Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT STUDY

POLI ANAK
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA PADANG PANJANG

“EPILEPSI”
Preseptor:
dr. Yunira Yunirman, Sp. A
apt. Wenna Syukri Yenni S. Farm.

Disusun oleh :
Prastika Purnama Sari, S.Farm 31 05 063
Rahmad Hidayat, S. Farm 31 05 071
Atika Sri Indriyani ,S. Farm 31 05 075
 

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXVII


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA PADANG 2020/2021
Defenisi Epilepsi

Epilepsi merupakan suatu serangan berulang secara periodik


dengan atau tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan oleh
kelebihan muatan neuron kortikal dan ditandai dengan perubahan
aktivitas listrik seperti yang diukur dengan elektro-ensefalogram
(EEG). Kejang merupakan keparahan kontraksi otot polos yang
tidak terkendali (ISO Farmakoterapi, 2008).
Klasifikasi Epilepsi
Etiologi Epilepsi

• Epilepsi idiopatik, yaitu epilepsi yang faktor penyebabnya tidak


diketahui. Kurang lebih 65% dari seluruh kasus epilepsi merupakan
epilepsi idiopatik dan terjadi pada 50% kasus epilepsi pada anak,
awitan biasanya pada usia lebih dari 3 tahun.

•Epilepsi simtomatik, penyebabnya sangat bervariasi


bergantung pada usia awitan. Penyebab epilepsi pada berbagai
kelompok usia.
Patofisiologi Epilepsi
Diagnosa Epilepsi

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan - EEG
penunjang - CT scan
- Dan lain-lain
Penatalaksanaan Epilepsi
 Terapi Non Farmakologi
Terapi diet ketogenik sangat dianjurkan untuk penderita epilepsi,
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920. Diet ketogenik
merupakan diet rendah gula dan protein namun mengandung lemak
yang tinggi. Komposisi nutrisi yang terdapat dalam diet ketogenik
menyebabkan pembakaran lemak yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan kadar keton dalam darah. Telah diketahui sebelumnya
bahwa keton dapat meminimalkan rangsangan pada sistem saraf
pusat. Kelemahan dari terapi diet ini adalah sering terjadi gangguan
pencernaan seperti mual dan diare, malnutrisi dan pembentukan batu
saluran kemih karena diet ini seringkali mengandung asam urat
tinggi. Terapi diet ini dapat menurunkan kejadian kejang sebesar 25-
50 %.
 Terapi bedah epilepsi
Tujuan terapi bedah epilepsi adalah
mengendalikan kejang dan
meningkatkan kualitas hidup pasien
epilepsi yang refrakter. Pasien
epilepsi dikatakan refrakter apabila
kejang menetap meskipun telah
diterapi selama 2 tahun dengan
sedikitnya 2 OAE yang paling sesuai
untuk jenis kejangnya atau jika terapi
medikamentosa menghasilkan efek
samping yang tidak dapat diterima.
Terapi bedah epilepsi dilakukan
dengan membuang atau memisahkan
seluruh daerah epileptogenik tanpa
mengakibatkan risiko kerusakan
Terapi Farmakologi
Pengobatan epilepsi bertujuan untuk menyembuhkan atau bila tidak
mampu menyembuhkan, paling tidak membatasi gejala-gejala dan
mengurangi efek samping pengobatan. Pengobatan dihentikan secara
berangsur dengan menurunkan dosisnya (Low, 1998).
Menurut Basjirudin (1992) tujuan utama pengobatan adalah agar
tidak terjadi bangkitan berulang dan tidak mengganggu fungsi normal
susunan saraf pusat, sehingga penderita epilepsi dapat hidup seperti
orang normal. Pada dasarnya prinsip penanggulangan epilepsi adalah
dengan pemberian OAE sebagai upaya menekan timbulnya bangkitan,
mengatasi penyebab, faktor pencetus dan meningkatkan kesehatan
sosial, fisik, maupun psikis.
Tinjauan Kasus
 Nama : Anak T

Identitas Pasien  No. Rekam Medik : 4280xx


 Umur : 6 tahun 11 bulan
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tanggal lahir : 04-03-2014
 Berat badan : 13 kg
 Alamat : Paninjauan
 Ruangan : Poli Anak
 Agama : Islam
 Gol. Darah :-
 Dokter yang merawat : dr. Yunira Yunirman, Sp. A
 Farmasist : apt. Wenna Syukri Yenni, S. Farm
 Tanggal Masuk : 11 Februari 2021
 Tanggal Keluar : 11 Februari 2021
Anamnesis
 Keluhan utama yang dirasakan pasien yaitu demam , batuk berdahak
dan sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk ke poli anak RSUD
Kota Padang Panjang.
Riwatat Penyakit
 Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit terdahulu pasien adalah epilepsi sejak ± 1,5 tahun
yang lalu. Pasien pernah di rawat di RSUD Kota Padang Panjang
dengan terapi pengobatan yaitu Diazepam, Phenobarbital,
Paracetamol dan infuse D 10% dan selanjutnya pasien kontrol rutin
tiap bulannya. Dari pasien sesudah di rawat sampai sekarang pasien
tidak pernah mengalami kejang dan pasien patuh terhadap
pengobatannya.
 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit dari keluarga pasien tidak ada.
 Riwayat Alergi : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi baik obat
maupun makanan.
 Pemeriksaan fisik: Hasil pemeriksaan fisik di poli anak RSUD Kota
Padang Panjang tanggal 11 Februari 2021:
Pemeriksaan Umum:
 Kondisi umum: sedang
 Kesadaran : compos mentis
 BB : 13 kg

 Diagnosa Utama: Epilepsi


 Diagnosa Sekunder: ISPA
 Pemeriksaan Penunjang: -
Terapi / Tindakan

Terapi yang diberikan di poli anak Rumah Sakit Umum Daerah


Kota Padang Panjang:
 Phenobarbital 30 mg, 2 x sehari 1 tablet sesudah makan.
 Asam folat 1 mg, 1 x sehari 1 tablet sesudah makan.
 Paracetamol syr 120 mg/5 ml, 3 x sehari 1 ½ cth sesudah makan.
 Bromheksin 3 mg, 3 x sehari 1 bungkus sesudah makan.
 CTM 1,5 mg, 3 x sehari 1 bungkus sesudah makan.
Follow Up
Analisa Drug
Relate
Prombem
Pembahasan
 Pada pengobatan ini pasien mendapatkan Phenobarbital 30 mg, 2 x sehari 1 tablet.
Phenobarbital merupakan obat yang efektif untuk pasien yang tidak mempunyai respon
baik terhadap obat antiepilepsi lain pada pengobatan kejang tonik-klonik, kejang parsial
sederhana dan kejang parsial kompleks. Juga efektif pada pengobatan pada status
epileptikus (Dipiro, ed. 7 hal 577).

Pasien juga mendapatkan Asam Folat 1 mg 1 x sehari 1 tablet sesudah makan.


Indikasi Asam Folat yaitu pencegahan dan pengobatan defisiensi folat, (Basic
Pharmacology & Drug Notes hal. 346).
 Pasien juga mendapatkan paracetamol sirup
120mg/5 ml 3 x sehari 1 ½ cth sesudah
makan. Indikasi Paracetamol yaitu
menurunkan panas dan menghilangkan rasa
nyeri (ISO vol. 46 hal. 3).
 Pasien juga mendapatkan obat CTM 1,5 mg 3
x sehari 1 bungkus sesudah makan yang dibuat
dalam bentuk puyer. Indikasnya untuk
mengatasi gejala alergi seperti hay fever,
urtikaria; pengobatan darurat reaksi anafilaktik
 Pasien juga mendapatkan obat Bromhexin 3 (Basic Pharmacology & Drug Notes). Pasien
mg, 3 x sehari 1 bungkus yang dibuat dalam mendapatkan Chlorpheniramine Maleate
bentuk puyer. dan CTM. Indikasi Bromhexin
karena pasien diduga demam batuk karena
yaitu sebagai mukolitik yang meringankan
batuk berdahak. Dosis lazim Bromhexin alergi.
untuk anak umur 5-10 tahun yaitu 3 x 4 mg
sehari (ISO vol. 46 hal. 526).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
 Hasil diagnosa dokter pasien mengalami
epilepsi dan pilihan terapi pada pasien Saran
sudah tepat baik itu indikasi maupun
dosis. Pemantauan terapi obat, efek samping
dan pemberian jarak terapi dilakukan
secara rutin dan dilakukan penyesuaian
 Dari terapi yang diberikan terdapat DRP
yaitu pemberian CTM dan Phenobarbital dosis sesuai dengan dosis lazim dan kondisi
keduanya meningkatkan efek sedasi. fisik pasien.
Sebaiknya penggunaan harus dijarakkan
(Medscape) dan penggunaan Asam Folat
dengan Phenobarbital dapat menurunkan
kadar Phenobarbital. Sebaiknya
penggunaan harus dijarakkan. (Basic
Pharmacology & Drug Notes hal.127).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai