Anda di halaman 1dari 56

KANKER

Kanker ??

• Penyakit yg ditandai dgn adanya pertumbuhan sel


yang abnormal dan tidak terkontrol
• Sel kanker tidak mengikuti regulasi pertumbuhan
sebagaimana sel normal juga tdk memiliki fungsi
fisiologis sebagaimana sel normal
• Memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan
normal yang berdekatan
• Mampu bermetastasis ke tempat yang jauh dari
tempat awalnya
• Sel kanker mampu bereplikasi dan mampu
merangsang pembentukan pembuluh darah baru
(angiogenesis)
Kanker vs Tumor

• Tumor adalah segala benjolan tidak normal


atau abnormal.
• Tumor dibagi dalam 2 golongan, yaitu
1.Tumor jinak
 Tidak dapat menyebar dengan invasi jaringan
atau bermetastasis.
2.Tumor ganas ---Kanker
 Mampu bermetasasis. Jika dibiarkan tumbuh tak
terkendali, mereka akhirnya dapat
mengakibatkan kematian pasien
Functional capabilities acquired by cancer cells, including angiogenesis, self-
proliferation, insensitivity to antigrowth signals and limitless growth potential,
metastasis, and antiapoptotic effects.
Studi kasus

• S.T., a 16-year-old boy, presented to the


emergency department with a painful, swollen
right leg. X-ray examination confirmed a fracture
that appeared to be caused by a tumor mass in
the bone. Biopsy of the bone mass confirmed
osteogenic sarcoma. A chest x-ray study
showed three nodules that were also believed to
be malignant tumors. Does S.T. also have lung
cancer or are the tumors in S.T.’s lungs
metastases from the sarcoma in his leg?
Situasi Kanker Dunia (2012)
Situasi Kanker Dunia
Indonesia ??????

RS Kanker Dharmais 2012-2013


Faktor resiko kanker
Faktor Risiko Kanker di
Indonesia
Screening
Diagnosis
7 Gejala Kanker

1. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan


kebiasaan atau gangguan.
2. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
3. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh
4. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya,
menjadi semakin besar dan gatal.
6. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh
7. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-
sembuh.
Stase Kanker

• TNM classification,
• T = tumor the size of the primary mass
(T1-T4)
• N = node the extent and quality of nodal
involvement (N0 to N3), and
• M = metastases depending on their
presence or absence (M0 or M1)
Stase Kanker

• Stage I
usually indicates localized tumor,
• stages II and III represent local and regional
extension of disease, and stage IV denotes the
presence of distant metastases.
• Exp. T3N1M0 describes a moderate to large-sized
primary mass, with regional lymph node
involvement and no distant metastases, and for
most cancers is stage III.
• For some tumors, alternative alphabetical systems
(stage A, B, C, or D) are used in clinical practice.
Tretment

1. Pembedahan khususnya untuk tumor


padat pada fase awal
2. Radiasi
3. Kemoterapi/Obat sitotoksik
4. Terapi biologi dengan agen imunoterapi
Kemoterapi/Obat Sitotoksik

• Tujuan:
– mengobati,
– memperpanjang usia, atau
– meringankan penderitaan pasien akibat gejala kanker
(paliatif).
• Kemoterapi dapat digunakan bersama dengan
terapi bedah dan/atau radiologi sebagai ajuvan
(setelah terapi bedah/ radioterapi untuk tumor
yang kemungkinan menimbulkan metastasis)
• Juga sebagai neoajuvan (memperkecil tumor
sebelum radioterapi atau pembedahan).
Obat Sitotoksik

• Dapat digunakan secara tunggal atau dalam


kombinasi.
• Kombinasi  lebih toksik, tetapi beberapa tumor
memberikan respons yang lebih baik terhadap
kombinasi sehingga jumlah pasien yang bertahan
hidup lebih tinggi dan menurunkan terjadinya
resistensi terhadap obat.
• Untuk beberapa tumor lain terapi tunggal tetap
merupakan pilihan utama.
• Hampir semua obat sitotoksik bersifat teratogenik
dan memiliki toksisitas tinggi
Penanganan Obat Sitotoksik

1. Rekonstitusi obat sitotoksik sebaiknya dilakukan oleh


petugas yang terlatih dan kompeten
2. Proses rekonstitusi sebaiknya dilakukan dalam ruangan
yang dirancang khusus untuk penanganan obat sitotoksik
3. Petugas sebaiknya menggunakan pakaian khusus,
termasuk sarung tangan.
4. Mata sebaiknya terlindung dari paparan obat dan alat
pertolongan pertama sebaiknya tersedia
5. Petugas yang sedang hamil, tidak boleh melakukan
penanganan obat sitotoksik.
6. Penanganan yang tepat sebaiknya dilakukan juga terhadap
sisa buangan proses penanganan sitotoksik seperti syringe,
wadah dan kain penyerap yang dipakai.
Tumor Proliferation Cell Cycle
1. Mitosis (M) lasts for about 30 to 60 minutes and during this phase,
cell division occurs.
2. Dormant phase (G0), or might proceed to the first gap phase (G1).
During G1, the cell prepares for DNA synthesis by manufacturing
necessary enzymes.
3. DNA synthesis (S) occurs next, and this phase lasts 10 to 20
hours.
4. The synthesis phase is followed by a second gap or premitotic
phase (G2), lasting 2 to 10 hours. During this second gap, the cell
prepares for mitosis by producing ribonucleic acid (RNA) and
specialized proteins, as well as the mitotic spindle apparatus.
The cycle then begins again with the M phase.
The cell cycle is regulated by external mitogens, including cytokines,
hormones, and growth factors.
Jenis-jenis Obat Sitotoksik

1. Alkilator
2. Antibiotika Sitotoksik
3. Antimetabolit
4. Alkaloid Vinka dan Etoposid
5. Antineoplastik lain
1. Alkilator

• Obat-obat ini merusak DNA sehingga mengganggu


replikasi sel tumor.
• Contoh obat: Siklofosfamid, Ifosfamid, Klorambusil,
Melfalan, Busulfan, Lomustin, Karmustin, Tiotepa,
Mitobronitol
• Terapi jangka panjang  masalah gametogenesis
– (+) radiasi meningkatkan kejadian leukemia nonlimfositik
• Pada anak, alkilator menyebabkan retensi cairan shg
terjadi udema dan hiponatremia
– paling parah pada dua hari pertama terapi dan atau jika
diberi bersamaan dengan alkaloid vinka
2. Antibiotika Sitotoksik

• Obat dalam kelompok ini digunakan secara


luas.
• Efek kelompok obat ini mirip dengan efek
radioterapi sehingga tidak boleh digunakan
bersamaan karena dapat meningkatkan
toksisitas secara signifikan.
• Contoh: Daunorubisin, doksorubisin,
epirubisin dan idarubisin (antibiotika
antrasiklin), Mitoksantron (mitozantron)
adalah derifat antrasiklin.
3. Antimetabolit

• Bekerja dengan cara masuk ke dalam


materi pembentuk inti sel baru atau
berikatan secara tetap dengan berbagai
enzim vital di dalam sel sehingga
mencegah proses normal pembelahan sel.
• Contoh: Metotreksat, sitarabin, fludarabin,
gemsitabin, fluorourasil, merkaptopurin,
tegafur
4. Alkaloid Vinka dan Etoposid

• Alkaloid vinka yaitu vinkristin, vinblastin, dan vindesin


digunakan untuk mengobati leukemia akut, limfoma, dan
beberapa tumor padat seperti kanker payudara dan kanker
paru.
• Vinorelbin adalah alkaloid vinka semisintetis, diberikan
secara intravena yang digunakan untuk kanker payudara
lanjutan dan non-small cell lung cancer lanjutan.
• Sediaan oral vinorelbin juga diindikasikan untuk terapi non-
small cell lung cancer lanjutan.
• Neurotoksisitas, biasanya sebagai neuropati perifer atau
otonom, terjadi pada semua pemberian alkaloid vinka dan
merupakan efek samping yang terjadi pada penggunaan
vinkristin.
4. Alkaloid Vinka dan Etoposid

• Neurotoksisitas  paraestesia perifer, kehilangan


refleks tendon dalam, nyeri abdomen dan konstipasi;
dilaporkan juga terjadinya ototoksisitas.
• Neurotoksisitas juga terjadi pada anak.
• Jika terjadi gejala neurotoksisitas yang berat, dosis
sebaiknya dikurangi, namun pada umumnya anak-
anak dapat menerima vinkristin lebih baik daripada
orang dewasa.
• Kelemahan motorik dapat juga terjadi dan jika
semakin berat, penggunaan obat harus dihentikan.
• Pemulihan total dari efek neurotoksik dapat dicapai
walaupun biasanya berlangsung lambat.
4. Alkaloid Vinka dan Etoposid

• Mielosupresi merupakan efek samping dari vinblastin,


vindesin dan vinorelbin namun tergantung pada dosisnya;
• vinkristin menyebabkan myelosupresi yang dapat diabaikan.
• Alkaloid vinka dapat menyebabkan alopesia reversibel.
• Menyebabkan iritasi lokal yang berat dan harus dilakukan
upaya untuk mencegah ekstravasasi.
• Vinblastin, vinkristin, vindesin dan vinorelbin hanya dapat
digunakan untuk pemberian secara intravena.
• Pemberian secara intratekal dapat menyebabkan efek
neurotoksisitas berat, yang biasanya fatal.
4. Alkaloid Vinka dan Etoposid

• Etoposid
– efektif untuk karsinoma sel kecil di bronkus,
limfoma, dan kanker testikular.
– Efek toksiknya antara lain alopesia, mielosupresi,
mual, dan muntah.
– Obat ini dapat diberikan per oral atau intravena
dengan dosis oral yang dua kali lipat dosis
intravena.
– Umumnya etoposid diberikan setiap hari selama
3-5 hari dan tidak boleh diulang sebelum 21 hari
kemudian.
5. Antineoplastik lain
• Afatinib
• Asparaginase
• Bortezomib
• Bevacizumab
• Dekarbazin dan Temozolomid
• Evorolimus
• Hidroksikarbamid
• Penghambat Protein Kinase
• Ruksolitinib
• Senyawa Platinum
• Setuksimab
• Taksan
• Temsirolimus
• Topoisomerase I Inhibitor
• Trastuzumab
Penghambat Protein Kinase

• Contoh Obat: Aksitinib, dasatinib,


erlotinib, gefitinib, imatinib, krizotinib,
nilotinib, sorafenib, sunitinib
Senyawa Platinum

• Karboplatin digunakan secara luas pada pengobatan kanker


ovarium lanjut dan kanker paru (terutama jenis small cell).
• Karboplatin diberikan secara intravena. Dosis karboplatin
lebih ditentukan oleh fungsi ginjal daripada luas permukaan
tubuh.
• Karboplatin dapat diberikan pada pasien rawat jalan dan
ditoleransi lebih baik dibanding sisplatin; efek mual dan
muntahnya serta sifat nefrotoksisitas, neurotoksisitas dan
autotoksisitasnya lebih ringan daripada sisplatin.
• Namun, karboplatin lebih bersifat mielosupresif daripada
sisplatin.
Senyawa Platinum

• Sisplatin digunakan tunggal atau dalam kombinasi untuk


pengobatan kanker testikular, paru, servikal, kandung kemih,
kepala dan leher, dan kanker ovarium (tetapi karboplatin lebih
baik untuk kanker ovarium).
• Sisplatin diberikan secara intravena.
• Sisplatin memerlukan hidrasi intravena intensif dan terapi
dapat menjadi rumit dengan efek mual dan muntah yang
berat dari sisplatin.
• Sisplatin bersifat toksik, menyebabkan nefrotoksisitas
(penting untuk memonitor fungsi ginjal), autotoksisitas,
neuropati periferal, hipomagnesemia dan mielosupresi.
• Namun, terdapat kecenderungan peningkatan penggunaan
sisplatin pada perawatan satu hari.
Senyawa Platinum

• Oksaliplatin diindikasikan dalam kombinasi dengan


fluorourasil dan asam folinat, untuk pengobatan
kanker kolorektal metastatik dan sebagai pengobatan
tambahan pada kanker kolon setelah reseksi tumor
utama; diberikan dalam infus intravena.
• Efek samping neurotoksik (termasuk neuropati
periferal sensori) dipengaruhi oleh dosis.
• Efek samping lain termasuk gangguan
gastrointestinal, ototoksisitas dan mielosupresi.
• Disarankan untuk memonitor fungsi ginjal pada
gangguan ginjal sedang.
Taksan

• Paklitaksel adalah anggota kelompok


taksan, diberikan dengan infus intravena.
• Efek samping: bradikardi, hipotensi,
mielosupresi, neuropati perifer dan
kerusakan konduksi jantung dengan
aritmia, alopesia dan nyeri otot; mual dan
muntah ringan hingga sedang.
Taksan

• Dosetaksel diindikasikan untuk kanker


payudara metastatik atau kanker payudara
lokal tingkat lanjut dan non-small cell lung
cancer yang resisten terhadap obat sitotoksik
lain atau untuk kemoterapi awal dalam
kombinasi dengan obat sitotoksik lain.
• Efek samping dosetaksel mirip dengan
paklitaksel
• Obat lain: kabazitaksel, paklitaksel,
Topoisomerase I Inhibitor

• Irinotekan dan topotekan menghambat


topoisomerase I, enzim yang diperlukan
dalam replikasi DNA.
• Efek samping obat ini selain mielosupresi
yang dipengaruhi oleh dosis, juga
termasuk efek samping terhadap saluran
cerna, astenia, alopesia dan anoreksia.
Studi Kasus

• B.C. is a 39-year-old male with aggressive non-Hodgkin lymphoma


(NHL). At the time of diagnosis, B.C. had enlarged cervical lymph
nodes, dyspnea, and a large mediastinal mass noted on chest x-ray
examination. Chemotherapy was initiated with rituximab,
cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, and prednisone
(RCHOP). After the first cycle of chemotherapy, B.C.’s
lymphadenopathy was greatly reduced. Chest x-ray examination
repeated after the second cycle of therapy showed marked
improvement. When he returned for his fifth cycle of chemotherapy,
recurrent lymphadenopathy was noted and the chest radiograph
confirmed enlargement of the mediastinal mass. Why is B.C.’s
cancer growing despite continued chemotherapy and how should
his treatment be altered?
Efek Samping Obat Sitotoksik

• EKSTRAVASASI
– Beberapa obat akan menyebabkan nekrosis
setempat bila obat keluar dari vena.
– Oleh karena itu tatacara pemberian obat harus
dipatuhi dan dilakukan secara benar.
– Bila timbul nyeri di tempat masuknya obat, infus
harus distop dan dipindahkan ke vena lain.
– Anggota badan yang sakit ditinggikan dan bantal
es ditempelkan 3-4 kali sehari di tempat tusukan
sampai nyeri dan bengkaknya hilang.
Efek Samping Obat Sitotoksik

• MUKOSITIS ORAL.
– Luka pada mulut merupakan komplikasi umum pada pengobatan
kanker; biasanya berhubungan dengan pemberian florourasil,
metotreksat dan antrasiklin.
– Untuk pencegahan terjadinya komplikasi, perawatan mulut
(mencuci mulut dan lakukan sikat gigi 2 - 3 kali) cukup efektif.
– Mengisap potongan es selama penyuntikan fluorourasil juga
berguna.
– Ketika sudah timbul luka pada mulut, pengobatan menjadi
kurang efektif.
– Obat kumur garam dapat digunakan tapi tidak ada keterangan
untuk penggunaan obat kumur antiseptik/ antiinflamasi.
– Umumnya mukositis akan teratasi dengan sendirinya, tapi
kurang terjaganya kesehatan mulut dapat menimbulkan blood-
borne infection.
Efek Samping Obat Sitotoksik

• HIPERURISEMIA.
• Hiperurisemia yang diikuti dengan pembentukan kristal urat
dan gangguan fungsi ginjal merupakan komplikasi yang
sering terjadi dalam pengobatan leukemia dan penyakit
Hodgkin.
• Untuk mencegah ini, alopurinol diberikan 24 jam sebelum
kemoterapi dimulai, dan dilanjutkan selama 7-10 hari.
• Dosis merkaptopurin dan azatioprin sebaiknya dikurangi bila
diberikan bersama dengan alopurinol
• Rasburikase adalah rekombinan urat oksidasi, digunakan
untuk mengatasi hiperurisemia pada pasien dengan
malignansi hematologi
Efek Samping Obat Sitotoksik
• MUAL & MUNTAH.
– Mual dan muntah merupakan efek samping yang sangat ditakuti pasien,
maka harus diantisipasi, dan kalau perlu, dicegah dengan antimuntah
yang sesuai dengan jenis sitotoksik yang dipakai dan respons pasien.
• Dari efek samping ini, sitotoksik dapat dibedakan atas 3 kelompok:
1. Mildly emetogenic treatment (yang jarang menimbulkan muntah
berat)–fluorourasil, etoposid, metotreksat (kurang dari 100 mg/m2),
alkaloid vinka, dan abdominal radiotherapy.
2. Moderately emetogenic treatment (yang menimbulkan muntah
cukup berat) – taksan, doksorubisin dosis rendah, siklosfosfamid
dan mitoksantron (mitozantrone) dosis sedang, dan metotreksat
dosis tinggi.
3. Highly emetogenic treatment (yang menimbul-kan muntah berat) –
sisplatin, dakarbasin, dan siklosfosfamid dosis tinggi.
Efek Samping Obat Sitotoksik

• SUPRESI SUMSUM TULANG.


– Semua sitotoksik, kecuali vinkristin dan bleomisin, dapat
menekan sumsum tulang.
– Efek ini timbul 7-10 hari setelah terapi dimulai.
– Pada beberapa obat, misalnya karmustin, lemustin dan
melfalan, efek ini lebih belakangan munculnya.
– Hitung darah tepi harus dilakukan sebelum memberikan
sitotoksik dan bila sumsum tulang tidak pulih, dosis obat
sebaiknya dikurangi atau terapi ditunda dulu.
– Demam pada pasien yang neutropenik (jumlah neutrofil
<10 x 109/liter) merupakan indikasi untuk pemberian
antibiotik spektrum luas.
Efek Samping Obat Sitotoksik

• SUPRESI SUMSUM TULANG.


– Pasien dengan risiko rendah (pasien yang diberi kemoterapi
karena tumor padat limfoma atau leukemia kronik) dapat diatasi
dengan siprofloksasin oral tunggal atau bersama ko-amoksiklav
(pengobatan awal di rumah sakit).
– Pasien lain sebaiknya diberi antibiotik spektrum luas secara
parenteral. Pemeriksaan bakteriologi sebaiknya segera
dilakukan.
– Pada beberapa pasien untuk mengurangi berat dan lamanya
neutropenia diberikan faktor pertumbuhan sumsum tulang yang
dikenal sebagai CSF (colony stimulating factors).
– Anemia tanpa gejala biasanya diatasi dengan transfusi sel darah
merah.
– Epoetin secara sub kutan juga bermanfaat tetapi tidak
digunakan secara luas.
Efek Samping Obat Sitotoksik

• ALOPESIA.
– Kebotakan yang bersifat sementara
merupakan komplikasi yang umum terjadi
dengan tingkat keparahan yang berbeda,
tergantung dari obat yang digunakan dan dari
masing-masing individu.
– Tidak ada metoda farmakologi untuk
mencegah kebotakan.
Efek Samping Obat Sitotoksik

• FUNGSI REPRODUKSI.
– Hampir semua sitotoksik bersifat teratogenik
sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil
khususnya pada trimester I.
– Dengan risiko ini, pasien sebaiknya dianjurkan untuk
menggunakan kontrasepsi untuk mencegah
terjadinya kehamilan.
– Zat pengalkil/Alkilator dapat menyebabkan mandul
permanen pada pria tetapi tidak menyebabkan
impotensi).
– Kemungkinan menopause dini juga perlu diketahui
oleh pasien.
Efek Samping Obat Sitotoksik
• TROMBOEMBOLISME.
– Meskipun trombo-embolisme vena merupakan salah satu komplikasi
dari penyakit kanker, tetapi kemoterapi juga dapat meningkatkan risiko
tersebut.
– Pencegahan tromboembolisme perlu dipertimbangkan pada pemberian
kemoterapi.
• Toksisitas jangka panjang dan toksisitas yang tertunda
pemunculannya pada anak.
• Obat sitotoksik dapat bersifat toksik pada organ tertentu (seperti
kardiotoksisitas akibat pemberian doksorubisin atau nefrotoksisitas
karena pemberian sisplatin dan ifosfamid).
• Manifestasi toksisitas ini belum muncul dalam beberapa bulan atau
bahkan beberapa tahun setelah terapi dilakukan.
• Harus dilakukan monitoring lanjutan secara ketat terhadap pasien
anak yang bertahan hidup.
Obat untuk mengatasi efek
samping akibat sitotoksik
• Toksisitas Urotelial.
• Sistitis merupakan manifestasi umum dari toksisitas
urotelial yang terjadi pada oksazafosforin,
siklofosfamid yang disebabkan oleh metabolit acrolein.
• Mesna bereaksi secara spesifik dengan metabolit ini di
dalam saluran kencing, mencegah toksisitas.
• Mesna digunakan secara rutin (terutama pemberian
oral) pada pasien yang menerima ifosfamid dan pada
pasien yang menerima siklofosfamid secara intravena
pada dosis tinggi (misalnya lebih dari 2 g) atau pada
mereka yang mengalami toksisitas urotelial saat
mendapat siklofosfamid.
Efek Samping Obat Sitotoksik
• Hiperurisemia pada anak.
• Hiperurisemia bisa terjadi pada leukemia dan limfoma stadium lanjut, yang
dapat diperburuk oleh pemberian kemoterapi dan dapat menyebabkan
gagal ginjal akut.
• Alopurinol digunakan secara rutin pada anak yang mengalami risiko
hiperurisemia ringan hingga sedang.
• Obat ini sebaiknya dimulai 24 jam sebelum terapi dan pasien sebaiknya
dihidrasi secara tepat (cairan hidrasi jangan mengandung fosfat dan
kalium).
• Dosis merkaptopurin atau azatiopurin sebaiknya dikurangi jika alopurinol
diberikan secara bersamaan.
• Rasburikase merupakan rekombinan enzim urat oksidase yang digunakan
pada anak yang memiliki risiko tinggi mengalami hiperurisemia.
• Obat ini dapat dengan cepat mengurangi asam urat dalam darah, sehingga
dapat mengurangi komplikasi yang terjadi setelah terapi leukemia atau
limfoma.
Obat-obatan efek samping

• KALSIUM FOLINAT
• Indikasi:
• menetralkan efek toksik segera dari antagonis asam
folat seperti metotreksat; pemberian secara parenteral
dilakukan jika pemberian secara oral pada
pengobatan anemia megaloblastik tidak
dimungkinkan.
• Obat lain: Kalsium levofolanat, Mesna
• Mesna adalah zat yang melepaskan senyawa sulfhidril
yang bersifat penangkal radikal bebas.
– Zat ini terbukti mencegah sistitis hemoragik yang
disebabkan oleh alkilator siklofosfamid dan ifosfamid
Efek Samping Obat Sitotoksik
• KALSIUM FOLINAT
• Dosis:
• Asam folinat dapat diberikan secara oral atau secara parenteral
melalui injeksi intra muskular, injeksi intravena atau infus intravena
• Ketika diberikan secara infus intravena, dapat dilarutkan dalam 1 L
glukosa 5% b/v dalam air untuk injeksi atau normal saline.
• Larutan di atas tersebut stabil selama 24 jam jika disimpan pada 2-
80C.
• Untuk menghindai kontaminasi mikroba yang berbahaya, infus
harus diberikan segera setelah dibuat.
• PENGOBATAN OVERDOSIS ANTAGONIS ASAM FOLAT:
diberikan 10mg/m luas permukaan tubuh tiap 6 jam secara i.v atau
i.m sampai kadar metotreksat dalam serum di bawah 10-8 M.
• PENGOBATAN ANEMIA MEGALOBLASTIK: tidak melebihi 1 mg
per hari diberikan secara intramuskular atau oral.
Efek Samping Obat Sitotoksik

• MESNA
• Indikasi: mengurangi risiko perdarahan kandung kemih
(sistitis hemoragik)
• Dosis:
• diperhitungkan sesuai dengan dosis alkilator yang digunakan;
dosis oral diberikan 2 jam sebelum pemberian alkilator dan
diulang 2 dan 6 jam setelah pengobatan; dosis intravena
diberikan bersama-sama dengan alkilator dan diulang 4 dan 8
jam setelah pemberian alkilator
• Keterangan:
• Mesna adalah zat yang melepaskan senyawa sulfhidril yang
bersifat penangkal radikal bebas. Zat ini terbukti mencegah
sistitis hemoragik yang disebabkan oleh alkilator siklofosfamid
dan ifosfamid
Studi Kasus

• J.T., a 68-year-old, 59-kg man with no significant past medical


history, presents to the university hospital with complaints of
cough and shortness of breath (SOB). Chest radiograph
reveals a lesion in the right upper lobe; surgical resection and
cytologic examination are positive for non-small-cell lung
cancer (NSCLC). A workup for metastases is negative. J.T. is
diagnosed with early-stage (stage II) NSCLC. His physicians
plan to initiate adjuvant chemotherapy of carboplatin targeted
to an area under the concentration– time curve (AUC) of 6
mg/mL × minute and paclitaxel 135 mg/m2 on day 1. Discuss
the toxicities that might be expected to occur with this
regimen. What effects on the bone marrow can be anticipated
and how might they clinically appear in J.T.? What factors can
influence the incidence and severity of these adverse effects?
When can J.T. expect these effects to occur?
Studi Kasus

• M.C., a 54-year-old woman with breast cancer, is in the clinic


today to receive her first cycle of “AC” (doxorubicin and
cyclophosphamide) chemotherapy. She will receive paclitaxel
and trastuzumab after the completion of the AC. Her
chemotherapy doses will be intravenous (IV) doxorubicin 60
mg/m2 plus cyclophosphamide 600 mg/m2 IV for one dose on
day 1 of each cycle. This will be repeated every 21 days for
four cycles. M.C. does not drink alcohol or smoke. Her only
other medical condition is adult onset diabetes, which is
controlled with metformin and diet. She has had four children,
now all grown, and had substantial morning sickness with
each of her pregnancies. M.C.'s neighbor has told her that all
chemotherapy causes severe nausea and vomiting. How
likely is M.C. to experience nausea and vomiting? What
antiemetics are suitable for M.C.?

Anda mungkin juga menyukai