Disusun oleh :
KELOMPOK I
Sahru Adi Kusnudin (1220242181)
Estriasih (1208020047)
Retno Wulandari (12811223)
Laras Tri Saputri (12/339383/FA/09350)
Rakhmawati Mustika A. (12762131)
Zaida Irada Rahmah (1220242225)
1. Studi Alur Pelayanan Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Rsud Prof. Dr.
Margono Soekarjo, Purwokerto
a. Pendahuluan
Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan No. 610/Menkes/SK/XI/1981
tentang Organisasi Perbekalan Kesehatan yaitu bahwa organisasi yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan obat di tingkat Kabupaten/Kota adalah Gudang Farmasi
Kabupaten/Kota. Gudang Farmasi adalah tempat penyimpanan obat di farmasi yang
merupakan salah satu unit dari departemen/ bagian/ instalasi Farmasi rumah sakit
(Seto et al 2008). Tujuan pembentukan Gudang Farmasi adalah terpeliharanya
mutu obat dan alat kesehatan yang menunjang pelaksanaan upaya kesehatan yang
menyeluruh, terarah dan terpadu.
Gudang farmasi memiliki tugas antara lain:
Perencanaan
Penerimaan
Penyimpanan
Pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan.
Gudang farmasi memiliki fungsi sebagai berikut:
Menerima, menyimpan, memelihara dan mendistribusikan obat, alat kesehatan
dan perbekalan farmasi lainnya.
Menyiapkan penyusunan rencana pencatatan dan pelaporan mengenai
persediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya.
Mengamati mutu dan khasiat obat secara umum baik yang ada dalam
persediaan maupun yang akan didistribusikan.
Pengelolaan gudang dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten, terdidik,
mempunyai ijin untuk menangani yakni farmasis. Guna mempermudah pengawasan
maka unit perbekalan farmasi harus dibawah pengelolaan farmasis untuk menjamin
persediaan selalu tetap memenuhi persyaratan kefarmasian. Persyaratan ruang
penyimpanan perbekalan farmasi :
Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses
Utilities, ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC, dan
fasilitas lain.
Communication, ruangan penyimpanan itu harus memiliki alat komunikasi.
Drainage, ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan
system pengairan yang baik pula.
Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung
barang yang ada.
Security, ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan
serta hewan pengganggu
2. Kegiatan Sub Instalasi Perbekalan Farmasi
a. Perencanaan
Instalasi farmasi merupakan satu-satunya unit ynag bertugas merencanakan ,
mengadakan, mengelola dan mendistribusikan obat untuk Rumah Sakit secara
keseluruhan . Perencanaan pengadaan obat harus sesuai dengan formularium yang
telah ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan Instalansi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS). Obat yang akan dibeli harus direncanakan secara rasional
agar jenis dan jumlahnya sesuai sehingga merupakan produk atau bahan yang
terbaik, meningkatkan penggunaan yang rasional dengan harga terjangkau atau
ekonomis.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197 tahun
2004, perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain metode konsumsi, epidemiologi serta kombinasi antara konsumsi dan
epidemiologi yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing tahap
pengelolalan obat akan dimulai dengan perencanaan pengadaaan yang merupakan
dasar pada dimensi pengadaan obat dirumah sakit. Tujuan dari perencananan yaitu
untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup
dengan kualitas harga yang dapat dipertanggung jawabkan, dalam waktu dan
tempat tertentu secara efektif dan efisien, menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan perencananan
obat yaitu:
a. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah progam dapat mencapai
tujuan dan sasaran.
b. Persaratan barang yang meliputi : kualitas barang, fungsi barang, pemakaian
satu merk dan untuk jenis obat narkotika harus mengikuti peraturan yang
berlaku.
c. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
d. Pertimbangan anggaran dan prioritas.
Perencanaan ini meliputi perencanaan kebutuhan rutin obat-obatan, Alat Medis
Habis Pakai (AMHP) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Perencanaan
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengadaan barang dan
tercipta keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Perencanaan akan
menentukan keberhasilan kegiatan lainnya. Perencanaan berguna untuk
menyesuaikan antara pengadaan dan kebutuhan perbekalan yang diperlukan untuk
menunjang pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Collecting Data
UsulanPerencanaan
Koreksi I
Rapat Terpadu dengan PFT, Direksi, Bid. Penunjang, Bid. Keuangan, Bid.
Perencanaan
Koreksi II
Pengesahan Direktur
2) Perencanaan bulanan
Untuk perencanaan perbekalan farmasi yang kebutuhannya sulit diprediksi
serta perbekalan farmasi yang bersifat Slow Moving.
Metode perencanaan meliputi :
1) Metode Epidemiologi
Metode yang didasarkan pada dua data yaitu jumlah episode setiap
penyakit dan kebutuhan obat yang mudah diperkirakan denga rata-rata
standar terapi untuk mengetahui jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan
metode epidemiologi yaitu dengan mengalikan antara jumlah obat untuk
kebutuhan masing-masing penyakit dan jumlah episode penyakit dalam satu
tahun.
Hal-hal yang dibutuhkan dalam perencanaan menggunakan metode
epidemiologi:
a) Membutuhkan daftar penyakit yang sering terjadi
b) Data obat-obat essensial yang digunakan untuk tata laksana penyakit
tersebut.
c) Standar treatment untuk tujuan penghitungan kebutuhan obat.
Kebutuhan obat ini bisa diperkirakan dengan menggunakan rata-rata
perbekalan yang dibutuhkan dalam praktek secara riil atau berdasarkan
standar terapi yang ideal. Pada umumnya alternative penatalaksanaan
penyakit adalah lebih dari satu. Seharusnya yang dipilih untuk digunakan
adalah yang paling sering digunakan. Persentase penggunaannya harus
dihitung berdasarkan seberapa sering setiap regimen digunakan. Kemudian
jumlah episode treatment harus diperkirakan.
Kelebihan metode ini, obat yang direncanakan sesuai dengan yang
dibutuhkan (selama pola peresepan sesuai dengan standar terapi).
Keterbatasan dari metoda ini antara lain yaitu kesulitan dalam
mendefinisikan standar penatalaksanaan dengan tujuan untuk menghitung
jumlah perbekalan farmasinya sulit menerapkan metoda ini jika jumlah
penyakitnya lebih dari 50 penyakit. Hal ini membatasi penggunaan metoda
ini untuk sistem pelayanan kesehatan yang kompleks dengan banyak tipe
penyakit. Selain itu, rumit dalam pengerjaannya, membutukan waktu yang
banyak, tenaga yang terampil, pola penyakit yang berbeda dan variasi obat
yang sangat luas.
2) Metode Konsumsi
Metode perencanaan yang disusun berdasarkan data pemakaian
perbekalan farmasi di waktu lampau, didasarkan pada data-data kebutuhan
tahun lalu yang diperoleh dari laporan penggunaan obat yang dibuat setiap
bulan. Kelebihan metode ini adalah sederhana dan mudah serta bermanfaat
untuk rumah sakit dimana masalah kesehatan sangat banyak dan
kompleks.Namun kelemahannya adalah kesulitan dalam melakukan prediksi
penggunaan obat untuk periode kedepan secara tepat. Untuk melakukan
perencanaan kebutuhan menggunakan metode konsumsi diperlukan data
penggunaan periode sebelumnya, lead time, safety stock, dan sisa stock.
Dasar hukum pengadaan yang dilakukan oleh RSMS yaitu dengan mengacu
pada PERPRES No 54 tahun 2010 dan PERGUB No 253 tahun 2008. Sistem
pengadaan perbekalan di Rumah Sakit Instansi Pemerintah termasuk pengadaan
perbekalan di RSMS dengan dana subsidi (APBD) dilaksanakan sesuai dengan
Peraturan Presiden no 54 tahun 2010 beserta perubahan-perubahannya sebagai
berikut :
1) Sistem penunjukan langsung
Sistem ini digunakan bila pengadaan ≤ Rp 100.000.000,-. Alur
pengadaan dengan sistem ini relatif sederhana. Penunjukan langsung adalah
metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara menunjuk langsung 1
(satu) penyedia barang/jasa.
2) Sistem pemilihan langsung
Sistem ini digunakan bila nilai pengadaan ≤ Rp 200.000.000,-Dalam
sistem ini penawaran diajukan oleh beberapa rekanan (3 rekanan), kemudian
dari beberapa penawaran tersebut dibandingkan oleh Panitia Pengadaan
untuk dilaksanakan pemilihan rekanan yang paling memenuhi syarat baik
kualitas maupun harga.
IRJA ASKES IRJA UMUM
Gudang Farmasi
Rapat Internal
Bidang Penunjang
Rapat Internal
dengan Bidang
Penunjang,
Keuangan, dan Direksi
Perencanaan Panitia Pemeriksa
Acc
Direksi
Panitia & Pejabat Pengadaan RS PBF
d. Distribusi
Distribusi dari gudang pusat ke satelit farmasi sesuai dengan surat permintaan
dari masing-masing satelit farmasi tersebut.
PBF
Barang datang
Kontrol Penyimpanan
Distribusi
Gudang Buffer Abiyasa SF Ranap (askes & umum) SF Rajal Umum & askes SF IGD SF IBS AHP
SF IBS Abiyasa
IRNA II
IRJA Abiyasa
IRJA RSMS
IGD Abiyasa
IGD RSMS
SF Ranap (Askes & Umum) Abiyasa IBS Abiyasa
IBS RSMS
ICCU Abiyasa
ICCU
ICU
ICU RSMS
Abiyasa
IMP
Catat perbekalan farmasi yang tidak terlayani Tuliskan alasan jika ada yang
dibuku pencatan tersendiri. tidak terlayani.
f. Penyimpanan
Setelah perbekalan farmasi diterima dan diperiksa maka akan di simpan di
dalam gudang. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu dan
kualitasnya, memudahkan pengelolaan dan pengawasan. Rancangan tempat
penyimpanan obat di bagian farmasi dibedakan:
1) Mengelompokkan berdasarkan suhu penyimpanan:
a) Ruang 1 : Suhu sejuk 1 (15-25 oC), seperti injeksi, salep, tetes mata dan
obat luar.
b) Ruang 2 : Suhu 15o – 25oC dan suhu 2o – 8oC (kulkas), seperti obat-obat
sitostatika.
c) Ruang 3 : Suhu kamar (>25 oC), seperti infus
d) Ruang 4 : Suhu sejuk 2 (15-25oC), seperti obat-obat oral dan lemari obat
psikotropika dan narkotika.
e) Ruang 5 : Suhu kamar (>25 oC) seperti obat-obat oral umum dan askes.
f) Ruang 6 : suhu kamar (>25 oC) seperti alat-alat kesehatan, peralatan
rumah tangga dan bahan baku.
2) Menyimpan perbekalan farmasi ke dalam ruang/ tempat sesuai dengan
kelompok pasien (Umum dan ASKES), nama sediaan (generik dan merk),
dan jenis sediaan.
3) Menyusun di dalam rak/ almari secara alfabetis dan jenis sediaan, serta
memperhatikan berdasarkan FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out).
4) Mencatat pada kartu stok, meliputi: tanggal barang datang, nama barang,
jumlah, distributor, no.batch, tanggal kadaluarsa, dan menyertakan MSDS
(Material Safety Data Sheet) untuk B3.
Penyimpanan untuk obat sitostatik sudah memenuhi persyaratan
penyimpanan obat sitostatik, antara lain:
1) Obat sitostatika disimpan secara terpisah dari obat-obat lain.
2) Terdapat lembar pengaman di dekat tempat penyimpanan.
3) Letak penyimpanan obat sitostatika diusahakan minimal sejajar dengan mata
atau lebih rendah agar mudah terlihat tanda berbahaya oleh petugas.
4) Tanda obat berbahaya pada kotak kemasan luar harus berada di sisi sebelah
luar sehingga mudah terlihat.
5) Bila perlu disimpan di lemari pendingin (2-8 0C), diusahakan di lemari
pendingin yang terpisah.
6) Bila tidak tersedia lemari pendingin yang terpisah, maka obat sitostatika
dimasukkan dalam wadah tertutup dari bahan anti bocor dan disimpan
bersama obat lainnya di lemari pendingin yang sama.
Penyimpanan B3 dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Menyimpan B3 di ruang terpisah dari perbekalan farmasi lain.
2) Meletakkan B3 di tempat penyimpanan dengan posisi sejajar dengan mata
atau lebih rendah agar mudah terlihat oleh petugas.
3) Memberi logo tanda bahan berbahaya pada tempat penyimpanan B 3
tersebut sesuai dengan logo yang berlaku untuk klasifikasi B 3 yang
dimaksud.
4) Menjaga ventilasi atau sirkulasi udara di ruang penyimpanan agar selalu
lancar.
5) Menjaga suhu di ruang penyimpanan agar jangan terlalu tinggi untuk
menghindari kemungkinan terjadinya kebakaran dan dilarang
menempatkan barang serta melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
suhu ruangan.
6) Memasang tanda DILARANG MEROKOK di sekitar tempat
penyimpanan B3.
7) Menyediakan peralatan pemadam kebakaran dalam jumlah yang cukup
dan siap pakai.
8) Meletakkan lembar data pengaman (MSDS) di tiap-tiap tempat
penyimpanan B3.
9) Menyediakan tempat pembuangan sementara B3 yang sudah rusak atau
kadaluwarsa.
10) Melakukan pembuangan/pemusnahan B3 dengan bekerja sama dengan
instalasi pembuangan limbah dan disaksikan oleh petugas yang
berwenang.
3. Gudang Buffer Abiyasa
Pengelolaan perbekalan farmasi di sub instalasi farmasi Paviliun Abiyasa
dikoordinir oleh gudang buffer sebagai kepanjangan tangan dari gudang farmasi sentral.
Gudang buffer adalah gudang antara atau penyangga yang digunakan untuk menyimpan
obat/alat kesehatan dari gudang pusat yang berada di RSMS sebelum obat/ alat
kesehatan disalurkan ke satelit farmasi. Hal ini berguna untuk memudahkan
pengambilan barang sehingga dapat mempercepat pelayanan.
Permintaan perbekalan farmasi dilakukan oleh gudang buffer seminggu 2x,
diajukan ke gudang sentral. Hari Rabu pengajuan kebutuhan obat-obat umum dan alkes,
sedangkan hari Sabtu pengajuan kebutuhan obat-obat ASKES. Adapun pengiriman
barang dan gudang sentral ke gudang buffer, dilakukan pada hari senin untuk obat-obat
ASKES, dan hari kamis untuk obat-obat umum dan alkes.Pengeluaran barang yang
keluar masuk gudang buffer dicatat pada kartu stok dan buku pencatatan pengeluaran.
Kartu stok dan buku pengeluaran tersebut sebagai dasar untuk mengajukan permintaan
obat/ alat kesehatan ke gudang pusat.
Fungsi gudang buffer untuk memperlancar penyaluran perbekalan farmasi sehingga
dapat mempercepat pelayanan kepada pasien. Dua orang asisten apoteker di gudang
buffer bertugas sebagai penanggungjawab melaksanakan kegiatan logistik. Barang yang
masuk dan keluar dari gudang buffer dilakukan pencatatan di kartu stock maupun secara
komputerisasi kemudian dilakukan pencocokan data.
Pembahasaan
Pengelolaan obat di RS merupakan suatu aspek yang penting, oleh karena
ketidakefisiensinya dapat akan memberi dampak yang negatif terhadap RS baik secara
medis maupun ekonomis. Gudang Perbekalan Farmasi di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo memiliki peranan yang penting dalam mewujudkan pelayanan medik, rujukan
medik, dan kesehatan yang unggul bagi masyarakat. Gudang Farmasi ini bertugas untuk
melaksanakan penerimaan, penyimpanan, serta menyalurkan perbekalan farmasi
tersebut ke instalasi farmasi. Metode perencanaan yang dilakukan oleh Sub IF
Perbekalan di RSMS adalah dengan menggunakan metoda konsumsi yang dikoreksi
dengan metode epidemiologi untuk kasus-kasus tertentu dan evaluasinya menggunakan
analisis VEN dan ABC.
Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh oleh Unit Layanan Pengadaan
(ULP) dengan menggunakan sistem penunjukan langsung dan sistem tender. Masing-
masing sistem mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sistem penunjukkan langsung
memiliki kelebihan yaitu harga lebih murah dan proses cepat, sedangkan
kekurangannya yaitu stabilitas harga tidak terjamin dan administrasi banyak/boros.
Untuk sistem tender, kelebihannya yaitu stabilitas harga terjamin dan persediaan
stok/barang untuk jangka waktu tertentu terjaga (aman), sedangkan kekurangannya
yaitu mahal, proses lama, butuh tempat penyimpanan yang luas dan kemungkinan
resiko macet.
Distribusi obat bertujuan untuk mendekatkan obat dan alat kesehatan kepada
pemakai di unit pelayanan kesehatan sehingga setiap saat tersedia dalam jumlah, jenis,
mutu yang di butuhkan secara ekonomis dan efektif. Distribusi perbekalan farmasi dari
gudang ke masing-masing satelit farmasi dan unit-u nit kerja lainnya berdasarkan pada
permintaan masing-masing.Setiap pengeluaran perbekalan farmasi harus mendapatkan
pengesahan dari pejabat yang berwenang (Kepala Instalasi Farmasi / Kepala Sub
Instalasi Perbekalan Farmasi).
SIM Inventory berperan penting untuk pengendalian barang, baik saat barang
akan dipesan sampai barang dipakai oleh pasien. Sistem ini untuk menghindari
penumpukan atau kekurangan perbekalan di satelit lain, sehingga distribusi obat dapat
tercapai secara merata sesuai dengan kebutuhan.
Penerimaan dilakukan oleh tim penerima, pengecekan dilakukan dengan cara
mencocokkan barang sesuai spesifikasinya (jumlah, merek, dan keterangan lain yang
diperlukan) seperti yang tercantum pada SP (Surat Pemesanan). . Untuk menghindari
obat near ED dapat diatasi dengan meningkatkan efisiensi penyimpanan. Suatu sistem
perputaran persediaan harus ditetapkan berbasis obat yang digunakan terlebih dahulu,
yaitu obat yang masuk lebih dulu keluar lebih dulu FIFO (First In First Out) atau
berbasis obat yang kadaluarsanya lebih dulu dikeluarkan lebih dulu FEFO (First
Expired First Out). Sistem penyimpanan yang digunakan di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo berdasarkan bentuk sediaan, alphabetis, sesuai dengan syarat penyimpanan
(misalnya penyimpanan narkotika dan psikotropika) yang disimpan pada tempat yang
aman, serta berdasarkan FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out).
Penyimpanan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan menempatkan pada tempat
khusus yang dilengkapi dengan kunci. Hal ini untuk mencegah terjadinya pencurian dan
penyalahgunaan terhadap obat-obat ini.
Masalah yang sering dihadapi oleh gudang yaitu adanya obat yang macet yang
disebabkan oleh tidak terdapatnya lagi obat dalam DPHO maupun DORS. Solusi dari
masalah ini adalah dengan mengkomunikasikan antara apoteker dengan dokter sebagai
penulis resep untuk menghabiskan stock sebelumnya, sehingga kerugian rumah sakit
akibat obat macet dapat berkurang. Selain itu rumah sakit terbentur dengan keterbatasan
anggaran sehingga pembelian barang juga terbatas dan terkadang terdapat obat-obat
yang dibutuhkan oleh pasien tidak terdapat di rumah sakit dan pasien harus membeli
keluar rumah sakit. Obat dengan tanggal kadaluwarsa pendek juga sering menjadi
masalah pada gudang farmasi baik di RSMS maupun di Paviliun Abiyasa. Gudang
farmasi harus tetap menyediakan barang-barang dengan tanggal kadaluwarsa yang
pendek, terutama untuk kasus-kasus urgent.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Peraturan Daerah Provinsi Tingkat I Jawa Tengah No IV Tahun 1997,
Tentang organisasi dan Tata Kerja RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo,
Purwokerto.
Idayanti, Nirwani, R., Tedja, B., dkk., 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.