Anda di halaman 1dari 78

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BANGSAL INTERNE


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PADANG PANJANG

“Diabetes Melitus, Hipertensi, Dislipidemia, Stroke Iskemik”

Perseptor:
dr. Sri Angraeni, Sp.PD
apt. Lora Somisko, S.Farm

OLEH:
Kelompok 3

Prastika Purnama Sari, S. Farm 31 05 063


Rahmat Hidayat, S. Farm 31 05 071
Atika Sri Indriyani ,S. Farm 31 05 075

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


ANGKATAN XXVII
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2021
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana

terjadinya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh akibat dari gangguan

aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak,

sehingga sel-sel otak kekurangan darah oksigen atau zatzat makanan dan akhirnya

dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang relatif singkat (Dourman,

2013). Menurut Riskesdas tahun 2013, stroke meningkat dari 8,3 per1000 (2007)

menjadi 12,1 per1000 (2013). Di Sumatera Barat, stroke juga mengalami

peningkatan tiap tahunnya, prevalensi penyakit stroke pada umur >16 tahun di

Sumatera Barat adalah 12, 2 per mil pada tahun 2013, ini merupakan peningkatan

dari tahun 2007 yang hanya mencapai 10,0 per mil (Riskesdas, 2013).

Ada beragam klasifikasi faktor risiko mengenai stroke. Faktor risiko yang

dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi adalah seperti orientasi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan gen.

Selain itu, faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu seperti hipertensi,

hiperlipidemia, dan diabetes (Arboix, 2015). Menurut penelitian Melgaard et al

tahun 2016, didapatkan hasil bahwa peningkatan resiko stroke iskemik berkaitan

dengan diabetes melitus.

Diabetes melitus adalah suatu keadaan yang ditandai dengan hiperglikemia

yang terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin atau kerja insulin ataupun

keduanya, dan termasuk suatu kelompok penyakit metabolik. Diagnosis diabetes

melitus ditegakkan jika konsentrasi darah sewaktu (plasma vena) ≥200 mg/dl atau

1
konsentrasi glukosa darah puasa >126 mg/dl atau konsentrasi glukosa darah >200

mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO (Tes Toleransi

Glukosa Oral) (Permatasari, 2011).

Berdasarkan data dari Riskesdas Sumatera Barat tahun 2013 penyakit

diabetes melitus terdiagnosis sebesar 1,3% dimana Sumatera Barat menduduki

peringkat ke 14 dari 33 provinsi di Indonesia dan diperkirakan yang menderita

diabetes melitus berjumlah 44.561 jiwa dari 3.427.772 jiwa jumlah penduduk

(Rikesdas, 2013). Di Kota Padang sendiri 4 terdiagnosis sebesar 1,4%. Menurut

data Dinas Kesehatan Kota Padang (2016), DM termasuk dalam 10 penyakit

terbanyak di Puskesmas Kota Padang dengan total kunjungan sebanyak 22.523

orang.

Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan

prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju

(WHO, 2003). Tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan di dunia yang

sangat penting dikarenakan angka kejadiannya yang tinggi. Prevalensi tekanan

darah tinggi meningkat seiring dengan peningkatan usia (Ridjab, 2007).

Target tekanan darah untuk pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes

melitus adalah < 140/90 mmHg (JNC 8, 2014) sedangkan menurut ADA (2013)

secara umum tekanan darah sistolik harus < 140 mmHg dan diastolik < 80 mmHg.

Tekanan darah terkontrol sesuai target terapi dapat menurunkan risiko penyakit

kardiovaskuler (penyakit jantung dan stroke) diantara penyandang diabetes

sebesar 33-50% dan risiko komplikasi mikrovaskuler sebesar 33%. Secara umum

setiap penurunan rata-rata 10 mmHg tekanan darah sistolik dapat menurunkan

2
berbagai komplikasi diabetes sebesar 12%, sedangkan penurunan tekanan darah

diastolik dari 90 mmHg ke 80 mmHg pada penyandang diabetes dapat

menurunkan risiko penyakit jantung hingga 50% (ADA, 2012). Obat

antihipertensi yang ideal untuk penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan

hipertensi adalah obat yang dapat mengontrol tekanan darah, tidak mengganggu

metabolisme glukosa maupun lipid, bahkan diharapkan dapat berperan sebagai

renoprotektif dan menurunkan angka kematian akibat kardiovaskuler (Haffner,

1998). Obat antihipertensi yang cocok dengan kriteria di atas dan

direkomendasikan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah

antihipertensi penghambat renin angiotensin yaitu golongan angiotensin

converting enzyme inhibitor (ACE Inhibitor) dan golongan angiotensin II receptor

blocker (ARB). “Semua penyandang diabetes dengan hipertensi diobati dengan

ACE Inhibitor atau angiotensin II receptor blocker, jika dalam penggunaan salah

satu golongan obat tidak dapat ditoleransi maka disubstitusi dengan golongan

yang lainnya” (ADA, 2006). Penurunan tekanan darah secara farmakologis yang

efektif dapat mencegah kerusakan pembuluh darah dan terbukti menurunkan

tingkat morbiditas dan mortalitas. Telah banyak tersedia obat yang efektif.

Sebagai akibatnya, penggunaan obat secara tunggal, atau kombinasi, dapat

menurunkan tekanan darah (Benowitz, 2001). Kontrol tekanan darah dapat dicapai

pada kebanyakan pasien dengan kombinasi dua atau lebih obat antihipertensi

(Price dan Lorraine, 2005).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar

gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein

sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta

Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel

tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)

1. Diabetes Mellitus Tipe 1: Destruksi sel β umumnya menjurus ke arah


defisiensi insulin absolut A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 Bervariasi, mulai yang predominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin
3. Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel β :
• kromosom 12, HNF-1 α (dahulu disebut MODY 3),
• kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
• kromosom 20, HNF-4 α (dahulu disebut MODY 1)
• DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas:

4
• Pankreatitis
• Trauma/Pankreatektomi
• Neoplasma
• Cistic Fibrosis
• Hemokromatosis
• Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid,
asam nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon
F. Diabetes karena infeksi
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner,
Huntington, Chorea, Prader Willi
4. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat
sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2
5. Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa
Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)

2.1.3 Etiologi Dan Patofisiologi

A. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,

diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.

5
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan

sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula

yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie,

Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi

yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic

Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD

(glutamic acid decarboxylase).

Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat

beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-

sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon

somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan otoimun secara selektif

menghancurkan sel-sel β. Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa

tingginya titer ICCA di dalam tubuh penderita DM Tipe 1 justru merupakan

respons terhadap kerusakan sel-sel β yang terjadi, jadi lebih merupakan akibat,

bukan penyebab terjadinya kerusakan sel-sel β pulau Langerhans. Apakah

merupakan penyebab atau akibat, namun titer ICCA makin lama makin menurun

sejalan dengan perjalanan penyakit.

Otoantibodi terhadap antigen permukaan sel atau Islet Cell Surface

Antibodies (ICSA) ditemukan pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1. Sama

seperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu.

Beberapa penderita DM Tipe 2 ditemukan positif ICSA. Otoantibodi terhadap

enzim glutamat dekarboksilase (GAD) ditemukan pada hampir 80% pasien yang

baru didiagnosis sebagai positif menderita DM Tipe 1. Sebagaimana halnya ICCA

dan ICSA, titer antibodi anti-GAD juga makin lama makin menurun sejalan

6
dengan perjalanan penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan prediktor

kuat untuk DM Tipe 1, terutama pada populasi risiko tinggi.

Disamping ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa

otoantibodi lain yang sudah diidentifikasikan, antara lain IAA (AntiInsulin

Antibody). IAA ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang menderita DM Tipe

1. IAA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah pasien sebelum onset terapi

insulin.

B. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak

penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai

90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45

tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-

anak populasinya meningkat.

Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya

terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar

dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak

dan rendah serat, serta kurang gerak badan.

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang

berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di

dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal

patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi

karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara

normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin

7
banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai

akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun

demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun

sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi

insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab

itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi

menjadi 4 kelompok:

a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal.

b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga

Diabetes Kimia (Chemical Diabetes).

c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa

plasma puasa < 140 mg/dl).

d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa

plasma puasa > 140 mg/dl).

Tabel 2. Etiologi DM tipe 1 dan DM tipe 2

DM 1 DM 2
Mula muncul Umumnya masa Pada usia tua, umumnya
kanakkanak dan > 40 tahun
remaja, walaupun ada
juga pada masa dewasa
< 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan

8
diagnosis
Kadar insulin darah Rendah, tak ada Cukup tinggi, normal
Berat badan Biasanya kurus Gemuk atau normal
Pengelolaan yang Terapi insulin, diet, Diet, olahraga,
disarankan olahraga hipoglikemia oral.

2.1.4 Faktor Risiko

Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya

waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan,

dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian

kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk melakukan beberapa

pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak terlambat

memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi diabetes melitus

diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah

dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi.

Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2,

dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2.

Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes


Gestasional Melahirkan bayi dengan
berat badan >4 kg Kista ovarium
(Polycystic ovary syndrome) IFG
(Impaired fasting Glucose) atau IGT
(Impaired glucose tolerance).
Obesitas >120% berat badan ideal
Umur 20-59 tahun : 8,7%, > 65 tahun : 18%
Hipertensi >140/90mmHg

9
Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl Kadar
lipid darah tinggi >250mg/dl
Faktor-faktor Lain Kurang olah raga

Pola makan rendah serat

2.1.5 Gejala Klinik

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa

gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal

yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air

kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain

itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh

terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali

sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

• Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,

polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),

iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).

• Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe

2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa

tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah

terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar

sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita

hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah

dan syaraf.

10
2.1.6 Diagnosis

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita

antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. Apabila ada keluhan

khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >

126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Kriteria penegakan diagnosis

Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 jam setelah makan


Normal <100 mg/dL <140 mg/dL
Pra-diabetes 100 – 125 mg/dL
IFG atau IGT 140 – 199 mg/dL
Diabetes >126 mg/dL >200 mg/dL
Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan

diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan

mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal

tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal

tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar

glukosa darah paska pembebanan >200 mg/dL.

2.1.7 Komplikasi

11
a. Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa

pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi

gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran.

Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.

Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl,

walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia

pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu

rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak

dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada

penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil

survei yang pernah dilakukan di Inggeris diperkirakan 2 – 4% kematian pada

penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita

diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita

tersebut mendapat terapi insulin.

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara

tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan

konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia,

polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui

dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia

dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis,

disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung

lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara

12
lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang

keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat

dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2

target utama, yaitu:

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa

parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan

diabetes (Tabel 5).

Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan


Kadar Glukosa Darah Puasa 80–120mg/dl
Kadar Glukosa Plasma Puasa 90–130mg/dl
Kadar Glukosa Darah Saat Tidur 100–140mg/dl
(Bedtime blood glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur 110–150mg/dl
(Bedtime plasma glucose)
Kadar Insulin <7 %
Kadar HbA1c <7mg/dl
Kadar Kolesterol HDL >45mg/dl (pria)
Kadar Kolesterol HDL >55mg/dl (wanita)
Kadar Trigliserida <200mg/dl
Tekanan Darah <130/80mmHg

13
2.1.9 Terapi Farmakoterapi

a. Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada

DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak

lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe

I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat

di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM

Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan

terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.

✓ Mekanisme Kerja Insulin

Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian

metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan langsung

diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan

ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.

Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor

glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah

tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan

meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi

sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya. Disamping

fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai

pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat

dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral.insulin akan meningkatkan

lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk


14
ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis

DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan

pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan

jaringan tubuh.

✓ Penggolongan Sediaan Insulin

Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama

berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan

insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin reguler.

2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting).

3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat.

4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin).

Tabel 6. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja.

Jenis Sediaan Insulin Mula kerja Puncak (jam) Masa kerja


(jam) (jam)
Masa kerja 0,5 1-4 6-8
Singkat(Shortacting/Insulin),
disebut juga insulin reguler
Masa kerja Sedang 1-2 6-12 18-24
Masa kerja Sedang, Mula kerja 0,5 4-15 18-24
cepat
Masa kerja panjang 4-6 14-20 24-36

Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit, tetapi memanjang

pada penderita diabetes yang membentuk antibodi terhadap insulin. Insulin

15
dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot. Gangguan fungsi ginjal yang berat

akan mempengaruhi kadar insulin di dalam darah (IONI, 2000).

• Terapi Obat Hipoglikemik Oral

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi

menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral

golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).

b. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap

insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan

tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara

lebih efektif.

c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang

bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk

mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia).

Disebut juga “starch-blocker”.

Tabel 8. Penggolongan obat hipoglikemik oral

Golongan Contoh Senyawa Mekanisme Kerja


Sulfonilurea Gliburida/Glibenklamida, Merangsang sekresi insulin di
Glipizida, Glikazida, kelenjar pankreas, sehingga
Glimepirida, Glikuidon hanya efektif pada penderita
diabetes yang sel-sel β
pankreasnya masih berfungsi
dengan baik
Meglitinida Repaglinide Merangsang sekresi insulin di
kelenjar pankreas
Turunan fenilalanin Nateglinide Meningkatkan kecepatan

16
sintesis insulin oleh pankreas
Biguanida Metformin Bekerja langsung pada hati
(hepar), menurunkan
produksi glukosa hati.
Tiazolidindion Rosiglitazone Meningkatkan kepekaan
Troglitazone tubuh terhadap insulin.
Pioglitazone Berikatan dengan PPARγ
(peroxisome proliferator
activated receptor-gamma) di
otot, jaringan lemak, dan hati
untuk menurunkan resistensi
insulin
Inhibitor Acarbose Miglitol Menghambat kerja enzim-
αglukosidase enzim pencenaan yang
mencerna karbohidrat,
sehingga memperlambat
absorpsi glukosa ke dalam
darah

2.2 Stoke Iskemik

2.2.1 Pengertian Stroke Iskemik

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya

fungsi sistem saraf pusat fokal yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Stroke dapat menyebabkan kerusakan, baik di otak maupun sumsum tulang

belakang akibat tidak normalnya suplai darah. Mekanisme vaskular yang

menyebabkan stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu adanya iskemik

(sumbatan) yang mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak, dan

hemoragik (pendarahan) dimana pembuluh darah pecah, dan mengalirkan darah

17
ke otak dan area extravascular diantara cranium. Stroke iskemik disebabkan oleh

dua mekanisme utama, yaitu adanya trombus lokal yang mengakibatkan sumbatan

pada pembuluh darah dan adanya fenomena embolik.

Stroke iskemik adalah stroke yang timbul akibat trombosis atau embolisis

yang terjadi mengenai pembuluh darah otak yang menyebabkan obstruksi aliran

darah otak yang mengenai satu atau lebih pembuluh darah otak. Sekitar 85% dari

semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik. Stroke iskemik pada dasarnya

terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah ini jika

semakin parah dapat menyebabkan jaringan otak mati, yang sering disebut sebagai

infark.

2.2.3 Etiologi

Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer,

termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan penyakit jantung

struktural. Namun trombosis yang menjadi penyulit aterosklerosis merupakan

penyebab pada sebagian besar kasus stroke trombolitik, dan embolus dari

pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab yang paling sering stroke

embolik. Beberapa penyebab stroke iskemik :

1. Trombosis
• Atersklerosis (terbanyak)
• Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa
• Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau traumatik)
• Gangguan darah: polisistenia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit)
1. Embolisme
• Sumber di jantung : fibrilasi atrium (terbanyak), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik.
18
• Sumber trombo emboli aterosklerotik di arteri : bifurkatio karotis komunis,
arteri vertebralis distal
• Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma
2. Vasokonstriksi
• Vasospasme serebrum setelah pendarahan subaraknoid

2.2.3 Faktor Resiko Stroke

Faktor resiko untuk terjadinya stroke iskemik dibagi menjadi faktor resiko

Nonmodifiable dan Modifiable. (PERDOSSI, 2011).

1. Faktor resiko Nonmodifiable yaitu :

✓ Usia

✓ Ras

✓ Jenis kelamin

✓ Etnis

✓ Genetikan/keturunan

2. Faktor resiko modifiable

✓ Hipertensi

✓ Diabetes melitus

✓ Penyakit jantung

✓ Hiperkolesterolemia

✓ Transient Ischemic Attack (TIA)

✓ Stenosis karotis

✓ Hiperhomosinemia

✓ Alkohol, merokok, obat-obatan, obesitas, dan inaktivitas

✓ Penggunaan kontrasepsi oral

19
2.2.4 Gejala Stroke

National stroke association merekomendasikan metode FAST yaitu :

• F (face/wajah)

Saat pasien tersenyum, apakah satu sisi wajah turun ke bawah/ senyum

mencong, atau merasa baal disekitar mulut.

• A (Arms/lengan)

Bila kedua lengan diangkat, salah satu lengan terkuli lemas jatuh kebawah.

• S (Speech/bicara)

Ucapan tidak jelas – suara pelo/parau/cadel/sengau dan ada perubahan dari

volume suara serta sulit bicara.

• T (Time/waktu)

Jika mengalami gejala diatas segera datangi rumah sakit terdekat agar dapat

menerima perawatan di unit stroke rumah sakit dalam waktu 3 jam sejak

kedatangan.

2.2.5 Diagnosa Stroke

• Diagnosa stroke ditegakkan oleh dokter berdasarkan wawancara riwayat

penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

• Diagnosa untuk menentukan jenis stroke dapat digunakan computerized

tomography (ct) scan.

2.2.6 Klasifikasi Stroke Iskemik Berdasarkan Penyebabnya

20
2.2.7 Patofisiologi Stroke Iskemik

Terdapat dua mekanisme patofisiologi utama yang mendasari terjadinya

stroke iskemik meliputi penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) dan adanya

emboli (kardioembolik). Penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah

menyebabkan turbulensi aliran darah dan memicu terjadinya kerusakan pada

pembuluh. Kerusakan pembuluh juga dapat mengaktivasi jalur koagulasi yang

memicu terbentuknya trombin. Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin,

memicu pembentukan suatu bekuan berupa molekul fibrin, platelet dan agregat sel

darah. Aterosklerosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terdapat di

dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah ke jaringan

otak. Aterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah ke jaringan serebral

tidak adekuat sehinga menyebabkan resiko ketidakakefektifan perfusi ke jaringan

otak.

Kardioemboli terjadi ketika emboli yang menyumbat pembuluh darah yang

menuju ke otak akan mengurangi atau menghentikan aliran darah ke bagian distal

dari sumbatan. Sejalan dengan berkurangnya aliran darah maka fungsi neuron

akan terganggu dalam dua tahap, pertama dengan penurunan aliran darah ke otak

di bawah kritis. Sekitar 20 ml/100 gram otak/menit akan terjadi kehilangan fungsi

elektrisitas neuron dan tahap ini bersifat reversibel. Tahap berikutnya adalah

kerusakan irreversibel, tahap ini terjadi beberapa menit setelah aliran darah ke

otak menurun drastis di bawah titik kritis otak yang kedua yaitu 10 ml/100 gram

21
otak/menit yang mampu mengakibatkan defisit energi hingga menyebabkan

kematian sel.

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan stroke iskemik akut menurut PERDOSSI (Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia) 2011 : Pengobatan terhadap hipertensi pada

stroke akut berbagai guideline (AHA (American Heart Association)/ASA

(American Stroke Association) 2007) merekomendasikan penurunan tekanan

darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati. Pada pasien

stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun

diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila TDS > 220 mmHg atau

TDD > 120 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau hingga TDS < 180

mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat

antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin

atau diltiazem secara intravena. Pemberian obat yang dapat menyebabkan

hipertensi tidak direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke

iskemik.

1. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah

secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak

direkomendasikan.

2. Pemberian terapi trombolisis rTPA pada stroke akut.

3. Pemberian antikoagulan : Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah

timbulnya stroke ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi, atau

memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan

22
sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut. Antikoagulasi

urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke akut sedang

sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi perdarahan intracranial.

Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan

dengan pemberian rTPA tidak direkomendasikan. Secara umum, pemberian

heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat.

Namun, beberapa ahli masih merekomendasikan heparin dosis penuh pada

penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi

arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan.

4. Pemberian antiplatelet

a. Pemberian aspirin dalam 24 sampai 48 jam setelah awitan stroke dianjurkan

untuk setiap stroke iskemik akut.

b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai tindakan intervensi akut pada stroke,

seperti pemberian rTPA intravena.

c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.

d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah

pemberian trombolitik tidak direkomendasikan.

e. Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke

skemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik,

pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.

f. Pemberian antiplatelet intravena yang menghambat reseptor glikoprotein

IIb/IIIa tidak dianjurkan.

5. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi

stroke iskemik akut.

23
6. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki

aliran darah ke otak.

7. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efektif,

sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini

masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke

iskemik akut dengan dosis 2 x 1000 mg intravena selama 3 hari dilanjutkan

dengan oral 2 x 1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS.

(International Trial in Acute Stroke). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan

oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian plasmin oral 3 x 500 mg pada

66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif

pada penderita stroke akut berupa perbaikan motorik, score MRS dan Bhartel

index.

Penatalaksanaan Stroke iskemik (Dipiro, 2008)

24
Terapi aspirin terdahulu dapat mengurangi mortalitas jangka lama dan cacat,

namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24 jam karena dapat

meningkatkan risiko pendarahan pada beberapa pasien. Hal ini sangat jelas bahwa

terapi antiplatelet merupakan landasan terapi antitrombotik untuk pencegahan

sekunder untuk stroke iskemik dan harus digunakan pada stroke

nonkardioembolik. Tiga obat yang kini digunakan, yaitu aspirin, clopidogrel, dan

dipiridamole dengan pelepasan diperlambat disertai aspirin (ASA) (American

Stroke Association), merupakan antiplatelet first line yang disetujui oleh

American College of Chest Physicians (ACCP). Pada pasien dengan fibrilasi

atrium dan emboli, warfarin merupakan antitrombotik pilihan pertama.

Farmakoterapi lain yang direkomendasikan untuk stroke adalah penurun tekanan

darah dan statin (Dipiro, 2008).

2.3 Hipertensi

2.3.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan oleh “joint national committee on detection,

evaluation and treatment of high blood pressure (JNC)” sebagai tekanan yang

lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,

mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna.

Keadaan ini dikatagorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus)

atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali

dan seringkali dapat diperbaiki (Ismail Setyopranoto, 2011). Seseorang akan

dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan

darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan

25
diagnosis hipertensi (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,

2015).

2.3.2 Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.

Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau

hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di

kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai

penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab

hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder

dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara

potensial (Abdul Muchid, et al., 2006).

2.3.3 Faktor Risiko Hipertensi

• Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi

diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress

psikososial dll

• Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor

Asupan natrium (garam) berlebihan.

• Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium.

• Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi

angiotensin II dan aldosterone.

• Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide

natriuretic.

26
• Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus

vaskular dan penanganan garam oleh ginjal.

• Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh

darah kecil di ginjal.

• Diabetes mellitus.

• Resistensi insulin.

• Obesitas.

• Meningkatnya aktivitas vascular growth factors.

• Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,

karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vascular.

• Berubahnya transpor ion dalam sel.

2.3.4 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7 & 8

27
Klasifikasi hipertensi menurut A Statement by the American Society of

Hypertension and the International Society of Hypertension, 2013

Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebab :

1. Hipertensi Primer (Esensial/idiopatik)

Penyebabnya tidak diketahui (biasanya genetik, lingkungan, sistem renin

angiotensin, sistem saraf otonom, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko.

2. Hipertensi Sekunder

Penyebab spesifik diketahui (biasa disebabkan oleh penyakit aterosklerosis,

ginjal, endokrin, kelainan neurologi, dan obat-obatan.

2.3.5 Tanda Dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat

ditemukan edema pupil (edema padadiskus optikus). Menurut Price, gejala

hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur,gelisah,

kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing

(Price, 2005).

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit

kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas,

cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing

di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi

gangguan penglihatan,saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)

yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang

28
mengakibatkan kelumpuhan dangangguan kesadaran hingga koma (Cahyono,

2008). Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah

mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang

kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah

intrakranial (Corwin, 2005).

2.3.6 Patofisiologi Hipertensi

Patofisiologi Hipertensi (Dipiro, 2009)

2.3.7 Diagnosa Hipertensi

Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan

29
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang

akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension

Education Program. (The Canadian Recommendation for The Management of

Hypertension, 2014).

2.3.8 Penatalaksanaan Terapi Non-Farmakologi

Menurut Dipiro, 2015 terapi nonfarmakologi untuk hipertensi adalah sebagai

berikut :

1. Modifikasi gaya hidup :

- Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan.

- Diet atau mengatur pola makan untuk menghindari hipertensi.

- Diet natrium, idealnya 1,5 g/hari (3,8 g/ hari NaCl).

- Aktivitas fisik rutin.

- Kurangi konsumsi alcohol.

- Berhenti merokok.

Modifikasi gaya hidup saja sudah cukup bagi kebanyakan pasien dengan

prehipertensi, tetapi tidak cukup bagi pasien dengan hipertensi dan beberapa

factor resiko kardiovaskular.

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan

tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko

permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,

tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan

tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila

setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang

diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat

30
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi (Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia, 2015).

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :

▪ Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan

memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan

manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari

diabetes dan dislipidemia.

▪ Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak

merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula

pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji,

makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah

garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada

pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi

2 gr/ hari.

▪ Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/

hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.

Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara

khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai

sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

▪ Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi

pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin

hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya

hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari

pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan

31
darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol

sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.

▪ Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek

langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah

satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya

dianjurkan untuk berhenti merokok. (Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia, 2015).

2.3.9 Terapi Farmakologi

Algoritma terapi Hipertensi (Dipiro, 2015)

32
Algoritma terapi Hipertensi untuk pasien dengan komplikasi (Dipiro, 2015).

Tabel obat antihipertensi anternati (Dipiro, 2015)

Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk

menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :

▪ Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.

▪ Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya.

▪ Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia

55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid.

▪ Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)

dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs). Berikan edukasi yang

menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi.

▪ Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Algoritma tatalaksana

hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki persamaan

prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum,

yang dikutip dari A Statement by the American Society of Hypertension and

the International Society of Hypertension, 2013. (Perhimpunan Dokter

Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).

33
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Data Pasien

Data Umum
Nama Ny. R
No. Rekam Medik 5581xx
Umur 63 tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Tanggal lahir 12-12-1958
Alamat Desa Kampung Manggis, Padang Panjang Barat.
Pekerjaan Mengurus Rumah Tangga
Agama Islam
Ruangan Bangsal Interne
Dokter yang merawat dr. Sri Angraeni, Sp.PD
Farmasis apt. Lora Somisko, S. Farm.
Tanggal Masuk 12 Februari 2021
Tanggal Keluar 18 Februari 2021

3.2 Riwayat Penyakit

a. Riwayat penyakit sekarang

- Lemah anggota gerak sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu

- berbicara berat

- badan letih.

b. Riwayat penyakit dahulu

Hipertensi (+) biasa kontrol dengan amlodipin 5 mg.

c. Riwayat penyakit keluarga

- Tidak ada

34
3.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Hasil Keterangan


Mata Tidak ada kelainan Normal
Wajah Tidak ada kelainan Normal
Toraks Mur-mur (-), Gallop(-) Normal
Motorik Anggota gerak sebelah kanan lebih Tidak normal
lemah dibandingkan sebelah kiri.
Mulut Sedikit mencong ke kanan Tidak normal
THT Tidak ada kelainan Normal
Abdomen Tidak ada kelainan Normal
Punggung Tidak ada kelainan Normal

3.4 Pemeriksaan Vital

Pemeriksaan Hasil Keterangan


Keadaan umum Sedang Normal
Kesadaran Compos Mentis Normal
Tekanan darah 204/129 mmHg Hipertensi
Nadi 94 kali/menit Takikardia
Pernafasan 20 kali/menit Normal
Suhu 36,1 oC Normal

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Klinik Hasil Nilai Normal Keterangan


Gula darah sewaktu 326 mg/dl <200 mg/dl Tinggi
Gua darah puasa 256 mg/dl <126 mg/dl Tinggi
Natrium 138 mEq/L 135-148 mEq/L Normal
Kalium 3,6 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Normal
Klorida 101 mEq/L 98-107 mEq/L Normal
Kolesterol total 256 mg/dl <200 mg/dl Tinggi
HDL 47 mg/dl Pr: 45-65 mg/dl Normal
LDL 172 mg/dl <100 mg/dl Tinggi

35
Trigliserida 183 mg/dl <100 mg/dl Tinggi
Asam urat 5,3 mg/dl Pr: 2,6-6 mg/dl Normal

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan


Hematologi
Hemoglobin 13 g/dl 12-16 g/dl Normal
Leukosit 9.670/uL 5.000-10.000/uL Normal
Hematokrin 38 % Pr: 37-43 % Normal
Trombosit 411.000/uL 150-400.000/uL Tinggi
Basofil 0% 0-1 % Normal
Eosinofil 3% 1-3 % Normal
Limfosit 31 % 20-40 % Normal
Monosit 10 % 2-8 % Tinggi
Netrofil batang 56 % 50-70 % Normal

Netrofil segmen
NLR 1,8 <3,13 Normal
LA 2.998/uL >150/uL Normal

3.6 Diagnosis

Diagnosa:

- Diabetes Melitus tipe II

- Hipertensi

- Dislipidemia

- Stroke Iskemik

3.7 Penatalaksanaan/ Terapi

1. Terapi di bangsal interne

- IVFD RL 12 jam/kolf

- Citicolin 2 x 500 mg (IV)

- Amlodipin 1 x 10 mg (PO)
36
- Clonidin 2 x 0,15 mg (PO)

- Aspirin 1 x 80 mg (PO)

- Simvastatin 1 x 20 mg (PO)

- Novorapid 3 x 12 iu (SC)

2. Terapi saat pasien pulang

▪ Citicolin 1 x 500 mg (PO)

▪ Amlodipin 1 x 5 mg (PO)

▪ Metformin 2 x 500 mg (PO)

▪ Glimepiride 1 x 2 mg (PO)

▪ Aspirin 1 x 80 mg (PO)

▪ Candesartan 1 x 8 mg (PO)

▪ Simvastatin 1 x 20 mg (PO)

37
3.8 Follow Up

Tanggal S O A P
12 Februari 2021 ▪ Lemah anggota gerak ▪ Ku: sedang Kadar gula darah tinggi ▪ Berikan terapi untuk gula
sebelah kanan sejak 2 hari ▪ Kesadaran: 15 (CM). Terapi yang diberikan: darahnya dan lakukan
yang lalu. ▪ TD: 204/129 mmHg - Citicolin 2x500 mg (IV) pengecekan HBA 1 c nya.
▪ Bicara berat (normal: 120/80 mmHg). digunakan pada pagi dan Jika diperlukan berikan
▪ Badan letih. ▪ Nadi: 94 kali/menit (normal: malam hari insulin jika tidak berikan
▪ Demam (-), batuk (-). 70-80 kali/menit). - Aspirin 1x80 mg (PO) obat anti diabetes oral.
▪ Pernafasan: 20 kali/menit. digunakan pada pagi ▪ Pantau penggunaan
▪ Suhu: 36,1 oC. hari citicolin karena terdapat
▪ Toraks: normal. - Amlodipin 1x10 mg bahaya jika tidak
▪ Motorik: anggota gerak (PO) digunakan pada memerlukan pengobatan
sebelah kanan lebih lemah pagi hari citicolin namun tetap
dibandingkan anggota gerak ▪ Clonidin 2x0,15 mg (PO) diberikan. Dan perubahan
sebelah kiri. digunakan pada pagi dan dapat dilihat tanpa nilai
▪ GDS: 326 mg/dl (normal: malam hari laboratorium.
<200 mg/dl). ▪ Pada penggunaan aspirin
Terapi yang diberikan: perlu dipantau gangguan
- Citicolin 2x500 mg (IV) pada saluran pencernaan

38
- Aspirin 1x80 mg (PO) pasien karena salah satu
- Amlodipin 1x10 mg (PO) dari efek saping aspirin
- Clonidin 2x0,15 mg (PO). adalah menyebabkan
naiknya asam lambung
atau memperparah gejala
maag. Jika diperlukan
terapi tambahan maka
tambahkan omeprazole
atau obat-obatan antasida.
▪ Untuk mengoptimalkan
efektifitas dari amlodipin
gunakan pada pagi hari
setelah makan dan pada
waktu yang sama setiap
harinya.
▪ Penggunaan clonidin harus
diiringi dengan pola hidup
sehat, seperti menghindari
minum alcohol dan
merokok, melakukan

39
olahraga secara teratur,
dan membatasi konsumsi
makanan tinggi garam dan
tinggi lemak serta pantau
tekanan darah pasien.
13 Februari 2021 ▪ Lemah anggota gerak ▪ GDP: 256 mg/dl (normal: ▪ Karena Gula darah masih ▪ Sliding scale dilakukan
sebelah kanan 70-110 mg/dl). tinggi maka dokter jika gula darah
▪ Badan letih ▪ GDS: 217 mg/dl (normal: menyarankan sliding scale sewaktunya lebih dari 100
▪ Cenderung tidur. <200 mg/dl). tiap 6 jam + dosis insulin mg/dl sebanyak 3 kali
▪ Kolesterol total: 256 md/dl sesuai protap sliding scale berturut-turut
(normal: <200 mg/dl). ▪ Pemeberian atau (Pharmaceutical DM).
▪ LDL: 172 mg/dl (normal: penggunaan simvastatin ▪ Konseling pemberian atau
<100 mg/dl). pada malam hari penggunaan simvastatin
▪ HDL: 47 mg/dl (normal: Pr: ▪ Berikan jarak untuk pada malam hari karena
45-65 mg/dl) penggunaan simvastatin efek saping dari
▪ Kreatinin: 2,0 mg/dl dan amlodipin seperti simvastatin adalah
(normal: Pr 0,6-1,2 mg/dl). gunakan simvastatin pada miopati. Yang mana
Terapi yang diberikan: malam hari dan pagi hari miopati ini merupakan
- Citicolin 2x500 mg (IV) gunakan amlodipin masalah yang terjadi pada
- Aspirin 1x80 mg (PO) otot sehingga sebaiknya

40
- Amlodipin 1x10 mg (PO) digunakan pada saat
- Clonidin 2x0,15 mg (PO) pasien istirahat atau tidak
- Simvastatin 1x20 mg (PO). melakukan aktifitas.
Karena lemak menumpuk
pada malam hari.
▪ Penggunaan amlodipin
dan simvastatin di
jarakkan Karena dapat
meningkatkan
efeksamping dari
simvastatin yaitu miopati.
▪ Monitoring keadaan
pasien dan kadar gula
darah pasien.
14 Februari 2021 ▪ Lemah anggota gerak ▪ GDS: 167 mg/dl (normal: ▪ Gula darah sudah normal ▪ Pantau kadar gula darah
sebelah kanan. <200 mg/dl). sehingga sliding scale pasien secara rutin
▪ Kekakuan otot. ▪ TD: 141/110 mmHg dihentikan ▪ Konseling pemberian atau
Terapi yang diberikan: ▪ Pemberian atau penggunaan simvastatin
- Citicolin 2x500 mg (IV) penggunaan simvastatin pada malam hari karena
- Aspirin 1x80 mg (PO) pada malam hari efek saping dari

41
- Simvastatin 1x20 mg (PO). ▪ Setelah amlodipin dan simvastatin adalah
clonidin dihentikan miopati. Yang mana
tekanan darah mulai turun miopati ini merupakan
dan naik lagi setelah itu masalah yang terjadi pada
otot sehingga sebaiknya
digunakan pada saat
pasien istirahat atau tidak
melakukan aktifitas.
Karena lemak menumpuk
pada malam hari.
▪ Monitoring keadaan
pasien.
15 Februari 2021 ▪ Lemah anggota gerak ▪ TD: 141/110 mmHg Aspirin + Novorapid ▪ Pantau kadar gula darah
sebelah kanan. (normal: 120/80 mmHg). Aspirin dapat meningkatkan pasien jangan sampai
▪ GDS: 159 mg/dl (normal: efek Novorapid. (menurut terjadi hipoglikemia.
<200 mg/dl). pharmaceutical DM) ▪ Pemantauan tekanan darah
▪ Kolesterol total: 262 md/dl pasien
(normal: <200 mg/dl). Setelah amlodipin dan

▪ LDL: 188 mg/dl (normal: clonidin dihentikan tekanan

<100 mg/dl). darah mulai turun dan naik


lagi setelah itu namun stabil

42
▪ HDL: 53 mg/dl (normal: Pr: pada angka 141/110 mmHg
45-65 mg/dl)
▪ Trigliserida: 105 mg/dl
(normal: <100 mg/dl).
Terapi yang diberikan:
- Citicolin 2x500 mg (IV)
- Aspirin 1x80 mg (PO)
- Simvastatin 1x20 mg (PO).
- Novorapid 3x12 iu (SC).

16 Februari 2021 ▪ Anggota gerak kanan mulai ▪ TD: 179/122 mmHg Aspirin + Novorapid ▪ Pantau kadar gula darah
kuat (normal: 120/80 mmHg). Aspirin dapat meningkatkan pasien jangan sampai
▪ Merasa letih ▪ GDS: 178 mg/dl (normal: efek Novorapid. (menurut terjadi hipoglikemia.
▪ <200 mg/dl). pharmaceutical DM) ▪ Pemantauan tekanan darah
Terapi yang diberikan: pasien
- Citicolin 2x500 mg (IV) Karena tekanan darah

- Aspirin 1x80 mg (PO) kembali naik maka

- Amlodipin 1x10 mg (PO) diresepkan amlodipin

- Simvastatin 1x20 mg (PO). kembali

- Novorapid 3x12 iu (SC).

43
17 Februari 2021 ▪ Anggota gerak kanan mulai ▪ TD: 159/94 mmHg (normal: Aspirin + Novorapid ▪ Pantau kadar gula darah
kuat. 120/80 mmHg). Aspirin dapat meningkatkan pasien jangan sampai
▪ Merasa letih ▪ GDS: 180 mg/dl (normal: efek Novorapid. (menurut terjadi hipoglikemia.
▪ Nafsu makan berkurang <200 mg/dl). pharmaceutical DM) ▪ Pemantauan tekanan darah
Terapi yang diberikan: pasien
- Citicolin 2x500 mg (IV) Karena tekanan darah

- Aspirin 1x80 mg (PO) kembali naik maka

- Amlodipin 1x10 mg (PO) diresepkan amlodipin

- Simvastatin 1x20 mg (PO). kembali

- Novorapid 3x12 iu (SC).


18 Februari 2021 ▪ Pasien sudah mulai ▪ TD: 144/108 mmHg Gunakan glimepiride pada
membaik. (normal: 120/80 mmHg). pagi hari
▪ Pasien sudah diperbolehkan ▪ GDS: 184 mg/dl (normal:
pulang. <200 mg/dl).
Terapi yang diberikan:

▪ Citicolin 1x500 mg (PO)


▪ Amlodipin 1x5 mg (PO)
▪ Metformin 2x500 mg (PO)
▪ Glimepiride 1x2 mg (PO)
▪ Aspirin 1x80 mg (PO)

44
▪ Candesartan 1x8 mg (PO)
▪ Simvastatin 1x 20 mg (PO)

45
3.9 Analisa Terapi

3.8.1 Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal Interne

Tanggal Pemberian Obat


No NamaDagang/ Generik Frekuensi Rute
12/02/2021 13/02/2021 14/02/2021 15/02/2021

P S S M P S S M P S S M P S S M
O O O O

1. Citicolin 2x500 mg IV √ √ √ √ √ √ √
2. Amlodipin 1x10mg PO √ √

3. Clonidin 1x0,15mg PO √ √ √
4. Aspirin 1x80 mg PO √ √ √

5. Simvastatin 1x20mg PO √ √ √

6. Novorapid 3x12 iu SC √ √ √

46
Tanggal Pemberian Obat
No NamaDagang/ Generik Frekuensi Rute
16/02/2021 17/02/2021 18/02/2021

P S S M P S S M P S S M
O O O

1. Citicolin 2x500 mg IV √ √ √ √
2. Amlodipin 1x10mg PO √ √ √

3. Clonidin 1x0,15mg PO
4. Aspirin 1x80 mg PO √ √

5. Simvastatin 1x20mg PO √ √

6. Novorapid 3x12 iu SC √ √ √ √ √ √
7. Metformin 2x500mg PO √ √

8. Glimepiride 1x2mg PO √

9. Candesartan 1x8mg PO √

10. Citicolin 1x500 mg PO √ √

47
3.10 Lembaran DRP ( Drug Related Problem)

Tabel Drug Terapi Problem

Check
No Drug Therapy Problem Rekomendasi
List
1. Terapi obat yang tidak diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi medis Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi medis.
- Citicolin 2x500 mg (IV), digunakan untuk memperbaiki sirkulasi darah otak pada stroke
iskemik dan mengatasi penurunan kognitif pada pasien lansia (Indikasi Citicolin: kondisi
akut pada kehilangan kesadaran akibat trauma kepala atau operasi otak, kondisi kronis
paska hemiplegia apoplektik, gangguan serebrovaskular termasuk stroke iskemik,
suplemen untuk menangani penurunan kognitif pada lansia. Dosis sehari 1-2 x 250-500 mg
menurut ISO vol. 46 hal. 345).
-
- Amlodipin 1x10 mg (PO), sebagai antihipertensi (Indikasi Amlodipin: Amlodipin
digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil kronik, angina vasospastik.
Amlodipin dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat
antihipertensi dan antiangina lain (thiazide, ACE inhibitor, beta-bloker, nitrat, nitroglycerin
sublingual. Penggunaan dosis diberikan secara individual, tergantung pada toleransi dan
respon pasien. Dosis awal yang dianjurkan 1 x 5 mg sehari dan dosis maksimal 1 x 10 mg
sehari menurut ISO Vol. 46 hal. 326).

48
- Clonidin 2x0,15 mg (PO), sebagai antihipertensi (Indikasi: Clonidin merupakan golongan
anti adrenergik kerja sentral bekerja menurunkan aktivitas saraf simpatis. Obat golongan
ini merupakan pilihan utama bagi pasien hipertensi yang memiliki aktivitas saraf simpatis
yang tinggi seperti takikardi, gelisah, hiperhidrosis menurut Basic Pharmacology & Drug
Notes hal. 68).
- Aspirin 1x80 mg (PO), digunakan sebagai antiplatelet yaitu untuk mengurangi atau
mencegah kejadian stroke berulang (Indikasi Aspirin: mencegah agregasi platelet pada
infark miokard dan angina tidak stabil, mencegah serangan iskemik otak sepintas. Dosis
sehari 80-160 mg menurut ISO vol. 46 hal. 241).
- Simvastatin 1x20 mg (PO), digunakan untuk pencegahan dislipidemia. (Indikasi
Simvastatin: mengurangi kadar kolesterol total dan LDL menurut ISO vol. 46 hal 343).
Simvastatin 20 mg merupakan gol statin yang berguna untuk pencegahan dislipidemia.
Dislipidemia meningkatkan penyumbatan arteri (aterosklerosis) pada stroke iskemik
menurut Dipiro ed al, 2011).
- Novorapid 3x12 iu (SC), Indikasi: Pengobatan DM tipe I & II .Dosis : 0.5-1 iu/kgBB/hari
(Iso Vol 46 Hal 273).
Pasien mendapatkan terapi tambahan Pasien tidak mendapatkan terapi tambahan yang tidak diperlukan karena telah mendapatkan
-
yang tidak diperlukan terapi sesuai dengan kondisi medis.
Pasien masih memungkinkan menjalani √ - Perbanyak konsumsi air putih dan pasien harus mengontrolkan makan seperti karbohidrat,

49
terapi non farmakologi protein dan lemak yang harus dikonsumsi, serta cara membaginya antara makan pagi, siang
dan malam.
- Menjaga pola makan yang sehat, dan mengurangi asupan makanan yang dapat memicu
kenaikan kolesterol dan mengurangi makanan yang banyak mengandung garam.
- Menjelaskan kepada pasien agar selalu melakukan latihan ringan pada anggota gerak yang
lemah.

Terdapat duplikasi terapi Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat yang didapat dengan indikasi yang berbeda.
- Citicolin 2x500 mg (IV), digunakan untuk memperbaiki sirkulasi darah otak pada stroke
iskemik dan mengatasi penurunan kognitif pada pasien lansia (Indikasi Citicolin: kondisi
akut pada kehilangan kesadaran akibat trauma kepala atau operasi otak, kondisi kronis
paska hemiplegia apoplektik, gangguan serebrovaskular termasuk stroke iskemik,
suplemen untuk menangani penurunan kognitif pada lansia. Dosis sehari 1-2 x 250-500 mg
- menurut ISO vol. 46 hal. 345).
- Amlodipin 1x10 mg (PO), sebagai antihipertensi (Indikasi Amlodipin: Amlodipin
digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil kronik, angina vasospastik.
Amlodipin dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat
antihipertensi dan antiangina lain (thiazide, ACE inhibitor, beta-bloker, nitrat, nitroglycerin
sublingual. Penggunaan dosis diberikan secara individual, tergantung pada toleransi dan
respon pasien. Dosis awal yang dianjurkan 1 x 5 mg sehari dan dosis maksimal 1 x 10 mg

50
sehari menurut ISO Vol. 46 hal. 326).
- Clonidin 2x0,15 mg (PO), sebagai antihipertensi (Indikasi: Clonidin merupakan golongan
anti adrenergik kerja sentral bekerja menurunkan aktivitas saraf simpatis. Obat golongan
ini merupakan pilihan utama bagi pasien hipertensi yang memiliki aktivitas saraf simpatis
yang tinggi seperti takikardi, gelisah, hiperhidrosis menurut Basic Pharmacology & Drug
Notes hal. 68).
- Aspirin 1x80 mg (PO), digunakan sebagai antiplatelet yaitu untuk mengurangi atau
mencegah kejadian stroke berulang (Indikasi Aspirin: mencegah agregasi platelet pada
infark miokard dan angina tidak stabil, mencegah serangan iskemik otak sepintas. Dosis
sehari 80-160 mg menurut ISO vol. 46 hal. 241).
- Simvastatin 1x20 mg (PO), digunakan untuk pencegahan dislipidemia. (Indikasi
Simvastatin: mengurangi kadar kolesterol total dan LDL menurut ISO vol. 46 hal 343).
Simvastatin 20 mg merupakan gol statin yang berguna untuk pencegahan dislipidemia.
Dislipidemia meningkatkan penyumbatan arteri (aterosklerosis) pada stroke iskemik
menurut Dipiro ed al, 2011).
- Novorapid 3x12 iu (SC), Indikasi: Pengobatan DM tipe I & II .Dosis : 0.5-1 iu/kgBB/hari
(Iso Vol 46 Hal 273).
Pasien mendapat penanganan terhadap
- Pasien sudah mendapatkan penangan terhadap efek samping.
efek samping yang seharusnya dapat

51
dicegah.
2. Kesalahan obat

Bentuk sediaan tidak tepat Bentuk sediaan telah disesuaikan dengan kondisi pasien karena pasien masih dapat menelan
dengan baik :

- Citicolin 2x500 mg (IV)


- Amlodipin 1x10 mg (PO)
- - Clonidin 2x0,15 mg (PO)
- Aspirin 1x80 mg (PO)
- Simvastatin 1x20 mg (PO)
- Novorapid 3x12 iu (SC)

Terdapat kontra indikasi - Tidak ditemukan adanya kontra indikasi pada terapi pengobatan.
Kondisi pasien tidak dapat Kondisi pasien dapat disembuhkan oleh obat karena semakin hari kondisi pasien semakin
-
disembuhkan oleh obat membaik.
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi
-
pasien
Terdapat obat lain yang lebih efektif Pasien tidak mendapatkan terapi yang tidak diperlukan. Terapi yang diberikan sesuai dengan
-
indikasi yang diderita pasien.

52
3. Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Semua obat telah tepat dosis:
- Citicolin 500 mg (Dosis Citicolin 1-2 x 250-500 mg sehari menurut ISO vol. 46 hal. 345).
- Amlodipin 5 mg (Dosis awal yang dianjurkan 1 x 5 mg sehari dan dosis maksimal 1 x 10 mg
sehari menurut ISO Vol. 46 hal. 326).
- Clonidin 0,15 mg (Dosis Clonidin oral: 3x50-100 mcg/hari dinaikkan setiap hari kedua atau
- ketiga, dosis maksimum 1,2 mg/hari menurut Basic Pharmacologi & Drug Notes hal 69).
- Aspirin 80 mg (Dosis Aspirin 80-160 mg sehari menurut ISO vol. 46 hal 241).
- Simvastatin 20 mg (Dosis: 10-40 mg sehari diminum pada malam hari menurut ISO vol. 46
hal 343).
- Novorapid 3x12 iu (SC), Indikasi: Pengobatan DM tipe I & II .Dosis : 0.5-1 iu/kgBB/hari (Iso
Vol 46 Hal 273).
Dosis terlalu tinggi Semua obat telah tepat dosis:
- Citicolin 500 mg (Dosis Citicolin 1-2 x 250-500 mg sehari menurut ISO vol. 46 hal. 345).
- Amlodipin 5 mg (Dosis awal yang dianjurkan 1 x 5 mg sehari dan dosis maksimal 1 x 10 mg
- sehari menurut ISO Vol. 46 hal. 326).
- Clonidin 0,15 mg (Dosis Clonidin oral: 3x50-100 mcg/hari dinaikkan setiap hari kedua atau
ketiga, dosis maksimum 1,2 mg/hari menurut Basic Pharmacologi & Drug Notes hal 69).
- Aspirin 80 mg (Dosis Aspirin 80-160 mg sehari menurut ISO vol. 46 hal 241).

53
- Simvastatin 20 mg (Dosis: 10-40 mg sehari diminum pada malam hari menurut ISO vol. 46
hal 343).
- Novorapid 3x12 iu (SC), Indikasi: Pengobatan DM tipe I & II .Dosis : 0.5-1 iu/kgBB/hari (Iso
Vol 46 Hal 273).
Frekuensi penggunaan tidak tepat Frekuensi penggunaan obat sudah tepat karena sudah masuk rentang dosis lazim menurut ISO
-
vol. 46.
Penyimpanan tidak tepat Penyimpanan obat sudah tepat karena disimpan dalam suhu kamar, jauh dari panas dan
terlindung dari cahaya matahari. Penyimpanan insulin disimpan di dalam lemari pendingin
- dengan suhu 2-8℃.
Administrasi obat tidak tepat Administrasi obat sudah tepat.
- Citicolin 2x500 mg (IV)
- Amlodipin 1x10 mg (PO)
- Clonidin 2x0,15 mg (PO)
-
- Aspirin 1x80 mg (PO)
- Simvastatin 1x20 mg (PO)
- Novorapid 3x12 iu (SC)

Terdapat interaksi obat - Aspirin dengan Novorapid Aspirin dapat meningkatkan efek Novorapid, sehingga

dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu penggunaan Aspirin dengan Novorapid

54
harus dijarakkan.
- Simvastatin dengan Amlodipin digunakan secara bersamaan dengan dosis simvastatin lebih
dari 20 mg maka amlodipin dapat meningkatkan kadar simvastatin sehingga dapat
meningkatkan resiko myopati rapdomiolisis menurut medscape, 2018.
4. Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien Obat aman untuk pasien karena pasien tidak ada mengeluhkan tentang reaksi alergi ataupun
-
adanya efek yang tidak diinginkan.
Terjadi reaksi alergi - Tidak terdapat reaksi alergi yang ditunjukkan oleh tubuh pasien.

Terjadi interaksi obat - Aspirin dengan Novorapid Aspirin dapat meningkatkan efek Novorapid, sehingga
dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu penggunaan Aspirin dengan Novorapid
harus dijarakkan.

- Simvastatin dengan Amlodipin digunakan secara bersamaan dengan dosis simvastatin lebih
dari 20 mg maka amlodipin dapat meningkatkan kadar simvastatin sehingga dapat
meningkatkan resiko myopati rapdomiolisis menurut medscape, 2018.
Dosis obat dinaikkan atau diturunkan Tidak ada perubahan dosis obat yang di pakai, dosis obat yang digunakan sama selama
-
terlalu cepat menjalani perawatan .
Muncul efek yang tidak diinginkan Tidak ada muncul efek yang tidak diinginkan jadi tidak ada permasalahan.
-
Ada beberapa efek samping yang mungkin muncul :

55
- Citikolin 500 mg : ruam kulit, insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia,
sensasi hangat, rasa tidak enak badan, diplopia, perubahan tekanan darah sementara, hasil
tes fungsi hati abnormal (Basic Pharmacology & Drug Notes).
- Amlodipine 5 mg: edema, gangguan tidur, sakit kepala, letih, hipotensi, tremor, aritmia,
takikardia, mual, nyeri perut, ruam kulit, wajah memerah (Basic Pharmacology & Drug
Notes).
- Clonidin 2x0,15 mg: mulut kering, sedasi, depresi, xerostomia, hipotensi postural,
bradikardia, gangguan ereksi, pada pasien tertentu dapat mempresipitasi gagal jantung. Efek
samping tersering adalah rebound hypertension (perhentian tiba-tiba obat akan
menimbulkan peningkatan mendadak tekanan darah yang dapat menimbulkan stroke
hemoragik menurut (Basic Pharmacology & Drug Notes).
- Aspirin 80 mg : broncospasme, mual, muntah, nyeri, ulserasi, pendarahan saluran cerna,
pendarahan lain, trombositopenia, tinnitus (Basic Pharmacology & Drug Notes).
- Simvastatin 20 mg: myositis yang bersifat sementara, sakit kepala, perubahan fungsi ginjal
dan efek saluran cerna, (nyeri lambung, mual dan muntah), perubahan uji fungsi hati,
parestemia, dan efek pada saluran cerna meliputi nyeri abdomen, flatulens, konstipasi, diare,
ruam kulit, efek pada otot (Basic Pharmacology & Drug Notes).
- Novorapid insulin: hipoglikemia.

56
Administrasi obat yang tidak tepat - Administrasi sudah tepat.
5. Ketidak sesuaian kepatuhan pasien
Obat tidak tersedia Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang dibutuhkan pasien telah
-
tersedia di apotek rumah sakit.
Pasien tidak mampu menyediakan Obat - Pasien mampu menyediakan obat. Karena dibantu dengan apoteker dan perawat.

Pasien tidak bisa menelan atau


- Pasien bisa menelan obat.
menggunakan obat
Pasien tidak mengerti intruksi
- Pasien mengerti intruksi penggunaan obat.
penggunaan obat
Pasein tidak patuh atau memilih untuk Pasien patuh menggunakan obat. Obat-obatan untuk pasien rawat inap disediakan dalam bentuk
-
tidak menggunakan obat UDD untuk pemakaian 1 kali pakai, sehingga ketidak patuhan pada pasien dapat teratasi.
6. Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi Pasien telah mendapatkan terapi sesuai indikasi, karena obat yang digunakan telah tepat untuk
-
terapi penyakit
Pasien membutuhkan obat lain yang Terapi obat yang diberikan telah sinergis sehingga tidak perlukan lagi terapi lain.
-
sinergis
Pasien membutuhkan terapi profilaksis Tidak Pasien tidak membutuhkan terapi profilaksis.

57
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

Seorang pasien perempuan bernama ny R berumur 63 tahun mengalami

keluhan lemah pada anggota gerak sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu, berbicara

berat dan badan letih. Pasien berasal dari IDG dan masuk ke bangsal interne di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padang Panjang pada tanggal 12 Februari 2021.

Riwayat penyakit terdahulu pasien adalah hipertensi dan biasanya dikontrol

dengan amlodipin 5 mg, riwayat penyakit keluarga tidak ada dan pasien

menyatakan bahwa tidak mengalami alergi terhadap obat maupun makanan. Riwat

sosial dari pasien yaitu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan sudah

menikah.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan mata normal, wajah normal, toraks

normal, motorik tidak normal ditandakan dengan anggota gerak sebelah kanan

lebih lemah dibandingkan sebelah kiri, mulut sedikit mencong ke kanan, THT

normal, abdomen normal, punggung normal. Berdasarkan pemeriksaan fisik

didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah

204/129 mmHg, nadi 94 kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, suhu 36,1 oC.

Berdasarkan pemeriksaan labor didapatkan nilai gula darah sewaktu 326

mg/dl, gula darah puasa 256 mg/dl, natrium 138 mEq/L, kalium3,6 mEq/L,

klorida 101 mEq/L, kolesterol total 256 mg/dl, HDL 47 mg/dl, LDL 172 mg/dl,

trigliserida 183 mg/dl dan asam urat 5,3 mg/dl. Berdasarkan hasil pemeriksaan

hematologi didapatkan nilai hemoglobin 13g/dl, leukosit 9.670/uL, hematokrin

58
38%, trombosit 411.000/uL, basofil 0%, eosinofil 3%,limfosit 31%, monosit 10%,

netrofil batang dan netrofil segmen 56%,NLR 1,8 dan LA 2.998/uL.

Dari hasil pemeriksaan, diagnosa pasien adalah stroke iskemik, hepertensi

emergensi, diabetes mellitus tipe II dan dislipidemia. Terapi yang diberikan di

bangsal interne adalah IVFD RL 12 jam/kolf, Citicolin 2x500 mg (IV), Amlodipin

1x10 mg (PO), Clonidin 2x0,15 mg (PO), Aspirin 1x80 mg (PO), Simvastatin

1x20 mg (PO), Novorapid 3x12 iu (SC). Terapi pulang pasien adalah Citicolin

1x500 mg (PO), Amlodipin 1x5 mg (PO), Metformin 2x500 mg (PO),

Glimepiride 1x2 mg (PO), Aspirin 1x80 mg (PO), Candesartan 1x8 mg (PO),

Simvastatin 1x 20 mg (PO).

Stroke iskemik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di

satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan

oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau organ

distal (Price dan Wilson, 2003). Tujuan pengobatan stroke menurut dipiro adalah

untuk mengurangi kerusakan sistem saraf yang sedang berlangsung dan

menurunkan kemungkinan mortalitas (kematian) dan cacat jangka panjang,

mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi sistem saraf, serta

mencegah stroke berulang. Secara umum tujuan penatalaksanaan stroke adalah

mengurangi kerusakan neurologi dan resiko kecacatan, menurunkan tingkat

kematian serta mencegah terulangnya serangan stroke.

Pasien dengan stroke iskemik yang tidak mendapatkan terapi antikoagulan

harus diberikan antiplatelet seperti Aspirin (American Heart Association/

American Stroke Association). Antiplatelet berfungsi untuk mencegah

menggumpalnya trombosit darah dan mencegah terbentuknya trombus atau

59
gumpalan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh darah. Obat ini terutama

dapat digunakan pada pasien yang mengalami stroke iskemik atau TIA (Junaidi,

2011). Aspirin merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis sehari 80-160

mg (ISO vol. 46 hal. 241). Pasien mendapatkan Aspirin sebagai antiplatelet

dengan tujuan untuk mencegah serangan ulang dan meminimalkan penyumbatan

pada pembuluh darah lainnya. Mekanisme kerja dengan menghambat sintesis

tromboksan A2 dengan asetilasi ireversibel enzim siklooksigenase. Prostaglandin

tromboksan A2 merupakan produk arakidonat yang menyebabkan trombosit untuk

mengubah bentuk, melepaskan butiran mereka, dan agregat. Obat-obatan yang

menentang jalur ini mengganggu agregasi platelet in vitro dan memperpanjang

waktu perdarahan invivo (Katzung, 2007). Pemerian Aspirin pada pasien ini sudah

tepat. Efek samping dari Aspirin adalah tukak peptik dan iritasi gastrointestinal,

untuk mencegah efek samping tersebut telah diatasi dengan pemberian

Omeprezole dan penggunaan Aspirin diberikan 1 x sehari 1 tablet setelah makan.

Namun penggunaan Aspirin harus di monitoring karena ditakutkan terjadinya

pendarahan pada pasien.

Citikolin sebagai membrane stabilizer merupakan prekursor dari

phospatidylkolin, konsitituen utama dari membran sel. Mekanisme kerja obat ini

yaitu dengan mencegah kerusakan membran dan mengusahakan rekoveri dari

membran yang cedera dengan meningkatkan sintesa acetylcholine. Sitikolin juga

bekerja lewat kemampuannya untuk mencegah penimbunan asam lemak bebas,

asam arakhidonat, dan digliserida pada tempat kerusakan sel otak. Dosis

penggunaan Citikolin pada stroke iskemik akut yaitu 500-750 mg/ hari. Obat ini

relatif aman, efek samping hampir tidak ada hanya efek samping kecil pada

60
komplikasi GIT (C Clark 1998, 1999; Junaidi, 2011). Pemberian Citicolin pada

pasien ini sudah tepat indikasi dan dosis. Dosis yang diberikan 500 mg 2 x sehari

1 (IV). Citicolin diketahui dapat memperbaiki sirkulasi darah otak pada stroke

iskemik akut. Citicoline bekerja dengan cara meningkatkan senyawa kimia di otak

yang bernama phospholipid phosphatidylcholine. Dimana senyawa ini berfungsi

melindungi otak, mempertahankan fungsi otak, serta mengurangi jaringan otak

yang rusak akibat cedera.

Pada kasus ini pasien juga mengalami hipertensi dimana hipertensi juga

merupakan faktor resiko dari stroke. Hipertensi memegang peranan penting pada

pathogenesis artheroskelrosis pembuluh darah yang besar yang selanjutnya akan

menyebabkan stroke iskemik oleh karena oklusi trombotik arteri, emboli arteri ke

arteri atau kombinasi keduanya. Pemberian antihipertensi pada pasien stroke

iskemik yang mengalami hipertensi tak terkontrol diperlukan. Antihipertensi

kelompok CCB dan ARB banyak digunakan karena efek sampingnya lebih rendah

dibandingan antihipertensi lain seperti ACEI dengan efek samping batuk (Aronow

ed al. 2011). Disini pasien mendapatkan obat antihipertensi golongan CCB

(Calcium Canel Bloker) yaitu amlodipin 10 mg 1 x sehari 1 tablet setelah makan

secara peroral. Mekanisme kerja amlodipin yaitu menurunkan tekanan darah

dengan merelaksasi pembuluh darah sehingga tidak memperberat jantung untuk

memompa darah. Amlodipin mengeblok kalsium supaya tidak masuk memasuki

jaringan dan arteri tertentu. Hal ini membuat jaringan dan arteri tersebut lebih

rileks sehingga darah dapat mengalir lebih mudah untuk jantung. Hal ini

membantu menurunkan tekanan darah dan juga mengurangi risiko serangan

jantung atau stroke (Tatro, 2003). Pemberian Amlodipin pada pasien ini sudah

61
tepat indikasi dan dosis. Dosis awal yang dianjurkan 1 x 5 mg sehari dan dosis

maksimal 1 x 10 mg sehari (ISO Vol. 46 hal. 326).

Clonidin 2x0,15 mg (PO), sebagai antihipertensi (Indikasi: Clonidin

merupakan golongan anti adrenergik kerja sentral bekerja menurunkan aktivitas

saraf simpatis. Obat golongan ini merupakan pilihan utama bagi pasien hipertensi

yang memiliki aktivitas saraf simpatis yang tinggi seperti takikardi, gelisah,

hiperhidrosis menurut Basic Pharmacology & Drug Notes hal. 68). Clonidin 0,15

mg (Dosis Clonidin oral: 3x50-100 mcg/hari dinaikkan setiap hari kedua atau

ketiga, dosis maksimum 1,2 mg/hari menurut Basic Pharmacologi & Drug Notes

hal 69).

Selain itu pasien juga diberikan simvastatin 20 mg peroral 1 x sehari 1 tablet

sesudah makan. Simvastatin adalah golongan statin yang merupakan obat penurun

lipid yang paling efektif untuk menurunkan kolestrol LDL dan untuk

meningkatkan kolestrol HDL serta menurun Trigliserida. Penggunaan obat

simvastatin untuk mengurangi resiko stroke dan cardiavaskuler untuk pasien yang

menderita stroke iskemik, jika terjadi peningkatan kadar kolestrol total, kolestrol

jahat (LDL), trigliserida namun disertai penurunan kolestrol akibat peningkatan

koletrol jahat LDL akan terdapatnya plak-plak berupa lemak yang mengendap

dalam pembuluh darah arteri yang berefek pada gangguan sirkulasi darah atau

aterosklerosis. Akibat dari aterosklerosis berdampak pada perubahan dan

gangguan pada daerah makro vaskuler dan mikro vaskuler. Pada penderita yang

memiliki factor resiko pemberian statin direkomendasikan untuk menurunkan

resiko stroke serangan pertama (Perdossi, 2011). Statin memiliki mekanisme kerja

menghambat secara kompetitif coenzim 3-hidroksi-3 metyl glutaril (HMG CoA)

62
redukatase yakni enzim-enzim yang berperan pada sintesis kolestrol terutama di

dalam hati. Pemberian Simvastatin 20 mg pada pasien ini sudah tepat indikasi dan

dosis. Dosis Simvastatin dalam sehari 10-40 mg diminum pada malam hari

menurut ISO vol. 46 hal 343).

Pasien mendapatkan terapi insulin berupa insulin dengan kerja cepat yaitu

novorapid dosis 3 x 12 iu untuk menggantikan insulin dalam darah sehingga

menurunkan kadar glukosa dalam darah. Mekanisme kerja novorapid

menggantikan fungsi insulin di dalam tubuh.

Dari semua terapi yang diberikan terdapat DRP pada pengobatan pasien

yaitu Aspirin dengan Novorapid Aspirin dapat meningkatkan efek

Novorapid, sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu

penggunaan Aspirin dengan Novorapid harus dijarakkan. Simvastatin dengan

Amlodipin digunakan secara bersamaan dengan dosis simvastatin lebih dari 20

mg maka amlodipin dapat meningkatkan kadar simvastatin sehingga dapat

meningkatkan resiko myopati rapdomiolisis menurut medscape, 2018.

63
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

• Terapi yang diberikan kepada pasien yang menderita diabetes melitus tipe

2, hipertensi, dislipidemis dan stroke iskemik, sudah tepat indikasi dan

tepat dosis.

• Dari semua terapi yang diberikan terdapat DRP pada pengobatan pasien

yaitu

- Aspirin dengan Novorapid Aspirin dapat meningkatkan efek

Novorapid, sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu

penggunaan Aspirin dengan Novorapid harus dijarakkan.

- Simvastatin dengan Amlodipin digunakan secara bersamaan dengan

dosis simvastatin lebih dari 20 mg maka amlodipin dapat meningkatkan

kadar simvastatin sehingga dapat meningkatkan resiko myopati

rapdomiolisis menurut medscape, 2018.

6.2 Saran

• Disarankan untuk pasien agar penggunaan obat Glimepiride 1x2 mg

sebelum makan pagi. Penggunaan Glimepiride harus diikuti dengan

pengaturan pola makan dan olahraga yang sesuai dengan kebutuhan pasien

agar hasil pengobatan maksimal. Pasien juga disarankan untuk

menjarakkan pemberian obat simvastatin dan amlodipin supaya tidak

terjadi miopati.

64
• Disarankan kepada farmasis untuk menjarakkan penggunaan novorapid

dengan aspirin karena dapat meningkatkan kadar novorapid dan bisa

menyebabkan hipoglikemia.

• Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan kadar HbA 1C. Jika

kadar HbA 1C pasien lebih dari 9% maka pasien harus menggunakan

insulin.

65
DAFTAR PUSTAKA

Adams, R., Victor, M., & Ropper, A. 2001. The Principle of Neurology (7th ed).
Singapore: Mc Graw Hill Inc.

Caplan, L .R. 2009.Stoke: A Clinical Approach (4th ed). Boston: Elsevier.

Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes


Mellitus, Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal, Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Dipiro, Joseph, T, et all. 2008. Pharmacoteraphy a Phatophysiologi Approach.


Edition: Mc. Grow Hill Companies. Junaidi, I. 2011. Stroke,Waspadai
Ancamannya. Yogyakarta: Andi.

Katzung, G.B. 2002. Basic and Clinical Pharmacology. United State: Mc


GrawHill.

Lionel, G. 2007. Neurologi (ed 8). Jakarta: Erlangga Medical Series.

Misbach, J. 2000. Stroke in Indonesia: A First Large Prospective Hospital-Based


Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical
Neuroscience, 8(3), 245-9.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2011. Guideline


Stroke. Jakarta: PERDOSSI.

Setyopranoto Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Yogyakarta : IDI.

Wibowo, S. 2001.Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta: Salemba Medika.

66
Lampiran 1. Informasi Obat

Nama Obat Citicolin


Indikasi • Keadaan akut ( kehilangan kesadaran akibat trauma serebral
atau kecelakaan lalu lintas dan operasi otak).
• Keadaan kronik (gangguan psikiatrik atau saraf akibat
apopleksia, trauma kepala dan operasi otak).
• Memperbaiki sirkulasi darah otak termasuk stroke iskemik.

Kontra Indikasi • Hipersensitivitas terhadap citicolin

Interaksi Obat Interaksi obat mungkin terjadi bila beberapa obat dikonsumsi
secara bersamaan. Jika ingin mengonsumsi obat secara
bersamaan, konsultasikan ke dokter Anda terlebih dahulu, bila
perlu dokter akan mengubah dosis obat atau mengganti obat
dengan alternatif obat lainnya.
Sampai saat ini belum ada informasi mengenai interaksi antara
citicoline dengan obat lainnya.
Informasi yang diberikan bukan sebagai pengganti konsultasi
medis langsung dengan dokter atau mengarahkan pemakaian obat
dengan merek tertentu. Pemakaian obat harus dengan resep
dokter. Ketersediaan obat tergantung pada indikasi yang disetujui
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Perhatian Harus diberikan bersama dengan obat yang menurunkan
tekanan intracranial atau anti hemoragik pada kondisi yang
gawat dan akut. Jaga agar suhu tubuh tetap rendah.
Pemberian secara intravena harus diperikan secara sangat
perlahan.
Efek Samping Ruam kulit, insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual,
anoreksia, hasil tes fungsi hati abnormal, diplopia, sensasi
hangat, perubahan tekanan darah sementara, rasa tidak enak
badan.
Dosis • Keadaan akut: 250-500 mg, 1-2 kali sehari drip IV atau
bolus IV.

67
• Keadaan kronik: 100-300 mg, 1-2 kali sehari secara IV
dan IM.
• Gangguan serebrovaskular: dapat diberikan IV atau IM
sampai 1000 mg. Pemberian IV harus selambat mungkin.
Sediaan • Ampul 250 mg/2 ml: Beclov, Brainolin, Bralin, Cholimed,
Cholinaar, Cibren, Citicholine, Croline, Lancoline, Neuciti,
Neulin, Neurolin, Nicholin, Zeufor.
• Tablet/kapsul 500 mg: Brainact, Brainolin, Bralin, Cholinaar,
Futalin, Incelin, Neurolin, Recolin, Simciti, Soholin 500,
Takelin, Zeufor
• Kapsul 1000 mg: Brainact, Bralin

Kategori Informasi keamanan penggunaan citicoline selama


kehamilan dan menyusui masih belum memadai. Hindari
penggunaannya selama kehamilan dan menyusui.
Keterangan

Nama Obat Amlodipin


Indikasi Hipertensi, Profilaksis angina
Kontra Indikasi Hipersensitifitas terhadap CCB dihidripiridin, syok
kardiogenik, angina pectoris tidak stabil, stenosis aorta yang
signifikan,
Perhatian Gangguan fungsi hati, hamil, laktasi
Efek Samping Edema, gangguan tidur, sakit kepala, letih, hipotensi, tremor,
aritmia, takikardia, mual, nyeri perut, ruam kulit, wajah
memerah.
Dosis • Hipertensi: dosis awal 1x 5 mg/ hari, dosis maksimal 10
mg/hari.
• Pasien lanjut usia atau gangguan fungsi hati, hamil dan
laktasi.
• Terapi pada infark miokard akut: 5-10 mg/hari.

68
Sediaan Tablet 5 mg dan 10 mg: Amovask, Quentin, Amlodipine
Besilate, Amlodipine Besylate, Concor AM, Normetec,
Simvask, Zenovask, Comdipin, Norvask.
Kategori C
Keterangan

Nama Obat Clonidin


Indikasi Hipertensi
Kontra Indikasi Depresi
Perhatian Penghentian harus dilakukan bertahap untuk menghindari
krisis hipertensi, sindrom Raynaud atau penyakit
penyumbatan vascular perifer oklusif lainnya, kehamilan dan
menyusui.
Efek Samping Mulut kering, sedasi, depresi, xerotomia, hipotensi postural,
bradikardia, gangguan ereksi, pada pasien tertentu dapat
mempresipitasi gagal jantung. Efek samping tersering adalah
rebond hypertension (perhatian tiba-tiba obat akan
menimbulkan peningkatan mendadak tekanan darah yang
dapat menimbulkan stroke hemoragik).
Dosis Hipertensi: dosis oral 3x50-100 mcg/hari dinaikkan setiap
hari kedua atau ketiga, dosis maksimum 1,2 mg/hari.
Sediaan Tablet 0,075 mg, tablet 0,15 mg, Catapres
Interaksi Obat -
Kategori C
Keterangan -

Nama Obat Aspirin


Indikasi Menurunkan resiko Trombosis Koroner lebih lanjut selama
fase pemulihan dari Infark Miokard, mengurangi resiko
berulangnya serangan iskemik sepintas & stroke pada
69
pasien, untuk meringankan rasa nyeri, seperti pada sakit
kepala, sakit gigi.
Kontra Indikasi Gangguan perdarahan, asma, ulkus peptikum
Perhatian Gangguan fungsi hati, dispepsia, hamil dan laktasi, anak-
anak.
Efek Samping • Perut terasa sakit, panas atau kram, sembelit, diare,
masalah pencernaan

• Feses berwarna terlalu gelap atau terlalu terang

• Urine berwarna gelap atau berdarah, urine berkurang

• Tidak sadarkan diri, mudah mengantuk, pingsan, mudah


lelah dan lemas

• Sakit pada dada, sesak napas, napas terengah-engah,


jantung berdetak tak menentu

• Kebingungan, berpikir sesuatu yang buruk akan terjadi,


gugup dan cemas, selalu merasa panik,

• Demam,

• Sakit kepala

• Mudah merasa haus

• Kehilangan selera makan

• Sakit pinggang, kram otot dan tremor, kejang

• Mual dan muntah,

• Tangan, kaki, atau bibir mati rasa

• Ruam kulit, bengkak pada bagian tubuh tertentu seperti


jari, wajah, dan kaki bagian bawah, luka dan memar yang
tidak biasa

Interaksi Obat Meningkatkan konsentrasi serum alopurinol sehingga dapat


meningkatkan toksisitas allopurinol.Chlorpropamide :

70
Meningkatkan reaksi hepatorenal, monitor hipoglikemi.Obat
lain : Cotrimoxazole : Trombositopenia Cyclosporin :
Meningkatkan konsentrasi cyclosporin dalam darah
(penyesuaian dosis)
Dosis Transient Ischemic Attacks & Acute Ischemic Stroke :Untuk
mengurangi resiko berulangnya TIA, stroke, kematian : 50 -
325mg/hari, AIS : 160-325mg/hari dimulai dalam waktu 48
jam setelah stroke terjadi, dilanjutkan hingga 2-4 minggu.
Pencegahan AIS sekunder adalah dengan dosis rendah.CAD
&MI :Pencegahan : 160-325mg/hari, dimulai paling lama 24
jam setelah MI terjadi kemudian diteruskan selama 30 hari
paling sedikit. Angina stabil kronis :Dosis : 75-325 mg/hari
segera setelah didiagnosa (kecuali ada kontraindikasi
aspirin). Diminum setelah makan
Sediaan Tablet salut enteric 80 mg
Kategori D
Keterangan

Nama Obat Simvastatin


Indikasi Terapi tambahan pada diet untuk menurunkan kolesterol pada
hiperkolesterolemia primer atau dislepidemia campuran
Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap simvastatin atau komponen obat. Gagal
fungsi hati atau pernah mengalami gagal fungsi hati.
Peningkatan jumlah serum transaminase yang abnormal.
Pecandu alkohol. Wanita hamil dan menyusui.
Perhatian • Simvastatin dapat berdampak buruk pada janin. Oleh
karena itu, wanita dalam usia subur dan aktif secara
seksual dianjurkan untuk menggunakan alat
kontrasepsi yang aman saat mengonsumsi simvastatin.
• Diskusikan dengan dokter sebelum menggunakan

71
simvastatin, bila Anda memiliki alergi terhadap makanan,
obat, maupun bahan lain yang terkandung dalam obat ini.
• Sebelum menggunakan simvastatin, beri tahu dokter jika
Anda menderita penyakit hati, penyakit ginjal,
dan penyakit tiroid.
• Pasien dewasa dapat lebih sensitif terhadap efek samping
simvastatin, terutama efek samping yang berupa masalah
pada otot.
• Hindari mengonsumsi minuman beralkohol saat
menggunakan obat ini, karena dapat meningkatkan
risiko kerusakan organ hati

Efek Samping Bersin-bersin, Pilek, Sakit tenggorokan, Mual, Sembelit,


Muntah, Sakit perut, Merasa sangat lelah ,Urine berwarna
gelap seperti teh, Mata dan kulit menguning, gangguan fungsi
hati.
Dosis Awal 5-10 mg/hari dosis tunggal pada malam hari. Dosis
dapat disesuaikan dengan interval 4 minggu. Maksimal 40
mg/hari sebagai dosis tunggal (malam hari)
Sediaan Tablet 5 mg: Esvat, Lipinorm, simvastatin, valemia

Tablet 10 mg :cholestat, cholexin, detroval,esvast, ethical,


lesvatin, lipinom, mersivas, normofat, phalol, rechol,
rendapid, simvastatin, sintrol, valemia, vaster, vindastat,
Zocor

Tablet 20 mg : Lipinorm, cholestat, esvat,, simvastatin,


rechol, rendapid, svt,vidastat
Interaksi Obat Insiden miopati meningkat bila statin diberikan pada dosis
tinggi atau diberikan bersama fibrat atau asam nikotinat pada
dosis hipolipidemiknya, atau imunosupresan seperti
cylosporin

72
Kategori X
Keterangan

Nama Obat Novorapid


Indikasi
Kontra Indikasi
Perhatian
Efek Samping •

Interaksi Obat
Dosis
Sediaan
Kategori
Keterangan

Nama Obat Candesartan


Indikasi Indikasi ARB kurang lebih sama dengan ACE inhibitor. ARB
merupakan alternative yang berguna untuk pasien yang harus
menghentikan ACE-inhibitor. ARB digunakan sebagai
alternative dari ACE-Inhibitor dalam tatalaksana gagal
jantung atau nefropati akibat diabetes
Kontra Indikasi Kehamilan (obat harus dihentikan bila pemakai ternyata
hamil), menyusui, stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis
pada satu-satunya ginjal yang masih berfungsi.
Perhatian hipotensi
Efek Samping Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan kadar rennin
tinggi seperti hipovolemia, gagal jantung, hipertensi
renovaskular, dan sirosis hepatis. Hiperkalemia dapat terjadi
pada keadaan tertentu misyalnya insufisiensi ginjal. Efek
samping lainnya : pusing, sakit kepala, diare, penurunan Hb,

73
ruam, abnormal taste sensation (metallic taste).
Dosis Hipertensi: dosis awal 1 x 8 mg/hari (gangguan fungsi hati 1 x
2 mg/hari, gangguan fungsi ginjal atau volume deplesi
intravascular 1 x 4 mg/hari), tingkatkan jika perlu pada
interval 4 minggu hingga maksimal 1 x 32 mg/hari

Dosis penunjang lazim 1 x 8 mg/hari

Gagal jantung dosis awal 1 x 4 mg/hari, tingkatkan pada


interval sedikitnya 2 minggu hingga dosis target 32 mg sekali
sehari atau hingga dosis maksimal yang masih dapat
ditoleransi.
Sediaan Tablet 8 mg: candesartan generic, canderin, blopress

Tablet 16 mg: candesartan generic, canderin, blopress


Interaksi Obat Penggunaan bersamaan dengan diuretic hemat kalium,
OAINS, dan suplementasi kalium akan menyebabkan
hiperkalemia.
Kategori
Keterangan

Nama Obat Metformin


Indikasi Diabetes mellitus tipe 2 (pilihan pertama pada pasien DM
dengan berat badan berlebih).
Kontra Indikasi Gangguan fungsi ginjal (GFR< 30 ml/menit/1,73 m 2),
ketoasidosis, baru mengalami infark miokard, adanya
gangguan hati berat, serta pasien pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, rejatan, PPOK, gagal jantung NYHA
FC III-IV), menggunakan kontras media yang mengandung
iodine, menggunakan anestesi umum, hamil dan menyusui.
Perhatian • Dosis metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan

74
fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2).
• Hentikan sebelum pembedahan dang anti dengan insulin
• Periksa fungsi ginjal sebelum atau sekali setahun selama
pengobatan dengan metformin
Efek Samping Anoreksia, mual, muntah, diare, nyeri perut, rasa logam,
asidosis laktat, penurunan penyerapan vit B12, eritema,
pruritus, urtikaria dan hepatitis
Dosis 500-3000 mg/hari (diberikan dalam 2-3 dosis terbagi)

Dosis maksimal 3000 mg/hari. Obat diberikan


bersama/sesudah makan. Khusus sediaan XR dosis maksimal
2000 mg/hari.
Sediaan Tablet / kaplet 500 mg : Adecco, Benoformin, Diabex,
Diafac, Efomet, Forbetes, Formell, Gliformin, Glucufor 500,
Glucophage, Glucotika, Gludepatic, Glufor, Glumin, Glunor,
Metformin OGB Dexa, Methpica, Methpar, Nevox, Zendiab

Tablet 850 mg : Benoformin, Diabex, Efomet, Forbetes,


Formell, Gliformin, Glucophage, Glucotika, Glufor, Glumin,
Glunor, Metformin OGB Dexa,

Selainitu tersedia sediaan lepas lambat 500 mg : Glucophage


XR, Glumin XR, Glunor XR, Nevox XR.
Interaksi Obat
Kategori
Keterangan

Nama Obat Glimepiride


Indikasi Diabetes mellitus tipe 2
Kontra Indikasi Gangguan fungsi hati, gagal ginjal, porfiria, ketoasidosis,
kehamilan dan menyusui
Perhatian • Hati-hati menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan

75
resiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati,
dan ginjal).
• Glimepiride tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal
pada pasien diabetes mellitus juvenile, pasien dengan
kebuttuhan insulin yang tidak stabil, diabetes berat, DM
pada kehamilan, dan pada keadaan gawat
• Hati-hati penggunaan pada alkoholisme akut serta pasien
yang mendapat diuretic thiazid
Efek Samping • Efek saping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan
• Mual, muntah, diare, konstipasi, gangguan fungsi hati,
hepaits, gagal fungsi hati, reaksi hipersensitivitas,
gangguan darah.
Dosis Dosis harian: 1-8 mg/hari (diberikan 1x sehari)

Dosis maksimal 8 mg/hari. Diberikan sebelum makan


Sediaan Tablet 1,2,3,4 mg: Actaryl, Amaryl, Anpiride, Diaglime,
Glimepirid OGB Dexa, Gliperid, Glucoryl, Gulvas, Metrix

Beberapa merek paten yang hanya memiliki beberapa sediaan


:

Friladar, norizec, simryl tersedia dalam tablet 2 mg dan 3 mg

Glimetic tersedia dalam tablet 2 mg

Glimexal, relied tersedia dalam tablet 2 dan 4 mg

Mapryl, Mepirilid, Paride tersedia dalam tablet 1 mg dan 2


mg
Interaksi Obat Meningkatkan resiko hiperglikemia jika diberikan bersama
dengan insulin, alcohol, fenformin, sulphonamide, salisilat
dosis besar, phenylbutazone, oksiphenbutazone, probenecid,
dikumarol, kloramphenikol, penghambat MAO, guanetidin,

76
anabolic steroid, fenfluramin, dan klofibrat
Kategori
Keterangan Simpan pada suhu ruang, tempat yang kering, jauh dari sinar
matahari langsung dan jangkauan anak-anak

77

Anda mungkin juga menyukai