Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan dunia. Angka

prevalensi dan insidensi penyakit ini meningkat secara drastis di seluruh penjuru

dunia, negara-negara industri baru dan negara sedang berkembang termasuk

Indonesia (Krisnantuni, 2008). Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik

yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang

diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan resistensi insulin atau keduanya

yang berlangsung lama (kronik) dan dapat menyebabkan kerusakan gangguan

fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, organ ginjal, saraf, jantung dan

pembuluh darah lainnya (Suastika et al., 2011).

Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian

Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan

prevalensi pada penderita diabetes melitus di daerah urban Indonesia untuk usia

diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di propinsi Papua

sebesar 1,7%, dan terbesar di propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang

mencapai 11,1%, sedangkan prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu (TGT),

berkisar antara 4,0% di propinsi Jambi sampai 21,8% di propinsi Papua Barat.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan

pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia.

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih

dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg.

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau

1 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat

disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan

gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara

tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu

dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Sidabutar, 2009).

Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkan sekitar 972 juta

orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan perbandingan

50,54% pria dan 49,49 % wanita. Jumlah ini cenderung meningkat tiap tahunnya

(Ardiansyah, 2012). Data statistic dari Nasional Health Foundation di Australia

memperlihatkan bahwa sekitar 1.200.000 orang Australia (15% penduduk dewasa

di Australia) menderita hipertensi. Besarnya penderita di

negara barat seperti, Inggris, Selandia Baru, dan Eropa Barat juga hampir 15%

(Maryam, 2008). Di Amerika Serikat 15% ras kulit putih pada usia 18-45 tahun

dan 25-30% ras kulit hitam adalah penderita hipertensi (Miswar, 2004).

Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi hipertensi di

Indonesia tahun 2004 sekitar 14% dengan kisaran 13,4 - 14,6%, sedangkan pada

tahun 2008 meningkat menjadi 16-18%. Secara nasional Provinsi Jawa Tengah

menempati peringkat ke-tiga setelah Jawa Timur dan Bangka Belitung. Data

Riskesdas (2010) juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor

tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi

penyebab kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes, 2010).

Dislipidemia merupakan suatu kelainan yang terjadi pada metabolisme

lipoprotein, baik itu berlebihan ataupun kekurangan. Keadaan yang mungkin

2 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
timbul dapat berupa peningkatan dari kadar kolesterol total, kadar low density

lipoprotein (LDL), dan kadar trigliserida serta penurunan dari kadar high density

lipoprotein (HDL) di dalam darah (Musunuru, 2010). Prevalensi dislipidemia di

Indonesia masih cukup tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan pada warga usia

lanjut di Jakarta, dari 307 sampel didapatkan kejadian dislipidemia sebesar 44,6%

(Khairani & Sumiera, 2005). Sedangkan pada penelitian di Padang didapatkan

angka kejadian dislipidemia mencapai lebih dari 50% (Kamso dkk., 2002).

Kadar kolesterol total dan trigliserida merupakan indikator dislipidemia

dan merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Penyakit jantung

koroner merupakan penyakit yang sangat berbahaya dikarenakan penyakit jantung

koroner merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak (Brown, 2006). Hal

ini mengindikasikan bahwa dengan menurunkan angka kejadian dyslipidemia

maka angka kejadian penyakit jantung koroner diharapkan akan menurun (Anwar,

2004).

3 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Diabetes Melitus

2.1.2 Definisi

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau

gangguan metabolisme kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan

tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi

insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-

sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya

sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

2.1.3 Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA,

2003)

1. Diabetes Mellitus Tipe 1: Destruksi sel β umumnya menjurus ke arah


defisiensi insulin absolut A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 Bervariasi, mulai yang predominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin
3. Diabetes Mellitus Tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel β :


• kromosom 12, HNF-1 α (dahulu disebut MODY 3),
• kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
• kromosom 20, HNF-4 α (dahulu disebut MODY 1)

4 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
• DNA mitokondria

B. Defek genetik kerja insulin

C. Penyakit eksokrin pankreas:

• Pankreatitis

• Trauma/Pankreatektomi

• Neoplasma

• Cistic Fibrosis

• Hemokromatosis

• Pankreatopati fibro kalkulus

D. Endokrinopati:

1. Akromegali

2. Sindroma Cushing

3. Feokromositoma

4. Hipertiroidisme

E. Diabetes karena obat/zat kimia:

Glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, vacor,


tiazid, dilantin, interferon

F. Diabetes karena infeksi

G. Diabetes Imunologi (jarang) H. Sidroma genetik lain :

Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Prader


Willi
4. Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes mellitus yang muncul pada masa
kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko

5 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
untuk DM Tipe 2
5. Pra-diabetes: A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa
Terganggu) B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi
Glukosa Terganggu)
2.1.4 Patofisiologi

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan

penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata

kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.

Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu

> 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan
6 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
diagnosis DM. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 2. Kriteria penegakan diagnosis

Glukosa Plasma Glukosa Plasma 2 jam


Puasa setelah makan
Normal < 100 mg/dL < 140 mg/Dl
Pra-Diabetes 100-125 mg/Dl -
IFG atau IGT - 140-199 mg/dL
Diabetes ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
2.1.6 Penatalaksanaan

2.1.6.1 Terapi Non Farmakologis

Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2,

dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM

tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali

faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM

tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan

pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis,latihan

jasmani dan intervensi farmakologis (PEI, 2011).

A. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahanperilaku sehat yang

memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi

dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien

untuk memiliki perilaku sehat.

Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang

diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya

mengenali masalah kesehatan komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat

masih reversible,ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara

mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan (J Piette.

7 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
2003).

Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,

perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,

meningkatkan aktifitas fisik,\ dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi

lemak.

B. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang

seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing indi- vidu, dengan

memperhatikan keteraturan jadw al makan, jenis dan jumlah makanan.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak

20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat

sekitar 25g/hari.

C. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama

kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti

berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan

sensitifitas insulin.

D. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan

pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari

obat oral dan bentuk suntikan.

8 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Gambar 2. Diabetes Mellitus

2.1.6.2 Terapi Farmakologis

A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pemicu sekresi insulin:

a. Sulfonilurea

• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas

• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang

• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal

hati dan ginjal serta malnutrisi

b. Glinid

Terdiri dari repaglinid dan nateglinid

9 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada

sekresi insulin fase pertama.

• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial

Peningkat sensitivitas insulin:

a. Biguanid (Sugondo S, 2006)

• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.

• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja

insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan

produksi glukosa hati.

• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk,

disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.

b.Tiazolidindion

Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan

retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis:

a. Biguanid (Metformin).

• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi

glukosa hati. Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal

dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien

dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis

• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan

sulfonylurea.

10 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa

diatasi dengan pemberian sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa :

b. Acarbose

• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.

• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan

sulfonilurea.

• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan

flatulens.

• Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1

(GLP1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di

mukosa usus. Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1

merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun

GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim

DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan

menghambat peng- lepasan glukagon.

B. Obat Suntikan

a. Insulin

a. Insulin kerja cepat

b. Insulin kerja pendek

c. Insulin kerja menengah

d. Insulin kerja panjang

e. Insulin campuran tetap

b. Agonis GLP-1/incretin mimetik

11 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
•Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan

hipoglikemia, dan menghambat penglepasan glukagon

•Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonylurea

• Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah.

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami

bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS). Semua

pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang terus

menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan melakukan

latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat terkendali

kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan GHS glukosa

darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO.

Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap

sesuai dengan espons kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda

tergantung jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid

diberikan sesaat diberikan bersama makan suapan pertama. tiazolidindiontidak

bergantung pada jadwal makan, DPP-4 inhibitor dapat diberikan saatmakan atau

sebelum makan. Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum

terkendali maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus

dipilih 2 OHO yang cara kerja berbeda, misalnya golongan sulfonylurea dan

metformin.

Bila dengan GHS dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah be- lum

terkendali maka ada 2 pilihan yaitu yang per-tama GHS dan kombinasi terapi 3

OHO atau GHS dan kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang

dimaksud dengan insulin basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang,

12 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
yang diberikan malam hari menjelang tidur.

Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali maka pemberian

OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin intensif. Pada terapi insulin ini

diberikan kombinasi insulin basal untuk mengendalikan glukosa darah puasa, dan

insulin kerja cepat atau kerja pendek untuk mengendalikan glukosa darah

prandial. Kombinasi insulin basal dan prandial ini berbentuk basalbolus

yangterdiri dari1 x basal dan 3 x prandial. Tes hemoglobin terglikosilasi

(disingkat A1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan

terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, atau

minimal 2 kali setahun.

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi

Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi

adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥140 mm Hg

(tekana sistolik) dan/ atau ≥90 mmHg (tekanan diastolik) (JNC VIII).

Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukan fase darah yang dipompa oleh

jantung, nilai yang lebih rendah (diastolic) menunjukan fase darah kembali ke

dalam jantung.

Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya peningkatan

tekanan darah arteri secara terus menerus (Dipiro et al, 2011).

2.2.2 Epidemiologi

Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang cukup

banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada manusia

yang berusi setengah umur (lebih dari 0 tahun). Namun banyak orang yang tidak

13 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya

tidak nyata dan pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius

pada kesehatannya.

Boedi Darmoyo dalam penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8 %-

28,6 % penduduk dewasa adalah penderita hipertensi.

Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20 %. Pada

usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria dan

wanita. Pada golongan umum 55-64 tahun, penderita hipertensi pada pria dan

wanita sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, penderita hipertensi wanita lebih

banyak daripada pria.

2.2.3 Patofisiologi

Gambar 4. Patofisiologi Hipertensi

2.2.4 Klasifikasi

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah

menurut Joint National Committee (JNC VII). Klasifikasi JNC VII hanya berlaku

14 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
untuk umur ≥ 18 tahun, seperti yang tertera pada table 1.

Tabel 3.Klasifikasi Tekanan Darah Umur ≥ 18 Tahun ke Atas


Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99

Hipertensi derajat II > 160 > 100

Sumber: The seventh Reportof the Joint National Committee on


Prevention,Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (Chobanian, 2003).

Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan

hipertensi sekunder.

a. Hipertensi Primer/ Hipertensi essensial

Hipertensi primer merupakan suatu peningkatan presisten tekanan

arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol

homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebab dan

mencakup ± 90% dari kasus hipertensi, pada umumnya hipertensi

esensial tidak disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan karena

berbagai faktor yang saling berkaitan (Departemen Kesehatan RI,

2006).

b. Hipertensi Sekunder / Hipertensi Non Esensial

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui penyebab

terjadinya. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya peningkatan

tekanan darah pada hipertensi sekunder diketahui secara jelas.

Penyebab hipertensi dapat diakibatkan oleh penyakit ginjal (hipertensi

15 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat- obatan dan lain-

lain. Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan penderita

hipertensi sekunder dari berbagai penyakit atau obat-obat tertentu yang

dapat meningkatkan tekanan darah. Disfungsi renal akibat penyakit

ginjal kronis atau penyakit renovaskuler adalah penyebab sekunder

yang paling sering. Obat-obat tertentu baik secara langsung maupun

tidak langsung dapat mengakibatkan hipertensi bahkan memperberat

hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab

sekunder dapat diidentifikasi dengan menghentikan obat atau

mengobati penyakit yang menyertai merupakan tahap awal penanganan

hipertensi sekunder (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.2.5 Penatalaksanaan

2.2.5.1 Terapi Non farmakologis

Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor resiko

yaitu :

a) Makan gizi seimbang

Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi. Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per hari,

karena cukup mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan

darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) 2,5

mmHg. Asupan natrium hendaknya dibatasi 2g per hari setara dengan 5g

(satu sendok teh kecil) garam dapur, cara ini berhasi menurunkan TDS

3,7 mmHg dan TDD 2 mmHg. Bagi pasien hipertensi asupan natrium

dibatasi lebih rendah lagi menjadi 1,5 g/hari atau 3,5 - 4 g garam/hari.

16 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Walaupun tidak semua pasien hipertensi sensitif terhadap natrium,

namun pembatasan asupan natrium dapat membantu terapi farmakologis

menurunkan tekanan darah dan resiko kardiovaskular (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

b) Mengatasi obesitas

Lebih dari 60% pasien dengan hipertensi adalah gemuk .Memelihara

berat badan normal (Body Mass Index 18,5-24,9) dapat menurunkan

tekanan darah 5-20 mmHg/10 kg penurunan berat badan (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

c) Melakukan olah raga teratur

Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan

bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan

melakukan olah raga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan

darah, tanpa perlu sampai berat badan turun. Regular aktivitas fisik

aerobik seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu

menunjukkan perkiraan penurunan tekanan darah 4 sampai 9 mmHg

(Departemen Kesehatan RI, 2006).

d) Berhenti merokok

Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit

kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling

berhubungan dengan resiko lain yang diakibatkan oleh merokok.

Berhenti merokok mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan

(Departemen Kesehatan RI, 2006).

e) Mengurangi konsumsi alkohol

17 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi yang biasa minum

alkohol, akan menurunkan tekanan darah sekitar 2-4 mmHg

(Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.2.5.2 Terapi Farmakologis

Terapi hipertensi tanpa komplikasi dapat dilihat melalui algoritma pada

gambar 1. Sedangkan untuk terapi hipertensi dengan penyakit penyerta dapat

dilihat melalui algoritma pada gambar 2 (Dipiro et al, 2011).

Pilihan Terapi
Hipertensi

Hipertensi Dengan
Hipertensi Tanpa Penyakit Penyerta
Penyakit Penyerta (Gambar 2.)

Hipertensi Stage 1 Hipertensi Stage 2

Diuretik Tiazid Kombinasi 2 Obat


ACEI, ARB, CCB, Diuretik Tiazid
Atau Kombinasi dengan ACEI, atau
ARB, atau CCB

Gambar 4. Algoritma pengobatan hipertensi tanpa penyakit penyerta


(Dipiro et al, 2011)

Keterangan :

ACEI : Angiotensin Converting Enzym Inhibitor


ARB : Angiotensin Receptor Blocker
CCB : Calcium Channel Blocker

Hipertensi
Dengan Penyakit
Penyerta

18 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Gangguan
ventrikel Infark Jantung Diabetes Penyakit Resiko
kiri miokard koroner melitus ginjal stroke
jantung kronik berulang

Diuretik dan Beta bloker Beta bloker


ACEI dilanjutkan dilanjutkan ACEI Diuretik dan
ACEI atau
dilanjutkan dengan dengan atau ACEI atau
ARB
dengan beta ACEI atau ACEI atau ARB ARB
bloker ARB ARB

ARB atau
antagonis Antagonis CCB dan
aldosteron Diuretik
aldosteron diuretik
Jantung

Beta
bloker
dan
CCB

Gambar 5. Algoritma pengobatan hipertensi dengan komplikasi (Dipiro


et al, 2011)

Keterangan :
ACEI : Angiotensin Converting Enzym Inhibitor
ARB : Angiotensin Receptor Blocker
CCB : Calcium Channel Blocker
2.3 Dislipidemia

2.3.1 Definisi Dislipidemia

Dislipidemia adalah keadaan kadar lipid yang abnormal pada plasma dan

mencakup spectrum yang luas. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan

19 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar HDL (Dipiro

et al, 2015)

2.3.2 Klasifikasi Dislipidemia

Klasifikasi dislipidemia berdasarkan proses terjadinya penyakit yaitu :

1. Dislipidemia Primer

Dislipidemia primer yaitu dislipidemia yang disebabkan karena kelainan

penyakit genetik dan bawaan yang dapat menyebabkan kelainan kadar lipid

dalam darah. Dislipidemia primer yang berhubungan dengan obesitas ditandai

dengan peningkatan trigliserida, penurunan kadar HDL, LDL, dan komposisi

abnormal (Grundy, 2004).

2. Dislipidemia Sekunder

Dislipidemia Sekunder yaitu dislipidemia yang disebabkan oleh suatu

keadaan seperti hiperkolesterolemia yang diakibatkan oleh hipotiroidisme,

syndrome nefrotik, kehamilan, anoreksia nervosa, dan penyakit hati obstruktif.

Hipertrigliserida disebabkan oleh diabtes mellitus, konsumsi alkohol, gagal ginjal

kronik, miokard infark, dan kehamilan. Selain itu dislipidemia dapat disebabkan

oleh gagal ginjal akut, dan penyakit hati (Grundy, 2004).

2.3.3 Epidemiologi Dislipidemia

Data dari American Heart Association diperkirakan bahwa saat ini

terdapat 98 juta warga Amerika mempunyai kadar kolesterol lebih dari 200 mg/dl

dan diperkirakan akan terus meningkat. Dislipidemia merupakan faktor resiko

primer utuk penyakit jantung koroner dan berperan sebelum faktor resiko utama

lainnya muncul. Data epidemiologi menunjukkan bahwa setiap penurunan LDL

sebesar 30 mg/dL maka akan terjadi penurunan resiko untuk penyakit jantung

20 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
koroner sebesar 30% (Grundy, 2004).

Asam lemak jenuh yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan dalam

tubuh adalah 10% dari energi total perhari dan kolesterol >300mg/ hari.

Konsumsi asam lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL. Jika kolesterol

LDL meningkat serta HDL menurun, akan terjadi penimbunan kolesterol di

jaringan perifer termasuk pembuluh darah (Sitorus, 2006)

2.3.4 Etiologi Dislipidemia

Etiologi dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

seperti:

1. Faktor Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya

kolesterol HDL. Resiko terjadinya dislipidemia pada wanita lebih besar daripada

pria. Sebagaimana penelitian Cooper pada 589 perempuan didapatkan respon

peningkatan kolesterol sedikit berbeda yaitu kadar LDL kolesterol meningkat

lebih cepat sedangkan kadar HDL kolesterol juga meningkat sehingga rasio kadar

kolesterol total/HDL menjadi rendah (Djauzi, 2005).

2. Faktor Usia

Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin

menurun, begitu juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL, sehingga bercak

perlemakan dalam tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol

total lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL relative tidak berubah. Pada usia 10

tahun bercak perlemakan sudah dapat ditemukan di pembuluh darah. Prevalensi

hiperkolesterolemia pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 9,3% dan meningkat

sesuai dengan pertambahan usia hingga 15,5% pada kelompok usia 55-64 tahun

21 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
(Djauzi, 2005).

3. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan salah satu faktor terjadinya dislipidemia.

Dalam ilmu genetika menyebutkan bahwa gen diturunkan secara berpasangan

memerlukan satu gen dari ibu dan satu gen dari ayah, sehingga kadar

hiperlipidemia tinggi dan diakibatkan oleh faktor dislipidemia primer karena

faktor genetik (Djauzi, 2005).

4. Faktor Kegemukan

Salah satu penyebab kolesterol naik adalah karena kelebihan berat badan

atau juga bisa disebut dengan penyakit obesitas. Kelebihan berat badan ini juga

bisa disebabkan oleh makanan yang terlalu banyak yang mengandung lemak jahat

tinggi di dalamnya. Kelebihan berat badan dapat meningkatkan trigliserida dan

dapat menurunkan HDL (Anwar, 2004).

5. Faktor Olahraga

Manfaat berolahraga secara teratur dapat membantu untuk meningkatkan

kadar kolesterol baik atau HDL dalam tubuh. Selain itu berolahraga mampu

meproduksi enzim yang berperan untuk membantu proses memindahkan

kolesterol LDL dalam darah terutama pada pembuluh arteri kemudian

dikembalikan menuju ke hati untuk diubah menjadi asam empedu. Asam empedu

ini diperlukan melancarkan proses pencernaan kadar lemak dalam darah.

Semakin rutin berolahraga dengan teratur maka kadar kolesterol LDL dalam

tubuh akan semakin berkurang sampai menuju ke titik normal (Arisman, 2008).

6. Faktor Merokok

Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

22 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
trigliserida, dan menurunkan kolesterol HDL. Ketika pengguna rokok menghisap

rokok maka secara otomatis akan memasukkan karbon monoksida ke dalam paru-

paru dan akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam

asap rokok akan merangsang hormone adrenalin, sehingga akan mengubah

metabolisme lemak yang dapat menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah

(Anwar, 2004).

7. Faktor Makanan

Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan

arterosklerosis. Asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar

kolestertol total dan LDL sehingga mempunyai resiko terjadinya dislipidemia

(Anwar, 2004).

2.3.5 Patofisiologi

Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid diangkut dalam darah sebagai kompleks

lipid dan protein (lipoprotein). Lipid dalam darah diangkut dengan 2 cara yaitu

jalur eksogen dan jalur endogen. Jalur eksogen yaitu trigliserida dan kolesterol

yang berasal dari makanan dalam usus dikemas sebagai kilomikron. Selain

kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati

yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang

berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Jalur

endogen yaitu trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati mengalami

hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis

kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil. LDL merupakan

lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%). Lipoprotein

dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu : I (Kilomikron), IIa (LDL), IIb

23 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
(LDL+very-low-density lipoprotein [VLDL]), III (intermediate density

lipoprotein), IV (VLDL), V (VLDL+kilomikron) (Dipiro et al, 2015).

Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang

terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti

meningkatnya jumlah LDL seperti pada sindrom metabolik dan kadar kolesterol

HDL, makin tinggi kadar HDL maka HDL bersifat protektif terhadap oksidasi

LDL (Suyatna, 2006).

2.3.6 Pengelolaan Dislipidemia

Pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang berupa diet,

latihan jasmani, serta pengelolaan berat badan. Tujuan terapi diet adalah

menurunkan resiko penyakit jantung koroner dengan mengurangi asupan lemak

jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori. Perbaikan

keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi

melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori. Terapi untuk penderita

kolestrol tinggi yaitu :

A. Terapi Non Farmakologi

1. Terapi Nutrisi Medis

Pasien dengan penyakit dislipidemia dianjurkan untuk mengurangi asupan

lemak jenuh dan lemak trans tidak jenuh sampai < 7-10% total energi.

Penggantian makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan

alternative lainnya misal produk susu rendah lemak. Pasien disarankan

mengonsumsi makanan padat gizi (sayuran, kacang-kacangan, dan buah) serta

dianjurkan untuk menghindari makanan tinggi kalori (makanan berminyak dan

soft drink) konsumsi makanan suplemen contohnya asam lemak omega 3,

24 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
makanan tinggi serat dan sterol. Meskipun begitu, upaya perubahan pola diet

harus dilakukan secara bertahap (Sugiarto, 2015).

2. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang dianjurkan merupakan program latihan yang

mencakup setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang

(menurunkan 4-7 kkal/menit) 4 sampai 6 kali seminggu, dengan pengeluaran

minimal 200 kkal/hari. Kegiatan yang disarankan meliputi jalan cepat, bersepeda,

dan berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi dalam satu sesi atau

beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10 menit). Bagi

beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat disela aktivitas penguatan otot

dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu (Sugiarto, 2015).

B. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu terapi dalam

jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan dari terapi farmakologi dislipidemia

dalam jangka pendek adalah untuk mengontrol kadar LDL dan HDL dalam darah.

Tujuan jangka panjang untuk mencegah terjadinya jantung koroner. Cara

penanganannya dengan menormalkan kadar kolesterol LDL dan kolesterol HDL

dalam darah (Anwar, 2004)

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

25 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Data Umum
Nama Pasien Ny. E
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 68 tahun
Agama Islam
Alamat Jl. Syeh Ibrahim Musa
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Ruangan Interne wanita
Mulai Perawatan 16 Desembaer 2019
Keluar RS 19 Desember 2019

3.2 Riwayat Penyakit

a. Keluhan utama

- Badan terasa letih semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu

b. Riwayat penyakit sekarang

- Badan terasa letih dan lesu semakin meningkat sejak 3 hari yang

lalu

- Kaki dan tangan terasa kebas dan berat

- Nyeri kepala

- Pasien telah diketahui mengalami penyakit gula

- Riwayat tekanan darah tinggi

c. Riwayat penyakit terdahulu

Jantung (-)

Stroke (-)

d. Riwayat penyakit keluarga

26 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang menderita Stroke, jantung, DM,

dan hipertensi.

3.3 Pemeriksaan fisik

a. Tanda vital

Keadaan umum Sedang


Kesadaran CMC
Tekanan darah 160/90 mmHg
Nadi 92 x/menit
Pernafasan 22 x/menit
Suhu o
37 C
GCS 15 (E4M6V5)

b. Status Generalis

No Pemeriksaan Hasil Keteranga

1 Kepala Tidak ada kelainan n


Normal

2 Mata Tidak ada kelainan Normal


3 THT Tidak ada kelainan Normal

4 Leher Tidak ada kelainan Normal

5 Mulut Tidak ada kelainan Normal

6 Dada Tidak ada kelainan Normal

7 Abdomen Tidak ada kelainan Normal

8 Urogenital Tidak ada kelainan Normal

9 Ekstremitas Tidak ada kelainan Normal

10 Kulit Tidak ada kelainan Normal

27 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
3.4 Pemeriksaan laboratorium

Tabel Pemeriksaan labor tanggal 16 Desember 2019 :


Pemeriksaan Hasil NilaiNormal Keterangan
14,3 g/dl 12 – 16 g/dL Normal
Hb
8.570 /µL 5000 – 10000 /µL Normal
Leukosit
Hematokrit 42 % 37 – 43 % Normal

Trombosit /platelet 226.000 /µL 150 – 400.103 /µL Normal

Gula Darah sewaktu 529 mg/dL <200 mg/dL Tinggi

Ureum 36 mg/dL 13-43 mg/dL Normal

1,0 mg/dL 0,6-1,2 mg/dL Normal


Kreatinin
11,3 % <7 % Tinggi
HbA1C
Kalium 3,8 mEq/L 3,5-5,1 mEq/L Normal

Klorida 103 mEq/L 98-107 mEq/L Normal

Natrium 137 mEq/L 135-148 mEq/L Normal

Tabel Pemeriksaan labor tanggal 17 Desember 2019 :

Pemeriksaan Hasil NilaiNormal Keterangan


Gula Darah sewaktu 278 mg/dL <200 mg/dL Tinggi
213 mg/dL <200 mg/dL Tinggi
Kolesterol total
HDL kolesterol 36 mg/dL 45-65 mg/dL Normal

LDL kolesterol 147 mg/dL <100 mg/dL Tinggi

Trigliserid 148 mg/dL <150 mg/dL Normal

Asam urat 2,9 mg/dL 2,6-6 mg/dL Normal

Tabel Gula Darah Sewaktu


28 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Hari/Tanggal Hasil Nilai Normal Keterangan

Senin/16-12-2019 529 mg/dL <200 mg/dL Tinggi

Selasa/17-12-2019 278 mg/dL <200 mg/dL Tinggi

Rabu/18-12-2019 305 mg/dL <200 mg/dL Tinggi

Kamis/19-12-2019 252 mg/dL <200 mg/dL Tinggi

3.5 Diagnosis

Diagnosa utama : DM Tipe 2 dengan Hiperglikemi Berat

Diagnosa skunder : Hipertensi stage II dan Dislipidemia

3.6 Penatalaksanaan

1. Terapi di Rawat Inap

1) IVFD RL 8 jam/kolf

2) Novorapid 3 x 12 (SC)

3) Lantus 1 x 12 (SC)

4) Amlodipin 1 x 5 mg (PO)

5) Candesartan 1 x 8 mg (PO)

6) Concor 1 x 2,5 mg (PO)

7) Neurodex 2 x 1 (PO)

8) Simvastatin 1 x 20 mg (PO)

3.7 Follow up

Nama : Ny. E Diagnosa : DM Tipe II Dokter : dr. Sri Angreni, Sp. PD


dengan Hiperglikemi
Berat

Umur : 68 tahun Ruangan : Interne wanita Apoteker : S. Farm., Apt

29 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Tanggal S O A P
16 Desember - Kaki dan - Kesadaran : - DM Tipe II - IVFD RL 8 jam/kolf
tangan terasa CMC dengan - Novorapid 3 x 12 (IV)
2019
kebas dan - TD : 160/90 Hiperglikemi - Amlodipin 1 x 5 mg
berat mmHg Berat (PO)
- Kepala pusing - Hb : 14,3 - Hipertensi stage - Candesartan 1 x 8 mg
dan sakit - Leukosit : II (PO)
- Tidak nafsu 8.570 - Concor 1 x 2,5 mg
makan - Hematokrit : (PO)
42% - Neurodex 2 x 1 (PO)
- Trombosit :
226.000
- GDS : 529
mg/dL
- HbA1C : 11,3
%
- Ureum : 36
mg/dL
- Kreatinin : 1,0
mg/dL
- Natrium : 137
mEq/L
- Kalium : 3,8
mEq/L
- Klorida : 103
mEq/L
17 Desember - Kepala pusing - TD : 164/95 - DM Tipe II - IVFD RL 8 jam/kolf
- Badan terasa mmHg dengan - Novorapid 3 x 12 (IV)
2019
letih dan - GDS : 278 Hiperglikemi - Lantus 1 x 12 (IV)
lemah mg/dL Berat - Amlodipin 1 x 5 mg
- Kolesterol - Hipertensi stage (PO)
total : 213 II - Candesartan 1 x 8 mg
mg/dL (PO)
- HDL : 36 - Concor 1 x 2,5 mg
mg/dL (PO)
- LDL : 147 - Neurodex 2 x 1 (PO)
mg/dL
- Trigliserid :
148 mg/dL
- As. Urat : 2,9
mg/dL
18 Desember - Kepala masih - TD : 148/82 - DM Tipe II - IVFD RL 8 jam/kolf
pusing - GDS : 305 dengan - Novorapid 3 x 14 (IV)
2019
- Badan terasa mg/dL Hiperglikemi - Lantus 1 x 14 (IV)
letih Berat - Amlodipin 1 x 5 mg
- Hipertensi stage (PO)
II - Candesartan 1 x 8 mg
- Dislipidemia (PO)
- Concor 1 x 2,5 mg
30 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
(PO)
- Neurodex 2 x 1 (PO)
- Simvastatin 1 x 20 mg
(PO)
19 Desember - Keluhan - TD : 123/85 - DM Tipe II - Novorapid 3 x 14 (IV)
berkurang mmHg dengan - Lantus 1 x 14 (IV)
2019
- Pasien - GDS : 252 Hiperglikemi - Amlodipin 1 x 5 mg
dibolehkan mg/dL Berat (PO)
pulang - Dislipidemia - Candesartan 1 x 8 mg
(PO)
- Concor 1 x 2,5 mg
(PO)
- Simvastatin 1 x 20 mg
(PO)

31 Padang Panjang
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
3.8 AnalisaTerapi

Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal Interne

Tanggal Pemberian Obat


No Nama Rute 16/12 17/12 18/12 19/12
Dagang/ Frekuensi P S S M P S S M P S S M P S S M
Generik O O O O

IVFD RL I √ √ √ √ √ OFF
1 8 Jam/Kolf
V
Novorapid S √ √ √ √
2 3 x 12
C
Lantus S √
3 1 x 12
C
Amlodipin 5 mg P √ √ √
3 1x1
O
- Candesartan 8 mg 1x1 P √ √ √
4
O
- Concor 2,5 mg 1x1 P √ √ √
5
O
Neurodex P √ √ √ √ √ √
6 2x1
O

Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 32


Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Novorapid S √ √ √ √ √
7 3 x 14
C
Lantus S √
8 1 x 14
C
Simvastatin 20 mg P √
9 1x1
O

Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 33


Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
3.9 Drug Related Problem

No Drug Therapy Problem Check Rekomendasi


List
1 Terapi obat yang tidak - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis.
diperlukan
Terdapat terapi tanpa - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi, dimana pasien mendapatkan terapi:
indikasi medis 1. IVFD RL cairan infus yang mengandung Na, K, Cl, Basa yang digunakan untuk keseimbangan
elektrolit.
2. Novorapid digunakan untuk membantu perbaiki produksi insulin dalam tubuh
3. Lantus adalah merek dagang dari insulin glargine yang digunakan bersamaan dengan program diet
dan olahraga yang tepat untuk komtrol gula darah pada pasien diabetes
4. Amlodipin merupakan antihipertensi (menurunkan tekanan darah) golongan Calsium Chanel
Blocker (CCB) ( MIMS, 2017)
5. Candesartan merupakan antihipertensi golongan ARB (MIMS, 2017)
6. Concor untuk mengatasi nyeri dada (angina pectoris), darah tinggi dan jantung kronis
7. Neurodex untuk meredakan kebas dan kesemutan
8. Simvastatin untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (BPOM, 2017)
Pasien mendapatkan terapi - Pasien tidak ada mendapatkan terapi yang tidak diperlukan. Terapi yang diberikan sesuai dengan
tambahan yang tidak indikasi yang diderita pasien.
diperlukan
Pasien masih Ya Terapi non farmakologi pada DM diet rendah gula, hipertensi diet rendah garam dan kolesterol diet

Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 34


Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
memungkinkan menjalani rendah lemak
terapi non farmakologi
Terdapat duplikasi terapi Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda.
-
1. Ringer lactat : Natrium klorida merupakan garam yang berperan penting dalam memelihara
tekanan osmosis darah dan jaringan.
- Kalium klorida merupakan garam terpilih untuk hipokalemia yang disertai hipokloremia.
- Natrium laktat merupakan garam garam yang dibutuhkan untuk pelayanan darurat terhadap
metabolik asidosis.
- Kalsium klorida merupakan garam yang penting untuk menjaga fungsi normal otot dan syaraf
2. Novorapid bekerja dengan cara menekan tingkat gula darah berlebihan di dalam tubuh dan
berinteraksi dengan membran pada sel luar sitoplasma dengan reseptor khusus guna untuk
membentuk kompleks reseptor insulin hingga merangsang proses intraseluler.
3. Lantus merupakan long acting insulin yang bekerja dengan cara menahan sel tubuh agar gula yang
berada di dalam darah dapat masuk untuk dipecah menjadi energi.
4. Amlodipin bekerja dengan cara memblok chanel calsium sehingga kadar kalsium yang masuk ke
sel otot di dinding pembuluh darah jantung berkurang (MIMS,2017)
5. Candesartan bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron.
ARB mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga secara langsung akan
menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini
secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah. (MIMS, 2017)
6. Concor (bisoprolol) bekerja dengan cara mengurangi frekuensi detak jantung dan tekanan otot

Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 35


Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
jantung saat berkontraksi
7. Neurodex bekerja sebagai neurotopik (nutrisi sel saraf) untuk melindungi dan menjaga fungsi saraf
agar berjalan normal
8. Simvastatin : menghambat secara kompetitif koenzim 3-hidroksi-3metil glutaril (HMG CoA)
reduktase, yakni enzim yang berperan pada sintesis kolesterol, terutama dalam hati (BPOM,2017)

Pasien mendapat - Pasien tidak mengalami efek samping obat, sehingga pasien tidak perlu pemberian penanganan
penanganan terhadap efek terhadap efek samping obat.
samping yang seharusnya
dapat dicegah.
2 Kesalahan obat
Bentuk sediaan tidak tepat - Bentuk sediaan telah disesuaikan dengan kondisi pasien :
1. IVFD RL bentuk sediaan cairan infus
2. Novorapid bentuk sediaan insulin
3. Lantus bentuk sediaan insulin
4. Amlodipin bentuk sediaan tablet
5. Candesartan bentuk sediaan tablet
6. Concor bentuk sediaan tablet
7. Neurodex bentuk sediaan tablet
8. Simvastatin bentuk sediaan tablet
Terdapat kontra indikasi IYA Penggunaan amlodipine dengan Simvastatin
dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan pada otot atau miopati
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 36
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Kondisi pasien tidak dapat - Kondisi pasien dapat disembuhkan oleh obat
disembuhkan oleh obat
Obat tidak diindikasikan - Setiap obat telah sesuai dengan indikasi suatu penyakit yang diderita pasien. Adapun kondisi medis
untuk kondisi pasien pasien adalah :
1. Diabetes Melitus diberikan novorapid dan lantus
2. Hipertensi stage II diberikan amlodipin dan candesartan
3. Dislipidemia diberikan simvastatin
Terdapat obat lain yang - Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses penyembuhan. Dimana terapi obat yang
lebih efektif diberikan telah memberikan perbaikan terhadap pasien berdasarkan Follow Up harian pasien.
3 Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Dosis yang diberikan kepada pasien sesuai menurut literatur ( MIMS, 2017 Dan Medscape )
Dosis terlalu tinggi -
1. IVFD RL cairan infus 500 mL
2. Novorapid
3. Lantus
4. Amlodipin 5 mg
5. Candesartan 8 mg
6. Concor 2,5 mg
7. Neurodex
8. Simvastatin 20 mg
Frekuensi penggunaan - Frekuensi penggunaan obat yang diberikan sudah sesuai ( MIMS, 2017 Dan Medscape )
tidak tepat 1. IVFD RL cairan infus 18jam/500 mL
2. Novorapid 3 x 12

Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 37


Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
3. Lantus 1 x 12
4. Amlodipin 1 x 5 mg
5. Candesartan 1x 8 mg
6. Concor 1 x 2,5 mg
7. Neurodex 1 x 1
8. Simvastatin 1 x 20 mg
Penyimpanan tidak tepat - Proses penyimpanan obat sudah diletakan pada tempat yang sesuai pada tempatnya. Dimana obat
disimpan dalam tempat obat pasien. Menurut AHFS
1. IVFD RL cairan infus dibawah suhu 30oC, terlindung dari cahaya
2. Lovorapid dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC
3. Lantus dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC
4. Amlodipin tablet dibawah suhu 30oC, terlindung dari cahaya
5. Candesartan tablet dibawah suhu 30oC, terlindung dari cahaya
6. Concor tablet dibawah suhu 30oC, terlindung dari cahaya
7. Neurodex tablet dibawah suhu 30oC, terlindung dari cahaya
8. Simvastatin tablet dibawah suhu 30oC, terlindung dari cahaya
Administrasi obat tidak - Administrasi sudah tepat.
tepat 1. IVFD RL cairan infus
2. Novorapid insulin pump
3. Lantus insulin pump
4. Amlodipin tablet per oral
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 38
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
5. Candesartan tablet per oral
6. Concor tablet per oral
7. Neurodex tablet per oral
8. Simvastatin tablet per oral
Terdapat interaksi obat - Tidak terdapat interaksi obat yang didapat pasien
4 Reaksi yang tidak
diinginkan
Obat tidak aman untuk - Obat yang diberikan aman digunakan pasien. Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan dengan
pasien dosis yang tepat untuk pasien Adapun dosis yang diberikan adalah : (MIMS, 2017)
1. IVFD RL cairan infus
2. Novorapid
3. Lantus
4. Amlodipin 5 mg
5. Candesartan 8 mg
6. Concor 2,5 mg
7. Neurodex
8. Simvastatin 20 mg
Terjadi reaksi alergi - Tidak ada masalah, pasien tidak ada yang riwayat alergi, sehingga obat aman digunakan.
Terapi yang diberikan pada pasien tidak menimbulkan reaksi hipersensitivitas pada pasien.
Terjadi interaksi obat - Tidak ada terjadinya interaksi obat yang tidak diinginkan.
Dosis obat dinaikkan atau - Dosis dinaikan sudah tepat berdasarkan hasil laboratorium pasien.
diturunkan terlalu cepat

Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 39


Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Muncul efek yang tidak - Menurut pengamatan tidak muncul efek yang tidak diinginkan selama pemberian terapi.
diinginkan
Administrasi obat yang - Administrasi sudah tepat.
tidak tepat
1. IVFD RL cairan infus
2. Novorapid insulin pump
3. Lantus insulin pump
4. Amlodipin tablet per oral
5. Candesartan tablet per oral
6. Concor tablet per oral
7. Neurodex tablet per oral
8. Simvastatin tablet per oral
5 Ketidak sesuaian
kepatuhan pasien
Obat tidak tersedia - Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang dibutuhkan pasien telah tersedia
di apotek rumah sakit
Pasien tidak mampu - Pasien mampu menyediakan obat
menyediakan Obat
Pasien tidak bisa menelan - Pasien mampu menelan obat dalam bentuk tablet.
atau menggunakan obat
Pasien tidak mengerti - Pasien mengerti intruksi penggunaan obat.
intruksi penggunaan obat
Pasein tidak patuh atau - Pasien patuh menggunakan obat. Obat-obatan untuk pasien rawat inap disediakan dalam bentuk UDD
memilih untuk tidak untuk pemakaian 1 kali pakai, sehingga ketidakpatuhan pada pasien dapat teratasi.
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 40
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
menggunakan obat

6 Pasien membutuhkan
terapi tambahan
Terdapat kondisi yang - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai indikasi, karena obat yang digunakan telah tepat untuk terapi
tidak diterapi penyakit
Pasien membutuhkan obat - Terapi obat yang diberikan telah sinergis sehingga tidak perlukan lagi terapi lain.
lain yang sinergis
Pasien membutuhkan - Pasien telah mendapatkan pengobatan profilaksis terhadap kondisinya sehingga tidak perlu diberikan
terapi profilaksis terapi tambahan.

Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang 41


Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien wanita berumur 68 tahun datang ke Rumah Sakit

Umum Daerah Padang Panjang pada tanggal 16 Desember 2019, dengan

keluhan badan terasa letih semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu, kaki dan

tangan terasa kebas dan berat, sakit kepala disertai pusing dan tidak ada nafsu

makan. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan hasil kondisi umum sedang,

kesadaran CMC, nadi 97 kali/ menit, nafas 22 kali/ menit, suhu 37 °C, dan

tekanan darah 160/90 mmHg. Hasil pemeriksaan labor didapatkan gula darah

sewaktu 529 mg/dL dan HbA1C 11,3 %. Berdasarkan dari keluhan utama,

anamnesa, pemeriksaan fisik pasien didiagnosa Diabetes Mellitus Tipe 2

dengan Hiperglikemi berat dan Hipertensi Stage II.

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan tingginya

kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat.

Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi

produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas atau

disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO,

1999).

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang

ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh

sel beta pankreas atau fungsi insulin (resistensi insulin). Walaupun sebagian

42
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir

30% memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005). Adapun terapi

insulin pada pasien ini yaitu pemberian insulin novorapid yang bekerja

dengan cara menekan tingkat gula darah berlebihan di dalam tubuh dan

berinteraksi dengan membran pada sel luar sitoplasma dengan reseptor

khusus guna untuk membentuk kompleks reseptor insulin hingga merangsang

proses intraseluler. Kemudian untuk mengobati letih, kaki dan tangan terasa

kebas dan berat diberikan terapi neurodex. Neurodex merupakan neurotopik

(nutrisi sel saraf) untuk melindungi dan menjaga fungsi saraf agar berjalan

normal. Dan juga diberikan infus RL untuk menjaga keseimbangan elektrolit

di dalm tubuh.

Pada terapi hipertensi stage II diberikan amlodipin dan candesartan.

Dimana Amlodipin bekerja dengan cara memblok chanel calsium sehingga

kadar kalsium yang masuk ke sel otot di dinding pembuluh darah jantung

berkurang (MIMS,2017). Sedangkan Candesartan bekerja dengan cara

menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron. ARB

mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga secara

langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan

mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini secara bersama-sama akan

menyebabkan penurunan tekanan darah (MIMS, 2017). Untuk mengurangi

frekuensi detak jantung dan tekanan otot jantung saat berkontraksi pada

pasien diberikan concor 2,5 mg.


43
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Pada hari kedua rawatan tgl 17 Desember 2019, pasien menerima terapi

tambahan yaitu lantus diberikan secara subkutan. Lantus merupakan insulin

glargine yang digunakan bersamaan dengan program diet dan olahraga yang

tepat untuk kontrol gula darah pada pasien diabetes. Insulin ini bekerja

dengan cara menahan sel tubuh agar gula yang berada di dalam darah dapat

masuk untuk dipecah menjadi energi. Dan terapi dilanjutkan seperti hari

pertama.

Pada hari ketiga terapi dilanjutkan akan tetapi penggunaan infus RL

diberhentikan karena kondisi pasien sudah mulai membaik. Lalu pasien

mendapatkan terapi tambahan Simvastatin 20 mg dikarnakan hasil labor

pasien terjadi peningkatan pada kolesterol total yaitu 213 mg/dL dan LDL-

kolesterol 147 mg/dL. Simvastatin bekerja dengan cara menghambat secara

kompetitif koenzim 3-hidroksi-3metil glutaril (HMG CoA) reduktase, yakni

enzim yang berperan pada sintesis kolesterol, terutama dalam hati. Pada hari

perawatan ke empat pasien sudah membaik sehingga pasien di bolehkan

pulang, dimana terapi pulang yang diberikan adalah novorapid 14 unit 3 x

sehari, lantus 14 unit 1 x sehari, amlodipin 5 mg 1 x sehari, candesartan 8 mg

1 x sehari, concor 2,5 mg 1x sehari dan simvastatin 20 mg 1 x sehari. Pasien

dipulangkan karena kondisi tanda vital pasien stabil.

Dari semua terapi obat yang telah diberikan, terdapat permasalahan

dalam terapi atau DRP (Drug Related Problem) antara amlodipin dan

simvastatin dimana dapat menyebabkan idiopati atau miopati, untuk

44
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
mengatasi hal tersebut semberian amlidipin dan simvastatin dijarakkan.

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

. Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien

mengalami Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Hiperglikemi berat dan Hipertensi

Stage II. Hal ini dapat dilihat dari gejala, keluhan yang dialami pasien dan

didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk

terapi yang diberikan terhadap pasien, pasien mengalami perbaikan ditandai

dengan gula darah sewaktu 252 mg/ dL dan tekanan darah pasien yang stabil

(123/85 mmHg). Dari semua terapi obat yang telah diberikan, terdapat

permasalahan dalam terapi atau DRP (Drug Related Problem) antara

amlodipin dan simvastatin dimana dapat menyebabkan idiopati atau miopati,

untuk mengatasi hal tersebut semberian amlidipin dan simvastatin dijarakkan.

5.2 Saran

Disarankan kepada pasien untuk diet rendah garam, rendah gula, rendah

lemak dan kontrol teratur di poli penyakit dalam.

45
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2003 Clinical practice recommendation. Diabetes Care.

Anwar, Bahri. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Jantung Koroner. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Arisman, 2008. Gizi dalam Daur Kehidupan.

Brown, C. T., 2006, Penyakit Aterosklerotik Koroner, dalam Price, S.A. dan Wilson,
L.M., Patofisiologi Konsep-konsep Proses Penyakit, diterjemahkan oleh
Pendit, B.U., Hartanto, H., Wulansari, P., Susi, N. dan Mahanani, D.A.,
Volume 2, Edisi 6, 579-585, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Chobanian, et al.2003. The seventh report od the joint national committee (JNC). Vol
289. No.19. P 2560-70.

Depkes RI, 2006, Pharmaceutical Care untuk Hipertensi, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,
(2011), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (7th ed), New York:
Mc-Graw Hill, Hal 268.

Grundy S. M., 2004. Obesity, Metabolic Syndrome, and Cardiovascular Disease. J


Clin Endocrinol Metab, 89(6) : 2595-2600

J Piette., (2003), Effectiveness of Self-management Education, Dalam: Gan D, All-


got B, King H, Lefèbvre P, Mbanya JC, Silink M. Penyunting. DiabetesAtlas
Edisi ke-2, Belgium: International Diabetes Federation, 207-215.

Kamso S, Purwantyastuti, Juwita R. 2002. Dislipidemia pada lanjut usia di kota


Padang. Makara Kesehatan. 6(2): 55–58.

Khairani R, Sumiera M. 2005. Profil lipid pada penduduk lanjut usia di Jakarta.
Universa Medicina. 24(4): 175–183.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

46
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
Miswar, 2004. Faktor-faktor resiko Terjadinya Hipertensi Pada Esensial di
Kabupaten Klaten. Tesis. Program Pasca Sarjana UGM. Jogjakarta.

Soewondo, Pradana, Soegondo, Sidartawan, Suastika, Ketut, Pranoto, Agung,


Soeatmadji, Djoko W., Tjokroprawiro, Askandar. 2010. The DiabCare Asia
2008 study – Outcomes on control and complications of type2 diabetic
patients in Indonesia. Med J Indones 19(4):235-44.

Sidabutar R.P dan Wiguno P. (2009). Hipertensi Esensial, Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 11, Jakarta: FK-UI

Sitorus Ratna, Yulia. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah


Sakit: penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di
ruang rawat. (E. Wahyuningsih, Ed.). Jakarta: EGC.

Hendromartono, Tjokroprawiro A, Sutjahjo A, Pranoto A, Murtiwi S, Adi S. 2007.


Dislipidemia. Dalam : Tjokroprawiro A, Setiawan B, Pranoto A, Nasronudin,
Santoso D, Soegiarto G, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press; 93-106

Suseno. Djoko dan Hempri Suyatna. 2006. Quo Vadis Petani Indonesia
Terhempasnya Anak Bangsa Dari Sektor Pertanian. Yogyakarta: Aditya
Media

World Health Organization (WHO). Definition, Diagnosis and classification of


diabetes mellitus and its complications. Part 1: Diagnosis and classifi cations
of diabetes mellitus. Geneva: Department of Non-communicable Disease
Surveillance; 1999.

47
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
LAMPIRAN

Lampiran 1. Tinjauan Obat

RINGER LACTAT
Komposisi Per 1000 ml Natrium lactate 3,1 gram, nacl 6 gram, kcl 0,3
gram, cacl2 0,2 gram, air untuk injeksi ad 1,000 ml.Asam
Asetil salisilat
Indikasi - Sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang dalam keadaan
asam basa berkesetimbangan atau asidosis ringan
- Sebagai pilihan utama untuk mengatasi kehilangan cairan
dalam keadaan darurat.
- Terapi pemeliharaan keseimbangan cairan pada keadaan
pra, intra dan paska operasi.
- Untuk mengatasi dehidrasi cairan intersitial yang diberikan
setelah pemberian pengganti cairan koloid.
Mekanisme kerja - Natrium klorida merupakan garam yang berperan penting
dalam memelihara tekanan osmosis darah dan jaringan.
- Kalium klorida merupakan garam terpilih untuk
hipokalemia yang disertai hipokloremia.
- Natrium laktat merupakan garam garam yang dibutuhkan
untuk pelayanan darurat terhadap metabolik asidosis.
- Kalsium klorida merupakan garam yang penting untuk
menjaga fungsi normal otot dan syaraf
Dosis Injeksi intravena dengan kecepatan alir yang dianjurkan 2,5
ml/kg BB/jam, yaitu sekitar 60 tetes/70 kg BB/menit atau 180
ml/70 kg BB/jam
Efek samping - Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau
cara pemberiannya, termasuk timbulnya panas, infeksi pada
tempat penyuntikan, trombosis atau flebitis yang meluas
dari tempat penyuntikan dan ekstravasasi

48
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
- Bila terjadi reaksi efek samping, pemakaian harus
dihentikan dan lakukan evaluasi terhadap pasien.
Kontraindikasi - Pasien dengan kondisi hiperhidrasi, hipernatremia,
hiperkalemia.
- Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi
hati dan asidosis laktat
Perhatian - Jangan dicampur dengan larutan yang mengandung fosfat.
- Jangan digunakan bila botol rusak, larutan keruh atau
berisi partikel
- Hanya untuk sekali penusukan.

SIMVASTATIN (Medscape, MIMS, 2017)


Indikasi Terapi tambahan pada diet untuk menurunkan kolesterol pada
hiperkolesterolemia primer atau dislipidemia campuran
Mengurangi insiden kejadian koroner klinis dan memperlambat
progresi aterosklerosis koroner pada pasien dengan penyakit
jantung koroner dan kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih.
Kontra indikasi Pasien dengan penyakit hati yang aktif, kehamilan (karna itu
diperlukan kontrasepsi yang memadai selama pengobatan dan
selama satu bulan setelahnya), menyusui, hipersensitiv
Efek samping Miositis yang bersifat sementara, sakit kepala, perubahan fungsi
ginjal, dan efek saluran cerna (nyeri lambung,mual dan
muntah), perubahan uji fungsi hati, parestesia, dan efek pada
saluran cerna meliputi nyeri abdomen, konstipasi, diare, mual
dan muntah. Efek pada otot, bila diduga terjadi miopati, dan
terjadi peningkatan kadar kreatin kinase >5 x batas atas nilai
normal, atau terjadi gejala gangguan otot yang parah, maka
statin harus dihentikan
Interkasi obat Insiden miopati meningkat bila statin diberikan pada dosis
tinggi atau diberikan bersama fibrat, atau asam nikotinat pada
dosis hipolipidemiknya, atau imunosupresan seperti siklosporin.
Mekanisme Aksi Statin menghambat secara kompetitif koenzim 3-hidroksi-
49
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
3metil glutaril (HMG CoA) reduktase, yakni enzim yang
berperan pada sintesis kolesterol, terutama dalam hati.

CANDESARTAN (Medscape, MIMS, 2017)


Komposisi Tiap tablet mengandung Candesartan Cilexetil 8 mg: 16
mg

Indikasi  Hipertensi
 Pengobatan pada pasien dengan gagal jantung dan
gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri ketika obat
penghambat ACE tidak ditoleransi.

Mekanisme Kerja candesartan termasuk golongan Angiotensin receptor blocker (ARB)


yang merupakan salah satu obat anti hipertensi yang bekerja dengan
cara menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron. ARB mampu menghambat a ngiotensin II berikatan
dengan reseptornya, sehingga secara langsung akan menyebabkan
vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi
aldosteron. Ketiga efek ini secara bersama-sama akan menyebabkan
penurunan tekanan darah.
Dosis  Dosis pada hipertensi : dosis awal candesartan cilexetil
adalah 4 mg per hari. Dosis dinaikan sesuai dengan
respon pengobatan sampai maksimum 16 mg sehari.
 Dosis pada Gagal Jantung : dosis awal yang
direkomendasikan adalah 4 mgper hari. Peningkatan
dosis sampai 32 mg sekali per hari atau dosis tertinggi
yang dapat ditoleransi, dilakukan dengan menggandakan
dosis dengan interval minimal 2 minggu.
Efek samping Back pain, pusing, infeksi saluran pernapasan atas,
faringitis, dan rinitis.
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap candesartan cilexetil

50
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
atau komponen yang terkandung dalam formulasinya.,
Wanita hamil dan menyusui., Gangguan hati yang berat dan
atau kolestasis.

AMLODIPIN (MIMS,2017, Medscape, dan AHFS,2011)


Indikasi hipertensi, profilaksi, angina
Dosis hipertensi : dosis awal 1x 5 mg/hari, dosis maksimal 10
mg/hari . pasien lanjut usia gangguang fungsi hati dosis awal
1x2,5 ,g/hari
Kontra indikasi hipersensitiv terhadap CCB , dihidropiridine, syok
kardiogenik, angina pektoris tidak stabil, stenosis aorta yang
signifikan
Efek Samping edema pretibial, gangguang tidur, sakit kepala, letih,
hipotensi, tremor aritmia takikardia.
Interaksi Obat -
Mekanisme Aksi melemaskan dinding dan melebarkan diameter pembuluh
darah. Efeknya akan mempelancar aliran darah menuju
jantung dan mengurangi tekanan darah dalam pembuluh
darah.

CONCOR/BISOPROLOL (MIMS, MEDSCAPE)


Indikasi Pengobatan gagal jantung sedang- berat kronik stabil dengan
penurunan fungsi ventricular sistolik pada pemberian ACE
inhibitor, diuretic & glikosida jantung. Pengobatan hipertensi
atau angina pectoris
Dosis 1 tab (5 mg)/hari Pagi hari. Dosis rata-rata : 5-10 mg/hari;
beberapapasien perlu peningkatan dosis 20 mg/hari.
Gagal jantung kronik stabil awal 1,25 mg 1 x/hari pada
minggu pertama & dosis ditritasi secara bertahap.
Pemeliharaan 10 mg 1x/hari.
Kontra indikasi Gagal jantung akut atau gagal jantung selama episode
dekompensasi memerlukan terapi inotropic IV, syok
kardiogenik, blok AV derajat 2 & 3, sindrom sick sinus, blok
51
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
sinoatrial, bradikardia (< 60 denyut/menit) hipotensi (TD
sistolik < 100 mmHg), asma bronkial berat atau PPOK berat,
penyakit oklusif arteri perifer stadium lanjut & sindrom
Raynaud, feokromositoma tanpa pengobatan, asidosis
metabolik.
Efek Samping Gagal jantung, dyspnea, pusing, kardiomiopati, baradikardi,
lelah, infeksi virus, pneumonia. Rasa dingin atau kebas pada
ekstremitas, mual, muntah, diare, konstipasi. Kelelahan,
pusing, sakit kepala (terjadi pada awal terapi tetapi biasanya
menghilang sesudah 1-2 minggu)
Interaksi Obat Antagonis Ca, klonidin, MAOI ( kecuali MAO-B Inhibitor,
obat anti aritmia kelas I dan III, obat parasimpatomimetik, β-
bloker lain, insulin dan obat diabetic oral, obat anastesi.
Mekanisme Aksi Menghalangi respons terhadap stimulasi beta-adrenergik;
kardioselektif untuk beta-1 pada dosis rendah dengan sedikit
atau tidak ada efek pada reseptor beta-2 pada dosis ≤ 20 mg

NOVORAPID/INSULIN ASPART (MIMS, MEDSCAPE)


Indikasi Diabetes Melitus
Dosis Dosis bersifat individual dan diberikan secara subkutan.
Dosis lazim : 0,5-1 u/kgBB/hari
Kontra indikasi Hipersensitivitas. Hipoglikemia
Efek Samping Hipoglikemia. Reaksi anafilaksis
Interaksi Obat Obat hipoglikemik oral, oktreotid, MAOI, penyekat β
adrenergik non selektif, ACE inhibitor, salisilat, alkohol,
steroid anabolik, & sulfonamid dpt meningkatkan kebutuhan
insulin. Kontrasepsi oral, tiazid, glukokortikoid, hormon
tiroid, simpatomimetik, & danazol dpt meningkatkan
kebutuhan insulin. Golongan penyekat β dpt menutupi gejala-
gejala hipoglikemia. Alkohol dpt meningkatkan &
memperpanjang efek hipoglikemik dari insulin.
Mekanisme Aksi Insulin dan analognya menurunkan glukosa darah dengan

52
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
menstimulasi pengambilan glukosa perifer, terutama oleh otot
rangka dan lemak, dan dengan menghambat produksi glukosa
hati; insulin menghambat lipolisis dan proteolisis, dan
meningkatkan sintesis protein; target termasuk otot rangka,
hati, dan jaringan adiposa

NEURODEX/VITAMIN B KOMPLEKS (MIMS, MEDSCAPE)


Indikasi Neuritis perifer, kelemahan otot
Anemia, hemiparesis gravidum
Dosis 1-2 kali sehari 1 tablet
Kontra indikasi -
Efek Samping -
Interaksi Obat -
Mekanisme Aksi Koenzim; fungsi metabolisme termasuk sintesis protein dan
metabolisme karbohidrat
Berperan dalam replikasi sel dan hematopoiesis
Prekursor pyridoxal; berperan dalam metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak; bantu dalam tesis GABA
Membentuk tiamin pirofosfat dengan menggabungkan dengan
adenosin trifosfat; koenzim esensial dalam metabolisme
karbohidrat

LANTUS/INSULIN GRALGINE (MIMS, MEDSCAPE)


Indikasi Neuritis perifer, kelemahan otot
Anemia, hemiparesis gravidum
Dosis Diabetes Melitus pada Dewasa, Remaja dan Anak > 2 tahun
Kontra indikasi -
Efek Samping Sakit kepala, dyspepsia, diare, hipoglikemia
Interaksi Obat Dapat meningkatkan efek penurun glukosa darah &
meningkatkan kerentanan terhadap hipoglikemia bila
digunakan dengan antidiabetik oral, ACE inhibitor,
disopiramid, fibrat, fluoxetine, MAOI, pentoxifylline,
propoxyphene, salicylates & sulfonamide antibiotics. Dapat
53
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne
mengurangi efek penurunan glukosa darah bila digunakan
dengan kortikosteroid, danazol, diazoxide, diuretik,
glukagon, INH, estrogen dan progestogen (misalnya, dalam
kontrasepsi oral), turunan fenotiazin, somatropin,
simpatomimetik (misalnya epinefrin, salbutamol, terbutalin),
hormon tiroid, PI & antipiskotik atipikal (misalnya,
olanzapine & clozapine). β-blocker, clonidine, garam lithium
atau alkohol dapat mempotensiasi atau memperlemah efek
penurunan glukosa darah. Pentamidin dapat menyebabkan
hipoglikemia, kadang-kadang diikuti oleh hiperglikemia.
Mengurangi atau tidak ada tanda-tanda adrenergic counter-
regulation ketika digunakan dgn β-blocker, clonidine,
guanethidine, reserpine.
Mekanisme Aksi Koenzim; fungsi metabolisme termasuk sintesis protein dan
metabolisme karbohidrat
Berperan dalam replikasi sel dan hematopoiesis
Prekursor pyridoxal; berperan dalam metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak; bantu dalam tesis GABA
Membentuk tiamin pirofosfat dengan menggabungkan dengan
adenosin trifosfat; koenzim esensial dalam metabolisme
karbohidrat

54
Praktek Kerja Profesi Apoteker 25 STIFI YP Padang RSUD Padang Panjang
Periode 4 November - 28 Desember 2019
Kelompok Interne

Anda mungkin juga menyukai