Anda di halaman 1dari 35

HALAMAN JUDUL

MAKALAH PENGELOLAAN OBAT

DISUSUN OLEH :
1. SITI RAHMA WATI
2. BELLATRY GUSMAYANTI
3. DWI EVANI HARYANTI
4. FITRIANI
5. RAHMIATUL HASANAH
6. ERISSA JANNAH

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penulisan makalah ini.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki tugas – tugas kami.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

Palangkaraya, 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Tujuan........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

A. Definisi Pengelolaan Obat.........................................................................3

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Obat.............................................................4

1. Seleksi/ Perencanaan..........................................................................4

2. Pengadaan Obat................................................................................10

3. Penerimaan.......................................................................................12

4. Penyimpanan.....................................................................................13

5. Distribusi Obat..................................................................................15

6. Pencatatan dan pelaporan.................................................................17

C. Indikator Evaluasi Pengelolaan Obat.......................................................17

BAB III..................................................................................................................31

KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan salah satu dari
banyaknya kegiatan pelayanan kefarmasian. Tujuannya adalah untuk
menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan bahan
medis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/ kemampuan tenaga kefarmasian, yang fungsinya untuk
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian
mutu pelayanan (Permenkes RI, 2014).
Pengelolaan obat merupakan hal yang sangat penting yang perlu di
perhatikan, mengingat dengan pengelolaan yang tidak sesuai dengan prosedur
yang tepat akan terjadi masalah tumpang tindih anggaran dan pemakaian yang
tidak tepat guna. Seperti yang diketahui anggaran belanja obat pada negara
berkembang merupakan anggaran terbesar kedua setelah gaji, yakni sekitar
40% dari seluruh anggaran unit pelayanan kesehatan. Sedangkan secara
nasional biaya untuk obat sekitar 40%-50% dari seluruh biaya operasional
Kesehatan. Sehingga ketidakefisienan dalam pengelolaan obat akan
berdampak negatif secara medis. Mengingat bahwa manajemen obat di
berbagai jenis sarana kesehatan merupakan elemen penting dalam pelayanan
kesehatan serta besarnya biaya yang diserap untuk pengadaan obat, maka
pengelolaan obat harus terus-menerus ditingkatkan sehingga dapat memenuhi
kebutuhan program pelayanan.
Pengelolaan obat akan berjalan efektif dan efisien bila ditunjang dengan
sistem manajemen informasi obat untuk menggalang keterpaduan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan obat. Kegiatan pengelolaan obat meliputi
kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan obat yang dikelola

1
2

secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis


perbekalan farmasi, dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia
seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metode dan tatalaksana)
dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit kerja.
Tujuan manajemen pengelolaan obat adalah untuk tersedianya obat setiap saat
dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien,
dengan demikian manajemen pengelolaan obat dapat dipakai sebagai proses
penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang potensial untuk
dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat
dibutuhkan untuk operasional yang efektif dan efesien (Syair, 2008).
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Definisi dari pengelolaan obat
2. Mengetahui Mekanisme dalam melakukan pengelolaan obat
3. Evaluasi pengelolaan obat
4. Mengetahui Tata Cara Pencatatan dan pelaporan obat-obatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pengelolaan Obat


Menurut Syair, 2008 pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang berupa perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian obat. Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan
benar serta efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan meliputi kegiatan perencanaan dan
permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan
pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat.
Menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Pengelolaan obat merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari
perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain.
Kegiatan tersebut mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan,
penghapusan, monitoring dan evaluasi. Pengelolaan obat bertujuan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pelayanan obat sehingga terjamin
penyerahan obat yang benar, dosis dan jumlah yang tepat, wadah yang
terjamin mutu, dan informasi kepada pasien yang jelas (Anshari, 2009).
Menurut Quick, dkk (2012), siklus manajemen obat mencakup empat
tahap yaitu: 1) selection (seleksi), 2) procurement (pengadaan), 3) distribution
(distribusi), dan 4) use (penggunaan). Masing-masing tahap dalam siklus
manajemen obat saling terkait, sehingga harus dikelola dengan baik agar
masing-masing dapat dikelola secara optimal.
Setiap tahapan siklus manajemen obat harus selalu didukung oleh keempat
management support tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung
4

secara efektif dan efisien. Siklus manajemen obat dapat digambarkan pada
Gambar 1

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Obat


1. Seleksi/ Perencanaan
Perencanaan menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.
1197/SK/MenKes/X/2004 merupakan proses kegiatan dalam pemilihan
jenis , jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan
yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
konsumsi yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Tujuan perencanaan obat:
1. Mendapatkan jenis dan jumlah obat tepat sesuai
kebutuhan
2. Menghindari kekosongan obat
3. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat
Perencanaan pengadaan obat perlu mempertimbangkan jenis obat,
jumlah yang diperlukan, serta efikasi obat dengan mengacu pada misi
utama yang diemban oleh rumah sakit. Untuk menentukan beberapa
macam obat yang harus direncanakan. Penetapan jumlah obat yang
diperlukan dapat dilaksanakan berdasarkan polulasi yang akan dilayani,
jenis pelayanan yang diberikan, atau berdasarkan data penggunaan obat
yang sebelumnya (Dep Kes RI, 2002).
Pedoman perencanaan menurut KepMenKes
1197/SK/MenKes/X/2004 adalah:
a. DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi
rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.
b. Data catatan medik
c. Anggaran yang tersedia
d. Penetapan prioritas
5

e. Siklus penyakit
f. Sisa persediaan
g. Data pemakaian periode yang lalu.
h. Rencana pengembangan

Perencanaan merupakan tahap awal pada pengadaan obat. Ada


beberapa macam metode perencanaan yaitu:

a. Metode morbiditas/epidemiologi:
Metode ini diterapkan berdasarkan jumlah kebutuhan
perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan
(morbidity load), yang didasarkan pada pola penyakit, perkiraan
kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan dalam metode ini, yaitu menentukan
jumlah pasien yang akan dilayani dan jumlah kunjungan kasus
berdasarkan prevalensi penyakit, menyediakan formularium/
standar/ pedoman perbekalan farmasi, menghitung perkiraan
kebutuhan perbekalan farmasi, dan penyesuaian dengan alokasi
dana yang tersedia. Persyaratan utama dalam metode ini adalah
rumah sakit harus sudah memiliki standar pengobatan, sebagai
dasar untuk penetapan obat yang akan digunakan berdasarkan
penyakit.
Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah:
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur
penyakit.
2) Menyiapkan data populasi penduduk.
3) Menyediakan data masing-masing penyakit/tahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
4) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/tahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
5) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian
obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
6

6) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran


yang akan datang (Dep Kes RI, 2008).

Tabel 1. Keunggulaan dan Kelemahan Metode Epidemiologi


Keunggulan Kelemahan

- Perkiraan kebutuhan mendekati - membutuhkan waktu dan tenaga


kebenaran standar pengobatan terampil
- mendukung usaha memperbaiki pola - data penyakit sulit diperoleh secara
penggunaan obat pasti
- perlu pencatatan dan pelaporan yang
baik

b. Metode konsumsi
Metode ini diterapkan berdasarkan data riel konsumsi
perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian
dan koreksi. Hal yang harus diperhatikan dalam menghitung jumlah
perbekalan farmasi yang dibutuhkan, yaitu dengan melakukan
pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan
evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi, dan
penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi
dana.
Metode konsumsi ini mempersyaratkan bahwa penggunaan
obat periode sebelumnya harus dipastikan rasional. Hal ini disebabkan
metode konsumsi hanya berdasarkan pada data konsumsi sebelumnya
yang tidak mempertimbangkan epidemiologi penyakit. Kalau
penggunaan obat periode sebelumnya tidak rasional, disarankan untuk
tidak menggunakan metode ini, karena kalau tidak justru mendukung
pengobatan yang tidak rasional di rumah sakit.
Berdasarkan pada penggunaan obat tahun sebelumnya
Dasar: * analisa data
* konsumsi obat tahun sebelumnya
Sumber data:
1) Pencatatan dan pelaporan ( Kartu stok)
7

2) Pencatatan dan pelaporan beberapa fasilitas


kesehatan
3) Hasil pertemuan beberapa tenaga medis
Jenis data: Alokasi dana, daftar obat, stok awal, penerimaan,
pengeluaran, sisa stok, kadaluwarsa, obat kosong, stok pengaman.
Kelebihan metode konsumsi:
1) Datanya akurat metode paling mudah.
2) Tidak perlu data penyakit dan standar pengobatan
3) Kekurangan dan kelebihan obat sangat kecil
Kekurangan;
1) Data konsumsi, obat dan jumlah kontak pasien sulit.
2) Tidak dapat untuk dasar penggunaan obat dan perbaikan
pola peresepan
3) Kekurangan,kelebihan dan kehilangan obat sulit diandalkan
4) Tidak perlu catatan morbiditas yang baik Rumus yang
digunakan adalah:

A = (B+C+D) – E

Ket :
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok Pengaman 10% - 20%atau
sesuai kebijakan RS
D = Waktu tunggu
E = Sisa stok

c. Metode Kombinasi
Metode gabungan ini untuk menutupi kelemahan metode
mordibitas dan konsumsi. (Hassan, 1986) Dalam melakukan
perencanaan dapat menggunakan peramalan (forecasting) sebagai
usaha untuk memprediksi kebutuhan obat dimasa yang akan datang.
Peramalan (forecating) adalah suatu usaha yang dilakukan
perusahaan untuk bisa meramal, memprediksi keadaan masa datang
tentang produknya dengan mencari tahu limit ketidakpastian masa
8

depan terhadap perusahaan. Banyak faktor yang mengandung


ketidakpastian, maka mustahil untuk melakukan peramalan yang
sempurna, sehingga perlu untuk dicari metode forecasting yang terbaik
untuk digunakan. Sifat data pada umumnya times series dan lengkap,
maka data biasanya dapat diproyeksikan. Berbeda dengan data yang
terbatas, maka hanya dapat diestimasikan. Jangka waktu proyeksi
peramalan operasi logistik adalah satu tahun atau kurang, yang paling
populer adalah satu bulan (Bowersox, 2004).
Peramalan menurut jangka waktu dibagi menjadi 3 kategori
(Seto, 2001), yaitu:
a) Prediksi/peramalan jangka pendek: prediksi untuk waktu
1-3 bulan. Biasanya digunakan untuk perencanaan
pembelian, penjadwalan pekerjaan dan tingkat produksi
b) Peramalan jangka menengah: prediksi untuk jangka 3
bulan sampai dengan 3 tahun, dipakai untuk perencanaan
penjualan, anggaran dan produksi.
c) Peramalan jangka panjang: prediksi untuk waktu lebih
dari 3 tahun. Contohnya untuk perencanaan produk baru,
ekspansi pabrik, investasi modal, penelitian dan
pengembangan.

Selain itu terdapat dua metode lain dari perencanaan yang


menggabungkan antara morbiditas dan konsumsi diatas dan dibagi
dalam dua metode/sistem sebagai berikut:
a) Sistem Pareto (ABC)
Sistem analisis ABC ini berguna dalam sistem pengelolaan obat,
yaitu dapat menimbulkan frekuensi pemesanan berdasarkan nilai
atau harga obat. Dalam sistem persediaan metode ini digunakan
untuk menganalisis tingkat konsumsi dan nilai total konsumsi
semua item. Analisis ABC merupakan metode pengadaan yang
9

didasarkan atas nilai ekonomis barang dimana barang-barang


persediaan dikategorikan dalam golongan A, B, dan C. Golongan A
jika obat tersebut mempunyai nilai kurang lebih 80 % sedangkan
jumlah obat tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat tersebut
mempunyai nilai sekitar 15 % dengan jumlah obat sekitar 10 % - 80
%, dan golongan C jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah
obat sekitar 80%-100%
b) Metode VEN (Vital, Esensial, dan Non Essensial)
Klasifikasi barang persediaan menjadi golongan VEN ditentukan
oleh faktor makro misalnya peraturan pemerintah atau data
epidemiologi wilayah) dan faktor mikro (misalnya jenis pelayanan
kesehatan yang tersedia di rumah sakit yang bersangkutan.
Kategori obat–obat sistem VEN yaitu:
1) V (Vital) adalah obat-obat yang termasuk dalam potensial life
saving drug.
2) E (Esensial) merupakan obat-obat yang efektif untuk
mengurangi kesakitan, namun demikian sangat signifikan
untuk bermacam-macam penyakit tetapi tidak vital secara
absoud (penting tetapi tidak vital), untuk penyediaan sistem
kesehatan dasar.
3) N (Non esensial) merupakan obat-obat yang digunakan untuk
penyakit minor atau penyakit tertentu yang efikasinya masih
diragukan, termasuk terhitung untuk memperoleh keuntungan
terapetik.
2. Pengadaan Obat
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau
pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan atau hibah. Secara umum
pengadaan obat di rumah sakit dapat dilakukan dengan cara tahunan,
triwulan, mingguan. Dalam menentukan jumlah pengadaan perlu diketahui
adanya stok minimum dan maksimum, stok rata-rata, stok pengaman,
10

reordering level, economic order quantity, waktu tunggu dan batas


kadaluarsa.
Pengadaan obat merupakan suatu proses dari penentuan item obat
dan jumlah tiap item berdasarkan perencanaan yang telah dibuat,
pemilihan pemasok penulisan surat pesanan (SP) hingga SP diterima
pemasok. Tujuannya adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan
harga yang layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses
berjalan lancar, tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan
(Quick et al, 1997)
Tujuan pengadaan obat yakni tersedianya obat dengan jenis jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan dengan mutu yang
terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan, maka hal-hal
yang perlu diperhatikan pada pengadaan ini adalah kriteria obat,
persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
serta penerimaan dan pemeriksaan obat (DepKes RI, 2002).
Pemilihan pemasok secara hati-hati adalah penting karena dapat
mempengaruhi baik kualitas maupun biaya obat yang dibutuhkan. Untuk
pemilihan pemasok perlu diperhatikan / dibatasi dengan hal-hal sebagai
berikut:
a. Memilih izin pedagang besar farmasi atau industri farmasi

b. Bagi pedagang besar farmasi (PBF) harus mendapat dukungan


dari industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) atau c-GMP.
c. Bagi industri farmasi harus yang telah memiliki sertifikat CPOB.

d. Pedagang besar farmasi atau industri farmasi sebagai supplier


harus memilki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
e. Pemilik dan atau apoteker penanggung jawab PBF, apoteker
penanggung jawab produksi dan quality control industri farmasi
tidak dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan
dengan profesi kefarmasian.
11

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengadaan antara


lain sebagai berikut :
a. Memilih metode pengadaan yang paling menguntungkan
Ada empat metode dalam pengadaan perbekalan farmasi yaitu
sebagai berikut:
1) Open Tender (tender secara terbuka)
Open tender adalah suatu prosedur formal pengadaan obat
yang mana dilakukan dengan cara mengundang berbagai
distributor baik nasional maupun internasional. Metode ini
dilakukan dalam jangka waktu tertentu misalnya 2-3 kali
setahun, hal ini disebabkan karena proses tender
memerlukan waktu yang lama dan harganya lebih murah.
Selain itu biasanya metode ini dipakai oleh pemerintah
karena khusus sesuai sistemnya. Jadi untuk nominal
tertentu dapat melakukan pengadaan dalam jumlah
tertentu pula.
2) Restricted tender (tender terbatas)
Metode ini dilakukan pada lingkungan yang terbatas, tidak
diumumkan di Koran, biasanya berdasarkan kenalan,
nominalnya tidak banyak, serta sering ada yang
melakukan pengaturan tender yaitu penawaran tertutup
atau selektif, para penyalur yang tertarik harus menerima
semua persyaratan yang diajukan, melalui suatu proses
formal pre-kualifikasi yang mengacu pada good
manufacturing practices (GMPS). Performa supply
terdahulu, dan kekuatan financial.
3) Competitive Negotiation (kontrak)
Pembeli membuat persetujuan dengan pihak supplier
untuk mendapatkan harga khusus atau persetujuan
pelayanan dan pembeli dapat membayar dengan harga
termurah. Metode kontrak jauh lebih menguntungkan,
12

karena pihak Rumah Sakit dapat melakukan negoisasi


langsung dengan pabrik sehingga dapat mengurangi dana
(diskon).
4) Direct Procurement
Merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun
cenderung lebih mahal karena jarang memperoleh diskon.
Ciri dari metode pengadaan langsung adalah pihak Rumah
Sakit secara langsung melakukan pengadaan perbekalan
farmasi (setelah barang habis) kepada pihak PBF.
b. Melakukan negoisasi atas dasar kualitas, jaminan ketersediaan,
pelayanan purna jual, dan harga yang wajar.
c. Membuat kontrak yang spesifik sesuai hasil negoisasi
d. Memonitor surat pesanan yang dibuat
e. Memastikan kesesuaian antara surat pesanan, spesifikasi
barang dan dokumen pendukung yang menyertai
f. Melakukan pembayaran sesuai waktu yang telah disepakati
(Quick, et al., 2012)
3. Penerimaan
Sebelum perbekalan farmasi diterima, dilakukan pemeriksaan yang
meliputi jumlah barang, jenis barang, tanggal kadaluarsa, kondisi barang
dan kelengkapan dokumen yang menyertainya. Setelah barang diterima
dalam keadaan baik, penyimpanan perbekalan farmasi merupakan bagian
terpenting dalam pengadaan perbekalan farmasi, dimana prinsifnya
sebelum disalurkan kepada pasien, obat harus berada dalam keadaan aman
dan dapat dihindari dari kerusakan akibat penyimpanan yang kurang tepat.
Tujuan penyimpanan adalah menjamin mutu tetap baik, memudahkan
dalam pencarian, memudahkan pengawasan persediaan, menjamin
keamanan dari pencurian obat, serta menjamin pelayanan yang cepat dan
tepat.
13

4. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi bertujuan untuk memelihara mutu
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan.
Menurut Kepmenkes Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit ruang penyimpanan harus memperhatikan
kondisi, sanitasi, temperatur sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi,
pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas.
Inventori adalah suatu sistem untuk menjaga agar persediaan obat
selau ada untuk waktu yang telah ditentukan dan merupakan bagian yang
penting dari sistem suplai obat. Dengan adanya sistem inventori obat
menjamin ketika ada pasien membutuhkan obat akan memperoleh obat
yang tepat dan menghindari kerugian akibat kerusakan obat (Quick et al.,
1997).
Pengaturan penyimpanan obat didasarkan pada :
a. Menurut bentuk sediaan dan alfabetis

b. Menerapkan sistem FIFO dan FEFO

First Expire First Out adalah mekanisme penggunaan obat yang


berdasarkan prioritas masa kadaluarsa obat tersebut. Semakin
dekat masa kadaluarsa obat tersebut, maka semakin menjadi
prioritas untuk digunakan. First in First Out mekanisme
penggunaan obat yang tidak mempunyai masa kadaluarsa.
Prioritas penggunaan obat berdasarkan waktu kedatangan obat.
Semakin awal kedatangan obat tersebut, maka semakin menjasi
prioritas untuk digunakan.
c. Tata Ruang

1) Kemudahan bergerak

Untuk kemudahan bergerak, gudang perlu ditata sebagai


berikut:
14

a.) Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan


menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi
pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan
posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
b.) Berdasrkan arah arus penerimaan dan pengeluaran
perbekalan farmasi, ruang gedung dapat ditata
berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U, atau arus L.
2) Sirkulasi udara yang baik.

Salah satu faktor penting dalam merancang bangunan


gudang adalah sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan
gudang. Sirkulasi yang bhaik akan memaksimalkan umur
hidup dari perbekalan farmasi sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya
dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan mahal
untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah
menggunakan kipas angin, apabila kipas angin belum cukup
maka ventilasi melalui atap
d. Menggunakan almari, rak, dan pallet

Penempatan rak yang tepat dan menggunakan pallet akan dapat


meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan
farmasi.
1) Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan
terhadap banjir

2) Peningkatan efisiensi penangan stok

3) Dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak

4) Pallet lebih murah daripada rak

e. Menggunakan almari khusus untuk menyimpan narkotika dan


psikotropika dan selalu terkunci
15

f. Menggunakan almari khusus untuk perbekalan farmasi yang


memerlukan penyimpanan pada suhu tertentu
g. Dilengkapi kartu stock obat.

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasi stock agar memudahkan


pencarian obat yaitu berdasarkan
a. Kategori terapetik/farmakologi

b. Indikasi klinik

c. Alfabetis

d. Bentuk Dosis

e. Random bin

f. Penggunaan

g. Kode komoditas

5. Distribusi Obat
Distribusi obat adalah suatu proses penyerahan obat mulai dari
sediaan disiapkan oleh Apotek, IFRS atau sarana farmasi lainnya sampai
diserahkan kepada perawat, dokter, atau profesional pelayan kesehatan
lain untuk diberikan kepada pasien. Sistem distribusi obat terkhusus di
rumah sakit ialah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur, dan jaminan
mutu yang serasi, terpadu, dan berorientasi kepada pasien dalam kegiatan
penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada pasien. Sistem
distribusi obat di fasilitas kefarmasian secara umum adalah :
a) Sistem Distribusi Obat Resep Individual (individual prescription)
Sistem distribusi ini yaitu untuk setiap fasilitas yang melayani
pelayanan resep baik Apotek, Puskesmas maupun Rumah sakit
dimana resep individual adalah resep yang ditulis dokter langsung
untuk tiap penderita. Sistem ini umumnya digunakan oleh rumah sakit
kecil dan atau rumah sakit pribadi, karena memudahkan cara untuk
16

menarik pembyaran atas obat yang digunakan oleh pasien dan


memberikan pelayanan kepada pasien secara perorangan.
b) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (ward floor stock)
Sistem ini mengadakan distribusi obat dimana masing–masing
instalasi mempunyai persediaan obat. Namun pengawasan obat oleh
farmasi jadi berkurang terutama dalam hal penyimpanan obat,
pemberian obat yang benar, dan juga kerusakan karena penyimpanan
yang keliru serta pencurian obat. Dalam hal ini tanggung jawab
perawat jadi lebih besar dalam menangani obat. Sistem distribusi ini
biasanya digunakan untuk fasilitas rumah sakit yang berkaitan dengan
stok ruangan langsung, dan dapat juga berupa untuk keperluan gawat
darurat misalnya Obat – obat emergency
c) Kombinasi Floor stock dan Individual prescreption.
Sistem ini digunakan oleh rumah sakit yang melakukan sistem
penulisan resep pesanan obat secara individual sebagai sarana untuk
penjualan obat tetapi juga memanfaatkan sistem floor stock secara
terbatas agar mudah dalam pengawasannya.
d) Unit Dose Dispensing (UDD)
Dalam sistem ini obat akan langsung didistribusikan keruangan
perawat untuk mempermudah pemberian obat dalam kemasan
persekali minum/sekali pemakaian. Hal ini digunakan untuk fasilitas
klnik dan rumah sakit dalam memperketat pengawasan minum obat
pada pasien rawat inap.

e) One Daily Dose (ODD)


Dalam sistem ini pasien mendapatkan obat yang sudah dipisah-pisah
untuk pemakaian satu hari. Dimana pada sistem ini obat yang
diberikan tidak dalam jumlah banayk hanya per jumlah hari pakai
saja.
17

6. Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dan pelaporan data obat merupakan rangkaian kegiatan
dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan
yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit-
unit pelayanan rumah sakit .
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah tersedianya data mengenai
jenis dan jumlah penerimaan persediaan, pengeluaran/penggunaan dan
data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.
C. Indikator Evaluasi Pengelolaan Obat
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan
indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai yang diukur dengan
indikatornya, makin sesuai pula hasil suatu pekerjaan dengan standarnya.
Indikator dibedakan menjadi :
1. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
2. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang
diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut :

1. Sesuai dengan tujuan

2. Informasinya mudah didapat

3. Singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi


4. Rasional
Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan
perbekalan farmasi adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi
(monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan
perencanaan dan pengambilan keputusan. Tujuan dari monev ini adalah
meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi agar dapat
18

ditingkatkan secara optimum. Indikator yang dapat digunakan dalam


melakukan monev pengelolaan perbekalan farmasi antara lain:
1. Alokasi dana pengadaan
Dana pengadaan adalah besarnya dana pengadaan obat yang
disediakan/dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan obat pelayanan
kesehatan. Data dikumpulkan dari dokumen yang ada berupa total dana
pengadaan obat, dan kebutuhan dana pengadaan obat yang sesuai dengan
kebutuhan. Total dana pengadaan obat adalah seluruh anggaran pengadaan
obat uang berasal dari semua sumber anggaran. Idealnya, dana pengadaan
obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
Cara menghitung :

2. Biaya obat per kunjungan kasus penyakit


Adalah besaran dana yang tersedia untuk setiap kunjungann kasus. Data
dikumpulkan dari dokumen yang ada berupa total dna pengadaan, serta
jumlah kunjungan kasus yang didapatkan dari kompilasi rekam medik.
Dengan diketahuinya standar biaya obat per kunjungan kasus dapat
menjadi pedoman dalam penetapan alokasi dana pengadaan obat di tahun-
tahun mendatang. Idealnya, biaya obat yang dialokasikan per kunjungan
kasus harus memperhatikan parameter jumlah kunjungan kasus.
Cara menghitung :

3. Biaya obat per kunjungan resep

Merupakan besaran dana yang dibutuhkan untuk setiap resep (digunakan


pada waktu perencaaan obat) dan besaran dana yang tersedia untuk setiap
19

resep (digunakan setelah turunnya alokasi dana pengadaan obat). Dengan


diketahuinya biaya obat per resep dapat menjadikan pedoman dalam
penetapan alokasi dana pengadaan obat di tahun-tahun mendatang.
Idealnya, besarnya dana yang disediakan harus memasukkan parameter
jumlah resep.
Cara menghitung :

4. Ketepatan perencanaan
Merupakan perencanaan kebutuhan nyata obat dibagi dengan pemakaian
obat per tahun. Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi
farmasi berupa : jumlah atau kuantum perencanaan kebutuhan obat dalam
satu tahun dan pemakaian rata-rata obat per bulan yang didapatkan dari
laporan rekam medik. Tetapkan indikator yang dibuat dengan
pertimbangan obat yang digunakan untuk penyakit terbanyak. Idealnya,
perencaaan kebutuhan adalah 100% dari kebutuhan baik jumlah dan jenis
obat.

5. Persentase dan nilai obat rusak


Merupakan jumlah jenis obat yang rusak dibagi dengan total jenis obat.
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi farmasi berupa :
jumlah jenis obat yang tersedia untuk pelayanan ksehatan selama satu tahun
dan jumlah jenis obat yang rusak dan harga masing-masing obat. Idealnya,
persentase nilai obat rusak dan kadaluarsa adalah 0 %.

6. Persentase penggunaan antibiotik pada ISPA


20

Merupakan jumlah resep dengan antibiotik pada kasus ISPA non


pneumonia dibagi dengan jumlah seluruh kasus (lama dan baru) ISPA non
pneumonia. Data dikumpulkan dari self-monitoring peresepan.

Dari penelitian lainnya menetapkan beberapa indikator efisiensi untuk


pengelolaan obat yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan
dan distribusi. Indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan
Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan adalah:
a. Persentase dana Data diperoleh dengan cara penelusuran data,
yaitu dana yang tersedia, dan data kebutuhan dana secara keseluruhan
berdasarkan metode konsumsi, dikombinasi dengan efidemiologi,
kemudian dihitung persentase dana yang tersedia dibanding kebutuhan
yang sesungguhnya. Nilai standar persentase dana yang tersedia adalah
≥ 100%.
b. Penyimpangan perencanaan
Data yang digunakan adalah macam item obat, kemudian dihitung
jumlah item obat dalam perencanaan dan jumlah obat dalam kenyataan
pakai. Nilai standar batas penyimpangan perencanaan adalah 20-30%.
c. Pengadaan Obat
Indikator-indikator dalam pengadaan obat di rumah sakit antara lain:
1) Frekuensi pengadaan tiap item obat
Frekuensi pengadaan tiap item obat setiap tahunnya dapat
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu frekuensi rendah (<12),
sedang (12-24), dan tinggi (>24). Banyaknya obat dengan frekuensi
sedang dan tinggi menunjukkan kemampuan sarana dalam mersepon
perubahan kebutuhan obat dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan obat saat itu. Pengadaan obat yang berulang juga
menunjukkan bahwa yang tersedia di IFRS merupakan obat dengan
perputaran cepat (fast moving). Banyaknya obat yang masuk
21

kedalam jenis slow moving dapat berarti kerugian bagi rumah sakit.
Cara analisanya yaitu dengan mengambil secara acak sejumlah kartu
stok dalam setahun, dicatat nama masing-masing obat, kemudian
dilihat pada catatan pengadaan selama tahun tersebut.
2) Frekwensi kesalahan faktur
Kriteria kesalahan faktur pembelian yang digunakan adalah adanya
ketidakcocokan jenis obat, jumlah obat dalam suatu item, atau jenis
obat dalam faktur terhadap surat pesanan yang bersesuaian. Cara
analisisnya adalah dengan mengambil secara acak sejumlah faktur
pembelian dalam setahun, kemudian masing-masing faktur tersebut
dicocokkan dengan surat pesanan. Ketidaksesuaian faktur dengan
surat pesanan dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu :
a) Tidak ada stok, atau barang habis di PBF, jadi barang yang
dipesan pada distributor atau PBF sedang mengalami
kekosongan.
b) Stok barang yang tidak sesuai. Barang yang dipesan pada PBF
isi dalam kemasannya tidak baik atau rusak sehingga tidak
digunakan.
c) Reorder atau frekuensi pemesanan terlalu banyak,
menyebabkanpetugas bersangkutan tidak sempat untuk
melakukan pembukuandengan cermat
3) Frekwensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap
waktu yang telah disepakati. Tingkat frekuensi tertundanya
pembayaran menunjukkan kurangbaiknya manajemen keuangan
pihak rumah sakit. Hal ini dapat menunjukkan kepercayaan pihak
pemasok kepada rumah sakit sehingga potensial menyebabkan
ketidaklancaran suplai obat di kemudian hari. Besarnya frekuensi
tertundanya pembayaran IFRS terhadap waktu yang telah disepakati
dapat mengakibatkan :
a) Hubungan IFRS dengan pemasok terganggu
b) Penundaan pemesanan order oleh pemasok
22

d. Penyimpanan Obat
1) Persentase kecocokan antrara barang dengan kartu stok
Proses pencocokan harus dilakukan pada waktu yang samauntuk
menghindari kekeliruan karena adanya barang yang keluar atau
masuk (adanya transaksi). Apabila tidak dilakukan secara bersamaan
maka ketidakcocokan akan meningkat. Ketidakcocokanakan
menyebabkan terganggunya perencanaan pembelian barang dan
pelayanan terhadap pasien
2) TOR (Turn Over Ratio)
TOR digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal
dalam 1 tahun, selain itu dapat untuk meghitung efisiensi
pengelolaan obat. Semakin tinggi TOR, semakin efisien persediaan
obat. Apabila TOR rendah, bearti masih banyak stok obat yang
belum terjual sehingga menyebabkan obat menumpuk dan
berpengaruh terhadap keuntungan. TOR adalah perbandingan antara
omzet dalam 1 tahun dengan hasil stok opname pada akhir tahun.
Standar umum TOR yang biasa digunakan yaitu 8-12 kali.
Semakin tinggi TOR semakin efisien pengelolaan obatnya.
a) Sistem penataan gudang
Sistem penataan gudang bertujuan untuk menilai sistem
penataan obat di gudang.
b) Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak
Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak masih dapat
diterima jika nilainya dibawah 1%. Besarnya persentase nilai
obat yang kadaluarsa atau rusak mencerminkan ketidaktepatan
perencanaan dan/atau kurang baiknya pengamatan mutu dalam
penyimpanan, dan/atau perubahan pola penyakit atau pola
peresepan dokter.
c) Persentase stok mati
Stok mati adalah stok obat yang tidak digunakan selama 3 bulan
atau selama 3 bulan tidak terdapat transaksi. Kerugian yang
23

disebabkan akibat stok mati adalah perputaran uang yang tidak


lancar, kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan sehingga
menyebabkan obat kadaluarsa.
d) Nilai stok akhir gudang
Untuk mengetahui stok akhir obat yaitu :
(1) Stok berlebih
Adanya stok berlebih akan meningkatkan pemborosan
dankemungkinan obat mengalami kadaluarsa atau rusak
dalampenyimpanan. Untuk mengantisipasi adanya obat
melampaui batas expire date, maka dilakukan distribusi
berdasarkan sistem FIFO atau FEFO. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah upayapengembalian obat kepada PBF atau
menukar obat yang hampir tiba waktu kadaluarsanya dengan
obat baru.
(2) Stok kosong
Stok kosong adalah jumlah stok akhir obat sama dengan
nol.Stok obat digudang mengalami kekosongan dalam
persediaannyasehingga bila ada permintaan tidak bisa
terpenuhi. Faktor-faktor penyebab terjadinya stok kosong
antara lain:
(a) Tidak terdeteksinya obat yang hampir habis, hal ini
terkait dengan ketelitian petugas dalam mencatat
persediaan yang menipis.
(b) Hanya ada persediaan yang kecil untuk obat-obat
tertentu (slow moving), maka ketika habis, tidak ada
persediaan di gudang.
(c) Barang yang dipesan belum datang, hal ini
terkaitdengan waktu tunggu (lead time) dari PBF yang
berbeda beda.
(d) PBF mengalami kekosongan. Kadang-kadang hal ini
terjadi karena PBF mengalami kekosongan pengiriman
24

dari industri farmasi, yang mengakibatkan pesanan


tidak dapat terpenuhi, akibatnya persediaan juga
kosong.
(e) Pemesanan ditunda oleh PBF, hal ini terjadi jika
pembayaran/pelunasan utang ke PBF mengalami
keterlambatan. Biasanya PBF menunda pesanan sampai
utang tersebut dilunasi. Penundaan ini mengakibatkan
mengalami stok kosong.
e. Distribusi
Indikator-indikator distribusi obat :
1) Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke
tangan pasien, bertujuan untuk mengetahui tingkat kecepatan
pelayanan
2) Persentase obat yang diserahkan bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan menyediakan obat yang diresepkan.
3) Persentase obat yang dibeli dengan benar, bertujuan untuk
mengetahui penguasaan peracik (dispenser) tentang informasi pokok
yang harus ditulis dalam etiket.
4) Persentase resep yang tidak bisa dilayani, bertujuan untuk
mengetahui cakupan pelayanan farmasi rumah sakit.

Sedangkan untuk pengelolaan obat pada tahap penggunaan sesuai dengan


indikator yang telah ditetapkan oleh WHO.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Beberapa macam indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat
sebagai berikut :
Tabel 2. Indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat pada
tahap seleksi
Indikator Tujuan Cara menghitung Standar

Kesesuaian item Untuk mengetahui Hitung jumlah item obat (x) dan 76%
obat yang tersedia tingkat kepatuhan jumlah item obat yang tersedia (y).
terhadap pemakaian
25

dengan DOEN. (*) obat esensial. Persentase :

x
z = — x 100%
y

Tabel 3. Indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat pada


tahap pengadaan
Indikator Tujuan Cara menghitung Standar

a. Persentase a. Untuk mengetahui a. Hitung dana yang tersedia (x) 100%


modal/dana yang seberapa jauh kebutuhan dana yang
tersedia dengan persediaan dana sesungguhnya (y) Persentase :
keseluruhan dana rumah sakit
yang dibutuhkan. memberikan dana x
(***) kepada farmasi. z= — x 100%
y

b. Persentase alokasi b. Untuk


dana pengadaan mengetahui b. Hitung total dana pengadaan obat
obat. (*) seberapa jauh dana (x) dan total anggaran rumah sakit
yang diberikan (y). Persentase :
kepada farmasi 30%-40%
dibandingkan x
dengan seluruh z= — x 100%
anggaran rumah y
sakit.
c. Persentase c. Untuk mengetahui c. Hitung jumlah item obat yang ada 100%
kesesuaian seberapa besar dalam perencanaan (x) dan
pengadaan ketepatan jumlah item obat yang ada dalam
dengan kenyataan pemilihan obat kenyataan pakai (y). Persentase :
pakai untuk dalam pengadaan x
masing-masing z= — x 100%
item obat. (***) y

d. Frekuensi d. Untuk d. Ambil kartu stock obat secara Rendah


pengadaan tiap mengetahui berapa acak kemudian diamati berapa <12x/tahun
item obat. (***) kali obatobat kali obat dipesan tiap tahunnya. Sedang
tersebut dipesan 1224x/tahun
setiap tahunnya. Tinggi
>24x/tahun

e. Faktur kesalahan e. Untuk mengetahui e. Hitung jumlah faktur yang salah 0%


faktur. (***) berapa kali (x) dan jumlah seluruh faktur
terjadinya yang diterima (y).
kesalahan faktur. Persentase :

x
z = — x 100%
y
f. Frekuensi f. Untuk mengetahui f. Amati daftar hutang dan cocokkan
26

tertundanya kualitas dengan daftar pembayaran (x 0%


pembayaran oleh pembayaran rumah hari).
rumah sakit sakit.
terhadap waktu
yang telah
ditetapkan. (***)

Keterangan : (*) Indikator Depkes RI (2008)


(***) indikator Pudjaningsih (1996)

Tabel 4. Indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat pada


tahap distribusi
Indikator Tujuan Cara menghitung Standar

a. Kecocokan a. Untuk a Ambil 10% sampel kartu stock


antara obat mengetahui obat, cocokkan dengan barang
dengan kartu ketelitian petugas yang ada. Hitung jumlah item 100%
stock. gudang. obat yang sesuai dengan kartu
(***) stock (x) dan jumlah kartu
stock yang diambil (y).

Persentase :
8-12 kali
x
z = — x 100%
y

b. Turn over b. Untuk b Hitung omzet 1 tahun dalam


ratio. (***) mengetahui HPP (x) rata-rata nilai
berapa kali persediaan obat. 12-18 bulan
perputaran modal
dalam 1 tahun. Persentase :

x
TOR = —
Y
c. Tingkat c. Untuk c Hitung jumlah stock obat (x)
ketersediaan mengetahui ditambahkan pemakaian obat
obat. (**) kisaran selama 1 tahun (y) kemudian 0%
kecukupan obat. dibagi dengan rata-rata
pemakaian obat perbulan (z)
dikali 1 bulan.
Perhitungan :
x+y
q = —— x 1 bulan
z
27

d. Persentase d. Untuk d Dari catatan obat yang


nilai obat mengetahui kadaluwarsa dalam 1 tahun,
yang besarnya kerugian hitung nilai (x) dan nilai stock
kadaluwarsa rumah sakit. opname (y).
dan rusak.
(***) Persentase :

x
z = — x 100%
y

e. Perse e. Untuk e Hitung jumlah item obat 0%


ntase stock mengetahui item selama 3 bulan tidak terpakai
mati. (*) obat selama 3 (x) dan jumlah item obat yang
bulan yang tidak ada stocknya (y).
terpakai
Persentase :

x
z = — x 100%
y

Keterangan : (*) indikator Depkes RI (2008)


(**) indikator WHO (1993)
(***) indikator Pudjaningsih (1996)

Tabel 5. Indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat pada


tahap penggunaan

Indikator Tujuan Cara menghitung Standar

a. `Jumlah item a. Untuk a. Ambil 10% sampel, Hitung jumlah 1,8 - 2,2
obat tiap menggukur total item obat yang ditulis pada resep item obat
lembar resep. derajat (x) dan jumlah lembar resep. /lembar
(**) polifarmasi. Persentase resep
x
rata-rata : —
y
b. Persentase b. Untuk Dari laporan penulisan obat generik, 82-94%
resep dengan mengukur hitung jumlah item obat dengan nama
obat generik. kecenderunga generik (x) dan jumlah item obat yang
(**) n meresepkan diresepkan (y). Persentase :
obat generik. X
z = — x 100%
y
28

c. Rata-rata c. Untuk c. Catat waktu resep masuk ke apotek (x) ≤ 60 menit


waktu yang mengetahui dan catat waktu selesai diterima pasien untuk obat
digunakan tingkat (y). Data dibedakan antara obat racikan racikan.
untuk kecepatan dan obat jadi.
melayani pelayanan z=∑y–x ≤ 30 menit
resep sampai farmasi untuk obat
ke tangan rumah sakit. nonracikan
jumlah resep yang masuk
pasien. (*) .

d. Persentase d. Untuk d. Hitung jumlah item obat dengan etiket 100%


obat yang mengetahui yang berisi nama pasien dan aturan
diberi label penguasaan pakai (x) dan jumlah item obat yang
dengan pengawasan diberikan kepada pasien (y).
benar. (**) tentang Persentase :
informasi
pokok yang x
harus ditulis
pada etiket. z = — x 100%

Keterangan : (*) indikator Depkes RI (2008)


(**) Indikator WHO (1993)

Indikator pengelolaan obat Menurut WHO, untuk mengukur situasi


pengelolaan pada tahap penggunaan digunakan beberapa indikator, yaitu :
1. Jumlah rata-rata obat tiap resep
Tujuannya untuk mengukur derajat polifarmasi. Biasanya kombinasiobat
dihitung sebagai 1 obat. Perhitungan dilakukan dengan membagi jumlah
total produk obat yang diresepkan dengan jumlah resep yangdisurvei
2. Persentase obat generik yang diresepkan
Tujuannya untuk mengukur kecenderungan peresepan obat generik.
3. Persentase antibiotik yang diresepkan
Indikator peresepan resep dengan antibiotik digunakan untuk mengukur
penggunaan antibiotik secara berlebihan karena penggunaan antibiotik
secara berlebihan merupakan salah satu bentuk ketidakrasionalan
peresepan. Rata-rata persentase penulisan resep dengan antibiotik di
Indonesia adalah sebesar 43%.
4. Persentase injeksi yang diresepkan
29

Tujuannya untuk mengukur penggunaan injeksi yang berlebihan.Dalam


hal ini, imunisasi biasanya tidak dimasukkan dalam perhitungan.
5. Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial atau formularium
Tujuannya untuk mengukur derajat kesesuaian praktek dengan
kebijaksanaan obat nasional yang diindikasikan dengan peresepan
daridaftar obat esensial atau formularium. Sebelumnya rumah sakit harus
mempunyai copy daftar obat esensial nasional atau formularium sehingga
dapat dijadikan acuan dalam penulisan resep.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6. Indikator penggunaan obat

Indikator dan standar Cara menghitung

Jumlah rata-rata obat tiap resep (C) Kombinasi obat dihitung sebagai 1
obat.
Standar 1,8 – 2,2
Jumlah total produk obat yang
diresepkan (B), jumlah resep yang
Indonesia 3,3
disurvey (A).

C = B/A
Persentase obat generik yang Total item obat generik yang
diresepkan (E) diresepkan

(D), total item obat yang diresepkan


Standar 82%-94%
(B).

E = (D/B) x 100 %
30
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi kegiatan


perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan
dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat.
Dalam proses mengelola obat setiap dari proses saling berkaitan dan
berhubungan sehingga nantinya mempermudah pengawasan dan evaluasi dari
kegiatan dalam pengelolaan obat di fasilitas Kesehatan.
Sebagai Tenaga Kesehatan terutama Kebidanan dari penulisan ini
mengetahui tentang pengelolaan sediaan kefarmasian secara umum yang
fungsinya tentu untuk membantu kami di dunia praktek dalam mengelola
perbekalan Kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anshari, M. (2009). Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Makanan. Nuha


Medika, Yogyakarta.
Budiono, S., Suryawati, S., Sulanto, S.D.,1999, Manajemen Obat Rumah Sakit,
Magister Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran UGM,
Yogyakarta
Dep Kes RI., 2008, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi
Nomor : 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimum Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Permenkes RI No. 75. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2014. Jakarta
Pudjaningsih, D., 1996, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan
Obat di Farmasi Rumah Sakit, Tesis, : Magister Manajemen
Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Quick, J.P., Rankin, J.R., Laing, R.O., O’Cornor, R.W., 1997, Managing Drug
Supply, the selection, procurement, distribution and use of
pharmaceutical, second edition, Kumarin Press, Conecticus, USA
Quick, J.P., Rankin, J.R., Laing, R.O., O’Cornor, R.W., 2012, Managing Drug
Supply, the selection, procurement, distribution and use of
pharmaceutical, third edition, Kumarin Press, Conecticus, USA
Satibi, 2014, Manajemen Obat di Rumah Sakit, Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta
Syair. 2008. Manajemen Pengelolaan Obat di Puskesmas Ahuhu Kabupaten
Konawe Tahun 2008.

32

Anda mungkin juga menyukai