“PERENCANAAN”
DISUSUN OLEH :
1. PRAHEDI SETYA IBRAHIM (O1B1 21 111)
2. SITTI NUR ANNISYAH (O1B1 21 118)
3. AYUVIANI INDAH LESTARI SIERI (O1B1 21 061)
ANGGOTA
4. ISMA FAREN MAHA PUTRI (O1B1 21 079)
5. NELISA (O1B1 21 095)
6. NI KADEK DWI ANGGRAENI (O1B1 21 096)
7. FANNY RAHMASARI (O1B1 21 069)
8. IMAM ISMATULLAH (O1B1 21 077)
KELOMPO 4 PSPPA VII UHO
K
DOSEN SABARUDIN, S.Farm., M.Si., Apt.
B. Tujuan Perencanaan
Tujuan perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang
tepat dan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau
kelebihan persediaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
meningkatkan penggunaan secara efektif dan efisien. Tujuan perencanaan juga
merupakan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
mendekati kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan
penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan perencanaan
tersebut yaitu:
1. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat
mencapai tujuan dan sasaran.
2. Persyaratan barang meliputi: kualitas barang, fungsi barang, pemakaian
satu merk dan untuk jenis obat narkotika harus mengikuti peraturan yang
berlaku.
3. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
4. Pertimbangan anggaran dan prioritas.
(Rusli, 2016)
C. Pedoman, Tahapan Dan Kendala Dalam Perencanaan Obat
Menurut Rusli (2016), dalam melaksanakan perencanaan obat maka
harus ada pedoman dan tahapan serta akan dialami beberapa kendala yakni
sebagai berikut :
1. Pedoman Perencanaan
Adapun beberapa pedoman perencanaan obat di RS ialah sebagai
berikut :
a. DOEN, Formularium Rumah Sakit, standar terapi dan ketentuan
rumah sakit yang berlaku. Pembuat formalarium di Rumah Sakit
disebut KFT (Komite Farmasi dan Terapi) yang maan apoteker
berkedudukan sebagai sekretaris. Salah satu tugas KFT adalah
dapat memaksimalkan penggunaan obat secara rasional melalui
pembuatan formalarium tersebut. Komite ini merupakan penghubung
antara medical staff dan pelayanan farmasi dalam hal penggunaan
obat untuk mencapai keamanan dan optimalisasi pelayanan.
Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing
(Rusli, 2016) serta harga berpedoman pada penetapan Menteri
Kesehatan, Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi
masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga obat (DPHO) Askes dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) (Kemenkes, 2008).
b. Data catatan medik pasien.
c. Anggaran yang tersedia.
d. Penetapan prioritas.
e. Siklus penyakit.
f. Sisa persediaan.
g. Data pemakaian periode yang lalu (berasal dari semua unit instalasi
yang ada di dalam rumah sakit.
h. Rencana pengembangan.
Pengendalian
anggaran
Pengendalian
pembelian
1. Metode Konsumsi
Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan obat yang akan datang berdasarkan
analisa data konsumsi obat tahun sebelunya (Oschar dan Jauhar, 2016). Metode ini
sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam perencanaan sediaan farmasi.
Rumah Sakit yang sudah mapan biasanya menggunakan metode konsumsi.
Menurut Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di RS (2019), untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut
a. Pengumpulan dan pengolahan data.
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Metode konsumsi didasarkan atas analisa data konsumsi perbekalan
farmasi periode sebelumnya dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Langkah-
langkah perencanaan dengan metode konsumsi, antara lain sebagai berikut :
a. Langkah Evaluasi yang terdiri dari
i. Evaluasi rasionalitas pola pengobatan periode lalu
ii. Evaluasi suplay obat periode lalu
iii. Evaluasi data stock, distribusi dan penggunaan obat periode lalu
b. Estimasi jumlah kebutuhan obat periode mendatang dengan
memperhatikan:
i. Perubahan populasi cakupan pelayanan
ii. Perubahan pola morbiditas
iii. Perubahan fasilitas pelayanan
c. Penerapan perhitungan
i. Penetapan periode konsumsi
ii. Perhitungan penggunaan tiap jenis obat periode lalu
iii. Lakukan koreksi terhadap kecelakaan dan kehilangan
iv. Lakukan koreksi terhadap stock out
v. Hitung lead time untuk menentukan safety stock
Rumus yang digunakan dalam metode konsumsi adalah:
5. Analasis VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana
obat yang terbatas dengan mengelompokkan obat berdasarkan manfaat tiap
jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam
daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
1. Kelompok V (Vital): Adalah kelompok obat yang mampu
menyelamatkan jiwa (life saving). Contoh: obat syok anafilaksis
2. Kelompok E (Esensial): Adalah kelompok obat yang bekerja pada
sumber penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan. Contoh :
a. Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: antidiabetes,
analgesik, antikonvulsi)
b. Obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.
3. Kelompok N (Non Esensial): Merupakan obat penunjang yaitu obat
yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan
kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh: suplemen.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk:
1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
Obat yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas
pengelompokan obat menurut VEN.
2. Penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar
selalu tersedia.
Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu
kriteria penentuan VEN yang sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam
menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan
masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup
berbagai aspek antara lain aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan
biaya.
6. Analisis Kombinasi
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah
benar - benar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit
terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari
VEN. Sebaliknya, jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori
C. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana
anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan
obat. Mekanismenya adalah :
1. Obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas pertama untuk
dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih
kurang, maka obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan
obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas berikutnya. Jika
setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih
juga kurang lakukan langkah selanjutnya.
2. Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan obat pada
kriteria NA, NB, NC dimulai dengan pengurangan obat kategori
EA, EB dan EC.
Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun VEN terlalu sulit
dilakukan atau diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar
perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu evaluasi cepat
(rapid evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar perencanaan
obat. Namun sebelumnya, perlu dikembangkan dahulu kriterianya, obat atau
nama dagang apa yang dapat dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak
hanya dari aspek ekonomi dan medik, tetapi juga dapat berdampak positif
pada beban penanganan stok.
E. Kesimpulan