FARMAKOTERAPI TERAPAN
SAKIT KEPALA
DISUSUN OLEH
Kelompok 1
1. Adolfina Mangende (O1B1 21 052)
2. Aisah Nur Hawa (O1B1 21 053)
3. Alicia Catharina Tandra (O1B1 21 054)
4. Alya Zuhriyah (O1B1 21 055)
5. Andriyani Pradita (O1B1 21 056)
6. Aprilia Rezki Sakina (O1B1 21 057)
7. Arifin (O1B1 21 058)
8. Arnis Anggraini (O1B1 21 059)
9. Astri Wijayanti (O1B1 21 060)
10. Ayuviani Indah Lestari Sieri (O1B1 21 061)
3. Apa informasi klinis yang menjadi parameter migren pada pasien? Apakah masalah
eksaserbasi migren pasien dipicu oleh obat? Berikan analisisnya
4. Apa tujuan terapi pada pasien?
5. Apa terapi alternative untuk mual pada pasien dan bagaimana dampak pada terapi akut
pasien?
6. Apa alternative terapi pada serangan migren akut pasien? Berikan penjelasan juga tentang
kesuksesan dan kegagalan terapi pasien sebelumnya sehinga apa plan terapi selanjutnya
7. Apa terapi untuk mencegah serangan mikgren pasien?
8. Apa KIE pasien terkait pemicu migren dan dari terapi yang diberikan
9. Apa yang harus di monitoring pada pasien?
Penyelesaian :
1. Apakah terdapat drug therapy problem pada pasien? Analisis DTP pada pasien
Jawab:
- Penggunaan Naratripan dan Cafergot dikontraindikasikan kepada pasien yang Hipertensi
sedangkan pasien memiliki TD 142/86
- Penggunaan Naratriptan dan Cafergot tidak adekuat karena sakit kepalanya selalu datang
kembali di akhir hari yang sama
- Propanolol dapat menyebabkan efek samping SSP sehingga tidak dianjurkan
pengobatannya untuk pasien yang depresi.
- Efek samping metoklopramid dapat menyebabkan depresi. Tidak cocok untuk pasien
yang mengalami depresi ringan
2. Hitung keparahan migren pasien berdasarkan skor MIDAS
Jawab:
Skor MIDAS yaitu 27 termasuk kedalam Severe Disability Headaches.
3. Apa informasi klinis yang menjadi parameter migren pada pasien? Apakah masalah
eksaserbasi migren pasien dipicu oleh obat? Berikan analisisnya
Jawab:
- Informasi klinis yang menjadi parameter migren pada pasien yaitu Pasien mengaku sakit
kepalanya terjadi kurang lebih 1 jam dengan nyeri hebat secara unilateral dan juga
temporal. Sakit kepala diawali dengan aura yang menjadi sensitive pada cahaya dan mual.
Foto fobianya menjadi lebih sering dan muntah jika sakit kepala berat. Dia bisa tidak masuk
kerja sehari jika terserang migren berat dalam setiap bulannya. Dia juga menjadi kesulitan
merawat rumah dan anak ketika migren berat dating menyerang. Selain itu dia
memperkirakan dengan angka antara 7 – 8 skala sakit dari 1 – 10 dimana 10 adalah yang
paling buruk.
- Masalah eksaserbasi pasien dapat dipicu oleh obat. Menurut (Dipiro,2016) Penggunaan obat
migrain akut yang sering atau berlebihan dapat menyebabkan peningkatan frekuensi sakit
kepala dan konsumsi obat yang dikenal sebagai sakit kepala karena penggunaan obat yang
berlebihan. Hal ini terjadi umumnya dengan penggunaan berlebihan analgesik sederhana
atau kombinasi, opiat, ergotamin tartrat, dan triptan. Sehingga penggunaannya harus
dibatasi yaitu terapi migrain akut hingga 2 atau 3 hari per minggu. Hal ini sesuai dimana
pasien telah menggunakan terapi naratriptan 2,5 mg p.o saat sakit kepala (triptan) dan
cafergot (ergotamine tartat).
4. Apa tujuan terapi pada pasien?
Jawab:
Tujuannya adalah untuk mencapai peredaan sakit kepala yang cepat dan konsisten dengan
efek samping minimal dan efek minimal kekambuhan gejala, serta kecacatan minimal dan
tekanan emosional, sehingga memungkinkan pasien untuk melanjutkan aktivitas normal
sehari-hari (Dipiro, 2016).
5. Apa terapi alternative untuk mual pada pasien dan bagaimana dampak pada terapi akut
pasien?
Jawab:
Proklorperazin atau Klorpromazin adalah agen antiemetik yang sering digunakan sebagai
tambahan untuk pasien dengan mual dan muntah terkait migrain. Namun, jika diberikan
melalui rute IV, proklorperazin juga merupakan agen nonspesifik namun sangat efektif untuk
menggugurkan migrain yang sulit diatasi. Dalam uji coba terkontrol secara acak,
proklorperazin 10 mg IV lebih efektif daripada plasebo, metoklopramid IV, ketorolak IV,
dan IV valproate untuk pengobatan migrain akut di ED. Dalam percobaan yang lebih baru,
proklorperazin IV dan metoklopramid IV sama-sama efektif untuk pengobatan ED akut
migrain (Alldredge, 2013).
6. Apa alternative terapi pada serangan migren akut pasien? Berikan penjelasan juga tentang
kesuksesan dan kegagalan terapi pasien sebelumnya sehinga apa plan terapi selanjutnya
Jawab:
Kesukesasan dan kegagalan terapi pasien:
- Pasien telah mendapatkan terapi naratriptan 2,5 mg p.o saat sakit kepala (triptan) dan
cafergot (ergotamine tartat) tetapi hasil terapi menunjukkan kurang efektif terutama
dalam 3 bulan terakhir ini. Selama 2 kali serangan, sakit kepalanya selalu kembali di
akhir hari yang sama. Kegagalan terapi ini dapat disebabkan kontraindikasi penyakit
pasien terhadap kedua pengobatan ini yaitu pasien memiliki tekanan darah tinggi
yaitu TD 142/86.
Kontraindikasi penggunaan turunan ergot termasuk gagal ginjal dan hati; penyakit
pembuluh darah koroner, serebral, atau perifer; hipertensi yang tidak terkontrol;
Kontraindikasi penggunaan triptan meliputi penyakit jantung iskemik, hipertensi
yang tidak terkontrol, penyakit serebrovaskular, migrain hemiplegia dan basilar,
serta kehamilan.
- Pasien menggunakan obat nartripan dan cafergot, jangan berikan triptans dalam waktu
24 jam setelah pemberian turunan ergotamine atau dalam waktu 2 minggu Penggunaan
bersama triptans dengan inhibitor reuptake serotonin selektif atau inhibitor reuptake
serotonin-norepinefrin dapat menyebabkan sindrom serotonin, kondisi yang berpotensi
mengancam jiwa.
- Mual muntah pasien dapat diperparah sebab pasien mengonsumsi turunan ergotamine.
Mual dan muntah sering terjadi pada turunan ergotamine.
- Pasien menggunakan kombinasi 2 obat untuk migrain, menurut (Dipiro,2016)
Penggunaan obat migrain akut yang sering atau berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi sakit kepala dan konsumsi obat yang dikenal sebagai sakit
kepala karena penggunaan obat yang berlebihan.
- Pasien mendapatkan propranolol sebagai lini terapi profilaksis tetapi profilaksis tidak
dianjurkan untuk pasien depresi sehingga kegagalan terapi dapat terjadi.
- Kegagalan lainnya sebab pasien belum menghindari faktor resiko kekambuhan
migrain yaitu diantaranya mengonsumsi kafein, stress dan insomnia.
Plan selanjutnya/Alternatif terapi:
- Dyhdroergotamine subkutan
DHE-45, 1 mg secara subkutan atau intramuscular atau 0,75 mg IV, sangat efektif
dalam pengobatan akut dan sakit kepala migrain yang tidak tertahankan dan dengan
demikian mengurangi kebutuhan akan analgesik narkotik. Jika tidak efektif, dosis
kedua DHE harus diberikan 30 sampai 45 menit kemudian. Antiemetik IV
(proklorperazin 5 sampai 10 mg atau metoklopramid 10 mg) harus diberikan 15
sampai 30 menit sebelum DHE untuk meminimalkan Efek samping GI dari agen ini.
- Seperti proklorperazin, klorpromazin yang diberikan secara parenteral memiliki baik
sifat antimigrain dan antiemetik dan telah diperoleh peningkatan penerimaan di
beberapa UGD sebagai alternatif farmakologis untuk analgesik narkotik kuat seperti
meperidin. Di sebuah double-blind, percobaan terkontrol, klorpromazin IV (0,1
mg/kg) memberikan pereda nyeri yang lebih efektif dari migrain yang tidak dapat
diobati daripada meperidin (0,4 mg/kg) ditambah dimenhidrinat. Klorpromazin 1
mg/kg secara intramuskular juga telah terbukti meredakan sakit kepala migrain lebih
efektif daripada placebo. Analgesik narkotik parenteral juga efektif meredakan nyeri
yang tidak dapat diatasi sakit kepala migrain, tetapi umumnya harus dicadangkan
untuk terapi lini kedua atau ketiga setelah pasien gagal menanggapi sumatriptan
parenteral, DHE, proklorperazin, atau klorpromazin. Sehingga untuk terapi alternatif
pasien yaitu dengan menggunakan klorpromazin Analgesik narkotik parenteral juga
efektif meredakan nyeri yang tidak dapat diatasi sakit kepala migrain, tetapi umumnya
harus dicadangkan untuk terapi lini kedua atau ketiga setelah pasien gagal menanggapi
sumatriptan parenteral, DHE, proklorperazin, atau klorpromazin.
(Alldredge, 2013).
Pasien tersebut telah mendapatkan terapi profilaksis yaitu asam valproate 500 mg/hari
untuk profilaksis saat kunjungan terakhirnya itu dan yang mengejutkan dia malah mengalami
peningkatan 4,5 kg BB. Dia juga mendapat propranolol 20 mg 2 kali/hari dan mengaku
pusing dan menjadi peka terhadap cahaya lalu dihentikan. Meskipun proponalol merupakan
lini terapi profilaksis untuk migrain tetapi pasien mengalami efek samping yang merugikan
selain itu proponalol penggunaannya harus hati-hati pada pasien dengan gagal jantung,
penyakit pembuluh darah perifer, depresi, dan diabetes sehingga agen lain dapat dipilih yaitu
selain propranolol yaitu Atenolol adalah alternatif terapi yang tepat untuk pasien yang tidak
dapat mentolerir efek samping SSP propranolol. Dosis awal 50 mg perhari.
Selain itu, Amitriptyline efektif untuk pencegahan migrain dan sakit kepala tipe tegang.
Ini mungkin obat pilihan untuk pasien yang mengalami depresi pada kehidupannya
(diketahui bahwa Ny. Sarah mengalami depresi selama 8 bulan). Bersama dengan
propranolol, valproate, dan topiramate, amitriptyline dianggap sebagai terapi lini pertama
untuk profilaksis migrain. Dalam studi crossover double-blind, terkontrol plasebo,
amitriptyline sama efektifnya dengan propranolol. Mekanisme efek antimigrain amitriptyline
tidak tergantung pada aktivitas antidepresannya dan mungkin terkait dengan kemampuannya
untuk memblokir pengambilan kembali 5-HT di saraf pusat. Dosis awal amitriptyline adalah
10 sampai 25 mg sebelum tidur. Dosis malam dapat ditingkatkan dengan interval mingguan
sebesar 10 hingga 25 mg sampai dosis maksimal 150 mg/hari tercapai. Kebanyakan pasien
mencapai manfaat optimal dari amitriptyline 50 hingga 75 mg/hari. Dua pertiga pasien
mencatat penurunan jumlah sakit kepala dalam waktu 7 hari setelah memulai terapi
amitriptyline.
8. Apa KIE pasien terkait pemicu migren dan dari terapi yang diberikan
Jawab:
- Memberikan informasi kepada pasien mengenai aturan penggunaan obat amitriptylin
1xsehari setelah makan
- Memberikan Informasi pada pasien segera kedokter jika ada gejala baru yang muncul
- Memberikan informasi kepada pasien agar patuh dalam mengonsumsi obat.
- Informasikan kepada pasien untuk menghindari agen penyebab dari migrainnya
- Edukasikan kepada pasien mengenai tingkat keparahan migrain yang dialami agar dapat
memahami keseriusan migrain yang akan berujung ke pengobatan mandiri dan
pencegahan penyebab migrain
Pertanyaan:
1. Apa tipe sakit kepala pasien, bagaimana karakteristik sakit kepalanya? Apa penyebab
sakit kepala pasien?, informasi apa yang harus diberikan untuk merencanakan terapi?
Jawab :
a. Tipe sakit kepala pasien yaitu migren tanpa aura.
b. Karakteristiknya yaitu : . Sakitnya terasa sangat berat dan setiap sakit kepala dia tidak
masuk kerja dan berdiam dalam ruang gelap. Sakit terasa tajam menusuk, sebagian,
dan berdenyut-denyut, serta pandangan kabur. Saat ini dia merasa sakit kepala,
sensitive pada cahaya.
Presentasi Klinis dan Diagnosis Migrain tanpa Aura Pasien yang mengalami "migrain
tanpa aura" dapat ditampilkan gejala dan karakteristik sakit kepala berikut: (Dipiro
dkk, 2016)
1) Rasa sakit mengganggu atau memburuk dengan aktivitas fisik
2) Nyeri unilateral
3) Rasa sakit yang berdenyut
4) Intensitas nyeri sedang hingga berat
Satu atau lebih dari yang berikut ini hadir selama sakit kepala:
1) Mual/muntah
2) Fotofobia dan fonophobia
c. Penyebab sakit kepala pasien : karena menstruasi, stres, dan merokok, dan
mengkonsumsi obat HCT dan juga mengonsumsi Ibuprofen 200 mg 2 tablet 3-4 kali
sehari yang melebihi dosis.
d. Informasi yang harus diberikan untuk merencanakan terapi:
- Tujuan terapi :
a. Tujuan pengobatan jangka pendek migrain adalah untuk mencapai penghilang
rasa sakit yang cepat untuk memungkinkan pasien untuk melanjutkan aktivitas
normal.
b. Tujuan terapi jangka panjang adalah untuk mencegah kekambuhan sakit
kepala dan untuk mengurangi keparahan sakit kepala
- Evaluasi terapi:
a. Identifikasi alergi obat dan dapatkan riwayat menyeluruh penggunaan obat
tanpa resep dan mengidentifikasi potensi interaksi obat yang mungkin timbul
saat memilih pengobatan sakit kepala akut dan profilaksis.
b. Jika pasien sudah menerima farmakoterapi, kaji kelayakan dan
kemanjurannya.
- Pengembangan recana perawatan
a. Merekomendasikan terapi farmakologis yang tepat untuk menghilangkan
sakit kepala berdasarkan jenis, krakteristik, profil pengobatan saat ini dan
komorbiditas
b. Saat memilih agen baru untuk managemen akaut atau untuk profilaksis,
memastikan bahwa obat dapat diaskes secara finansial
c. Edukasi pasien tentang administrasi, maksimal dosis dan efek samping yang
diantisipasi dari obat yang diresepkan, dan memberi tahu pasien kapan harus
mencari perhatiaan medis darurat
d. Anjurkan pasien untuk membuta buku harian sakit kepala untuk menilai
respon terapeutik
e. Memberi tahu pasien tentang potensi penggunaan obat yang berlebihan pada
sakit kepala
- Evaluasi tindak lanjut :
a. Indak lanjut harus dijadwalkan dalam 4 minggu seelah pengobatan baru
untuk sakit kepla untuk menilai kemanjuran
b. Saat pasien menjadi sadar akan gejala sakit kepala dan agen yang tepat
tersedia untuk pencegahan dan pengobatan sakit kepala, tindak lanjut dapat
menjadi 3-6 bulan
- Informasi yang harus diberikan untuk merencanakan terapi
Dalam manajemen akut, Pantau pasien untuk peningkatan nyeri dalam 2 hingga 4
jam dan untuk fungsi normal dalam 3 hingga 4 jam setelah inisiasi pengobatan.
Jika kontrol nyeri belum tercapai, terapi tambahan mungkin diperlukan untuk efek
terapeutik.
Dengan manajemen kronis untuk pencegahan sakit kepala, pantau status sakit
kepala secara keseluruhan setiap beberapa minggu hingga bulan untuk perbaikan.
Penurunan frekuensi sakit kepala yang lambat diantisipasi selama waktu ini.
Dorong pasien untuk membuat dalam buku harian sakit kepala untuk membantu
memantau peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan sakit kepala dan
kecacatan yang sesuai.
Dokter memantau frekuensi serangan untuk menentukan respon terapeutik,
mencari pengurangan 50% atau lebih besar selama pengobatan.
Pemantauan untuk efek samping adalah pusat keberhasilan pengobatan. Untuk
manajemen akut pantau gejala vasokonstriksi dari triptan
Pantau penggunaan beta blocker untuk penyakit saluran napas reaktif dan
gangguan konduksi jantung.
Pantau pasien yang menggunakan penghambat saluran kalsium untuk gejala
refluks gastroesofageal dan konstipasi.
Pantau rejimen baik untuk hasil terapeutik dan efek samping, yang dapat
memengaruhi kualitas hidup dan kepatuhan pengobatan.
2. Apa faktor komorbid dari obat yang diterima pasien?
Berdasarkan gambar diatas, ada beberapa faktor yang menimbulkan sakit kepala
migraine salah satunya ialah faktor penggunaan obat dengan golongan analgesic yang
berlebihan (ibuprofen) dimana pasien mengonsumsi ibuprofen dengan penggunaan
sebanyak 1,6 gram (200 mg 2 tablet 3-4x/hari) yang melewati dosis maksimum untuk
ibuprofen sebagai analgesik pada saat menstruasi yaitu 1,2 gram/hari (DIH, 2009).
Penggunaan ibuprofen memiliki efek samping sakit kepala sebesar 1-3%
Berdasarkan DIH penggunaan triamterene memiliki efek samping sakit kepala sebesar
1-10% (DIH, 2009).
3. Apa tujuan terapi pasien? Bagaiaman terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi
pasien?
a. Tujuan terapi
Tujuan paling penting dari manajemen sakit kepala akut adalah menghilangkan rasa
sakit. Tujuan pengobatan jangka pendek migrain adalah untuk mencapai penghilang
rasa sakit yang cepat untuk memungkinkan pasien untuk melanjutkan aktivitas
normal. Tujuan terapi jangka panjang adalah untuk mencegah kekambuhan sakit
kepala dan mengurangi keparahan sakit kepala.
b. Terapi non-farmakologi
Menggunakan es batu ke kepala dan beristirahat atau tidur, di lingkungan yang gelap
dan tenang lebih baik. Manajemen pencegahan migrain harus dimulai dengan
identifikasi dan penghindaran faktor-faktor yang secara konsisten memicu serangan
migraine, pada pasien disarankan untuk tidak merokok dan mengurangi stress (beban
pikiran).
c. Terapi farmakologi
Pasien telah menggunakan ibuprofen untuk mengatasi sakit yang dirasa tetapi tidak
memberikan hasil yang efektif.
Analgesik, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan acetaminophen, dengan
atau tanpa opioid, adalah pilihan farmakologis awal untuk manajemen akut sakit
kepala migrain terutama ketika tingkat keparahan ringan sampai sedang. Jika
analgesik ini terbukti tidak efektif, dan ketika sakit kepala parah, maka obat-obatan
khusus migrain, seperti triptans, diberikan (dipiro dkk, 2016)
Sumatriptan merupakan first line terapi untuk nyeri sedang sampai berat dengan dosis
6 mg secara subcutan dan bisa diulang setiap 1 jam dengan dosis maksimum 12
mg/24 jam. Sedangkan untuk dosis sumatripan per oral yaitu 25-100 mg setiap terjadi
serangan akut migren dan dapat di ulang setelah 2 jam hingga dosis maksimal 200
mg/24 jam. Dosis nasal spray 5-20 mg, dengan dosis maksimum pemberian 40 mg/24
jam.
Selain itu juga harus diberikan terapi profilaksis
Berdasarkan algoritma migrain diatas, terapi profilaksis diberikan setiap hari untuk
mengurangi frekuensi, keparahan, dan durasi serangan, serta untuk meningkatkan
respons terhadap terapi akut.
Obat yang digunakan ialah Propanolol dengan dosis 20 mg 2-3x sehari lalu
ditingkatkan dosisnya dengan interval perminggu sesuai dengan toleransi pasien,
dosis maksimum 320 mg/hari.
Alasan pemilihan obat:
Pemilihan β-blocker dapat didasarkan pada selektivitas, kenyamanan formulasi,
dan tolerabilitas. β -blocker dapat meningkatkan ambang batas migrain dengan
memodulasi neurotransmisi adrenergik atau serotonergik di jalur kortikal atau
subkortikal. β -blocker digunakan untuk terapi lini kedua apabila NSAID dan
Triptan tidak efektif. Propranolol adalah agen lini pertama untuk profilaksis
migrain karena keamanannya dan kekuatan bukti dari uji coba terkontrol secara
acak. Ketika propranolol digunakan, sekitar 50% hingga 80% pasien
mendapatkan bantuan lengkap atau sebagian dari serangan migrain.
Suplementasi magnesium mungkin sangat efektif untuk pencegahan migrain
menstruasi dan pada pasien migrain dengan aura. Dosis yang direkomendasikan
adalah 400 mg/hari.
Alldredge, Brian K., 2013, Koda-Kimble &Young’s Applied Therapeutics, Wolters Kluwer
Philadelphia.
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug Information
Handbook, 17 edition, LexiPharmacists Association.
Dipiro J.T., Marie A.C., Terry L.S., Barbara G.W., Patrick M.M., dan Jill M.K., 2016,
Pharmacotherapy Principles and Practice 4th Edition, MC Graw Hill Education: New
York.