Anda di halaman 1dari 45

CASE STUDY REPORT (CSR)

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) BANGSAL ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANG PANJANG
“Diare Akut pada Anak dengan Dehidrasi Sedang”

Preseptor :
dr. Yunira Yunirman, Sp. A
apt. Wena Syukri Yenni, S. Farm

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
DESSY KURNIA RISMA (31 05 015)
GHENY SELWITRA INSANI (31 05 077)
SOFIA NOFIANTI (31 05 065)

APOTEKER ANGKATAN XXVII

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

PADANG PANJANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan motalitas yang masih
tinggi. Di Indonesia diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB). Angka rawat inap penderita diare di Negara berkembang lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju. Kurang lebih terdapat 500 juta balita yang
menderita diare setiap tahunnya, 20% dari seluruh kematian pada balita yang
hidup di Negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi
(Depkes RI, 2011).
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari 3 kali/hari disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir. Secara klinis penyebab diare terbagi menjadi
enam kelompok yaitu infeksi, malabsobsi, alergi, keracunan makanan,
imunodefisiensi dan penyebab lain misalnya gangguan fungsional dan malnutrisi
(Suraatmaja, 2007).
Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus
halus (enteritis), kolon (colitis) dan usus (enterokolitis). Diare akut biasanya
berupa konsistensi tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal yang berlangsung kurang dari 14 hari. Lebih dari 90% penyebab diare
akut adalalah agen penyebab infeksi dan disertai dengan muntah, demam dan
nyeri pada abdomen, 10% disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan
kondisi lain. Diare akut biasanya dapat sembuh sendiri dan akan mereda tanpa
terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Sedangkan diare kronis adalah
diare yang berlangsung lebih dari 15 hari yang disebabkan oleh penyebab non
infeksi seperti alergi (Subagyo & Santoso, 2010).
Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit pada penderita diare sering
disebabkan oleh diare itu sendiri dan muntah. Aspek terpenting yang harus
perhatikan pada diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan asupan nutrisi

1
untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Terapi rehidrasi efektif
menurunnkan angka kematian akibat diare, namun pencegahan diare tetap
diperlukan dalam menurunkan tingginya angka kejadian. Panduan tatalaksana
diare pada balita merujuk pada panduan WHO, menetapkan lima pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita balita yaitu rehidrasi
dengan menggunakan oralit, pemberian zink selama 10 hari berturut-turut, ASI
dan makanan diteruskan, antibiotik selektif dan nasihat kepada orang tua (Sudoyo
et al., 2006).
Penatalaksanaan penanganan dehidrasi dilakukan berdasarkan derajat
dehidrasi. Salah satu derajat dehidrasi yang sering dialami balita adalah diare akut
dengan dehidrasi ringan-sedang dengan gejala keadaan umum, gelisah, mata
cekung, rasa haus dan ingin minum banyak, turgor kembali lambat. Untuk
melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus
dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif
dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat
kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol.
Selain itu, pemberian suplementasi zink dan probiotik bersamaan pada diare cair
akut berpengaruh dalam memberikan perlindungan terhadap konsistensi feses,
frekuensi diare, durasi diare, dan lama rawat inap (Subagyo & Santoso, 2010).
Berdasarkan paparan diatas laporan ini akan membahas tentang
karakteristik diare akut dehidrasi sedang pada pasien anak. Tujuan praktek kerja
profesi apoteker ini untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai diare
akut pada anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padang Panjang.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Secara klinis penyebab diare
dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi disebabkan oleh
bakteri, virus atau invasi parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi
dan sebab-sebab lainya. Menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI defenisi
diare berbeda pada nonatus dan bayi > 1 bulan serta anak. Neonates dikatakan
diare bila frekuensi BAB > 4 kali sedangkan bayi > 1 bulan dan anak dikatakan
diare bila frekuensi BAB > 3 kali (Depkes RI, 2011).

Gambar 1. Mekanisme Diare

2.1.2 Etiologi

Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit)
alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar
penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak adalah infeksi virus
terutama Rotavirus (Permatasari, 2012). Sebagian besar dari diare akut

3
disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran
cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi
dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan
destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili
yang dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara
klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi
(disebakan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorbsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya (Depkes RI, 2011). Penyebab
diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit, disamping sebab lain seperti
racun, alergi dan dispepsi (Djamhuri, 1994).

 Virus

Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%).


Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus
serotype 1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk Virus, Astrovirus,
Adenovirus (tipe 40,41), Small bowel structure virus,
Cytomegalovirus.

 Bakteri

Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC).


Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E coli (EIEC),
Enterohemorragic E.coli (EHEC), Shigella spp.,
Camphylobacterjejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholera 01, dan
V. Cholera 0139, salmonella (non-thypoid).

 Parasit

Protozoa, Giardia lambia, Entamoeba histolityca, Balantidium coli,


Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora
cayatanensis.

 Heliminths

4
Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria
philippinensis, Trichuris trichuria.

 Non Infeksi

Malabsorbsi, Keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,


imonodefisiensi, obat dll.

Gambar 2. Diare yang dusebabkan oleh bakteri dan parasit.

Tabel I. Gejala dan atau penyebab Diare akut dan kronis (Stein, 2001).
Diare Akut :
No Gejala Penyebabnya
1. Diare tidak berdarah, Infeksi (enteropatigenic dan enterotoksigenic
gejala penyakit E.coli, cryptosporidium, giardia, virus).
sistemik
2. Diare Infeksi (shigella, campylobacter,
berdarah, enteroinvasif dan enterohemoragik, E.coli,
gejala salmonella, yersinia, E.histolistica),
penyakit penyakit radang usus besar, colitis iskemik,
sitemik colitis dan pseudomembranosa.
3. Diare berdarah, Infeksi prokitis ulseratif, prokitis radiasi, dan
tanpa gejala
karsinoma rektosigmamoid.
sistemik.
4. Diare tidak Infeksi atau keracunan makanan (seperti

5
berdarah, tanda disebutkan sebelumnya), sindrom usus besar
gejala sistemik yang mudah teriritasi, impaksi fektal, obat-
obatan (antasida, antibiotika, NSAID,
kolsisin, kuinidin, digitalis, metildopa,
hidratazin, laktosa).
Diare Kronis :

No. Gejala Penyebab


nya
1 Diare tidak berdarah Sindrom iritasi usus besar, intoleransi
laktosa, obat-obatan (antasida, antibiotika,
NSAID, kolsisin, kuinidin, digitalis,
metildopa, Hidratazin, laktosa), giardiasis,
penyalahgunaan laktasif, impaksi fekal.
2 Diarea inflamatorik atau Kolitis ulseratif, penyakit crohn, penyakit
berdarah diverticular, kolera, pankreatik, sindrom
zollinger-alison, karsinoma medulla
karsinoid, alkohol, penyalahgunaan
laktasif,
idiopatik.
3 Diare osmotic Intoleransi laktosa, magnesium sulfat,
fosfat, manitol, sorbitol, defisien
sidisakaridase, malabsorbsi glukosa-
galaktosa herediter atau
malabsorbsi fruktosa herediter.
4 Diare yang berhubungan Diabetes, tirotoksinosis, penyakit addison,
dengan penyakit AIDS, defisiensi niasin dan seng, leukemia,
sistemik pseudo obstruktif.

Diare dengan gejala nonspesifik yang merupakan manifestasi umum


gangguan GI, termaksut penyakit inflamasi perut, sindrom iritasi perut, keganasan
saluran cerna, sindrom berbagai macam malabsorbsi, dan infeksi intestinal akut
atau subakut dan gangguan-gangguanya. Diare dapat juga merupakan efek
samping yang tidak dikehendaki pada banyak obat. Obat yang menyebabkan diare
seperti Akarbosa dan metformin, Alkohol, Antibiotik seperti: (klindamisin,

6
eritromin, rifampisin, dan seforoksim), kolkisin, senyawa-senyawa sitotoksik,
Antasida yang mengandung magnesium,OAINS (Wiffen et al, 2014).

2.1.3 Patofisiologi

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik


(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air
dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa
(asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Zein dkk, 2004).
Mekanisme terjadinya diare dan termaksut juga peningkatan sekresi atau
penurunan absorbsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa intestinal dan eksudat
yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal (Wiffen et al, 2014). Infeksi diare
akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare noninflamasi
dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di
kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah.
Gejala klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, tetenus,
serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis
ditemukan lendir dan atau darah, mikoroskopis didapati sek lukosit
polimakronuklear. Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme, yaitu
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebakan terjadinya
diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitoksin. Satu jenis bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan
mukosa usus (Amin, 2015).

Berdasarkan patofisiologinya, diare dapat dibagi atas 3 kelompok :

7
 Osmotic diarrhoe, yang terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa.
Hal ini ditemukan malabsorbsi, dan defisiensi laktase.
 Secretori diarrhoea, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar tidak
menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi
yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh toksin bakteri, garam
empedu, prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya, melalui rangsangan
oleh cAMP (cyclic AMP) pada sel mukosa usus.
 Exudative diarrhoea, ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada
colitis ulcerativa, atau pada tumor yang menimbulkan adanya serum,
darah, dan mukus.

Diare akut dapat menyebabkan terjadinya:

 Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang


menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic dan hypokalemia.
 Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau pra-
renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah,
perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik
bertambah berat, peredaran otak dapat terjadi, kesadaran menurun
(sopokorokomatosa) dan bila tidak cepat diobati, dapat menyebabkan
kematian.
 Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah, kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian makanan
karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan
tetap diberikan tetapi dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau
bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia
dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma
(Suharyono, 1991).
2.1.4 Klasifikasi Diare

Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

 Diare akut

8
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung
kurang dari 2 minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya
mendadak, disertai lemah dan kadang-kadang demam atau muntah.
Biasanya berhenti atau berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus, infeksi bakteri, akibat
makanan.

 Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak
awal diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu
diare spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah diare yang
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifik
adalah diare yang disebabkan oleh makanan (Wijaya, 2010). Diare kronik
atau diare berulang adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan
keenceran tinja yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan
baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional
atau akibat suatu penyakit berat. Tanda-tanda diare kronik seperti: demam,
berat badan menurun, malnutrisi, anemia, dan meningginya laju endap
darah. Demam disertai defense otot perut menunjukan adanya proses
radang pada perut. Diare kronik seperti yang dialami seseorang yang
menderita penyakit crohn yang mula-mula dapat berjalan seperti serangan
akut dan sembuh sendiri. Sebaliknya suatu serangan akut seperti diare
karena infeksi dapat menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri
dapat diarahkan untuk memebedakan antara diare akut dengan diare
kronik.

Tabel 2. Klasifikasi Diare Berdasarkan tabel Derajat Dehidrasi

Gejala/ Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi


derajat
dehidrasi Ringan/ Sedang Berat

9
dehidrasi
Bila terdapat dua Bila terdapat dua Bila terdapat dua

tanda atau lebih tanda atau lebih tanda atau lebih


Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lusu, Lunglai/

tidak sadar
Mata Tidak Cekung Cekung Cekung
Keinginan Normal, tidak Ingin minum Malas minum
untuk Minum ada rasa terus, ada
haus rasa
Haus
Turgor Segera kembali Kembali Kembali sangat
lambat
Lambat
(Depkes RI, 2011).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Diare karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,


hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
waktu tanpa pengulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan pada tubuh yang mengakibatkan ranjatan hipovolemik
atau karena gangguan kimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Kehilangan
cairan dapat menyebakan haus, berat badan menurun, mata menjadi cekung, lidah
kering, tulang pipi menonjol, turtor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Kehilangan
bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan
pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi
nafas lebih cepat dan lebih dalam. Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah,
pCO2 normal dan base excess sangat negatif (Zein dkk, 2004). Tanda-tanda awal
dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah.
Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena

10
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat
yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-
basa dan elektrolit (Kliegman, 2006). Bila penderita telah kehilangan banyak
cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir
bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Hasan dkk, 1985).

Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare


dapat dibagi menjadi :

 Diare tanpa dehidrasi


Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.

 Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)


Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

 Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)


Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.

 Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)


Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak

11
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat (Kliegman et
al, 2006).

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau


demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan tubuh yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus,
berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik. Kehilangan bikarbonat akan menurunkan Ph
darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan, sehingga
frekuensi napas lebih cepat dan lebih dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah
usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH dapat naik
kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal, dan base excess sangat
negatif. Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa
renjatan dengan tanda denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat menimbulkan
aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun dan akan timbul anuria, bila tidak segera diatasi akan
menyebabkan timbulnya penyakit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang
berarti gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi pemutusan sirkulasi paru-paru dan dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa
alkali (Amin, 2015). Diare merupakan gejala nonspesifik yang merupakan
manifestasi umum gangguan GI, termaksut penyakit inflamasi perut,
sindrom iritasi perut, keganasan saluran cerna, sindrom berbagai macam

12
malabsorbsi, dan infeksi intestinal akut atau subakut dan gangguan-
gangguanya. Diare dapat juga merupakan efek yang tidak dikehendaki pada
banyak obat (Wiffen et al, 2014).

2.1.6 Kriteria Diagnosis


a. Anamnesis
 Lama diare berlangsung, frekuensi diare dalam sehari, warna dan
konsistensi tinja, lendir dan atau darah dalam tinja
 Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air
kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
 Jumlah cairan yang masuk selama diare
 Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengonsumsi makanan yang tidak biasa
 Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum
b. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
 Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
 Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa
bibir, mulu, dan lidah
 Berat badan
 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas
cepat dan dalam (asidosos metabolik), kembung (hipokalemia), kejang
(hipo atau hipernatremia)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada diare dapat berupa:
a) Feses
1. Dapat disertai darah atau lendir
2. PH asam/basa
3. Leukosit > 5/LBP -> disentri
4. Biakan dan test sensitivitas untuk etiologi bakteri/ terapi

13
5. ELISA (Enzym linked imunosorbent assay) bila memungkinkan, untuk
etiologi virus.
b) Darah
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang. tersebut yaitu:
1. Pemeriksaan daeah tepi lengkap ( hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung
jenis leukosit)
2. Dapat terjadi gangguan elektrolit atau gangguan asam bassa dilihat dari
kadar Na, K, Ca, Cl, PO4, dan Mg.
3. Analisa gas darah dapat berupa pH, PaCO2, PaO2, HCO3, O2 Sat, BE
(basae excess), dan total CO2.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal
berupa kadar kreatinin darah, asam urat, dan ureum darah.

2.1.7 Penatalaksanaan Diare


Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simptomatik,
seperti rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simptomatik dapat diteruskan
selama beberapahari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa
penyakit yang berat, terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan
leukosit pada fesesnya (Medicinus, 2009). Penatalaksanaan diare pada anak
berbeda dengan orang dewasa. Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
dengan rehidrasi tetapi bukan satu-satunya terapi melainkan untuk
membantu memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/
menghentikan diare dan mencegah anak dari kekurangan gizi akibat diare
dan menjadi cara untuk mengobati diare. Penanganan diare akut ditujukan
untuk mencegah/ menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan
elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati
kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi
serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara
komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara
umum terapi rasional adalah terapi yang :

14
1. Tepat indikasi

2. Tepat dosis

3. Tepat penderita

4. Tepat obat

5. Waspada terhadap efek samping.

Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah ditetapkan oleh


Kementerian Kesehatan yaitu Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas
Diare) yaitu: rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah, pemberian
Zinc selama 10 hari berturut- turut, teruskan pemberian ASI dan makanan,
antibiotik selektif, nasihat kepada orangtua/pengasuh (Depkes RI, 2011).
Penatalaksanaan diare akut pada orang dewasa antara lain meliputi:

 Rehidrasi sebagai perioritas utama pengobatan, empat hal yang


perlu diperhatikan adalah
a. Jenis cairan, pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit,
cairan Ringer Laktat, bila tidak tersedia dapat diberikan NaCl
isotonik ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml
b. Jumlah cairan, jumlah cairan yang diberikan idealnya sesuai
dengan cairan yang dikeluarkan
c. Jalan masuk, rute pemberian cairan pada oarang dewasa dapat
dipilih oral atau i.v
d. Jadwal pemberian cairan, rehidrasi diharapkan terpenuhi
lengakap pada akhir jam ke-3 setelah awal pemberian.
 Terapi simptomatik, obat antidiare bersifat simptomatik dan
diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional.
Beberapa golongan antidiare: Antimotilitas dan sekresi usus,
turunan opiat, Difenoksilat, Loperamid, Kodein HCl, Antiemetik:
Metoklopramid, Domperidon.
 Terapi definitif, edukasi yang jelas sangat penting dalam upaya
pencegahan, higienitas, sanitasi lingkungan (Mansjoer dkk, 2009).

15
1. Terapi Non Farmakologi Diare
Pencegahan Diare dapat diupayakan melalui berbagai cara
umum dan khusus/imunisasi. Termaksut cara umum antara lain
adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena peningkatan higiene
dan sanitasi dapat menurunkan insiden diare, jangan makan
sembarangan terlebih makanan mentah, mengonsumsi air yang
bersih dan sudah direbus terlebih dahulu, mencuci tangan setelah
BAB dan atau setelah bekerja. Memberikan ASI ekslusif selama 6
bulan dan diteruskan sampai 2 tahun. Memberikan makanan
pendamping ASI sesuai umur, untuk mencegah dehidrasi bila perlu
diberikan infus cairan untuk dehidrasi. Buang air besar dijamban,
Membuang tinja bayi dengan Dengan benar Memberikan imunisasi
campak (Kasaluhe et al, 2015).

2. Terapi Farmakologi Diare


Anti–Diare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme
usus, menahan iritasi, absorbsi racun dan sering dikombinasi dengan
antimikroba. Diare yang menyerupai kolera mengakibatkan
dehidrasi ringan dan sering memerlukan infus, karena pasien dapat
meninggal karena kekurangan cairan dan elektrolit. Bila tidak
disertai muntah, maka cairan garam rehidrasi (oral rehyration salt =
ORALIT) banyak menolong sebagai pertolongan pertama
(Djamhuri, 1994). Oralit merupakan cairan elektrolit–glukosa yang
sangat esensial dalam pencegahan dan rehidrasi penderita dengan
dehidrasi ringan–sedang. Pada dehidrasi ringan dan sedang, bila
diare profus dengan pengeluaran air tinja yang hebat (>100
ml/kg/hari) atau mutah hebat (severe vomiting) dimana penderita tak
dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent
meteorism) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka
dapat dilakukan rehidrasi parenteral meskipun sebenarnya rehidrasi
parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan
sirkulasi. Terapi rehidrasi oral terdiri dari rehidrasi yaitu mengganti
kehilangan air dan elektrolit: terapi cairan rumatan yaitu

16
menjagakehilangan cairan yang sedang berlangsung. Bahkan pada
kondisi diare berat, air dan garam diserap terus menerus melaui
absorbsi aktif natrium yang ditingkatkan oleh glukosa dalam usus
halus. Larutan-larutan pengganti oral akan efektif jika mengandung
natrium, kalium, glukosa, dan air dalam jumlah yang seimbang,
glukosa diperlukan untuk meningkatkan absorbsi elektrolit (Wiffen,
2014).

Tabel 3 Komposisi ORS hipotonik yang direkomendasikan


oleh WHO

Komponen Osmolaritas (mmol/L)


Sodium 75
Klorida 65
Glukosa anhidrat 75
Potasium 20
Sitrat 10
Total Osmolaritas 245

Oralit diberikan untuk mengganti cairan elektrolit yang


banyak dibuang dalam tubuh yang terbuang pada saat diare.
Meskipun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum
tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga
lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang
terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus
penderita diare (Depkes RI, 2011).

Tabel 4 Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur


Umur (Tahun) 3 jam Pertama saat tidak Selanjutnya setiap kali diare
merasa haus

<1 1 ½ gelas 1 ½ gelas

17
1-5 3 gelas 1 gelas
>5 6 gelas 4 gelas

Rehidrasi pada pasien dilakukan sesuai dengan derajat dehidrasi


pasien. Pada dehidrasi ringan-sedang dapat diberikan secara oral dengan
pemberian oralit sebanyak 75ml/kg berat badan diberikan dalam 3 jam
pertama di layanan kesehatan, namun jika tidak tersedia dapat diganti
dengan air tajin, kuah sayur, sari buah, air teh, air matang. Setelah
rehidrasi dilakukan, keadaan umum anak kembali di cek yaitu setelah 3
jam dari rehidrasi oral. Dinilai jika keadaan umum anak sudah membaik,
anak mulai mengantuk dan tertidur, maka rencana terapi dilanjutkan
sesuai dengan terapi diare tanpa dehidrasi yaitu dengan melanjutkan
pemberian ASI, sari buah dan makanan. Namun jika dehidrasi belum
teratasi, anak masih dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang maka terapi
rehidrasi ringan- sedang diulang kembali dan jika keadaan anak lebih
memburuk menjadi dehidrasi berat maka anak segera di rehidrasi sesuai
terapi dehidrasi berat yaitu diberi cairan resusitasi secara intravena
sebanyak 30ml/kg berat badan ½ jam pertama dilanjutkan 70ml/kg berat
badan 2 ½ jam berikutnya Pemberian per oral diberikan larutan oralit
yang hipotonik dengan komposisi 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Natrium
bikarbonat, dan 1,5g KCl setiap liter. Terapi rehidrasi oral terdiri dari
rehidrasi yaitu mengganti kehilangan air dan elektrolit: terapi cairan
rumatan yaitu menjaga kehilangan cairan yang sedang berlangsung
(Maliny, 2014). Pemberian Zinc selama 10 hari terbukti membantu
memperbaiki mucosa usus yang rusak dan meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh secara keseluruhan. Zinc diberikan selama 10 hari
berturut-turut dengan dosis sebagai berikut:

a. Balita umur < 6 bulan: ½ tablet (10 mg)/hari

b. Balita umur ≥ 6 bulan : 1 tablet (20 mg)/hari.

Antibiotik diberikan jika terdapat indikasi seperti kolera, diare


berdarah, atau diare dengan disertai penyakit lain (Depkes RI, 2011).

18
Antibiotik diindikasikan pada diare dengan gejala dan tanda diare dengan
infeksi, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi eksresi dan
kontaminasi lingkungan. Antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur
dan resistensi kuman (Mansjoer, 2009). Pada anak tidak perlu diberikan
obat antidiare, karena saat diare akan terjadi peningkatan motilitas dan
peristaltik usus. Anti diare akan menghambat gerakan itu sehingga
kotoran yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu
anti diare dapat menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada
usus terlipat/terjepit (Maliny, 2014). Beberapa obat antidire yang dapat
digunakan sebagai pertolongan saat terjadi diare :

 Adsorben dan obat pembentuk massa

Adsorben seperti koalin, tidak dianjurkan untuk diare akut.


Obat-obat pembentuk masa seperti metil selulosa, isphagula, dan
strerkulia bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi tinja pada
ileostomi, serta dalam mengendalikan diare akibat penyakit
divertikular. Contoh obat yang termaksut dalam golongan antara lain
kaolin, pectin, dan attalpugit.

 Anti motilitas

Pada diare akut obat-obat anti motilitas peranya sangat


terbatas sebagai tambahan pada terapi pengganti cairan dan
elektrolit. Yang termaksut dalam golongan ini adalah codein fosfat,
co-fenotrop, loperamid HCL, dan morfin.

 Pengobatan diare kronis

Bila diare menetap, beberapa kondisi seperti penyakit


Crohn, kolitis pseudomembran, dan penyakit divertikular perlu
dipertimbangan. Diperlukan terapi spesifik, termaksuk manipulasi
diet, obat-obat, dan pemeliharaan hidrasi yang cukup (Depkes RI,
2001).

 Pemberian Zinc

19
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Lebih dari 90 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc
sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase
(Linder,1999). Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas
superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang.
Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat,
sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan termasuk jaringan
epitel dalam usus (Cousins et al, 2006). Zinc  yang ada dalam tubuh
akan hilang dalam jumlah besar pada saat seorang anak menderita
diare. Dengan demikian sangat diperlukan pengganti zinc yang
hilang dalam proses kesembuhan seorang anak dan untuk menjaga
kesehatannya di bulan-bulan mendatang.
 Pemberian Probiotik
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung
bakteri atau jamur yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran
pencernaan manusi. Probiotik dapat mengurangi keparahan diare
melalui efek kompetisi dengan patogen, imunomodulator,
meningkatkan sekresi IgA mukosa usus, dan mengurangi kejadian
intoleransi laktosa.

Pemberian probiotik terlihat bermanfaat dalam tatalaksana


diare akut. Probiotik dapat bermanfaat mempersingkat lama diare
pada anak dan mencegah diare pada bayi. Meta-analisis yang
dilakukan oleh Szajewska et al menunjukkan bahwa pemberian
suplemen Lactobacillus mengurangi durasi diare akut sehari lebih
cepat dibandingkan plasebo (95% CI) dengan level of evidence 1a.
Efektivitasnya terutama lebih baik pada mereka dengan etiologi
rotavirus, yang merupakan penyebab terbanyak diare akut pada anak

 Mengobati masalah lain


Obat-obatan “anti diare” dan anti muntah tidak boleh diberikan
pada anak dengan diare. Anti diare tidak dianjurkan karena belum
adanya bukti mengenai diare yang berdaya guna, sehingga
penggunaan anti diare hanya menimbulkan beban biaya.
20
 Pemberian nasehat
Pemberian nasehat kepada orang tua anak (pengasuh) untuk
segera membawa anaknya kepada petugas kesehatan bila anak tidak
membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut:
1. Buang air besar cair lebih sering
2. Muntah berulang-ulang
3. Rasa haus yang nyata
4. Makan atau minum sedikit
5. Demam
6. Tinja berdarah

Komplikasi Diare
1. Kehilangan cairan (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena output air lebih banyak dari pada input air.
2. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)
Metabolik asidosis terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal.
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselular ke dalam cairan
intraselular.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan,
pernapasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan kuszmaull.
Pernapasan ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk
mempertahankan pH darah.
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi,
lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP. Hal ini
terjadi karena :

21
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu
b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun
sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia
tersebut berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, pucat, berkeringat, syok,
kejang sampai koma.
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau
muntahnya akan bertambah berat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat
mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan turunnya kesadaran
(soporokomatusa) dan bila tidak segera ditangani penderita dapat meninggal.

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

22
No MR: 999xxx
Nama Pasien An. SAM
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 4 tahun 6 Bulan
Berat badan (BB) 14 Kg
Agama Islam
Alamat Ngalau Koto Padang Panjang

Pekerjaan -
Ruangan Rawatan Anak
Dokter yang merawat dr. Yunira Yunirman, Sp. A
Farmasis apt. Wena Syukrina, S.Farm
Mulai Perawatan 15 Februari 2021
Keluar RS 18 Februari 2021

3.2 Riwayat Penyakit


a. Riwayat penyakit sekarang
- Mencret > 5 kali dalam 1 hari sejak ±2 hari yang lalu
- Muntah (+)
- Nyeri perut (+)
- Demam (2 hari)
b. Riwayat penyakit terdahulu
- Tidak ada
c. Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada
c. Riwayat Imunisasi
- Lengkap (BCG, Polio, Hepatitis B, DPT, Campak)

3.3 Pemeriksaan fisik


Tanggal Pemeriksaan fisik Hasil Keterangan
15/02/2021 Kesadaran Compos mentis Normal
18.00 Wib

23
(kesadaran penuh)

HR (Heart Rate) 110x/menit Takikardia

(Normal 80-90x/i)

RR (Respiratpry Rate) 22x/menit Normal 22-


34x/menit

T (Suhu OC) 37,6OC Normal (3-4th : 36,6-


37,2OC)

Kepala Normal Nomal

Mata Cekung +/+ Tidak normal

Thorax Cor & pulmo Normal


dibagian dada
normal

Abdomen Turgor (+) lambat, Tidak normal


BU (+) meningkat (normal <5)

Ekstermitas Akral hangat Tidak normal

Wajah Normal Normal

HT Normal Normal

Leher Normal Normal

Dada Normal Normal

Punggung Normal Normal

Abdomen Normal Normal

Ekstermitas atas/bawah Normal Normal

Status neurologi Normal Normal

Kulit Normal Normal

3.4 Pemeriksaan laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan


Hematologi
MASUK Hb 14 g/dL 12-16 g/dL Normal

24
15/02/2021
Leukosit 7.080 /uL 5000-10.000 Normal
Hematokrit 40% Pr: 37-43% Normal
Trombosit 341.000/uL 150-400.000/uL Normal
Hitung jenis
Basofil 0% 0-1% Normal
Eosinofil 0% 1-3% Tidak Normal
N batang 59% 50-70% Normal
N segmen

Limfosit 29% 20-40% Normal


Monosit 12% 2-8% Tidak normal
NLR 2.03 ≤3.13 Normal
LA 2.053 >1500 Normal
KELUAR Hb 12,3 g/dL 12-16 g/dL Normal
17/02/2021
Leukosit 6,070 /uL 5000-10.000 Normal
Hematokrit 35% Pr: 37-43% Normal
Trombosit 303.000/uL 150-400.000/uL Normal

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan


urine
17/02/2021 Warna Kuning muda Normal Normal
Kekeruhan jernih Normal
Leukosit 1-2/LPB <5 Normal
Eritrosit (-) - -
Urobilinogen Normal <1,0 Normal
Benda kton (+) - Tidak Normal

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan


feses
16/02/2021 MAKROSKOPIS MIKROSKOPIS
Warna kuning Epitek (-)
Konsistensi Cair Makropag (-)
Lendir (-) Amuba (-)
Darah (-) Leukosit (-)
Parasit (-) Eritrosit (-)
KIMIA Telur cacing (-)
Tes darah samar (-) Askaris (-)
Trichuris (-)
Nekator (-)

3.5 Diagnosis
Diagnosa
- Diare akut dehidrasi sedang
- Kolik abdomen
3.6 Penatalaksanaan

25
1. Terapi di Bangsal Anak
- IVFD RL 20 tpm/menit/ 3 jam pertama, selanjutnya IVFD RL 12
tpm/menit makro.
- Parasetamol Syr 3 x 1 ½ cth (PO)
- Lacto B 2 x 1 Sach (PO)
- Zinc syr 1 x 1 Cth (PO)
- Domperidon 3 x 1/3 tab (puyer)

2. Terapi saat pasien pulang


- Lacto B 2 x 1 Sach (PO) = 6
- Zinc syr 1 x 1 Cth (PO) = 6

3.7 Follow Up
Nama : Nn. SAM Diagnosa Diare akut Dokter : dr. Yunira Yunirman,
dehidrasi sedang, kolik Sp. A
abdomen

Umur 4 : tahun 6 Ruangan : Anak Apoteker : apt. Wena


bulan Syukrina, S.Farm

Tanggal S O A P

15 Februari 2021 - Mencret lebih - Ku : sedang - diare akut - Cek Hb, Ht, L, T, Hu, NLR,
dari 5 kali - Kes: CMC dehidrasi sedang LA
18.10 WIB
sejak 2 hari - HR: 110x/i - kolik abdomen - cek feses
yang lalu, - RR: 22 x/i - Ro. Thorax PA
O
muntah, nyeri - T: 37,6 C - IVFD RL 20 tpm 3 jam
perut, demam - Mata : cekung +/+ pertama, lanjut 12 tpm
- Thorax: Cor & makro
Pulmo dibagian - Paracetamol Syr 3x 1 ½ cth
dada, - Domperidon syr 3x1/2 cth
- Abdomen: BU (+) - Lacto B 2x 1
meningkat, turgor - Zinc syr 1x1 cth
(+) lambat - ML DSP 1200 kkal

26
- ekstermitas: akral - Rawat ruang rawatan anak
hangat
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
- Hb 14 g/dL
(<200mg/dL) diatas
normal
- Leukosit 7.080/uL
(5000-10.000)
- Ht 40 % (Pr.37%-
43%)
- Trombosit
341.000/Ul (150-
400.000/uL)
- Basofil 0% (0-1%)
- Eosinofil 0% (1-
3%)
- N batang & segmen
59% (50-70%)
- Limfosit 29% (20-
40%)
- Monosit 12% (2-
8%) diatas normal
- NLR 2.03 (≤3.13)
- LA 2.053
(<200mg/dL) diatas
normal.
PEMERIKSAAN
URINE
- warna kuning
muda
- kekeruhan
jernih
- leukosit: 1-
2LPB (<5)

27
- benda keton (+)
- Urobilinogen
(normal)
16 Februari 2021 - Mencret (+), - Suhu: 37OC (08.00 - Diare - Managemen cairan IVFD RL
muntah (-), WIB), - Defisit volume 12 tpm
08.00 WIB
O
demam (-), - Suhu 36,3 C cairan
14.00 WIB nafsu makan (14.00 WIB)
(ada) - mencret ada
- muntah (-)
- nafsu makan (+),
- Pemeriksaan feses:
warna kuning,
konsistensi: cair

16 Februari 2021 - Mencret (ada - Suhu 37OC - Diare - Managemen cairan


tapi 1x), (08.00), - Defisit volume
20.15 WIB
O
- Badan letih - Suhu 36,3 C cairan
(14.00)
- mencret ada
- muntah (-)
- nafsu makan (+),
- Pemeriksaan feses:
warna kuning,
konsistensi: cair
17 Februari2021 - Mencret (+) - Mencret (+) - Defisit volume - Managemen cairan
- Letih (+) - Letih (+) cairan
08.00 wib
- Demam (+) - Demam (+)
- Hb 12,3g/dL
(<200 mg/dL)
- Leukosit 6,070/uL
(normal: 5000-
10.000)
- Hematokrit: 35%
(Pr.37-43%)
- Trombosit:
303.000/uL

28
(normal 150-
400.000/uL)

29
3.8 Analisa Terapi

3.8.1 Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal Anak

Tanggal Pemberian Obat


No Nama Dosis/ Rute
Dagang/ 15/02/2021 16/02/2021 17/02/2021 18/02/2021
Frekuensi Senin Selasa Rabu Kamis
Generik

P S SO M P S SO M P S SO M P S SO M OBAT PULANG
PASIEN

IV 19.30
1 IVFD RL 20 Henti
. tpm/3jam √
IV 04.30
2 IVFD RL 12 tpm Henti
selanjutnya √
.
PO 20.00 07.00 13.00 20.0 13.00 06.00 12.00
3 Parasetamol 3x1 ½Cth Henti
√ 0
. Syr √ √ √ √ √
PO 20.00 13.00

08.2 13.00
4 Domperidone 3x 1/3tab Henti
√ 0
. √ √
5 Lacto B 2 x 1 sach PO 20.00 √
20.0 18.00 06.00 12.00
Lanjut
√ 0 √ √ √

PO 20.00 20.0
6 Zink 1x1 cth Lanjut 10 hari
√ 0

22
BAB IV

Analisa Drug Related Problem (DRP)

Drug Therapy Problem Check


No Rekomendasi
List

23
1. Terapi obat yang tidak diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi medis Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi, dimana pasien
mendapatkan terapi:
- IVFD RL dengan komposisi Na+ 130 mmol/L, K+ 5,4 mmol/L, Cl-
112 mmol/L, Ca++ 1,8 mmol/L, Laktat 27 mmol/L yang digunakan
untuk mengatasi dehidrasi berat pada pasien.
- Paracetamol syr untuk mengurangi nyeri kolik abdomen dan untuk
mengurangi demam karena aksinya yang langsung ke pusat
pengatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta
pengeluaran keringat. Paracetamol digunakan bila suhu di atas
normal saja.
- Domperidon tab/ syr digunakan untuk mengatasi mual dan
- muntah.
- Lacto-B adalah probiotik bentuk bubuk yang memiliki fungsi
utama untuk membantu mempercepat penyembuhan diare pada
anak-anak dan orang dewasa.
- Zinc syr mampu menggantikan zinc alami tubuh yang hilang dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga juga dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah
terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
- ML DSP 1200 kkal (makanan lunak diet saluran pencernaan)
untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan agar
meringankan kerja saluran pencernaan dan tidak memperburuk
keadaan pasien.
Pasien mendapatkan terapi tambahan - Pasien tidak memerlukan terapi tambahan, pasien telah mendapatkan terapi
yang tidak diperlukan sesuai dengan kondisi medis.
Pasie didiagnosa diare akut dehidrasi sedang dan kolik abdomen.

24
- IVFD RL dengan komposisi Na+ 130 mmol/L, K+ 5,4 mmol/L, Cl-
112 mmol/L, Ca++ 1,8 mmol/L, Laktat 27 mmol/L yang digunakan
untuk mengatasi dehidrasi berat pada pasien.
- Paracetamol syr untuk mengurangi nyeri kolik abdomen dan untuk
mengurangi demam karena aksinya yang langsung ke pusat
pengatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta
pengeluaran keringat. Paracetamol digunakan bila suhu di atas
normal saja.
- Domperidon tab/ syr digunakan untuk mengatasi mual dan
muntah.
- Lacto-B adalah probiotik bentuk bubuk yang memiliki fungsi
utama untuk membantu mempercepat penyembuhan diare pada
anak-anak dan orang dewasa.
- Zinc syr mampu menggantikan zinc alami tubuh yang hilang dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga juga dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah
terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
- ML DSP 1200 kkal (makanan lunak diet saluran pencernaan)
untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan agar
meringankan kerja saluran pencernaan dan tidak memperburuk
keadaan pasien.
Pasien masih memungkinkan menjalani - pasien tidak memungkinkan menjalani terapi farmakologi karena diare
terapi non farmakologi yang dialami pasien adalah diare akut semenjak 2 hari sebelum masuk
-
rumah sakit.

Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda-beda.

25
- IVFD RL yang digunakan untuk mengatasi dehidrasi berat pada
pasien.
- Paracetamol syr untuk mengurangi nyeri kolik abdomen dan untuk
mengurangi demam karena aksinya yang langsung ke pusat
pengatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta
pengeluaran keringat. Paracetamol digunakan bila suhu di atas
normal saja.
- Domperidon tab/ syr digunakan untuk mengatasi mual dan
muntah.
- Lacto-B adalah probiotik bentuk bubuk yang memiliki fungsi
utama untuk membantu mempercepat penyembuhan diare pada
anak-anak dan orang dewasa.
- Zinc syr mampu menggantikan zinc alami tubuh yang hilang dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga juga dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah
terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
- ML DSP 1200 kkal (makanan lunak diet saluran pencernaan)
untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan agar
meringankan kerja saluran pencernaan dan tidak memperburuk
keadaan pasien.

Pasien mendapat penanganan terhadap - - pasien tidak mendapatkan penanganan terhadap efek samping yang
efek samping yang seharusnya dapat seharusnya dapat dicegah, karena pasien tidak mengalami efek samping
dicegah. yang signifikan.
- Paracetamol bersifat reaksi hematologi, reaksi kulit, reaksi alergi
dan lainya serta kerusakn hati pada penggunaan jangka panjang
- Zinc penurunan konsentrasi lipoprotein plasma dalam absorbsi

26
tembaga
- Domperidone: kadar prolaktin naik (kemungkinan galaktorea dan
ginekomasti), ruamdan reaksi lain, reaksi distonia akut.
2. Kesalahan obat

Bentuk sediaan tidak tepat - Bentuk sediaan yang diberikan pada saat rawatan telah sesuai yaitu:
- Paracetamol syr secara oral 3x 1 ½ cth
- Domperidone Syr 3 x 1/3 tab
- Lacto –B dalam bentuk peroral
- Zinc syr 1x1 cth
Terdapat kontra indikasi Tidak ditemukan adanya kontra indikasi pada terapi pengobatan. Tetapi ada
beberapa obat yang memungkinkan terjadinya kontra indikasi:
- Paracetamol dikontraindikasikan pada penderita yang
hipersensitifitas terhadap obat ini dan penderita gangguan fungsi
- hati yang berat.
- Zinc dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitifitas
terhadap mineral zinc.
- Domperidone jika stimulasi terhadap motilitas lambung dianggap
membahayakan, tumor hipofisis dan prolactinoma.
Kondisi pasien tidak dapat - Pasien telah mengalami perbaikan pada hari kedua dimana pasien sudah
disembuhkan oleh obat tidak mengalami suhu tubuh yang tinggi, berkurangnya frekuensi diare dan
muntah dan saat pulang pasien tidak lagi mengalami demam dan nyeri
abdomen, sehingga terapi yang diberikan untuk dibawa pulang yaitu Zinc
dan Lacto-B.
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi - Setiap obat yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi suatu penyakit
pasien yang diderita pasien
- IVFD RL yang digunakan untuk mengatasi dehidrasi berat pada
pasien.

27
- Paracetamol syr untuk mengurangi nyeri kolik abdomen dan untuk
mengurangi demam karena aksinya yang langsung ke pusat
pengatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta
pengeluaran keringat. Paracetamol digunakan bila suhu di atas
normal saja.
- Domperidon tab/ syr digunakan untuk mengatasi mual dan
muntah.
- Lacto-B adalah probiotik bentuk bubuk yang memiliki fungsi
utama untuk membantu mempercepat penyembuhan diare pada
anak-anak dan orang dewasa.
- Zinc syr mampu menggantikan zinc alami tubuh yang hilang dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga juga dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah
terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
- ML DSP 1200 kkal (makanan lunak diet saluran pencernaan)
untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan agar
meringankan kerja saluran pencernaan dan tidak memperburuk
keadaan pasien.
Terdapat obat lain yang lebih efektif Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses penyembuhan dimana
- terapi obat yang diberikan telah sesuai dengan literatur pada diare akut
dehidrasi sedang dan kolik abdomen.
3. Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Tidak ditemukan dosis yang terlalu rendah, karena dosis sudah sesuai
dengan range l yang terdapat pada IDAI.
Dosis terlalu tinggi Tidak ada obat yang dosisnya terlalu tinggi digunakan untuk anak berusia 4

tahun sesuai dengan dosis yang terdapat pada IDAI
Frekuensi penggunaan tidak tepat - Frekuensi penggunaan obat yang diberikan sudah tepat

28
- Paracetamol 3x 1 ½ cth
- Domperidone 3x 1/3 tab
- Zinc 1x 1 cth
- Lacto-B 2x 1 sach
Penyimpanan tidak tepat Proses penyimpanan obat sudah diletakan pada tempat yang sesuai pada
- tempatnya. Dimana obat disimpan dalam tempat obat pasien.
Administrasi obat tidak tepat Administrasi sudah tepat.
- IVFD RL diberikan secara Intra Vena
- Paracetamol syr digunakan secara peroral
-
- Domperidon tab digunakan secara peroral
- Lacto-B digunakan secara peroral
- Zinc syr digunakan secara peroral
Terdapat interaksi obat - Tidak ditemukan adanya interaksi obat yang diberikan pada pasien.
4. Reaksi yang tidak diinginkan

Obat tidak aman untuk pasien - Obat yang diberikan telah aman digunakan pada pasien. Pemberian terapi
pada pasien telah disesuaikan dengan dosis yang tepat untuk pasien
- IVFD RL yang digunakan untuk mengatasi dehidrasi berat pada
pasien.
- Paracetamol syr untuk mengurangi nyeri kolik abdomen dan untuk
mengurangi demam karena aksinya yang langsung ke pusat
pengatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta
pengeluaran keringat. Paracetamol digunakan bila suhu di atas
normal saja.
- Domperidon tab digunakan untuk mengatasi mual dan muntah
dengan cara menghambat aksi dopamine dengan menginhibisi
dopamine pada reseptornya.
- Lacto-B sebagai probiotik yang mengandung bakteri baik, bekerja

29
dengan cara membantu menghambat bakteri merugikan sehingga
dapat membantu memperbaiki ketidak seimbangan flora usus pada
diare. bentuk bubuk yang memiliki fungsi utama untuk membantu
mempercepat penyembuhan diare pada anak-anak dan orang
dewasa.
- Zinc syr mampu menggantikan zinc alami tubuh yang hilang dan
mempercepat penyembuhan diare dengan cara bekerja pada tigh
junction level untuk mencegah, mencegah pelepasan histamine oleh
sel mash dan respon kontraksi serta sekt\retori terhadap histamine
dan serotonin pada usus dan mencegah meningkatnya permeabilitas
endotel yang diprakarsai TNFα yang juga merangsang kerusakan
permeabilitas epitel usus. Zinc juga juga dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah terulangnya diare
selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare (Tjay dan
Rahardja, 2002)
Terjadi reaksi alergi Pasien tidak mengalami alergi.
-
5. Ketidak sesuaian kepatuhan pasien
Obat tidak tersedia Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang
-
dibutuhkan pasien telah tersedia di apotek rumah sakit
Pasien tidak mampu menyediakan Obat Pasien mampu menyediakan obat. Karena dibantu dengan apoteker dan
-
perawat.
Pasien tidak bisa menelan atau
- Pasien bisa menelan obat.
menggunakan obat
Pasien tidak mengerti intruksi
- Pasien mengerti intruksi penggunaan obat.
penggunaan obat

30
Pasein tidak patuh atau memilih untuk
- Pasien patuh menggunakan obat untuk diare dan nyeri abdomen.
tidak menggunakan obat
6. Pasien membutuhkan terapi tambahan

Terdapat kondisi yang tidak diterapi Pasien telah mendapatkan terapi sesuai indikasi, karena obat yang
-
digunakan telah tepat untuk terapi penyakit
Pasien membutuhkan obat lain yang Terapi obat yang diberikan telah sinergis sehingga tidak perlukan lagi terapi
-
sinergis lain.
Pasien membutuhkan terapi profilaksis Pasien tidak membutuhkan terapi profilaksis
Tidak

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien anak perempuan berumur 4 tahun 6 bulan masuk ke RSUD


Padang Panjang pada tanggal 15 Februari 2021 pukul 18.10 ibu pasien
mengeluhkan anaknya diare lebih dari 5 kali sejak 2 hari sebelum masuk Rumah
Sakit, muntah, nyeri perut, dan demam. Kemudian pasien mendapatkan perawatan
di IGD lalu dilanjutkan perawatan di ruang bangsal anak kelas 1.Terapi obat yang
didapatkan pasien adalah IVFD RL 20 tpm 3 jam pertama dilanjutkan IVFD RL
12 tpm makro, Paracetamol syr 3x 1 ½ cth, Domperidone syr 3x 1/3 tab, Lacto-B
2x1 sach, Zinc syr 1x1 cth, dan ML DSP 1200 kkal.

IVFD RL pada kasus ini digunakan untuk mengatasi dehidrasi sedang


pasien. IVFD RL 20 tpm selama 3 jam pertama digunakan untuk menggantikan
kehilangan cairan yang telah terjadi akibat dari dehidrasi sedang lalu pemberian
IVFD RL dilanjutkan dengan 12 tetes permenit disesuaikan dengan kondisi pasien
yang kebutuhan cairannya sudah mulai membaik.

Paracetamol syr untuk mengurangi nyeri kolik abdomen dan mengurangi


demam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin sehingga
dapat mengurangi nyeri kolik abdomen dan bekerja pada pusat pengatur suhu di
hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh (demam) pada pasien yang berdampak
vasodilatasi serta pengeluaran keringat (Basic Pharmacology & Drug Notes,
2019). Paracetamol digunakan bila suhu pasien di atas normal saja dan dapat
dihentikan bila demam sudah mereda. Dosis parasetamol 3 x 1 1/2 cth sudah tepat
karena sudah masuk dalam rentang dosis parasetamol yaitu 20mg/kgBB dalam 4
jam untuk anak dalam IDAI 2016.

Domperidon tab digunakan untuk mengatasi mual dan muntah dengan cara
menghambat reseptor dopamine perifer pada CTZ (Chemoreseptop trigger zone)
yang berada pada bagian luar sawar darah otak sehingga meningkatkan peristaltik
dan mengurangi waktu transit usus halus. Dosis domperidon 3 x 1 1/3 c sudah
tepat karena sudah masuk dalam rentang dosis domperidon yaitu 0,2-0,5
mg/kgBB selama 4-8 jam untuk anak dalam IDAI 2016.

31
Lacto-B adalah probiotik bentuk bubuk yang memiliki fungsi utama untuk
membantu mempercepat penyembuhan diare pada anak-anak bekerja dengan cara
menghambat bakteri merugikan sehingga dapat membantu memperbaiki
ketidakseimbangan antara mikroorganisme baik dan buruk sehingga fungsi tubuh
kembali normal. Dosis Lacto-B pada pasien sebanyak 2 x sehari 1 sachet yang
digunakan kapan perlu pada pasien, dosis yang digunakan sudah tepat karena
merupakan probiotik baik yang membantu penyembuhan diare pasien dan sudah
sesuai dalam anjuran dokter (Sari Pediatri, 2015).

Zinc syr mampu menggantikan zinc alami tubuh yang hilang dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga juga dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah terulangnya diare selama 2-3 bulan
setelah anak sembuh dari diare. Zinc bekerja dengan cara meningkatkan regenerasi
epitel usus dan respon imun local dengan membatasi bacterial overgrowth
sehingga mencegah meningkatnya permeabilitas endotel yang diprakarsai TNFα
yang merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus, selain itu zinc juga
mencegah pelepasan histamine oleh sel mash dan respon kontraksi serta sektretori
terhadap histamine dan serotonin pada usus (Tjay dan Rahardja, 2002). Dosis
Zinc syr pada pasien sebanyak 1 x sehari 1 sendok teh (10mg/5mL), dosis yang
digunakan sudah tepat karena merupakan zat gizi mikro yang baik yang
membantu mempercepat penyembuhan diare pasien dan sudah sesuai (Sari
Pediatri, 2015).

32
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penatalaksanaan diare akut dengan dehidrasi sedang dan kolik abdomen di


RSUD Padang Panjang ruang rawatan anak sudah tepat. IVFD RL digunakan
untuk digunakan untuk mengatasi dehidrasi berat pada pasien. Paracetamol syr
untuk mengurangi nyeri kolik abdomen dan untuk mengurangi demam karena
aksinya yang langsung ke pusat pengatur panas di hipotalamus yang berdampak
vasodilatasi serta pengeluaran keringat. Paracetamol digunakan bila suhu di atas
normal saja. Domperidon tab digunakan untuk mengatasi mual dan muntah.
Lacto-B adalah probiotik bentuk bubuk yang memiliki fungsi utama untuk
membantu mempercepat penyembuhan diare pada anak-anak dan orang dewasa.
Zinc syr mampu menggantikan zinc alami tubuh yang hilang dan mempercepat
penyembuhan diare. Zinc juga juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh
sehingga dapat mencegah terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak
sembuh dari diare.

6.2 Saran

1. Pemberian informasi kepada ibu pasien terkait penggunaan zinc, dimana


zinc tetap diminum sampai 10 hari meskipun diare pasien sudah berhenti.
2. Disarankan kepada ibu pasien untuk memberikan makanan dalam
konsistensi lunak
3. Disarankan kepada ibu pasien untuk memberikan asupan cairan yang
cukup.

33
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z. Lukman. (2015). Tatalaksana Diare Akut. Jakarta: Departemen Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo.
Behrman, R.E et.all. (2004). Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.
International Edition. Saunders. p 1239-1241.
Budiarso, Aswita.dkk. (2009). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare .
Jakarta: Departement Kesehatan R.I PPM & PLP.
Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Buku Saku Lintas Diare
untuk Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan lingkungan.
Djamhuri, A. (1995). Synopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik
dan Keperawatan, Edisi 1,76. Jakarta: Hipokrates.
Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Edisi 3. Bandung : 2005.
Permatasari. (2012). Perbedaan durasi penyembuhan diare dehidrasi ringan-
sedang balita yang diberikan ASI dan Seng. Jurnal Media Medika Muda.
Universitas Diponegoro: Program Pendidikan Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran UNiversitas Diponegoro.
Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak
FK. Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001.
Pusponegoro. H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2004.
Stein, Jay. (2001). Ilmu Penyakit Dala.EGC: Jakarta.
Subagyo, B & Santoso, N., B. (2010). Diare Akut, dalam Buku Gastroenterologi
Hepatologi, Jilid 1 Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. Hal. 87-110.
Suraatmaja, Sudaryat. (2007). Kapita Selekta Gastroenterologi. Jakarta: Sagung
Seto.
Sudoyo, Aru, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

34
Tjay dan Rahardja. (2002). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia:
Jakarta.

Wiffen Philip, Marc Mitchell, Melanie Snelling, Nicola Stoner. (2104). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 330-331.

Zein Umar, Khalid H., Segala, Josia Ginting. (2004). Diare Akut Infeksius pada
Dewasa. Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian
Ilmu Pennyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.

35

Anda mungkin juga menyukai