Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

“PERENCANAAN”

DISUSUN OLEH :
1. PRAHEDI SETYA IBRAHIM (O1B1 21 111)
2. SITTI NUR ANNISYAH (O1B1 21 118)
3. AYUVIANI INDAH LESTARI SIERI (O1B1 21 061)
ANGGOTA
4. ISMA FAREN MAHA PUTRI (O1B1 21 079)
5. NELISA (O1B1 21 095)
6. NI KADEK DWI ANGGRAENI (O1B1 21 096)
7. FANNY RAHMASARI (O1B1 21 069)
8. IMAM ISMATULLAH (O1B1 21 077)
KELOMPO 4 PSPPA VII UHO
K
DOSEN SABARUDIN, S.Farm., M.Si., Apt.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
A. Pengertian Perencanaan

Perencanaan merupakan rangkaian proses pembuatan daftar kebutuhan


obat sejak dari pemilihan macam dan jumlah obat serta menghitung dana yang
dibutuhkan sampai pada penyesuaian dana yang ada, sehingga diperoleh sebuah
daftar perencanaan kebutuhan obat (Depkes, 2008). Perencanaan kebutuhan obat
menentukan proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit dalam
menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit
dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Kemenkes, 2008).
Perencanaan obat adalah salah satu proses yang dilakukan oleh apoteker
di sub divisi penyediaan farmasi dengan mempertimbangkan data konsumsi dari
bulan-bulan sebelumnya yang masing-masing obat dan kemudian
mengaitkannya dengan pola penyakit dan perkembangan rumah sakit.(Henny,
2017). Selain itu perencanaan obat juga merupakan kegiatan dasar dari
pengelolaan obat untuk menentukan kebutuhan obat dan merupakan salah satu
fungsi yang menentukan keberhasilan kegiatan selanjutnya di instalasi farmasi
yang nantinya akan bermanfaat bagi kelancaran pelayanan di rumah sakit. (Heru,
2016). Sehingga secara umum perencanaan kebutuhan farmasi merupakan
proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi
yang sesuai dengan kebutuhan, anggaran, untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-
dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi, metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia. (Gregorius, 2018)
Dalam melakukan kegiatan perencanaan obat diperlukan kemampuan
manajerial melaluai sistem yang baik. Kemampuan manajerial dilihat dari
alokasi masukan melalui suatu proses dalam menghasilkan keluaran tertentu.
Dalam perencanaan obat komponen input meliputi ketenagaan atau sumber daya
manusia yang cukup dan berkualitas, anggaran yang cukup, serta prosedur yang
tepat untuk dapat melakukan proses perencanaan obat yang meliputi kegiatan
pemilihan jenis obat, perhitungan kebutuhan obat dan evaluasi perencanaan,
sehingga menghasilkan keluaran berupa tersedianya obat sesuai dengan yang di
butuhkan (Rusli, 2016).

B. Tujuan Perencanaan
Tujuan perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang
tepat dan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau
kelebihan persediaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
meningkatkan penggunaan secara efektif dan efisien. Tujuan perencanaan juga
merupakan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
mendekati kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan
penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan perencanaan
tersebut yaitu:
1. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat
mencapai tujuan dan sasaran.
2. Persyaratan barang meliputi: kualitas barang, fungsi barang, pemakaian
satu merk dan untuk jenis obat narkotika harus mengikuti peraturan yang
berlaku.
3. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
4. Pertimbangan anggaran dan prioritas.
(Rusli, 2016)
C. Pedoman, Tahapan Dan Kendala Dalam Perencanaan Obat
Menurut Rusli (2016), dalam melaksanakan perencanaan obat maka
harus ada pedoman dan tahapan serta akan dialami beberapa kendala yakni
sebagai berikut :
1. Pedoman Perencanaan
Adapun beberapa pedoman perencanaan obat di RS ialah sebagai
berikut :
a. DOEN, Formularium Rumah Sakit, standar terapi dan ketentuan
rumah sakit yang berlaku. Pembuat formalarium di Rumah Sakit
disebut KFT (Komite Farmasi dan Terapi) yang maan apoteker
berkedudukan sebagai sekretaris. Salah satu tugas KFT adalah
dapat memaksimalkan penggunaan obat secara rasional melalui
pembuatan formalarium tersebut. Komite ini merupakan penghubung
antara medical staff dan pelayanan farmasi dalam hal penggunaan
obat untuk mencapai keamanan dan optimalisasi pelayanan.
Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing
(Rusli, 2016) serta harga berpedoman pada penetapan Menteri
Kesehatan, Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi
masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga obat (DPHO) Askes dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) (Kemenkes, 2008).
b. Data catatan medik pasien.
c. Anggaran yang tersedia.
d. Penetapan prioritas.
e. Siklus penyakit.
f. Sisa persediaan.
g. Data pemakaian periode yang lalu (berasal dari semua unit instalasi
yang ada di dalam rumah sakit.
h. Rencana pengembangan.

2. Tahapan Perencanaan Obat


Berdasarkan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit (2016), tahapan perencanaan obat ialah sebagai berikut :

No. Tahapan Keterangan/Hal – Hal yang diperhatikan


1. Persiapan  Pastikan kembali program dan komoditas yang
akan disusun perencanaannya.
 Tetapkan stakeholder yang terlibat dalam proses
perencanaan, diantaranya adalah pemegang
kebijakan dan pemasok/vendor.
 Daftar obat harus sesuai Formularium Nasional
dan Formularium Rumah Sakit yang telah
diperbaharui
 Perhatikan waktu untuk mengestimasi, periode
pengadaan, mengestimasi safety stock dan
memperhitungkan lead time.
 Perhatikan ketersediaan anggaran dan rencana
pengembangan jika ada
2. Pengumpulan Data penggunaan obat pasien periode sebelumnya
data (data konsumsi), sisa stok, data morbiditas dan usulan
kebutuhan obat dari unit pelayanan.
3. Analisa usulan  Spesifikasi item obat. Jika berbeda dengan data
kebutuhan sebelumnya, konfirmasi ke pengusul.
 Kuantitas kebutuhan. Jika berbeda dengan periode
sebelumnya, konfirmasi ke pengusul
4. Menyusun & menghitung rencana kebutuhan obat
5. Evaluasi rencana kebutuhan menggunakan analisis yang sesuai
misalnya dengan E-Monev (www.monevkatalogobat.kemkes.go.id.)
6. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan
7. IFRS menyampaikan draft usulan kebutuhan obat ke manajemen rumah
sakit untuk mendapatkan persetujuan
Menurut Kemenkes (2008) Perencanaan kebutuhan obat
merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat.
Tambahan tahapan yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan
kebutuhan yakni Tahap Kompilasi Pemakaian Obat.
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk
mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi
di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok
optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan
farmasi adalah jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada
masing-masing unit pelayanan. Persentase penggunaan tiap jenis
perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahun seluruh unit
pelayanan dan penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
Manfaat dari informasi-informasi tersebut yaitu sebagai sumber
data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakain tahun mendatang
dan sebagai sumber data dalam menghitung stok/persedian pengaman
dalam rangka mendukung penyusun rencana distribusi obat di Rumah
Sakit. Adapun ringkasan alur tahapan perencanaan :

Ruangan Kepala Instalasi Pengendalian


User Instalasi farmasi program

Pengendalian
anggaran

Pengendalian
pembelian

Penyimpanan Panitia Supplier


/gudang farmasi penerimaan rekanaan
3. Kendala Perencanaan
Beberapa kendala yang dapat dijumpai pada tahap perencanaan,
ialah sebagai berikut :
1. Perencanaan obat yang terlalu banyak dan di lain pihak terjadi
kekosongan (stock out).
2. Pilihan item obat kurang tepat sehingga terjadi duplikasi.
3. Pemilihan obat yang harganya mahal dan tidak digunakan padahal ada
item obat lain yang harganya lebih murah.

D. Metode Perencanaan Obat


Secara umum, metode perhitungan Perencanaan hanya ada 2 yaitu metode
konsumsi dan morbiditas (Rusli, 2016). Namun dalam Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Kefarmasian di RS (2019), ada tambahan 2 mtode yakni gabungan
konsumsi dan morbiditas serta proxy consumption. Juga tambahan metode analisis
ABC, VEN dan kombinasi ABC dan VEN.

1. Metode Konsumsi
Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan obat yang akan datang berdasarkan
analisa data konsumsi obat tahun sebelunya (Oschar dan Jauhar, 2016). Metode ini
sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam perencanaan sediaan farmasi.
Rumah Sakit yang sudah mapan biasanya menggunakan metode konsumsi.
Menurut Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di RS (2019), untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut
a. Pengumpulan dan pengolahan data.
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Metode konsumsi didasarkan atas analisa data konsumsi perbekalan
farmasi periode sebelumnya dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Langkah-
langkah perencanaan dengan metode konsumsi, antara lain sebagai berikut :
a. Langkah Evaluasi yang terdiri dari
i. Evaluasi rasionalitas pola pengobatan periode lalu
ii. Evaluasi suplay obat periode lalu
iii. Evaluasi data stock, distribusi dan penggunaan obat periode lalu
b. Estimasi jumlah kebutuhan obat periode mendatang dengan
memperhatikan:
i. Perubahan populasi cakupan pelayanan
ii. Perubahan pola morbiditas
iii. Perubahan fasilitas pelayanan
c. Penerapan perhitungan
i. Penetapan periode konsumsi
ii. Perhitungan penggunaan tiap jenis obat periode lalu
iii. Lakukan koreksi terhadap kecelakaan dan kehilangan
iv. Lakukan koreksi terhadap stock out
v. Hitung lead time untuk menentukan safety stock
Rumus yang digunakan dalam metode konsumsi adalah:

Menurut Rusli (2016) Menurut Petunjuk Teknis Standar


Pelayanan Kefarmasian di RS (2019)
dan Kemenkes (2008)
RP = (PR + SP + WT) + SS A = (B + C + D) – E
Keterangan : Keterangan :
- RP = Rencana pengadaan - A = Rencana Kebutuhan
- PR = Pemakaian rata-rata - B = Stok Kerja (Pemakaian rata-
× 12 bulan rata x 12 bulan)
- SP = Stok pengaman 10 - C = Buffer stock (10 – 20 %)
%-20 % - D = Lead Time Stock (Lead time
- WT = Waktu tunggu 3-6 x pemakaian rata-rata)
bulan - E = Sisa stok
- SS = Sisa stok
2. Metode Morbiditas (Epidemiologi).
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit. Faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola
penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. Langkah-langkah
perhitungan metode morbiditas adalah:
a. Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur -
penyakit.
b. Menyiapkan data populasi penduduk. Komposisi demografi dari
populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin.
c. Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
d. Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
e. Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat
menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
f. Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang
akan datang.
Menurut Kemenkes (2008), kelebihan dan kekurangan antara
metode konsumsi dan morbiditas ialah sebagai berikut :

Metode Kelebihan Kekurangan


Konsumsi 1. Data konsumsi akurat dan 1. Data konsumsi, data obat
merupakan metode yang dan data jumlah kontak
paling mudah pasien yang dapat di
2. Tidak memerlukan data andalkan sulit di peroleh.
epidemologi maupun 2. Tidak dapat dijadikan dasar
standar pengobatan dalam mengkaji penggunaan
3. Perhitungan lebih sederhana obat
3. Pencatatan data morbiditas
yang baik tidak di anjurkan
4. Tidak dapat diandalkan jika
terjadi kekurangan stok obat
lebih dari 3 bulan, obat yang
berlebih
Morbiditas 1. Perkiraan kebutuhan yang 1. Perlu waktu yang banyak dan
mendeteksi kebenaran tenaga yang terampil
2. Mendorong terlaksananya 2. Data penyakit sulit diperoleh
pencatatan data morbiditas secara pasti
yang dapat diandalkan 3. Variasi obat terlalu luas
3. Pengobatan lebih rasional 4. Perlu sistem pencatatan

3. Metode Proxy Consumption


Metode proxy consumption dapat digunakan untuk perencanaan
pengadaan di Rumah Sakit baru yang tidak memiliki data konsumsi di
tahun sebelumnya. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan di
Rumah Sakit yang sudah berdiri lama apabila data metode konsumsi
dan/atau metode morbiditas tidak dapat dipercaya. Sebagai contoh
terdapat ketidaklengkapan data konsumsi diantara bulan Januari
hingga Desember.
Metode proxy consumption adalah metode perhitungan kebutuhan
obat menggunakan data kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan, atau
penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari Rumah Sakit yang telah
memiliki sistem pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan konsumsi
atau tingkat kebutuhan berdasarkan cakupan populasi atau tingkat
layanan yang diberikan.
Evaluasi terhadap perencanaan dilakukan meliputi:
a. Kesesuaian perencanaan dengan kebutuhan. Dilakukan penilaian
kesesuaian antara RKO dengan realisasi. Sumber data berasal dari
rumah sakit, LKPP dan pemasok.
b. Masalah dalam ketersediaan yang terkait dengan perencanaan.
Dilakukan dengan cek silang data dari fasyankes dengan data di
pemasok.
Cara/teknik evaluasi yang dapat dilakukan antara dapat dilakukan
dengan menggunakan analisa ABC, VEN ataupun gabungan keduanya.
Adapun penjelasannya yakni sebagai berikut :

4. Analisis ABC (Always, Better, Control)


Analisis ABC digunakan untuk evaluasi misal dengan
mengoreksi kembali apakah penggunaannya memang banyak atau
apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih efisien dari segi biaya
(misalnya nama dagang lain, bentuk sediaan lain, dsb). Evaluasi
terhadap jenis-jenis obat yang menyerap biaya terbanyak juga lebih efektif
dibandingkan evaluasi terhadap obat yang relatif memerlukan
anggaran sedikit.
Pengelompokkan Analisis ABC
Kelompok A Kelompok B Kelompok C

Jumlah dana rencana Jumlah dana rencana Jumlah nilai rencana


pengadaan sekitar 70% pengadaann sekitar pengadaan sekitar
dari jumlah dana 20%. 10%
perbekalan kesehatan
keseluruhan.
Langkah – Langkah Analisis ABC
1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat
dengan cara mengalikan jumlah obat dengan harga obat.
2. Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang
terkecil.
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4. Hitung akumulasi persennya.
5. Obat kelompok A termasuk dalam akumulasi 70%
6. Obat kelompok B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90%
(menyerap dana ± 20%)
7. Obat kelompok C termasuk dalam akumulasi > 90% s/d 100%
(menyerap dana ± 10%).

5. Analasis VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana
obat yang terbatas dengan mengelompokkan obat berdasarkan manfaat tiap
jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam
daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
1. Kelompok V (Vital): Adalah kelompok obat yang mampu
menyelamatkan jiwa (life saving). Contoh: obat syok anafilaksis
2. Kelompok E (Esensial): Adalah kelompok obat yang bekerja pada
sumber penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan. Contoh :
a. Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: antidiabetes,
analgesik, antikonvulsi)
b. Obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.
3. Kelompok N (Non Esensial): Merupakan obat penunjang yaitu obat
yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan
kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh: suplemen.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk:
1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
Obat yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas
pengelompokan obat menurut VEN.
2. Penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar
selalu tersedia.
Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu
kriteria penentuan VEN yang sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam
menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan
masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup
berbagai aspek antara lain aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan
biaya.
6. Analisis Kombinasi
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah
benar - benar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit
terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari
VEN. Sebaliknya, jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori
C. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana
anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.

A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan
obat. Mekanismenya adalah :
1. Obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas pertama untuk
dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih
kurang, maka obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan
obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas berikutnya. Jika
setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih
juga kurang lakukan langkah selanjutnya.
2. Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan obat pada
kriteria NA, NB, NC dimulai dengan pengurangan obat kategori
EA, EB dan EC.
Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun VEN terlalu sulit
dilakukan atau diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar
perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu evaluasi cepat
(rapid evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar perencanaan
obat. Namun sebelumnya, perlu dikembangkan dahulu kriterianya, obat atau
nama dagang apa yang dapat dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak
hanya dari aspek ekonomi dan medik, tetapi juga dapat berdampak positif
pada beban penanganan stok.
E. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini ialah :


1. Perencanaan kebutuhan obat menentukan proses pengadaan perbekalan
farmasi di rumah sakit dalam menetapkan jenis dan jumlah perbekalan
farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan
di rumah sakit
2. Pedoman perencenaan obat di RS yang paling mendasar ialah
Formularium Nasional yang telah diperbaharui sebagai dasar dalam
tahapan perencanaan mulai dari pemilihan hingga evaluasi
3. Metode perhitungan perencanaan obat yang umum digunakan ialah
metode konsumsi dan morbiditas ditambahkan evaluasi dengan
pendekatan baik itu analasis ABC, VEN maupun gabungan keduanya
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121 MENKES/SK/12/2008.


Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta.
Gregorius Nesi, Erna Kristin. 2018. Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan Obat
di Instalasi Farmasi RSUD Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah
Utara. Departemen Farmakologi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Heny Puspasari, Sulanto Saleh Danu, Endang Sulistyani. 2018. ABC Analysis
Towards Drug Needs Planning in Pharmacy Installation of RSUD Kota
Yogyakarta In 2010. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia
Vol. 4 No. 2. Centre of Study Pharmacology Clinic and Drug Policy,
Gadjah Mada University: Yogyakarta
Heru Sasongko dan Okky Mareta Octadevi .2016. Overview of Drug Procurement
Management Indicators in Suhoharjo Central Java Hospital. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret : Surakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Bekerjsama
dengan Japan International Cooperation Agency.
Permenkes RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta
LAMPIRAN
A. Contoh Perhitungan
Contoh Perhitungan (Menurut Rusli, 2016)
1. Contoh perhitungan dengan Metode Konsumsi:
Pemakaian parasetamol tablet selama tahun 2015 (Januari-Desember)
sebanyak 2.500.000 tablet untuk pemakaian selama 10 (sepuluh) bulan. Pernah
terjadi kekosongan selama 2 (dua) bulan. Sisa stok per 31 Desember 2015 adalah
100.000 tablet. (1 kaleng parasetamol tablet @ 1000 biji atau 1 box tablet
parasetamol @ 100 biji).
a. Pemakaian rata-rata Parasetamol tablet perbulan tahun 2015 adalah
2.500.000 tablet/10 ═ 250.000 tablet.
b. Pemakaian Parasetamol tahun 2015 (12 bulan) = 250.000 tablet × 12 =
3.000.000 tablet.
c. Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10%-20% (termasuk untuk
mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan). Misalkan berdasarkan
evaluasi data diperkirakan 20% = 20% × 3.000.000 tablet = 600.000 tablet.
d. Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Misalkan
leadtime diperkirakan 3 bulan = 3 × 250.000 tablet = 750.000 tablet.
e. Kebutuhan Parasetamol tahun 2015 adalah = PR + SP + WT, yaitu:
3.000.000 tablet + 600.000 tablet + 750.000 tablet = 4.350.000 tablet.
f. Rencana pengadaan Parasetamol untuk tahun 2016 adalah: hasil
perhitungan kebutuhan – sisa stok = 4.350.000 tablet – 100.000 tablet =
4.250.000 tablet = 4250 kaleng/botol @ 1000 tablet atau 42500 box tablet
parasetamol.

2. Contoh perhitungan Metode Morbiditas (epidemiologi)


Menghitung masing-masing obat yang diperlukan per penyakit. Sebagai
contoh pada pedoman pengobatan untuk penyakit diare akut pada orang dewasa
dan anak-anak digunakan obat oralit dengan perhitungan sebagai berikut.
a. Anak-anak:
Satu episode diperlukan 15 (lima belas) bungkus oralit @ 200 ml. Jumlah
episode 18.000 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 18.000 × 15
bungkus = 270.000 bungkus @ 200 ml.
b. Dewasa:
Satu episode diperlukan 6 (enam) bungkus oralit @ 1 liter. Jumlah episode
10,800 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 10.800 × 6 bungkus =
64.800 bungkus @ 1000 ml/1 liter.

3. Contoh Perhitungan Analisis ABC

Hitung prosentase nilai item obat


Untuk mendapatkan nilai prosentase obat
Asam Mefenamat tablet = 720 box
Harga = 32.000/box
D (Demand) × H = N (Nilai) 720 × 32.000 = 23.040.000
(Harga)
Dengan cara yang sama dengan Asam Mefenamat, lakukan juga dengan
item obat lainnya, sehingga diperoleh data sebagai berikut :
Asam Mefenamat (N) = 23.040.000
Nilai Totat (NT) = 252.718.000
(N%) = N
X 100 %
NT
= 23.040.000
X 100 %
252.718.000
= 9,1 %
Hasil akhir :
Catatan :
Membuat Klasifikasi
Untuk menghasilkan item dalam klasifikasi item dalam metode ABC diperlukan
skala yang dibuat dengan cara mengambil nilai prosentase (N%) terkecil ditambah
nilai prosentase terbesar.
Antasida syr = 1%
Amoksisilin tab = 20,8% = 20%
Range = 1+ 20,8
=7,3
3
Klasifikasi C = 1% s/d (1+7,3)% atau 1% s/d 8,3%
Klasifikasi B = 8,3% s/d (8,3+7,3)% atau 8% s/d 15,6%
Klasifikasi A = 15,6% s/d (15,6+7,3) atau 15,6% s/d 22,9%
Contoh Perhitungan (Menurut PMK 72 tahun 2016)
1. Contoh perhitungan dengan metode konsumsi
Selama tahun 2018 (Januari–Desember) pemakaian Natrium Diklofenat 50 mg
sebanyak 300.000 tablet. Sisa stok per 31 Desember 2018 adalah 10.000 tablet.
Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
= Pemakaian ratarata Natrium Diklofenat 50 mg
perbulan selama tahun 2018 adalah 300.000 tab.
= 25.000 tab x 12 bulan
= 300.000 tablet
Buffer stock (C) (20 %) = 20% x 300.000 tab
= 60.000 tablet.
Jika pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem
E-Catalouge diketahui waktu tunggu (lead time) diperkirakan
1 (satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat = 1 x 25.000 tablet
saat lead time
= 25.000 tablet
Lead time stock (D) = 1 bulan x 25.000 tablet
= 25.000 tablet
Sehingga jumlah kebutuhan Natrium Diklofenat 50 mg tahun 2019
= Stok Kerja + Buffer stock + Lead time stok
= B+C+D
= 300.000 tablet + 60.000 tablet + 25.000 tablet
= 385.000 tablet
Jika sisa stok (E) adalah 10.000 tablet, maka Rencana Kebutuhan
(A) Natrium Diklofenat 50 mg untuk tahun 2019 adalah
= (B+C+D)-E
= 385.000 tablet –10.000 tablet
= 375.000 tablet

Jika pernah terjadi kekosongan obat, maka perhitungan pemakaian rata-rata


adalah total pemakaian dibagi jumlah periode pelayanan dimana obat tersedia.
Contoh:
Jika terjadi kekosongan Natrium Diklofenat 50 mg selama 20 hari dalam satu
tahun, dan diketahui pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat 50 mg setahun
adalah 300.000 tablet, maka:
Pemakaian rata-rata perhari = 300.000 tablet ÷ (365 hari – 20 hari)
= 870 tablet
Pemakaian rata-rata Natrium = 870 tablet x 30 hari
Diklofenat 50 mg perbulan
= 26.000 tablet
Jadi kebutuhan riil Natrium Diklofenat 50 mg selama setahun adalah
26.000 tablet x 12 = 312.000 tablet.

2. Contoh perhitungan dengan metode morbiditas:


Penggunaan Sefiksim
a. Sefiksim digunakan untuk pengobatan penyakit bronkitis kronis dengan
perhitungan sebagai berikut:
Anak – Anak
Standar pengobatan BB > 30 kg = 50-100 mg
Jumlah episode = 100 kasus
Asumsi BB = 30 kg
Jumlah maks satu episode = BB x 2 kali x 5 hari
= 30 x 100mg/kgBB x 2 kali x 5 hari
= 30.000 mg
Dalam 1 botol Sefiksim sirup 100 mg/5 ml kemasan botol 60 ml,
mengandung = 100 mg : 5 ml x 60 ml = 1200 mg Sefiksim
Jumlah Sefiksim yang = 30.000 mg :1.200 mg x 1 botol
diperlukan
= 25 botol
Jumlah Sefiksim sirup/kasus = 25 botol
Jumlah Sefiksim sirup/ 100 = 100 x 25 botol = 2.500 botol
kasus
Dewasa
Standar pengobatan = 100 - 200 mg dalam dosis terbagi 2 x
sehari selama 5 hari
Jumlah episode = 1200 kasus
Jumlah maks satu episode = 200 mg x 2 kali x 5 hari
= 2.000 mg (10 tablet @200 mg)
Jumlah kebutuhan/ 1200 kasus = 1.200 x 10 tablet @200 mg
= 12.000 tablet
.
b. Setiap kasus penyakit yang menggunakan Sefiksim, dikelompokkan dan
dibuat perhitungan seperti langkah pada butir (a). Berdasarkan perhitungan
seperti langkah pada butir (a), diperoleh kebutuhan Sefiksim sebagai
berikut :
Optitis Media kronik = 10.000 tablet
Sinusitis = 15.000 tablet
Infeksi saluran Kencing = 20.000 tablet
Tonsilitis = 17.000 tablet
Faringitis = 20.000 tablet
Total kebutuhan Sefiksim 500 mg dalam satu periode = 10.000 + 15.000 +
20.000 + 17.000 + 20.000 = 73.000 tablet.
B. Dokumen Persediaan Farmasi Untuk Keadaan Darurat (PMK 72 tahun
2016)
Level Level Level
Kelas/Ruang Level I Keterangan
II III IV
RUANG TINDAKAN
1. Kategori Merah/P1
Obat - Obatan dan Alat Habis Pakai
Cairan Infus Koloid + + + +
Cairan Infus Kristaloid + + + +
Cairan Infus Dextrose + + + +
Adrenalin + + + +
Sulpat Atropin + + + +
Kortikosteroid + + + +
Selalu
Lidokain + + + +
tersedia
Dextrose 50% + + + + dalam
Aminophilin + + + + jumlah
yang cukup
Anti Convulsion + + + + di
Dopamin + + + + IGD tanpa
harus
Dobutamin + + + + diresepkan
ATS, TT + + + +
Trombolitik + + + +
Amiodaron (Inotropik) + + + +
APD: Masker, Sarung Tangan + + + +
Mannitol + + + +
Furosemide + + + +
Mikro Drips Set + + + + Tersedia
dalam
Intra Osseus Set + + + + jumlah yang
cukup
2. Kategori Kuning/P2
Obat - Obatan dan Alat Habis Pakai
Analgetik + + + + Selalu
Antiseptik + + + + tersedia
Cairan Kristaloid + + + + dalam
Lidokain + + + + jumlah
Wound Dressing + + + + yang cukup
Alat-Alat Anti Septic + + + + di
ATS + + + + IGD tanpa
Anti Bisa Ular + + + + harus
Anti Rabies + + + + diresepkan
Benang Jarum + + + +
Anti Emetik + + + +
Diuretik + + + +
3. Kategori Hijau
Obat - Obatan dan Alat Habis Pakai
Lidokain + + + +
Aminophilin/β Blokker + + + +
Dapat
ATS + + + + diresepkan
APD: Masker + + + + melalui
apotek
APD: Sarung Tangan + + + + RS jika tidak
Analgetik + + + + tersedia di
IGD
Anti Emetik + + + +
Diuretik + + + +
4. Ruang Tindakan Kebidanan
Obat - Obatan dan Alat Habis Pakai
Uterotonika + + + + Tersedia
dalam
Prostaglandin + + + + jumlah yang
cukup
et Laparoscopy - - Min. 1 Min. 1
Endoscopy Surgery - - Min. 1 Min. 1
Laringoscope - Min. 1 Min. 1 Min. 1
BVM - Min. 1 Min. 1 Min. 1
Defibrilator - Min. 1 Min. 1 Min. 1
Film Viewer - Min. 1 Min. 1 Min. 1
et Laparoscopy - - Min. 1 Min. 1
Endoscopy Surgery - - Min. 1 Min. 1

Anda mungkin juga menyukai