh bahan pengikat terhadap mutu fisik tablet ekstrak herba pegagan. Pembuatan tablet
ekstrak herba pegagan dilakukan secara granulasi basah dengan menggunakan bahan pengisi
yang sama (laktosa, avicel 102 dan amilum manihot) tetapi dengan bahan pengikat yang berbeda
(HPMC 1290 3 cps, PVP K-30 dan gelatin) dengan kadar 1%, 2% dan 3%. Untuk pembuatan
tablet massa granul dicetak dengan menggunakan mesin cetak hidrolik pada tekanan 2 ton. Mutu
fisik tablet ekstrak herba pegagan meliputi kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur dievaluasi.
Dari hasil evaluasi didapatkan bahwa dengan adanya penambahan bahan pengikat HPMC terjadi
peningkatan kekerasan hanya pada kadar 3%, waktu hancur menjadi lebih lama pada kadar 2%
dan 3%, sedangkan untuk kerapuhan semakin menurun sesuai dengan peningkatan kadar bahan
aktif. Untuk pengikat PVP K-30 didapatkan kekerasan yang meningkat dan kerapuhan yang
menurun pada kadar 2% dan 3%, sedangkan waktu hancur meningkat sesuai peningkatan kadar
PVP K-30. Untuk gelatin terjadi peningkatan kekerasan dan penurunan kerapuhan pada kadar
3%, sedangkan waktu hancur menjadi lebih lama dengan dengan adanya penambahan bahan
pengikat. Namun formula yang terpilih dalam penelitian ini ialah formula tanpa penambahan
bahan pengikat karena tanpa penambahan bahan pengikat sudah memberikan kerapuhan yang
memenuhi syarat dan memiliki kekerasan dan waktu hancur yang baik.
Berbeda dengan salep, krim didefinisikan sebagai bentuk sediaan setengah padat
yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Krim secara tradisional merupakan istilah untuk sediaan setengah padat yang
memiliki konsistensi relatif cair dan diformulasikan sebagai emulsi minyak dalam air atau
air dalam minyak. Menurut konsistensinya, krim juga dapat dikatakan sebagai salep yang
banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air
Persyaratan Salep
1. Pemerian : tidak boleh bau tengik
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) yang
digunakan vaselin
3. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukan susunan yang homogen.
4. Penandaan : etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2006).
Persyaratan krim
1. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas
dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.
2. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang dihasilkan
menjadi lunak serta homogen.
3. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan. (Widodo, 2013).
Bahan aktif yang terdapat dalam salep maupun krim dapat berasal dari bahan
kimia atau bahan alam. Selain bahan aktif, adapun bahan-bahan penyusun krim dan salep
antara lain:
1. Basis/dasar salep
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan
sediaan jadi.
2. Antioksidan
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh
cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi. Contoh antioksidan
antara lain alkil galat, BHT, dan BHA (yang akan lebih efektif dengan adanya asam
sitrat, asam tartrat, dan asam fosfat).
3. Pengawet
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi
mikroorganisme. Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka
pada sediaan ini mudah ditumbuhi bakteri dan jamur.
4. Humektan
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,
mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh
zat tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.
1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh: asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak,
cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh: Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/TEA, NaOH, KOH,
Na2C03, Gliserin, Polietilenglikol/PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat,
Na setostearil alkohol, polisorbatum/Tween, Span dan sebagainya)
Bahan bahan tambahan dalam sediaan krim agar peningkatan penetrasi pada kuli, antara
lain :
Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal, selain
itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan “acceptable”.
Konsistensi yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan
bekas, tidak terlalu melekat dan berlemak.
Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube. Perbaikan konsistensi dapat
dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi diperhatikan ratio perbandingan
fasa. Untuk krim adalah jumlah konsentrat campuran zat pengemulsi.
2. Pendapar
Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau zat tambahan
dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh pembawa atau lingkungan.
Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah (tube) seringkali merupakan
katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.
3. Pengompleks (sequestering)
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk
kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses
pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat,
EDTA, dsb.
4. Peningkat Penetrasi
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar
dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit). Syarat syarat:
“Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu
dengan pemanasan”.
“Bahan bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu
dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep
dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya.”
“Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air harus
diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No. 60.”
4. Peraturan keempat
“Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai
dingin.” Bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk
mencegah kekurangan bobotnya.
Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep
dasar. Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;
1. Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk
sampai membentuk fasa yang homogeny.
2. Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan
dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis.Ketentuan lain:
– Zat yang dapat larut dalam basis salep : (Camphora, Menthol, Fenol, Thymol,
Guaiacol)ad mudah larut dalam minyak lemak (vaselin) Zat berkhasiat +sebagian
basis (sama banyak) ad homogenkan ad tambah sisa basis.
– Zat yang mudah larut dalam air dan stabil : Bila masa salep mengandung air dan
obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air
dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.
– Salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya
(air ditambahkan terakhir)
– Bila bahan bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh
perlu dikolir (disaring dengan kasa) ad lebihkan 10-20%
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya
komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama
sama di penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan
panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan
komponen lemak.
Kemudian larutan berair secara perlahan lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak
yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.
Dasar-dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:
Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan. Bahan padat dalam suatu
sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen. Skrining partikel dimaksudkan
untuk menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi akibatadanya panikel yang
terflokulasi dan aglomerisasi selama proses.
Pemanasan dan pendinginan Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan
berkhasiat, pencampuran bahan bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi.
Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi
bahan bahan yang digunakan tidak membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila
didalam sediaan tersebut ada bahan bahan yang termolabil.
2. Pencampuran untuk larutan. Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan
yaitu: adanya transfer panas dan homogenitas komponen sediaan.
3. Pencampuran semi solida. Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat
pencampuran dengan bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma
blade dapat membersihkan salep/krim yang menempel pada dinding wadah dan menjamin
homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.
Penghalusan dan Homogenisasi. Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah
penghalusan dan homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.
Kelebihan salep
Misalnya salep dengan dasar salep lanonin yaitu, walaupun masih mempunyai sifat-sifat
lengket yang kurang menyenangkan, tetapi mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci dengan
air dibandingkan dasar salep berminyak. (Van Duin. 1947)
Kekurangan salep
Misalnya pada salep basis hidrokarbon, sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda
pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon jika
dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.
Sedangkan pada basis lanonin, kekurangan dasar salep ini ialah kurang tepat bila dipakai
sebagai pendukung bahan-bahan antibiotik dan bahan-bahan lain yang kurang stabil dengan
adanya air. (Van Duin. 1947)
2. Praktis.
3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam
air).
6. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, sehingga
pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
8. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).
9. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase
A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
10. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
11. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak.
1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak) karena
terganggu sistem campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
2. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan kirim harus dalam keadaan panas.
Formula Konsentrasi
F I (10%) F II (15%) F III (20%)
Ekstrak daun pare 2g 3g 4g
Vaselin album 18,51 g 17,48 g 16,45 g
Adeps lanae 3,08 g 2,91 g 2,75 g
mf. Unguenta 20 g 20 g 20 g
Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam
suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel
banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses
industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan
pasta gigi.
1. Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi, tidak mudah mengalir pada permukaan kulit
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid, faktor-faktor ini dapat
berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang sangat
kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau
komponen aktif lainnya
a. Pengaruh konsentrasi
Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan, karena itu kenaikan
suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian.
c. Pengaruh pH
Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu. Hal ini
ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH hingga mencapai
titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila pH terus ditingkatkan.
d. Pengaruh ion
Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gelnya,
karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui ion-ion selektif.
Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya hidrokoloid lain.
Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat fungsional makin berkurang dengan adanya
hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-
hidrokoloid yang bergabung.
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel yang dapat mengabsorbsi larutan
sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi
interaksi antara pelarut dengan gel.
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi didalam massa gel. Cairan yang terjerat akan
keluar dan berada diatas permukaan gel.
3. Efek suhu
Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi dapat juga setelah pemanasan hingga suhu
tertentu.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion
berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid yang
digaramkan.
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa. Struktur gel bermacam-
macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembetuk gel dan disperse padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran
pseudoplastis yang khas
-Organoleptis:
Memiliki bentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, warna transparan dan bau lemah.
-pH:
Kestabilan pH merupakan salah satu parameter penting yang menentukan stabil atau tidaknya
suatu sediaan. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit dan tidak boleh
terlalu basa karena dapat membuat kulit bersisik. Gel yang aman digunakan pada kulit yaitu pH
4,5-6,5.
-Daya Sebar:
Kemampuan gel dalam menyebar ketika diaplikasikan pada kulit. Semakin besar daya sebar gel
maka gel semakin mudah digunakan sehingga zat aktif dapat tersebar secara merata. Persyaratan
parameter daya sebar sediaan semisolid yaitu 5-7 cm.
-Homogenitas:
Syarat homogenitas yang baik adalah tidak terdapat butiran-butiran kasar pada gel.
-Viskositas:
Gel yang baik mempunyai kekentalan yang tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer. Jika
formula gel bentuknya terlalu kental, maka dapat menghambat dalam melepaskan zat aktifnya.
Nilai viskositas gel yang baik yaitu 2000-4000 cps.
-Daya Lekat:
Kemampuan gel melekat pada kulit. Gel yang terlalu melekat pada kulit akan menghalangi pori-
pori kulit dan jika gel yang terlalu lemah melekat pada kulit maka tidak akan mencapai efek
terapi. Gel yang baik memiliki waktu daya lekat diatas 1 detik.
Pada prinsipnya metode pembuatan sediaan semisolid dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metode pelelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan
diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas
zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan.
2. Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis. Dapat
juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian
baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.
Proses pembuatan
5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam
tube sebanyak yang dibutuhkan
6. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah ynag dilengkapi
brosur dan etiket
Penampilan gel yaitu transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi,
dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang
mempunyai struktur tiga dimensi.
Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada
kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik
(terjadi inaktivasi atau pengendapan zat kationik tersebut).
Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam formulasi.
Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas
tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan
topikal.
Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut
dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.
Cara Pemakaian
Sejumlah cukup gel, sesuai dengan luas area yang sakit, dioleskan pada sendi yang sakit.
Diberikan pijatan secara perlahan untuk memastikan pemakaian gel merata pada seluruh sendi
yang sakit. Daerah yang baru dioleskan sediaan didiamkan selama 10 menit sebelum ditutupi
dengan pakaian dan 60 menit sebelum mandi. Tangan harus segera dicuci setelah dioleskan gel
Na-diklofenak, kecuali bila tangan tersebut adalah daerah yang diobati.
Cara Penyimpanan
Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.
Contoh Formulasi
Contoh formulasi sediaan gel scarless wound dengan ekstrak daun binahong
Karbopol 1
CMC-Na 0,5
Ca-alginat 0,5
Trietanolamin Sampai pH 7
Gliserol 12,5
Etanol 5
Aquades ad 90
Ekstrak binahong 5
Carbopol-940 1,5
CMC-Na 1
Sakarin-Na 0,5
Polietilen glikol-400 2
Aquades q,s
Aloe vera 5
Contoh formulasi dental gel yang mengandung minyak esensial dari ketumbar (Coriander)
Propilen glikol 15
Gliserin 5
Aspartame 0,4
Aquades q.s
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fitoterapi berasal dari kata fito dan terapi. Fito artinya tumbuhan, terapi artinya
pengobatan. Jadi. fitoterapi adalah pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan yang
berasal dari tumbuhan (Rina Numalina, 2012: 11). Berdasarkan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang
Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, obat
tradisional yang ada di Indonesia dapat dikategorikan menjadi jamu, Obat Herbal
Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Berbagai macam sediaan fitoterapi yang banyak
dikembangkan yaitu sediaan kapsul, suspensi, krim, gel, salep, dan tablet.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1978). Formularium Nasional Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ansel. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Bahtiar, A. (2019). Sediaan Gel: Pengertian, Metode Pembuatan, Formulasi dan Evaluasi.
Biofar.id.
Balai Informasi Teknologi LIPI. 2009. Herbal Hipertensi. UPT Balai Teknologi LIPI
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Depkes RI
Divadi, A., & Yuliani, S. H. (2015). Pembuatan dan Uji Aktivitas Sediaan Gel Scarless Wound
dengan Ekstrak Binahong. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas, 41-47.
Elmitra. 2017. Buku Dasar-dasar Farmasetika dan Sediaan Semi Solid. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish. (Bab X, Krim, Hal. 116 – 136)
Hayu Laela dkk.2016. Formulasi Kapsul Ekstrak Etanol Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia
Jack.,) dan Pengaruhnya terhadap Vital Sign Manusia Sehat. Yogyakarta : UGM
Nadhif, N., Pertiwi, S. P., & Utomo, G. W. (2010). FORMULASI TABLET OBAT HERBAL
PEGAGAN ( CENTELLA ASIATICA L ). 153–159.
Ph, V. A., Kharisma, R., Sari, I. P., Bestari, A. N., Farmasi, F., Gadjah, U., & Yogyakarta, S. U.
(2018). Optimasi Formula Tablet Ekstrak Umbi Bengkuang ( Pachyrrhizus erosus )
dengan Variasi Komposisi Bahan Pengisi Avicel ® pH 101 dan Bahan Penghancur
Crospovidone Optimization Formula Tablet Extract of Bengkuang ( Pachyrrhizus erosus
). 23(April), 3–7.
Puspitasari, A. D., Andini, D., Mulangsri, K., Hasyim, U. W., & X, J. M. T. (2018). Formulasi
Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Daun Kersen ( Muntingia calabura L .) untuk Kesehatan
Kulit, 1, 263–270.
Shende, V., & Telrandhe, R. (2017). Formulation and Evaluation of Tooth Gel from Aloe vera
leaves extract. International Journal of Pharmaceutics & Drug Analysis.
Siregar, Charles. 2007. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Van Duin, C.F. 1947, Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek dan Teori, Cetakan kedua.
Jakarta: Soeroengan
Vinita, P., Trupti, B., Toshniwal, M., & Nitin, M. (2013). Formulation of Dental Gel Containing
Essential Oil of Coriander Against Oral Pathogens. International Research Journal of
Pharmacy.
Warnida, H., Nurhasnawati, H., Samarinda, A. F., & Hitam, A. (2017). FORMULASI DAN
EVALUASI KRIM EKSTRAK BAWANG TIWAI ( Eleutherine bulbosa ), 3(1), 72–76.
Widodo, Hendra. (2013). Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker, Jogjakarta : D-Medika