Anda di halaman 1dari 26

Gudang farmasi adalah tempat penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan peliharaan berupa obat,

alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.(seperti DDT, pompa, pipa, perbekalan KB, susu
bubuk,dll) yang tujuannya untuk melaksanakan program kesehatan di Kabupaten/kota yang
bersangkutan.

Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten/kota

Yaitu melaksanakan pengelolaan,penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi


dan alat kesehatan yang diperlukan.pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan
kesehatan masyarakat di kabupaten/kota

Fungsi Gudang Farmasi di Kabupaten/kota

1). Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian obat, alat kesehatan, dan perbekalan
farmasi.

2). Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat secara umum baik yang ada dalam persediaan
maupun yang didistribusikan

3). Melakukan urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian dan urusan dalam.

DDT (Dichloro Diphenyl Trichlorethane) adalah insektisida ‘tempo dulu’ yang pernah disanjung ‘setinggi
langit’ karena jasa-jasanya dalam mengendalikan berbagai penyakit yang ditularkan oleh vektor
serangga hama. Namun, di balik keberhasilannya tersebut, penggunaan pestisida jenis ini ternyata
banyak menimbulkan kontroversi.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengizinkan penggunaan kembali insektisida DDT untuk mengendalikan
penularan penyakit malaria. Izin dikeluarkan akhir pekan lalu setelah selama 30 tahun bahan kimia itu
dilarang beredar karena resiko kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkannya. Dalam pernyataannya,
WHO mengakui Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT) memiliki peran ampuh dalam memerangi
penyebaran virus plasmodium oleh nyamuk. WHO kini merekomendasikan penggunaannya di dalam
ruangan, tidak hanya di wilayah endemik tapi juga di wilayah lainnya dengan penularan yang konstan
dan tinggi. Itu

Latar belakang

Fasilitas penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu bagian dari sistem suplai obat. Gudang
merupakan tempat pemberhentian sementara barang sebelum dialirkan, dan berfungsi mendekatkan
barang kepada pemakai hingga menjamin kelancaran permintaan dan keamanan persediaan.Fasilitas
penyimpanan dan pengiriman dapat dimanfaatkan secara optimal bila kegiatan lain dalam sistem suplai
obat (seperti seleksi obat, perencanaan biaya dan pengadaan) ditetapkan secara tepat.

Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat
dengan jenis dan jumlah yang cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.
Oleh karena itu, pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang peranan
yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat untuk
pelayanan kesehatan dasar.

Dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis
di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi
Kabupaten (GFK) dengan segala implikasinya, minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula.
Dalam artian ada penanggung jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan obat dan juga sarana baik
gedung, compute maupun kendaraan roda empat.

Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengadaan,
penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan (Quick et al., 1997). Pengadaan obat adalah salah
satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Tujuan pengadaan obat adalah
tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang
terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan yang merupakan salah satu fungsi dari pengelolaan obat
harus dilaksanakan sebaik mungkin sehingga obat yang telah direncanakan sesuai dengan kebutuhan,
tepat sasaran dan tepat guna. Untuk mendukung hal ini, perencanaan obat secara terpadu antara obat
untuk pelayanan kesehatan dasar dengan obat program merupakan langkah yang harus dilakukan agar
tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan dan pengadaan obat di sektor publik.

Dari latar belakang tersebut, menurut kalian sebelum materi nya lebih jauh ibu jelaskan pada tampilan
slide yg akan ibu share nnti,

1. Bagaimana cara peningkatan efisiensi dan efektifitas gudang untuk meningkatkan kinerja kerja?

3. Bagaimana cara penyimpanan obat yg seharusnya terlaksana di gudang farmasi ?

Pembagian Tugas Dan Fungsi Gudang Farmasi


Keberadaan Gudang Farmasi di Kabupaten/Kota yang sifatnya seragam di seluruh Indonesia pada
dasarnya untuk menjamin pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan khususnya dipelayanan
kesehatan dasar, dapat menjamin ketersediaan obat dan aksesibilitas publik terhadap obat. Akan
tetapi organisasi yang seragam mungkin di era otonomi daerah dianggap tidak cocok lagi
mengingat masing-masing daerah mempunyai kebutuhan lokal spesifik yang berbeda antara satu
Kabupaten/Kota dengan yang lainnya. Sehingga perubahan organisasi pengelolaan obat banyak
dilakukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota maupun Provinsi.

Kebutuhan dimaksud misalnya adalah pengelolaan obat publik tidak hanya mencakup pelayanan
kesehatan dasar tetapi termasuk juga pelayanan rujukan. Disisi lain ada keterbatasan tenaga apoteker
terlatih, sementara ada keinginan terciptanya pengelolaan obat yg efektif dan efisien. Maka
pengembangan organisasi membutuhkan cukup banyak apoteker dan asisten apoteker. Ditempat
lain mungkin keberadaan Gudang Farmasi sudah dianggap memadai untuk mengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan yang ada di wilayahnya.

Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan,


penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan kesehatan,pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat
di Kabupaten/ Kota madya sesuai dengan petunjuk Kakandepkes Kabupaten/Kodya.

1. Fungsi Gudang Farmasi di Kabupaten/ Kodya:

a. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan
perbekalan farmasi.

b. Melakukan penyiapan,penyusunan rencana,pencatatan dan pelaporan mengenai persediaan dan


penggunaan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
c. Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat secara umum baik yang ada dalam persedian
maupun yang didistribusikan.

d. Melakukan urusan tata usaha keuangan kepegawaian dan urusan dalam. GFK merupakan titik
sentral pengelolaan obat di Daerah tingkat II. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisien pengelolaan
obat diperlukan adanya koordinasi dengan unit-unit yang terkait langsung antara lain Pemda Dati
II,Dinas Kesehatan Dati II,Kandep Trans,PHB Cabang.

2. Manfaat

Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kabupaten atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang meliputi aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusiaan dan
penggunaan obat. Aspek Pengelolaan Obat meliputi:

a. Perencanaan Pengadaan : meliputi kegiatan penentuan jenis perhitungan dan penetapan jumlah
untuk setiap jenis obat yang akan disediakan dengan metode perhitungan yang akan telah ditetapkan.

b. Pengadaan : meliputi perencanaan pengadaan, pelaksanaan pembelian,pemantauan status


pesanan, pemeriksaan penerimaan dan pemeliharaan mutu obat.

c. Distribusi : meliputi kegiatan pengendaliaan persediaan, penyimpanan, pengeluaran dan


pengiriman obat.

d. Penggunaan : meliputi peresepan, dispesing dan penerimaan pasien. Proses perencanaan


pengadaan obat di Kabupaten/Kodya diawali di tingkat Puskesmas dengan menyiapkan dan
menyediakan data yang diperlukan dan selanjutnya dikompilasi menjadi data Kab/Kodya dengan teknik
perhitungan yang telah ditentukan.

ha,keuangan,kepegawaian dan urusan dalam. (undang-undang kesehatan jilid 1kelas 1)

. Pengertian dan Kedudukan Gudang Farmasi

Gudang farmasi adalah tempat penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pemeliharaan


barang persediaan berupa obat, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya. Kedudukan gudang
farmasi sebagai unit pelaksana teknis dalam lingkungan Depkes yang berada di bawahdan bertanggung
jawab langsung kepada Ka. Dinas Kesehatan.

2.2. Meningkatkan Efisiensi

Efisiensi kerja di gudang dapat ditingkatkan melalui :

a. Memanfaatkan penggunaan ruang gudang yang tersedia dan ruangan lain secara maksimum
b. Memanfaatkan volume ruang yang ada secara optimum dengan memanfaatkan tinggi ruangan
dengan tetap memperhatikan ketentuan penumpukan barang

c. Pengaturan rak, pallet dan jarak antara rak dan pallet sedemikian rupa sehingga arus barang /
karyawan menjadi lebih cepat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mutasi barang menjadi lebih
singkat

d. Kondisi kerja

Untuk meningkatkan kinerja perlu diperhatikan hal berikut :

§ Ventilasi yang cukup merupakan faktor penting dalam merancang gudang agar kondisi kerja dapat
lebih baik

§ Kebersihan ruang kerja

§ Fasilitas kebersihan

§ Ruang istirahat

e. Pedoman kerja yang rinci dan mudah dipahami serta uraian tugas untuk masing-masing petugas
yang baik merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan efisiensi kerja

f. Supervisi yang berkesinambungan sehingga semua karyawan mempunyai tanggung jawab dalam
melaksanakan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi

g. Pelatihan baik bersifat manajerial maupun fungsional yang berkesinambungan

2.3.Penyimpanan Obat

Kegiatan penyimpanan obat meliputi :

1. Pengaturan tata ruang

2. Penyusunan stok obat

3. Pencatatan stok obat

4. Pengamatan mutu obat

1. Pengaturan Tata Ruang


Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan
obat-obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut :

a. Kemudahan bergerak

Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut :

1) Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi
pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah
gerakan.

2) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat ditata berdasarkan
sistem :

· Arus garis lurus

· Arus U

· Arus L

b. Sirkulasi udara yang baik

Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup
didalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus
bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC,
namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan
kipas angin. Apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.

c. Rak dan Pallet

Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan
gerakan stok obat.

Penggunaan pallet memberikan keuntungan :

ü Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir

ü Peningkatan efisiensi penanganan stok

ü Dapat menampung obat lebih banyak

ü Pallet lebih murah dari pada rak


d. Kondisi penyimpanan khusus

v Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran
listrik.

v Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.

v Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan khusus,
sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk.

e. Pencegahan kebakaran

Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, kartun dan
lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau.

2. Penyusunan Stok Obat

Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, apabila tidak memungkinkan obat yang
sejenis dapat dikelompokkan menjadi satu.

Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Gunakan prinsip FIFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang pertama diterima harus pertama
juga digunakan sebab umumnya obat yang datang pertama biasanya juga diproduksi lebih awal dan
akan kadaluwarsa lebih awal pula.

2) Susun obat yang berjumlah besar di atas pallet atau diganjal dengan kayu secara rapi dan teratur.

3) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obatan yang berjumlah sedikit tetapi
mahal harganya.

4) Susun obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada
tempat yang sesuai.

5) Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan obat-obatan untuk
pemakaian luar.

6) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi

7) Apabila gudang tidak mempunyai rak maka dus-dus bekas dapat dimanfaatkan sebagai tempat
penyimpanan.
8) Barang-barang yang memakan tempat seperti kapas dapat disimpan dalam dus besar, sedangkan
dus kecil dapat digunakan untuk menyimpan obat-obatan dalam kaleng atau botol.

9) Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box masing-masing, ambil
seperlunya dan susun dalam satu dus bersama obat-obatan lainnya. Pada bagian luar dus dapat dibuat
daftar obat yang disimpan dalam dus tersebut.

10) Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka perlu dilakukan rotasi stok agar obat
tersebut tidak selalu berada dibelakang yang dapat menyebabkan kadaluwarsa.

3. Pencatatan Stok Obat

Pencatatan dan Kartu Stok

v Fungsi :

a) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau
kadaluwarsa)

b) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis obat yang berasal
dari 1 (satu) sumber dana.

c) Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi obat

d) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan-distribusi dan
sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya.

v Kegiatan yang harus dilakukan :

1. Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan

2. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari

3. Setiap terjadi mutasi obat ( penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/ daluwarsa ) langsung dicatat
di dalam kartu stok

4. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan

v Informasi yang didapat :

1) Jumlah obat yang tersedia (sisa stok)

2) Jumlah obat yang diterima


3) Jumlah obat yang keluar

4) Jumlah obat yang hilang/rusak/daluwarsa

5) Jangka waktu kekosongan obat

v Manfaat informasi yang didapat :

a) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan obat

b) Perencanaan pengadaan dan penggunaan

c) Pengendalian persediaan

ü Obat disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut :

i. Obat dalam jumlah besar ( bulk ) disimpan diatas pallet atau


ganjal kayu secara rapi, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik, berat,
bulat, segi empat dan lain-lain).

ii. Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus


jelas sehingga memudahkan pengeluaran dan perhitungan.

iii. Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift


untuk obat-obat berat.

iv. Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan dalam
lemari terkunci dipegang oleh petugas Penyimpanan.

v. Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi ( rak, lemari dan lain-
lain ).

vi. Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus disimpan
dalam tempat khusus. Contoh : Eter, Film dan lain-lain.

ü Obat-obat disimpan menurut sistem FIFO ( First In First Out ).

ü Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan diletakkan bersama obat pada lokasi
penyimpanan.

ü Bagian judul pada kartu Stok diisi dengan dengan :

· Nama obat

· Kemasan

· Isi kemasan
ü Kolom-kolom pada Kartu Stok diisi sebagai berikut :

· Tanggal penerimaan atau pengeluaran.

· Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran.

· Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim.

· No. Batch/No. Lot.

· Tanggal kadaluwarsa

· Jumlah penerimaan

· Jumlah pengeluaran

· Sisa stok

· Paraf petugas yang mengerjakan

Catatan :

Pada akhir bulan sedapat mungkin kartu stok ditutup, sekaligus untuk memeriksa kesesuaian
antara catatan dengan keadaan fisik. Untuk melakukan hal ini maka pada setiap akhir bulan beri tanda
atau garis dengan warna yang berbeda dengan yang biasa digunakan, misalnya warna merah.

KARTU STOK

Nama Barang : ……………………………..

Kemasan : ……………………………..

Isi Kemasan : ……………………………..

Satuan : ……………………………..
Lokasi : …………………………….

Harga/kemasan : Rp. ………………….

Tanggal

Dokumen

Dari/Kepada

No. Batch/ No. Lot

Kadalu warsa

Penerimaan

Pengeluaran

Sisa Stok

Paraf
3. Dokumen-dokumen/ Formulir yang harus ada di Gudang Farmasi saat terjadi pengelolaan obat di
Dati II sebagai berikut:

a. Dokumen pada saat perencanaan pengadaan obat.

- Formulir I :Kartu kompilasi pemakaian obat

- Formulir II :Data 10 Penyakit terbesar

- Formulir III :Lembar kerja perencanaan pengadaan obat

- Formulir IV :Penyesuaian rencana pengadaan obat (untuk semua sumber anggaran)

b. Dokumen pada saat pengadaan barang.

- Formulir V :Berita acara pemeriksaan penerimaan obat.

- Formulir Va :Lampiran berita acara pemeriksaan penerimaan obat.

- Formulir VI :Buku harian penerimaan obat.

- Formulir VII :Formulir realisasi pengadaan obat.

c. Dokumen pada saat penyimpanan barang.

- Formulir VIII :Kartu stok

- Formulir IX :Kartu stok indukd. Dokumen pada saat distribusi obat.

- Formulir X :Kartu rencana distribusi

- Formulir XI :Buku harian pengeluaran obat

- Formulir XII :Lembaran pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO)

- Formulir XIII :Form surat kiriman obate. Dokumen pada saat pencatatan dan pelaporan.

- Formulir XIV :Laporan mutasi obat

- Formulir XV :Laporan kegiatan distribusi

- Formulir XVI :Berita acara pencacahan akhir tahun anggaran

- Formulir XVIa :Laporan pencacahan obat akhir tahun anggaran

- Formulir XVII :Berita acara pemeriksaan/penelitian obat untuk dihapus

- Formulir XVIIa : Lampiran laporan berita acara pemeriksaan / penelitian obat untuk dihapus.
4. Tata cara Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi Kabupaten. Tahapan Kegiatan
Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi Kabupaten meliputi:

a. Perencanaan

b. Pengadaan

c. Penyimpanan

d. Distribusi

e. Pencatatan

f. Penggunaan

g. Penghapusan obat

(Manajemen farmasi kelas XII edisi 2009) Pengelolaan obat di gudang farmasi di tingkat kabupaten kota
dilakukan sebagai berikut:

1. Melakukan penerimaan,penyimpaan,pemeliharaan,dan pendistribusikan obat,alat kesehatan dan


perbekalan farmasi

2. Melakukan penyimpanan,penyusunan,rencana pencatatan dan pelaporan mengenai mengenai


persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi.

3. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum dan baik yang ada dalam
persediaan maupun yang akan didistribusikan.d. Melakukan urusan tata usa
4. Pengamatan Mutu Obat

Istilah mutu obat dalam pelayanan farmasi berbeda dengan istilah mutu obat secara ilmiah, yang
umumnya dicantumkan dalam buku-buku standard seperti farmakope. Secara teknis, kriteria mutu obat
mencakup identitas, kemurnian, potensi, keseragaman, dan ketersediaan hayatinya.

§ Identity. Untuk setiap obat yang dibelanjakan harus dijamin bahwa isi kandungannya benar. Misalnya
saja, bahwa kapsul Amoksisilin 250 mg. harus berisi Amoksisilin murni 250 mg tanpa tambahan bahan
lainnya. Demikian pula halnya dengan kemasan. Bahwa kemasan yang dilabel sama harus pula berisi
obat dengan kandungan yang sama pula.

§ Kemurnian. Beberapa jenis obat memang memerlukan bahan tambahan untuk membentuk sediaan
yang dikehendaki. Untuk itu harus dijamin bahwa di dalam sediaan tersebut tidak terdapat bahan
tambahan yang berbahaya atau dapat mengganggu stabilitas obat. Pengemasan obat yang serampangan
(misalnya memasukkan bahan obat ke dalam kapsul melalui proses tidak steril) akan memberikan risiko
kontaminasi bakteri atau jasad renik lainnya. Dalam praktek, kita sering menjumpai bahwa pusat
pelayanan kesehatan primer membuat berbagai jenis pulvis dalam jumlah besar untuk penyakit
tertentu, misalnya ISPA. Dari segi kepraktisan tentu saja dapat diterima, tetapi dari segi jaminan mutu,
hal ini perlu dipertanyakan.

§ Potensi. Setiap sediaan obat harus berisi kandungan obat yang sesuai dengan yang tertera dalam
label. Secara teknis umumnya ditetapkan bahwa kandungan obat adalah dalam rentang tertentu.
Sebagai contoh hidroklorotiazide 100 mg bisa saja mengandung hidroklorotiazide sebesar 95 s.d 110 mg.
Yang jelas bahwa potensi obat harus tetap sama untuk setiap dosis yang tertera dalam label.

§ Keseragaman. Secara fisik, bentuk, warna, konsistensi, ukuran tablet, kapsul, krim, dan cairan
sebaiknya seragam antara satu dengan lain obat. Meskipun komponen ini tidak mempengaruhi efikasi
dan keamanan obat, tetapi mungkin berpengaruh dalam segi penerimaan oleh pasien, dokter, maupun
farmasis.

§ Ketersediaan hayati. Ketersediaan hayati obat mencerminkan kecepatan dan luasnya absorpsi obat
oleh tubuh berdasarkan dosis dan sediaan yang diminum. Ketersediaan hayati obat ini harus tidak
berbeda antara obat generik maupun obat paten untuk isi kandungan yang sama, atau disebut
bioekuivalen. Untuk itu harus dijamin bahwa setiap obat yang dibelanjakan harus memiliki ketersediaan
hayati sesuai dengan standard (informasi mengenai standard ini dapat diperoleh dari farmakope). Yang
jelas, bahwa setiap obat cukup adekuat untuk memberikan efek klinik yang diharapkan.

B. LANDASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI

1. Landasan Kebijakan

Untuk mencapai tujuan KONAS ditetapkan landasan kebijakan yang merupakan penjabaran dari prinsip
dasar SKN, yaitu :

a. Obat harus diperlakukan sebagai komponen yang tidak tergantikan dalam pemberian pelayanan
kesehatan. Dalam kaitan ini aspek teknologi dan ekonomi harus diselaraskan dengan aspek sosial dan
ekonomi.

b. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat esensial
yang dibutuhkan masyarakat.

c. Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk menjamin agar pasien
mendapat pengobatan yang rasional.

d. Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian obat, sedangkan pelaku


usaha di bidang obat bertanggung jawab atas mutu obat sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas
pengawasan dan pengendalian yang menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan secara profesional,
bertanggung jawab, independen dan transparan.

e. Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi obat yang benar, lengkap dan tidak
menyesatkan. Pemerintah memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
pengobatan.

2. Strategi

a. Ketersediaan, Pemerataan dan Keterjangkauan Obat Esensial

Akses obat esensial bagi masyarakat secara garis besar dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu
penggunaan obat yang rasional, harga yang terjangkau, pendanaan yang berkelanjutan, dan sistem
kesehatan serta sistem penyediaan obat yang dapat diandalkan. Berdasarkan pola pemikiran di atas
ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial dicapai melalui strategi berikut :

d. Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat . Pengawasan dan pengendalian obat mulai dari
impor, produksi hingga ke tangan pasien, merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai
maksud tersebut dilakukan strategi sebagai berikut :
e. Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan oba Pengawasan dan pengendalian obat mulai dari impor,
produksi hingga ke tangan pasien, merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud
tersebut dilakukan strategi sebagai berikut :

C. POKOK-POKOK DAN LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN

1. Sasaran Pembiayaan Obat :

Hal utama yang menjamin tersedianya obat esensial bagi masyarakat adalah terjaminnya pembiayaan
yang memadai secara berkelanjutan. Penyediaan biaya yang memadai dari pemerintah sangat
menentukan ketersediaan dan keterjangkauan obat esensial oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan obat semakin tidak terjangkau bila sarana pelayanan kesehatan sektor publik
dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah. Salah satu upaya untuk menjamin pembiayaan obat bagi
masyarakat, adalah bila semua anggota masyarakat dicakup oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional.

2. Langkah Kebijakan :

a. Penetapan target pembiayaan obat sektor publik secara nasional (WHO menganjurkan alokasi
sebesar minimal US $ 2 per kapita).

b. Pengembangan mekanisme pemantauan pembiayaan obat sektor publik di daerah.

c. Penyediaan anggaran obat untuk program kesehatan nasional.

d. Penyediaan anggaran Pemerintah dalam pengadaan obat buffer stock nasional untuk kepentingan
penanggulangan bencana, dan memenuhi kekurangan obat di kabupaten/kota.

e. Penyediaan anggaran obat yang cukup yang dialokasikan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan dari
sumber yang lain.
f. Penerapan skema JKN ? dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya harus
menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna.

g. Pembebanan retribusi yang mungkin dikenakan kepada pasien di Puskesmas harus dikembalikan
sepenuhnya untuk pelayanan kesehatan termasuk untuk penyediaan obat.

h. Penerimaan bantuan obat dari donor untuk menghadapai keadaan darurat, sifatnya hanya sebagai
pelengkap. Mekanisme penerimaan obat bantuan harus mengikuti kaidah internasional maupun
ketentuan dalam negeri.

D. KETERSEDIAAN DAN PEMERATAAN OBAT

1. Sasaran

Obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, terutama obat esensial senantiasa tersedia.
Ketersediaan dan pemerataan peredaran obat, terutama obat esensial secara nasional harus dijamin
oleh pemerintah. Kemandirian tidak mungkin dicapai dalam pasar yang mengglobal. Pemerintah perlu
memberi kemudahan pada industri lokal yang layak teknis dan yang dapat menunjang perekomian
nasional melalui berbagai upaya dan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Sementara itu efisiensi
dan efektivitas sistem distribusi perlu ditingkatkan terus untuk menunjang ketersediaan, keterjangkauan
dan pemerataan obat yang berkelanjutan. Sarana dan prasarana yang telah dikembangkan pada waktu
yang lalu seperti Gudang Farmasi Kabupaten/Kota perlu direvitalisasi guna menunjang ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan obat.

2. Langkah Kebijakan :

a. Pemberian insentif kepada industri obat jadi dan bahan baku dalam negeri tanpa menyimpang dari
dan dengan memanfaatkan peluang yang ada dalam perjanjian WTO.

b. Peningkatan ekspor obat untuk mencapai skala produksi yang lebih ekonomis untuk menunjang
perkembangan ekonomi nasional. Pemerintah mengupayakan pengakuan internasional atas sertifikasi
nasional, serta memfasilitasi proses sertifikasi internasional.

c. Peningkatan kerjasama regional, baik sektor publik maupun sektor swasta, dalam rangka
perdagangan obat internasional untuk pengembangan produksi dalam negeri.

d. Pengembangan dan produksi fitofarmaka dari sumber daya alam Indonesia sesuai dengan kriteria
khasiat dan keamanan obat.
e. Peningkatan efektivitas dan efisiensi distribusi obat melalui regulasi yang tepat untuk ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan peredaran obat.

f. Peningkatan pelayanan kefarmasian melalui peningkatan profesionalisme tenaga farmasi sesuai


dengan standar pelayanan yang berlaku.

g. Pemberian insentif untuk pelayanan obat di daerah terpencil.

h. Pengembangan mekanisme pemantauan ketersediaan obat esensial dan langkah-langkah


perbaikan.

i. Ketersediaan obat sektor publik:

j. Penyediaan obat dalam keadaan darurat

k. Penyediaan obat di daerah terpencil, perbatasan, dan rawan bencana serta orphan drug diatur
secara khusus oleh pemerintah.

E. KETERJANGKAUAN

1. Sasaran

Harga obat terutama obat esensial terjangkau oleh masyarakat. Upaya untuk keterjangkauan atau akses
obat di upayakan dari dua arah, yaitu dari arah permintaan pasar dan dari arah pemasok. Dari arah
permintaan diupayakan melalui penerapan Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat generik.
Penerapan Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat generic dilakukan melalui berbagai upaya, antara
lain promosi penggunaan obat generik di setiap tingkat pelayanan kesehatan, pengaturan, pengelolaan
obat di sektor publik.

Sementara itu penerapan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat meningkatkan keterjangkauan
obat, terutama obat esensial bagi masyarakat. Oleh karena itu penerapan JKN harus terus diupayakan
semaksimal mungkin. Untuk mendapatkan harga yang lebih terjangkau di sektor publik, di lakukan
melalui pengadaan dalam jumlah besar atau pengadaan bersama. Dari segi pasokan ditempuh berbagai
upaya, antara lain dengan penyusunan kebijakan mengenai harga obat, terutama obat esensial dan
pengembangan sistem informasi harga serta menghindarkan adanya monopoli. Oleh karena akses
terhadap obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia, maka obat esensial selayaknya
dibebaskan dari pajak dan bea masuk.
2. Langkah Kebijakan :

a. Peningkatan penerapan Konsep Obat Esensial dan Program Obat Generik:

b. Pelaksanaan evaluasi harga secara periodik dalam rangka mengambil langkah kebijakan mengenai
harga obat esensial dengan :

c. Pemanfaatan pendekatan farmako-ekonomik di unit pelayanan kesehatan untuk meningkatkan


efisiensi.

d. Melaksanakan lisensi wajib obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku.

e. Pengembangan sistem informasi harga obat.

f. Pengembangan sistem pengadaan obat sektor publik yang efektif dan efisien.

g. Penghapusan pajak dan bea masuk untuk obat esensial.

h. Pengaturan harga obat esensial untuk menjamin keterjangkauan harga obat.

F. PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL

1. Sasaran

Penggunaan obat dalam jenis, bentuk sediaan, dosis dan jumlah yang tepat dan disertai informasi yang
benar, lengkap dan tidak menyesatkan. Penggunaan obat yang rasional merupakan salah satu langkah
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Pada umumnya penggunaan obat di sarana
pelayanan kesehatan belum rasional. Untuk mengatasi permasalahan penggunaan obat yang tidak
rasional perlu dilakukan pemantauan penggunaan obat agar dapat diketahui tipe ketidakrasionalan,
besarnya permasalahan, penyebab penggunaan obat yang tidak rasional, agar dapat dipilih strategi yang
tepat, efektif, dan layak untuk dilaksanakan.

Upaya penggunaan obat secara rasional harus dilaksanakan secara sistematis di semua tingkat
pelayanan kesehatan dengan menggunakan strategi yang telah terbukti berhasil.
2. Langkah Kebijakan :

a. Penyusunan pedoman terapi standar berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang di revisi secara berkala.

b. Pemilihan obat dengan acuan utama DOEN.

c. Pembentukan dan atau Pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi di rumah sakit.

d. Pembelajaran farmakoterapi berbasis klinis dalam kurikulum S1 tenaga kesehatan.

e. Pendidikan berkelanjutan sebagai persyaratan pemberian izin menjalankan kegiatan profesi.

f. Pengawasan, audit dan umpan balik dalam penggunaan obat.

G. PENGAWASAN OBAT

1. Sasaran

- Obat yang beredar harus memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu.

- Masyarakat terhindar dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.

Pengawasan obat merupakan tugas yang kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan
yaitu pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
lembaga pemerintah untuk melakukan pengawasan, antara lain adanya dasar hukum, sumber daya
manusia dan sumber daya keuangan yang memadai, akses terhadap ahli, hubungan internasional,
laboratorium pemeriksaan mutu yang terakreditasi, independen, dan transparan.

Sasaran pengawasan mencakup aspek keamanan, khasiat, dan mutu serta keabsahan obat dalam rangka
melindungi masyarakat terhadap penyalahgunaan dan salah penggunaan obat sebagai akibat dari
kurangnya pengetahuan, informasi dan edukasi masyarakat yang harus ditangani secara lintas sektor
dan lintas program.

2. Langkah Kebijakan :

a. Penilaian dan pendaftaran obat

b. Penyusunan dan penerapan standar produk dan sistim mutu

c. Perizinan dan sertifikasi sarana produksi dan distribusi


d. Inspeksi sarana produksi dan sarana distribusi

e. Pengujian mutu dengan laboratorium yang terakreditasi.

f. Pemantauan promosi obat

g. Surveilans dan vijilan paska pemasaran

h. Penilaian kembali terhadap obat yang beredar.

i. Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat serta pengembangan tenaga dalam jumlah
dan mutu sesuai dengan standar kompetensi.

j. Pembentukan Pusat Informasi Obat di pusat dan daerah untuk intensifikasi penyebaran informasi
obat.

k. Peningkatan kerjasama regional maupun internasional

l. Pengawasan obat palsu dan obat seludupan (tidak absah).

m. Pengembangan peran serta masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dari obat yang tidak
memenuhi syarat, obat palsu, dan obat ilegal melalui upaya komunikasi, informasi, dan edukasi.

H. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

1. Sasaran

Menunjang penerapan KONAS melalui pembentukan mekanisme pemantauan dan evaluasi kinerja serta
dampak kebijakan, guna mengetahui hambatan dan penetapan strategi yang efektif. Penerapan KONAS
memerlukan pemantauan dan evaluasi secara berkala. Hal ini penting untuk melakukan antisipasi atau
koreksi terhadap perubahan lingkungan dan perkembangan yang begitu kompleks dan cepat yang
terjadi di masyarakat. Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari
kegiatan pengembangan kebijakan. Dari pemantauan kebijakan akan dapat dilakukan koreksi yang
dibutuhkan.

Sedangkan evaluasi kebijakan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan,


melaporkan luaran (output), mengukur dampak (outcome), mengevaluasi pengaruh (impact) pada
kelompok sasaran, memberikan rekomendasi dan penyempurnaan kebijakan.
2. Langkah Kebijakan

a. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala, paling lama setiap 5 tahun.

b. Pelaksanaan dan indikator pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat bekerjasama dengan
WHO atau pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan negara lain.

c. Pemanfaatan hasil pemantauan dan evaluasi untuk :

- Tindak lanjut berupa penyesuaian kebijakan, baik penyesuaian pilihan kebijakan maupun penetapan
prioritas.

- Negosiasi dengan instansi terkait.

- Bahan pembahasan dengan berbagai badan internasional maupun donor luar negeri.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien.

2. Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan,


penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat
di Kabupaten/ Kota madya

3. Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kabupaten atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusiaan dan penggunaan obat

4. Penggunaan obat yang rasional merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik

Anda mungkin juga menyukai