Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK 2 PERENCANAAN

MATA KULIAH DISTRIBUSI FARMASI

DOSEN
APT. NOVIA SARI MULYANI, S.FARM

NAMA NIM
ANNISA 4890102220005
ASTRI AYU AGUSTIN 4890102220006
DINA 4890102220009
KHALISA NOVITASARI 4890102220015
RAHMATUL INSYIRAH 4890102220032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BORNEO LESTARI
2023
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................................. 1
1.3 TUJUAN ....................................................................................................................... 2
1.4 MANFAAT ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 PERENCANAAN ......................................................................................................... 3
2.1.1 TUJUAN PERENCANAAN...................................................................................... 3
2.1.2 PROSES PERENCANAAN ...................................................................................... 3
2.2 METODE PERHITUNGAN KEBUTUHAN ............................................................... 4
2.2.1.METODE PARETO ABC ......................................................................................... 4
2.2.2 METODE MORBIDITAS ......................................................................................... 7
2.2.3 METODE KONSUMSI ............................................................................................. 8
2.2.4 METODE VEN .......................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 14
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................. 14
3.2 SARAN ......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 15

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel,
prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam
kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada penderita. Sistem
distribusi obat mencakup penghataran sediaan obat yang telah di-dispensing IFRS ke
daerah tempat perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan
penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu dan metode pemberian dan ketepatan
personel pemberi obat kepada penderita serta keutuhan mutu obat (Siregar, 2004).
Dalam beberapa sarana kesehatan seperti rumah Sakit, pabrik buatan,
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan
distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
Sistem Pengelolaan Obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek
seleksi dan perumusan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penggunaan obat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing
tahap pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian yang terkait, dengan demikian
dimensi pengelolaan obat akan dimulai dari perencanaan pengadaan yang merupakan
dasar pada dimensi pengadaan obat di Rumah Sakit.
Perencanaan kebutuhan obat dan pengendalian persediaan obat di rumah sakit
merupakan bagian dari rantai tata kelola obat di rumah sakit yang meliputi pemilihan,
perencanaan kebutuhan obat, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pemusnahan,
penarikan, administrasi, pemantauan dan evaluasi. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menyebutkan
bahwa penyelenggara pelayanan kefarmasian dirumah sakit harus menjamin
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja tahap dalam perencanaan kebutuhan obat?
2. Apa saja metode perencanaan kebutuhan obat?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tahap dalam perencanaan kebutuhan obat.
2. Untuk mengetahui metode apa saja perencanaan dalam kebutuhan obat.

1.4 Manfaat
1. Agar mampu memahami tahap dalam perencanaan kebutuhan obat.
2. Agar mampu memahami metode apa saja dalam perencanaan kebutuhan obat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan tahap awal
untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang
sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam
rangka menyusun daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atas
dasar konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan
kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal
sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien.

2.1.1 Tujuan Perencanaan


a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
yang mendekati kebutuhan;
b. Meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP secara
rasional.
c. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
d. Menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih.
e. Efisiensi biaya.
f. Memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan biaya
distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.

2.1.2 Proses Perencanaan


Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:
a. Persiapan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun rencana kebutuhan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP:
1) Perlu dipastikan kembali komoditas yang akan disusun perencanaannya.
2) Perlu disusun daftar spesifik mengenai sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
yang akan direncanakan, termasuk di dalamnya kombinasi antara obat generik dan
bermerk.

3
3) Perencanaan perlu memperhatikan waktu yang dibutuhkan, mengestimasi periode
pengadaan, mengestimasi safety stock dan memperhitungkan leadtime.
b. Pengumpulan data.
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP pasien periode sebelumnya (data konsumsi), sisa stok dan data
morbiditas.
c. Penetapan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang
direncanakan menggunakan metode perhitungan kebutuhan.
d. Evaluasi Perencanaan.
e. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan).
f. Apotek yang bekerjasama dengan BPJS diwajibkan untuk mengirimkan RKO yang
sudah disetujui oleh pimpinan Apotek melalui aplikasi E-Money.
(KEMENKES RI 2019, 2019)

2.2 Metode Perhitungan Kebutuhan


2.2.1 Metode Pareto ABC
ABC bukanlah singkatan, melainkan suatu penamaan yang menunjukkan
peringkat/rangking dimana urutan dimulai dengan yang terbaik/terbanyak. Analisis
ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu:
a. Kelompok A:
Adalah kelompok jenis obat dengan jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
b. Kelompok B:
Adalah kelompok jenis obat dengan jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c. Kelompok C:
Adalah kelompok jenis obat dengan jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan
Berdasarkan berbagai observasi dalam manajemen persediaan, yang paling
banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif
sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat
dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan 10% dari
jenis atau item obat yang paling banyak digunakan, sedangkan sisanya sekitar 90% jenis
atau item obat menggunakan dana sebesar 30%. Dengan analisis ABC, jenis-jenis obat
ini dapat diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan evaluasi lebih lanjut. Misalnya

4
dengan mengoreksi kembali apakah penggunaannya memang banyak atau apakah ada
alternatif sediaan lain yang lebih efesiensi biaya (misalnya nama dagang lain, bentuk
sediaan lain, dsb). Evaluasi terhadap jenis-jenis obat yang menyerap biaya terbanyak
juga lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap obat yang relatif memerlukan
anggaran sedikit. (KemenKes, 2019)
Langkah-langkah untuk menentukan Kelompok A, B dan C dalam melakukan
analisa ABC, yaitu:
1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan jumlah obat dengan harga obat.
2. Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4. Hitung akumulasi persennya.
5. Obat kelompok A termasuk dalam akumulasi 70% (menyerap dana ± 70%)
6. Obat kelompok B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90% (menyerap dana ± 20%)
7. Obat kelompok C termasuk dalam akumulasi >90% s/d 100% (menyerap dana ±
10%). (KEMENKES RI 2019, 2019)
Pengadaan obat dengan sistem E-catalogue juga mempengaruhi proses
pengendalian persediaan. Selain itu permasalahan tingginya jumlah item obat yang
tersedia perlu adanya analisis untuk meningkatkan pengelolaan persediaan yang optimal
(Andryani et al, 2015).
Faktor jumlah item obat di rumah sakit sangat banyak menyebabkan penerapan
metode visual menjadi sulit, metode kontrol tambahan yaitu metode analisis ABC
menjadi sangat diperlukan. Analisis ABC sering dikombinasi dengan VEN (vital,
essential, dan non-essential), kombinasi ini dipandang lebih efektif karena prioritas
tidak hanya masalah uang tetapi tinggat kekritisanya juga ikut berperan. Analisis
kombinasi ABC VEN mempunyai tujuan dan manfaat dalam efisiensi dan penyesuaian
anggaran. Jenis obat kelompok A adalah obat pilihan untuk menanggulangi penyakit
terbanyak, dan obat kelompok A golongan harus E dan sebagian V. Disamping itu
diperlukan juga metode pengendalian persediaan sistem perpetual atau Economic Order
Quantity (EOQ) (Satibi, 2015).
Obat yang masuk dalam kelompok A menurut analisis ABC, dan E (essential)
menurut golongan VEN, mengambarkan obat yang tingkatan kritisnya tinggi, nominal
pemakaian banyak dan jumlah item tinggi. Setelah itu, akan dilakukan pemberian
rekomendasi pemilihan metode pengendalian persediaan obat kategori AE supaya
pengelolaan obat lebih efisien.

5
Unit obat yang dianalisis adalah obat oral (tablet, kaplet, kapsul, sirup), injeksi
dan infus serta obat luar (salep, tetes mata, tetes telinga, suppositoria) yang termasuk
dalam kelompok A dari hasil Analisis ABC, golongan E dari hasil analisis VEN
sehingga didapatkan kelompok obat pasien BPJS Kesehatan klasifikasi AE yang
mengambarkan obat yang tingkatan kritisnya tinggi, nominal pemakaian banyak dan
jumlah item tinggi (Satibi, 2015). Analisis yang dilakukan meliputi analisis ABC, VEN,
nilai persediaan, Re-Order Point (ROP), Inventory Turn Over Ratio (ITOR), Customer
Service Level (CSL), Safety Stock (SS), dan Maximum Level Inventory (Deby, 2013).
Analisis obat klasifikasi AE dilakukan dengan menghitung persentase setiap item
obat kemudian dikelompokkan. Jika nilai persentase 0-75%, maka dikategorikan
sebagai kelompok A. Jika nilai persentase berkisar antara 75-90%, itu dikategorikan
sebagai kelompok B, sedangkan persentase di kisaran 90-100%, dikategorikan sebagai
kelompok C (Satibi, 2015).
Menghitung EOQ obat klasifikasi AE menggunakan persamaan 1.

EOQ √

Persamaan 1. Rumus perhitungan EOQ obat klasifikasi AE.


Keterangan:
Co: Cost per order (sekali pesan) yaitu biaya telepon, kertas dan biaya SDM
Cm: Cost of maintenance atau biaya penyimpanan dari persediaan setahun
S: jumlah permintaan setahun
V: Cost per unit.
Mencari Nilai Persediaan (Inventory Value) menrupakan nilai persediaan dalam
rupiah, data-data yang dibutuhkan yaitu awal pemakaian obat dan sisa persediaan
selanjutnya dikalikan dengan harga. Inventory Turn Over Ratio (ITOR) untuk
mengetahui perputaran anggaran obat dengan menghitung harga pokok penjualan semua
obat dalam kurun waktu tertentu, kemudian dibagi dengan nilai rata-rata persediaan.
Tingkat Pelayanan (Customer Service Level) dihitung jumlah resep yang dilayani, resep
yang tidak terlayani juga dihitung kemudian dibandingkan jumlah resep yang terlayani
dengan resep tertolak dikalikan seratus persen. Analisis Reorder Point (ROP)
merupakan nilai persediaan saat pemesanan dilakukan kembali dengan persamaan d x L,
dimana d = D/ jumlah hari kerja, Jika membangun safety stock maka d = kebutuhan per
hari, D= kebutuhan bulanan, L = waktu tenggang (lead time), SS = stok aman (Safety
stock). Safety Stock secara umum merupakan level pengadaan ulang atau level
persediaan maksimum termasuk dalam persediaan cadangan. stok aman (Safety stock) =
6
(LT x CA) dimana LT = Lead time (waktu tunggu dari pesan obat sampai obat datang),
CA = Consumption Average (rata-rata penggunaan sehari atau sebulan). Maximum level
inventory menunjukkan persediaan mencapai tingkatan yang maksimal. Maximum level
inventory = Stok minimum + (periode pengadaan x rata-rata penggunaan sehari) (Rofiq
et al., 2020)

2.2.2 Metode Morbiditas


Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.
Metode morbiditas memperkirakan keperluan obat–obat tertentu berdasarkan dari
jumlah obat, dan kejadian penyakit umum, dan mempertimbangkan pola standar
pengobatan untuk penyakit tertentu. Metode ini umumnya dilakukan pada program yang
dinaikkan skalanya (scaling up). Metode ini merupakan metode yang paling rumit dan
memakan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena sulitnya pengumpulan data
morbiditas yang valid terhadap rangkaian penyakit tertentu. Tetapi metode ini tetap
merupakan metode terbaik untuk perencanaan pengadaan atau untuk perkiraan anggaran
untuk sistem suplai fasyankes khusus, atau untuk program baru yang belum ada riwayat
penggunaan obat sebelumnya. Faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan
pola penyakit dan lead time (KemenKes, 2019)
Menurut (KemenKes, 2019) Langkah-langkah dalam perhitungan kebutuhan
dengan metode morbiditas:
a. Mengumpulkan data yang diperlukan Data yang perlu dipersiapkan untuk
perhitungan metode morbiditas adalah:
1) Perkiraan jumlah populasi Komposisi demografi dari populasi yang akan
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara:
 0 s.d. 4 tahun
 4 s.d. 14 tahun
 15 s.d. 44 tahun
 > 45 tahun
 Atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa (>12 tahun) dan anak (1 – 12
tahun)
2) Pola morbiditas penyakit
 Jenis penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
 Frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi
pada kelompok umur yang ada.

7
3) Standar pengobatan Obat yang masuk dalam rencana kebutuhan harus disesuaikan
dengan standar pengobatan di rumah sakit.
b. Menghitung kebutuhan jumlah obat, dengan cara jumlah kasus dikali jumlah obat
sesuai pedoman pengobatan dasar. Jumlah kebutuhan obat yang akan datang dihitung
dengan mempertimbangkan faktor antara lain pola penyakit, lead time dan buffer
stock.
Contoh perhitungan dengan metode morbiditas:
Penggunaan oralit pada penyakit diare akut
- Anak-anak
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 15 bungkus oralit @ 200 ml.
Jumlah kasus 180.
Jumlah oralit yang diperlukan = 180 kasus x 15 bungkus = 1.620 bungkus @ 200ml
- Dewasa
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 6 bungkus oralit @ 1 liter.
Jumlah kasus 108 kasus.
Jumlah oralit yang diperlukan = 108 kasus x 6 bungkus = 648 bungkus.

2.2.3 Metode Konsumsi


Prinsip metode konsumsi adalah menghitung kebutuhan obat tahun yang akan
datang berdasarkan pola pemakaian atau pola konsumsi obat tahun lalu (Quick et al.,
2012). Metode ini menunjukkan gambaran banyaknya jenis dan jumlah obat yang
digunakan oleh semua unit pelayanan tertentu untuk mengobati kasus penyakit selama
periode waktu tertentu, misalnya setahun sekali. Metode ini dapat digunakan secara
efektif apabila tersedia data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara
lengkap dan konsumsi di unit pelayanan bersifat konstan dan tidak fluktuatif. Menurut
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010) dalam melakukan penghitungan
kebutuhan obat dengan metode konsumsi ada hala-hal yang harus diperhatikan. Hal
tersebut antara lain : pengumpulan dan pengolahan data; analisa data untuk infromasi
dan evaluasi; penghitungan perkiraan kebutuhan obat; dan penyesuaian jumlah
kebutuhan obat dnegan alokasi dana.
Keakuratan data pemakaian obat menurut (Rumbay et al., 2015) dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
a. Kurangnya tenaga farmasi khususnya Apoteker yang terlatih menyebabkan pekerjaan
kefarmasian terganggu. Pengatahuan petugas pengelola obat tentang manajemen

8
pengelolaan obat menjadi tidak baik. Hal ini dapat mempengaruhi keakuratan data
sehingga menyebabkan perencanaan kebutuhan obat menjadi tidak tepat;
b. Kegiatan koordinasi dan monitoring dari atasan selama pelaksanaan kegiatan
perencanaan kebutuhan dapat memotivasi petugas pengelola obat untuk
menyelesaikan perencanaan kebutuhan secara maksimal dan bertanggungjawab.
Koordinasi dan monitoring dapat membantu petugas pengelolaan obat dalam
melaksanakan perencanaan dan kebutuhan obat dengan baik dan tepat. Selain itu juga
dapat meningkatkan rasa tangung jawab untuk membuat daftar perencanaan kebutuhan
obat di dinas kesehatan yang nantinya didistribusikan ke puskesmas sesuai instruksi
yang disampaikan oleh dinas kesehatan.
Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi. Metode ini
sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam perencanaan sediaan farmasi. Rumah
Sakit yang sudah mapan biasanya menggunakan metode konsumsi. Metode konsumsi
menggunakan data dari konsumsi periode sebelumnya dengan penyesuaian yang
dibutuhkan. Perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan atas analisa data
konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah stok penyangga (buffer stock),
stok waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa stok. Buffer stock dapat
mempertimbangkan kemungkinan perubahan pola penyakit dan kenaikan jumlah
kunjungan (misal: adanya Kejadian Luar Biasa).
Jumlah buffer stock bervariasi antara 10% sampai 20% dari kebutuhan atau
tergantung kebijakan Rumah Sakit. Sedangkan stok lead time adalah stok Obat yang
dibutuhkan selama waktu tunggu sejak Obat dipesan sampai Obat diterima. Untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengumpulan dan pengolahan data
b. Analisis data untuk informasi dan evaluasi
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan Sediaan Farmasi dengan alokasi dana
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi adalah :
• Daftar nama obat
• Stok awal
• Penerimaan
• Pengeluaran
• Sisa stok
• Daftar obat hilang, rusak, kedaluwarsa

9
• Kekosongan obat
• Pemakaian rata-rata obat satu periode
• Waktu tunggu sejak obat dipesan sampai diterima (lead time)
• Stok pengaman (buffer stock)
• Pola kunjungan
Rumus
A ( )
A = Rencana Kebutuhan
B = Stok Kerja (Pemakaian rata-rata x 12 bulan)
C = Buffer stock
D = Lead Time Stock (Lead time x pemakaian rata-rata)
E = Sisa stok
Keterangan :
• Stok Kerja adalah kebutuhan obat untuk pelayanan kefarmasian selama satu periode.
• Buffer stock adalah stok pengaman
• Lead time stock adalah lamanya waktu antara pemesanan obat sampai dengan obat
diterima.
• Lead stock adalah jumlah obat yang dibutuhkan selama waktu tunggu (lead time).
Contoh perhitungan dengan metode konsumsi :
Selama tahun 2018 (Januari–Desember) pemakaian Natrium Diklofenat 50 mg
sebanyak 300.000 tablet. Sisa stok per 31 Desember 2018 adalah 10.000 tablet.
a. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 12 bulan. Pemakaian rata-rata Natrium
Diklofenat 50 mg perbulan selama tahun 2018 adalah 300.000 tab. Jadi stok kerja =
25.000 tab x 12 bulan = 300.000 tablet.
b. Misalkan buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 300.000 tab = 60.000 tablet.
c. Jika pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge
diketahui waktu tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan. Jumlah kebutuhan
obat saat lead time = 1 x 25.000 tablet = 25.000 tablet. Maka Lead time stock (D)
adalah 1 bulan x 25.000 tablet = 25.000 tablet.
d. Sehingga jumlah kebutuhan Natrium Diklofenat 50 mg tahun 2019 adalah: Stok
Kerja + Buffer stock + Lead time stok = B + C + D, yaitu: 300.000 tablet + 60.000
tablet + 25.000 tablet = 385.000 tablet.
e. Jika sisa stok (E) adalah 10.000 tablet, maka Rencana Kebutuhan (A) Natrium
Diklofenat 50 mg untuk tahun 2019 adalah: A=(B+C+D)-E = 385.000 tablet –
10.000 tablet = 375.000 tablet.

10
Jika pernah terjadi kekosongan obat, maka perhitungan pemakaian rata-rata
adalah total pemakaian dibagi jumlah periode pelayanan dimana obat tersedia.
Contoh :
Jika terjadi kekosongan Natrium Diklofenat 50 mg selama 20 hari dalam satu tahun, dan
diketahui pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat 50 mg setahun adalah 300.000 tablet,
maka:
- Pemakaian rata-rata perhari adalah 300.000 tablet ÷ (365 hari-20 hari) = 870 tablet
- Pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat 50 mg perbulan adalah 870 tablet x 30 hari
= 26.000 tablet
Jadi kebutuhan riil Natrium Diklofenat 50 mg selama setahun adalah 26.000 tablet
x 12 = 312.000 tablet.
Kendala yang sering dihadapi dalam proses pengadaan obat adalah kurangnya
ketersediaan dana, birokrasi, lemahnya metode peramalan kebutuhan dan transportasi
obat dari pemasok ke pengguna. Sarana fasilitas kesehatan contohnya seperti rumah
sakit perlu melakukan penyesuaian sistem informasi untuk menghasilkan informasi
mengenai jumlah penggunaan setiap dalam periode tertentu agar memudahkan dalam
penyusunan kebutuhan obat dan perlu menerapkan metode pengendalian persediaan
untuk menghindari stock out dan pembelian cito.
Metode konsumsi memiliki kelebihan diantaranya tidak membutuhkan data
morbiditas dan standar pengobatan, penghitungan lebih sederhana, dan dapat diandalkan
jika pencatatan baik. Kekurangan metode konsumsi yaitu data konsumsi obat seperti
kontak dengan pasien sulit, tidak dapat dijadikan dasar pengkajian penggunaan obat,
tidak dapat diandalkan jika terjadi perubahan pada pola penyakit karena metode ini
hanya mengacu pada pemakaian obat sebelumnya (Rahmawatie & Santosa, 2015).

2.2.4 Metode VEN


Analisis Vital, Esensial dan Non Esensial (VEN) Analisis vital, esensial dan non
esensial merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat
yang terbatas adalah dengan menggelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak
tiap jenis obat pada kesehatan (Departemen Kesehatan RI., 2010)
Analisis vital, esensial dan non esensial digunakan untuk membuat prioritas
pembelian obat-obatan dan untuk menjaga persediaan. Obat-obatan dibagi berdasarkan
dampaknya pada kesehatan yaitu Vital (V), Esensial (E) dan NonEsensial (N)
(Departemen Kesehatan RI., 2010)
1. Kelompok V

11
Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial (vital), yang
termasuk kelompok ini antara lain
• Obat penyelamat hidup (life saving drug)
• Obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin dan lain-lain).
• Obat-obatan untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
Contoh obat yang termasuk jenis obat Vital adalah adrenalin, ATS, insulin, obat
jantung
2. Kelompok E
Kelompok E adalah kelompok obat-obatan yang bersifat kausal yaitu obat yang
efektif dan signifikan bekerja pada sumber penyakit tetapi tidak sepenting obat vital
untuk disediakan.
Contoh : antibiotik, obat gastrointestinal, analgetik
3. Kelompok N
Kelompok N merupakan obat penunjang yaitu obat yang bekerjanya ringan adan
biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan
ringan atau penyakit yang dapat diatasi sendiri. Termasuk kelompok berkhasiat
namaun tidak terlalu penting untuk disediakan.
Contoh : antibiotik, obat gastrointestinal, analgetik
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan antara lain untuk :
• Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dan yang tersedia. Obatobatan
yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokan obat
menurut VEN.
• Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat masuk kelompok V agar diusahakan
tidak trerjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan
terlebih dahulu kriteria penentuan VEN.
Kriteria sebaiknya disusun suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu
dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun
dapat mencakup berbagai aspek antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2011).
➢ Klinis
➢ Konsumsi
➢ Target kondisi
➢ Biaya
Manfaat Metode VEN
❑ Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.

12
❑ Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok vital agar
diusahakan tidak terjadi kekosongan obat.
❑ Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria penentuan
VEN. Dalam penentuan kriteria perlu mempertimbangkan kebutuhan masing-masing
spesialisasi.
❑ Penentuan Kritera VEN oleh Tim Farmasi & Terapi

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Tahapan dalam proses perencanaan kebutuhan obat yaitu persiapan, pengumpulan
data, analisa terhadap usulan kebutuhan, menyusun dan menghitung rencana
kebutuhan obat menggunakan metode yang sesuai, melakukan evaluasi rencana
kebutuhan menggunakan analisis yang sesuai, revisi rencana kebutuhan obat (jika
diperlukan) serta IFRS menyampaikan draft usulan kebutuhan obat ke manajemen
instansi untuk mendapatkan persetujuan.
2. Metode perhitungan kebutuhan obat antara lain metode pareto ABC, morbiditas,
konsumsi dan VEN.

3.2 SARAN
Kami berharap makalah ini dapat membantu para apoteker dalam mempelajari
manajemen perencanaan dan metode perhitungan kebutuhan dalam distribusi obat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani Ningsih, Achmad Fudholi, Sumarni. 2015. Hubungan Penerapan Elektronik


Katalog Terhadap Efisiensi Pengadaan dan Ketersediaan Obat. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi. 5:241-248.

Deby. 2013. Pengaruh Pengendalian Obat Dan Analisis ABC, EQQ dan RTOP Terhadap
Efisiensi Pengelolaan Obat Alkes Klasifikasi A di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Undata Palu, Tesis, Program Studi S2 Ilmu Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.

Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI. 2010. Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Binakefarmasian dan Alat
Kesehatan Kemenkes RI

Kemenkes RI No. 1121/Menkes/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan Obat Publik dan


Perbekalan Kesehatan.

Kementerian Kesehataan Republik Indonesia. 2010. Materi Pelatihan Kefarmasian di


Puskesmas. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktrorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

KemenKes. (2019). Petunjuk Teknis Standar pelayanan Kefarmasian di Apotek. Angewandte


Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 5–24.
KEMENKES RI 2019. (2019). Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dan
Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit.
Quick, J. D., Embrey, M., Dukes, G. & Musungu, S. 2012. Managing Access To Medicines
and Other Health Technologies. USA : Management Science For Health.

Rahmawatie, E., & Santosa, S. (2015). Sistem Informasi Perencanaan Pengadaan Obat Di
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Pseudocode, 2(1), 45–52.
https://doi.org/10.33369/pseudocode.2.1.45-52
Rofiq, A., Oetari, & Pamudji widodo, G. (2020). Analisis Pengendalian Persediaan Obat
Dengan Metode ABC , VEN dan. Journal of Pharmaceutical Science and Clinical
Research, December 2018, 97–109. https://doi.org/10.20961/jpscr.v5i2.38957
Rumbay, I. N., Kandou, G. D., & Soleman, T. (2015). Analisis Perencanaan Obat di Dinas
Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Jikmu, 5(2b), 469–478.
Satibi. (2015). Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakata: Gadjah Mada University Press.

15
Sistem Informasi Perencanaan Pengadaan Obat Di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.
2015. Jurnal Pseudocode, Volume 2 Nomor 1. Semarang : Program Pascasarjana,
Universitas Dian Nuswantoro 2 Politeknik Negeri Semarang.

Siregar, Ch.J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit. Teori dan Terapan. Penerbit buku kedokteran
ECG. Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai