Anda di halaman 1dari 101

SKRIPSI

PENGARUH SEDIAAN GEL EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper


crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
DERAJAT II PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

Oleh:
Leonnora Vern S.N
G1A012028

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO
2017
PENGARUH SEDIAAN GEL EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper
crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
DERAJAT II PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

Leonnora Vern SN1, Eman Sutrisna2, Mustofa3


1,2,3
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
2
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
3
Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
vernleonnora@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang: Luka bakar merupakan masalah kulit yang disebabkan oleh api,
listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar derajat II merupakan jenis luka bakar
yang paing sering dengan presentase 73%. Gel merupakan salah satu jenis obat
yang digunakan sebagai pengobatan luka bakar. HPMC adalah basis gel yang
sering digunakan dalam produksi kosmetik dan ibat obatan karena mudah larut
dalam air, jernih, dan memiliki toksisitas yang rendah. Tanaman daun sirih merah
dapat digunakan untuk pengobatan luka bakar karena mengandung senyawa
seperti flavonoid, saponin, terpenoid, tannin, vitamin A dan vitamin C.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
gel ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dan konsentrasi efektif
yang dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih
jantan (Rattus norvegicus).
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pre
and post test with control group design. Penelitian dilakukan dengan
penginduksian luka bakar pada punggung tikus menggunakan logam dengan
diameter 1,50 cm yang sudah dipanaskan terlebih dahulu dan diinduksi pada
bagian punggung selama 5 detik, kemudian diberikan perlakuan 30 menit
setelahnya.
Hasil: Pada hari ke-21 rerata penurunan luas luka bakar setelah diberikan gel
ekstrak daun sirih merah 1% yaitu 7,6 mm, gel ekstrak daun sirih merah 0,25%
yaitu 33,7 mm, gel ekstrak daun sirih merah 0,25% yaitu 41,6 mm, dan gel basis
HPMC yaitu 130,3 mm. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan pengaruh
konsentrasi dan waktu pengamatan terhadap penyembuhan luka bakar dengan
nilai p=0,000, dan konsentrasi 1% p pada pengamatan ke-21 adalah perlakuan
terbaik dengan nilai rata-rata terkecil.
Kesimpulan: Gel ekstrak daun sirih merah dapat mempercepat penyembuhan
luka bakar derajat II dengan konsentrasi 1% sebagai konsentrasi efektif dengan
efek penyembuhan lebih cepat .
Kata kunci: Gel, Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav), Luka Bakar Derajat II,
Rattus norvegicus

iii
THE EFFECT OF RED BETEL LEAF GEL EXTRACT (Piper crocatum
Ruiz & Pav) FOR WOUND HEALING OF SECOND DEGREE BURNS IN
MALE WHITE RATS (Rattus norvegicus)

Leonnora Vern SN1, Eman Sutrisna2, Mustofa3


1,2,3
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
2
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
3
Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
vernleonnora@gmail.com

ABSTRACT

Background: Burns are skin problem caused by fire, electricity, and chemicals.
Second-degree burns are the most common type of burn with a 73% percentage.
Gel is one type drug used as a treatment of burns. HPMC is a gel base that is
commonly used in the production of cosmetics and medicines because it is water
soluble, clear, and has low toxicity. Red betel leaf plants can be used for the
treatment of burns because the contain compounds such as flavonoids, saponins,
terpenoids, tannins, vitamin A, and vitamin C
Purpose: The purpose of this study wa to determine the effect of red betel leaf gel
extract (Piper crocatum Ruiz & Pav) and the effective concentration that can
accelerate the healing of second degree burns in male white rats (Rattus
norvegicus)
Method: This research is an experimental research with pre and post test control
group design. The study wa conducted by induction of burns on the rats using a
metal with a 1,50 cm diameter that had been heated first and induced on the
back for 5 second, then given treatment 30 minutes later.
Result: On the 21st day the average area of burns after the gel was given 1% red
betel leaf gel was 7.6 mm, 0.25% red betel leaf gel was 33.7 mm, 0.25% red betel
leaf gel was 41 , 6 mm, and HPMC base gel of 130.3 mm. Based on the statistical
test, the effect of concentration and observation time on wound healing with p=
0,000, and 1% p concentration on the 21st observation is the best treatment with
the smallest average value.
Conclusion: Red betel leaf gel extract can accelerate the healing of second
degree burns with 1% concentration with faster healing effect.
Keywords: Gel, Red Betel (Piper crocatum Ruiz & Pav), Second Degree Burns,
Rattus norvegicus

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Sediaan Gel Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) Terhadap

Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Pada Tikus Putih Jantan (Rattus

norvegicus)”. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad

SAW, para sahabat, dan pengikutnya yang selalu setia hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman,

Purwokerto tahun 2017. Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih, penghargaan, serta rasa hormat kepada:

1. Dr. dr. Fitranto Arjadi, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan kesempatan untuk

melaksanakan penelitian skripsi ini.

2. Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes., selaku Kepala Jurusan Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman yang telah berkenan memberikan izin kepada

penulis untuk melaksanakan penelitian.

v
3. Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes., selaku dosen pembimbing satu yang

senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, berdiskusi,

serta mendukung penulis ditengah kesibukan beliau.

4. dr. Mustofa, M.Sc., selaku pembimbing dua yang senantiasa meluangkan

waktu untuk membimbing, mengarahkan, berdiskusi, serta mendukung

penulis ditengah kesibukan beliau.

5. dr. Fajar Wahyu Pribadi, M.Sc., selaku penelaah yang telah bersedia

menyediakan waktu serta memberikan masukan dan saran yang sangat

bermanfaat bagi penelitian dan penyusunan skripsi ini.

6. dr. Afifah, M.Sc., selaku wakil tim komisi skripsi yang telah memberikan

perhatian, masukan, serta izin pada pelaksanaan penelitian ini.

7. dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK., selaku pembimbing akademik selama

masa pre-klinik yang selalu membimbing penulis dalam menjalani masa

perkuliahan.

8. Seluruh laboran Laboratorium Farmasetika dan Laboratoriun Biologi Farmasi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Jenderan Soedirman, Pak Yulianto

selaku kepala Laboratorium Gizi dan Pangan Antar Universitas (PAU)

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang senantiasa membantu peneliti

selama peneitian berlangsung.

9. Seluruh jajaran dosen Fakultas Kedokteran Unsoed yang telah mendidik dan

memberikan bimbingannya selama penulis menempuh jenjang pendidikan

dokter.

vi
10. Orang tua tercinta Bapak H. Ade Sugianto, S.Ip, dan Ibu Hj. Ai Diantani,

S.H., M.Kn, yang terkasih Alferio Yugo Sugianto, Violetta Meitrie, dan

Aditya Billi Fajar Permana yang menjadi sumber semangat utama penulis dan

yang senantiasa memberikan doa, nasihat, dukungan, serta bantuan materiil

maupun non-materiil kepada penulis. Kepada kalianlah keberhasilan ini saya

persembahkan.

11. Keluarga Besar Mahasiswa Kedokteran Unsoed, khususnya Bela Amalia,

Wininda Rina Rachmawati, Amalia Nur Hikmawati, Astri Dewi W, Dyah

Kencana Sinangling, Inten Indri Pamungkas, serta para sahabat Tria Sesari

Apriani dan Amidiana Araminta yang senantiasa mendukung penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan

saran sangat penulis harapkan.

Purwokerto, November 2017

Penulis,

Leonnora Vern SN

vii
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 4
D. Keaslian Penelitian ....................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ........................................................................... 6
1. Daun Sirih Merah ................................................................. 6
2. Ekstraksi ............................................................................... 11
3. Luka Bakar ........................................................................... 13
4. Gel ........................................................................................ 28
B. Kerangka Teori........................................................................... 32
C. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 33
D. Hipotesis ..................................................................................... 33
III. METODE PENELITIAN
A. Materi dan Bahan ....................................................................... 34
1. Hewan Coba ......................................................................... 34
2. Alat dan Bahan ..................................................................... 35
B. Metode Penelitian....................................................................... 37
C. Rancangan Percobaan ................................................................ 37
D. Variabel Data dan Definisi Operasional .................................... 38
E. Tata Urutan Kerja ....................................................................... 39
1. Persiapan Hewan Coba ........................................................ 39
2. Determinasi Daun Sirih Merah ............................................ 39
3. Pembuatan Ekstrak ............................................................... 40
4. Pembuatan Gel Daun Sirih Merah ....................................... 40
5. Evaluasi Sediaan Gel............................................................ 42

viii
6. Perlakuan .............................................................................. 43
F. Analisis Data .............................................................................. 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ........................................................................................... 46
1. Ekstrak Biji Jintan Hitam ..................................................... 46
2. Hasil Evaluasi Sediaan ......................................................... 47
3. Hasil Penelitian .................................................................... 50
B. Pembahasan ................................................................................ 55
C. Keterbatasan Penelitian .............................................................. 60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................. 61
B. Saran ........................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 62
LAMPIRAN .................................................................................................. 67

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................ 5


Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional ................................................ 38
Tabel 3.3 Formulasi standar basis gel HPMC ............................................... 40
Tabel 3.4 Formulasi Gel Ekstrak Daun Sirih Merah ..................................... 41
Tabel 4.1 Data Hasil Rendemen Ekstraksi Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) ................................................................... 47
Tabel 4.2 Data Hasil Uji Daya Sebar ............................................................ 47
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Daya Lekat ............................................................ 48
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Viskositas .............................................................. 49
Tabel 4.5 Data Hasil Uji pH .......................................................................... 50

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun Sirih Merah (Piper crocatum) ......................................... 7


Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat I ................................................................. 14
Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat II (Dangkal) .............................................. 15
Gambar 2.4 Luka Bakar Derajat II (Dalam) ................................................. 16
Gambar 2.5 Luka Bakar Derajat III .............................................................. 17
Gambar 2.6 Kerangka Teori ......................................................................... 32
Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 33
Gambar 4.1 Grafik Presentase Penurunan Luas Luka Pada Tikus Putih
Jantan Selama Perlakuan .......................................................... 52

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Etik .......................................................... 67


Lampiran 2 Lembar Determinasi Tanaman ................................................. 68
Lampiran 3 Alur Pembuatan Gel ................................................................. 70
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 71
Lampiran 5 Analisis Data Luas Luka Bakar ................................................ 75

xii
,I. PENDAHULIAN

A. Latar Belakang

Luka bakar merupakan salah satu masalah kulit yang cukup sering terjadi

pada manusia. Luka bakar biasanya disebabkan oleh pengalihan termis yang

berasal dari api, listrik, atau benda panas lainnya ke dalam tubuh. Luka bakar

merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma termal atau

suhu. Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman jaringan yang

mengalami luka, yaitu derajat I, derajat II, dan derajat III, dimana angka

kejadian luka bakar derajat II lebih tinggi dibandingkan dengan derajat I

ataupun derajat III (Smeltzer & Bare, 2002; RISKESDAS, 2013).

Tahun 2008 WHO mencatat telah terjadi kasus kebakaran secara tidak

sengaja di dunia sebanyak 7,1 juta, dan pada tahun yang sama WHO mencatat

310.000 orang meninggal dunia karena luka bakar. Data di Amerika Serikat

menunjukan sekitar 120.000 anak per tahun mengalami luka bakar dan menjadi

penyebab ketiga terbesar kecelakaan non-fatal. Alaghehbandan dkk (2012)

menyebutkan 157 pasien di rumah sakit provinsi Newfoundland dan Labrador

22,3% cedera akibat luka bakar di dominasi oleh pasien berusia 0-16 tahun.

Di Indonesia prevalensi luka bakar lebih dari 250 jiwa meninggal akibat

luka bakar. Presentase kejadian luka bakar didominasi oleh luka bakar derajat

II sebesar 73%, sedangkan untuk luka bakar derajat I sebesar 17% dan luka

bakar derajat III sebesar 20%. Prevalensi luka bakar untuk provinsi Jawa

Tengan di Cilacap adalah 1,7%, Banyumas 2,2%, Purbalingga 0,7%,

Banjarnegara 0,6%, Wonosobo 1,6% (RISKESDAS, 2013).


2

Penanganan luka bakar yang cepat tidak akan menimbulkan dampak yang

berbahaya. Komplikasi yang dapat terjadi akibat luka bakar antara lain syok,

infeksi, dan ketidak seimbangan cairan elektrolit. Tubuh secara alami

melakukan proses penyembuhan luka, namun dengan pemberian obat-obatan

dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka. Obat yang biasa

digunakan saat ini tergolong cukup mahal dan penggunaan jangka panjang

dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotika terhadap bakteri dan

menimbulkan efek samping. Sediaan topikal biasa digunakan sebagai

pengobatan untuk luka bakar, salah satunya gel. Sediaan topikal berupa gel

biasa digunakan karena kandungan air yang tinggi sehingga dapat

memudahkan terjadinya proses hidrasi pada stratum corneum yang akan

memudahkan penetrasi obat melalui kulit (Kibbe, 2004).

Penelitian yang dilakukan Ardana dkk (2015) menyebutkan bahwa basis

gel HPMC merupakan basis gel yang sering digunakan dalam produksi

kosmetik dan obat, karena dapat menghasilkan gel yang bening, mudah larut

air, dan ketoksikannya rendah. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa

basis gel HPMC dengan konsentrasi 7% memenuhi standar yang baik untuk

viskositas, pH, daya sebar, homogenitas serta organoleptis.

Bioplacenton merupakan salah satu obat yang biasa digunakan untuk

pengobatan luka bakar yang dapat menyembuhkan luka dan sebagai antibiotik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aryenti (2010), bioplacenton tidak

lebih efektif dibandingkan dengan getah pisang ambon pada tikus dengan luka

bakar. Hal tersebut menunjukan bahwa obat yang biasa digunakan belum tentu

memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan obat tradisional.


3

Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif lain yang dapat digunakan sebagai obat

luka bakar selain dengan penggunaan obat yang biasa digunakan.

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam jenis tumbuhan yang

dapat memberikan manfaat pada berbagai bidang antara lain pertanian, bahan

industri, bahan dasar obat-obatan dan sebagainya. Salah satu tanaman yang

biasa dimanfaatkan sebagai obat salah satunya adalah daun sirih merah (Piper

crocatum Ruiz & Pav). Manfaat daun sirih merah telah banyak dibicarakan

namun penelitian mengenai daun sirih merah masih sedikit. Daun sirih merah

secara empirik digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit seperti diabetes,

batuk, asma, dan radang. Daun sirih merah memiliki kandungan zat aktif

berupa flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, vitamin A, vitamin C, tannin,

dan minyak atsiri yang dapat membantu mempercepat proses penyembuhan

luka (Sudewo, 2010). Selain dari kandungan kimia yang terdapat pada daun

sirih merah, daun ini juga lebih mudah didapatkan dan ditanam di lingkungan

rumah sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya.

Penelitian yang dilakukan Ulviani dkk (2016) menyebutkan bahwa variasi

konsentrasi ekstrak gel daun sirih merah dengan basis gel karbopol 3%

memiliki efek penyembuhan yang lebih besar dibandingkan dengan konsetrasi

ekstrak gel 1% dan 2%, karena semakin besar konsentrasi ekstrak daun sirih

maka semakin besar penyembuhan yang terjadi pada luka bakar.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencari formula gel

ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dengan menggunakan

basis gel HPMC sebagai penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih

jantan (Rattus novergicus).


4

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh pemberian gel ekstrak daun sirih merah (Piper

crocatum) terhadap kecepatan penyembuhan luka bakar derajat II pada

tikus (Rattus norvegicus)?

2. Berapa konsentrasi gel eskrak daun sirih merah (Piper crocatum) yang

dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus (Rattus

norvegicus)?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian gel ekstrak daun sirih merah (Piper

crocatum) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus

putih (Rattus norvegicus) jantan yang diinduksi oleh logam panas.

b. Tujuan Khusus

Menentukan konsentrasi efektif minimal gel ekstrak daun sirih

merah (Piper crocatum) yang mempercepat penyembuhan luka

bakar derajat II.

2. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan tentang pengaruh pemberian gel

ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap penyembuhan

luka bakar derajat II pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).


5

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan, khususnya mengenai pengaruh pemberian gel

ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap

penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih jantan

(Rattus norvegicus).

2) Bagi masyarakat dapat menambah pengetahuan mengenai efek

pemberian gel ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum)

terhadap pengobatan luka bakar pada tikus putih jantan.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil data empiris yang telah diperoleh, telah ada penelitian

sebelumnya mengenai daun sirih merah (Piper crocatum) dan basis gel

HPMC pada tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No. Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan
1. Judul: Formulasi dan Penelitian Penelitian sebelumnya tidak
Optimasi Basis Gel sebelumnya dan menggunakan ekstrak daun
HPMC (Hydroxy penelitian ini sirih merah dan hanya
Propyl menggunakan meneliti basis gel HPMC
Methylcellulose) basis Gel HMPC untuk menentukan
dengan Berbagai 7%. konsentrasi efektif untuk
Variasi Konsentrasi penggunaan pada kulit,
sedangkan penelitian ini
Penulis: Mirhansyah menggunakan ekstrak daun
Ardana, Vebry Aeyni, sirih dengan metode
Arsyik Ibrahim maserasi dan penentuan
Tahun: 2015 konsentrasi minimal ekstrak
daun sirih merah untuk luka
bakar pada tikus putih yang
diinduksi logam panas.
6

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian (Lanjutan)


No. Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan
2. Judul: Pengaruh Gel Penelitian Penelitian sebelumnya
Ekstrak Daun Sirih sebelumnya dan menggunakan basis gel
Merah (Piper crocatum penelitian ini Karbopol untuk pembuatan
Ruiz & Pav) Terhadap menggunakan daun gel sedangkan penelitian ini
Penyembuhan Luka sirih merah menggunakan basis gel
Bakar Pada Kelinci HPMC dan diteliti
(Oryctolagus perubahan diameter luka.
cuniculus)

Penulis: Fina Ulviani,


Yusriadi, Khildah
Khaerati
Tahun: 2016
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

a. Deskripsi Umum Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) termasuk kedalam

familia Piperaceae. Adapun kedudukan daun sirih merah menurut

Sudewo (2010) taksonomi daun sirih merah adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Sub-kelas : Magnolilidae

Orde : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum

Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) termasuk

kedalam tumbuhan menjalar. Batangnya bulat dan berwarna hijau

keunguan serta tidak memiliki bunga. Daunnya memiliki tangkai

dengan bentuk seperti jantung, bagian atas daun meruncing dengan

tepi rata, permukaan mengkilap dan tidak berbulu. Panjang daunnya

mencapai ± 15-20 cm. Daun bagian atas berwarna hijau dengan corak

berwarna putih keabu-abuan, sedangkan untuk bagian bawah daun

berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, memiliki rasa pahit,


7

dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya berjalur dan berruas

dengan jarak buku 5-10 cm di setiap buku bakal akar (Sudewo, 2010).

Bentuk dari daun sirih merah dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

Sirih merah ini tidak dapat tumbuh pada daerah yang panas

tetapi dapat tumbuh pada daerah yang dingin, teduh dan tidak terlalu

banyak terpapar oleh sinar matahari, biasanya pada ketinggian ± 300-

1000 m. Tanaman ini akan tumbuh sangat baik jika mendapatkan

cahaya matahari sekitar ± 60-75% (Sudewo, 2010).

b. Kandungan Kimia Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

Berdasarkan hasil pemeriksaan daun sirih merah mengandung

senyawa fitokimia yaitu minyak atsiri, alkaloid, saponin, tanin,

flavonoid, vitamin A dan vitamin C. Kandungan kimia lainnya yang

terdapat di daun sirih merah adalah hidroksikavikol, kavikol,

kavibetol, karvakrol, eugenol, p-simen, keriofilen, kadimen estragol,

terpenena, dan fenil propanoid. Selain itu, sirih merah juga

mengandung senyawa golongan tripenoid atau steroid dan glikosida.

(Sudewo, 2010).
8

Saponin yang dikandung daun sirih ini berfungsi sebagai

antiseptik, antimikroba, serta memicu pembentukan kolagen (Sudewo,

2010). Kolagen merupakan protein matriks ekstraseluler yang

berperan dalam formasi skar pada fase penyembuhan jaringan ikat.

Tingginya densitas kolagen pada fase proliferasi merupakan tanda

proses penyembuhan luka terjadi lebih cepat dan menurunkan potensi

terbentuknya skar yang buruk. Mekanisme antiinflamasi yang dimiliki

saponin yaitu dengan menghambat kenaikan permeabilitas vaskular

(Atik, 2011). Kandungan saponin berperan dalam merangsang

pembentukan sel-sel baru (Napanggala, 2014). Saponin akan

meningkatkan jumlah makrofag yang akan bermigrasi ke area luka,

sehingga meningkatkan produksi sitokin yang akan mengaktifkan

fibroblas di jaringan luka (Kim et al., 2005).

Flavonoid berfungsi untuk membatasi pelepasan mediator

inflamasi yang dapat mengakibatkan reaksi inflamasi berlangsung

lebih singkat. Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses

terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu menghambat peningkatan

permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat

sehingga produksi prostaglandin berkurang. Penghambatan mediator

inflamasi ini dapat mempersingkat dari proses radang. Penghambatan

mediator inflamasi seperti histamin, bradikinin dan leukotrin yang

dilakukan flavonoid secara langsung akan mencegah masuknya

protein plasma yang berdampak pada berkurangnya edema yang

muncul pada masa inflamasi (Acar et al., 2002).


9

Vitamin A dan vitamin C yang terkandung dalam daun sirih

merah secara langsung memiliki peran dalam proliferasi sel fibroblas

dan pembentukan kolagen. Vitamin A juga dapat mempercepat fase

pemulihan dari fase inflamasi ke fase proliferasi dengan meningkatkan

monosit dan makrofag pada daerah luka dan pembentukan sel darah

merah, selain itu vitamin A juga merupakan suatu antioksidan yang

akan melawan radikal bebas dan berperan dalam imunitas sebagai

respon terhadap infeksi, serta berperan dalam sekresi mukus sel epitel.

Vitamin C berperan dalam sintesis kolagen, tanpa adanya vitamin c

maka kolagen muda yang dieksresikan ke daerah luka oleh fibroblas

berjumlah sedikit. Sintesis kolagen dari fibroblas merupakan suatu

proses yang sangat membutuhkan oksigen. Oksidasi vitamin C dengan

kofaktor Fe2+ menyebabkan dikeluarkannya anion radikal oksigen

superoksida (O2-) yang akan meningkatkan sintesis kolagen jika

produksinya melebihi jumlah oksigen yang tersedia (Sari et al., 2013).

Tannin merupakan astringen yang dapat menyebabkan penciutan

pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan

perdarahan ringan. Tannin juga mampu meningkatkan epitelisasi pada

jaringan yang terluka. Tannin memiliki aktivitas antioksidan yang

berperan sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat produksi

oksidan oleh neutrofil, monosit dan makrofag, serta menghambat

langsung oksidan seperti radikal hidroksi dan asam hipoklorid. Tannin

akan mempercepat penyembuhan luka dengan beberapa mekanisme

seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif,


10

meningkatkan penyambungan luka serta meningkatkan pembentukan

pembuluh darah kapiler dan fibroblas (Sheikh et al., 2011).

Terpenoid dapat mempercepat penyembuhan terutama karena

memiliki aktivitas antimikroba dan astringen yang memiliki peran

dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi. Terpenoid

merupakan senyawa yang dapat mendukung penyembuhan luka

karena dapat meningkatkan sintesis kolagen dan tensile strenght

(Gohil et al., 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Vhora dkk (2011) menyatakan bahwa terpenoid yang terkandung pada

daun pegagan mampu merangsang pembentukan matriks ekstraseluler

dan meningkatkan prosentase kolagen dalam sel fibronektin sehingga

waktu penyembuhan luka dapat lebih dipercepat.

Terpeoid ini berperan pada saat fase proliferasi. Zat ini akan

membantu dalam mempercepat proses penutupan luka dan perbaikan

sel-sel jaringan yang rusak sehingga luka lebih cepat menutup. Hal ini

didukung dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Krishnaiah

dkk (2009) yang menyatakan bahwa terpenoid bersifat menguatkan

kulit, meningkatkan konsentrasi antioksidan pada luka dan

memperbaiki jaringan inflamasi, sehingga cocok digunakan sebagai

pengobatan untuk luka bakar.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013) menyebutkan bahwa

minyak atsiri daun sirih merah memiliki KHM terhadap bakteri gram

positif Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis secara berurutan 1%, 0,25% dan 0,5%. Serta penelitian


11

yang dilakukan oleh Atik (2011) mengemukakan bahwa daun sirih

merah memberi aktivitas antiinflamasi paling baik dengan dosis 50

mg/kgBB yang mampu menurunkan radang sebesar 85,61%.

c. Manfaat Daun Sirih Merah (Piper crocatum)

Pemanfaatan sirih merah di masyarakat selama ini hanya

berdasarkan pengalaman yang dilakukan turun-temurun secara lisan.

Penelitian yang dilakukan terhadap daun sirih merah masih kurang

terutama dalam pengembangan sebagai bahan baku untuk biofarmaka.

Daun sirih memiliki khasiat untuk menyembuhkan luka bakar,

menahan perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit dan gangguan

saluran pencernaan. Tanaman sirih merah secara empiris dapat

digunakan sebagai alternatif untuk obat hipertensi, diabetes melitus,

batuk berdarah dan antiinflamasi. Beberapa penelitian juga

menunjukan bahwa daun sirih merah (Piper crocatum) juga memiliki

efek antibakteri, antifungal serta antioksidan (Sudewo, 2010).

2. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemindahan zat terlarut diantara

dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prinsip dasar ekstraksi adalah

melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non-polar

dalam pelarut non-polar. Pada penelitian ini metode ekstraksi yang akan

digunakan untuk penelitian adalah metode maserasi. Maserasi merupakan

proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada

suhu ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa

bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan mengalami


12

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam

dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada didalam sitoplasma

akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna

karena dapat diatur lama perendaman yang digunakan. Pemilihan pelarut

untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan

memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut (Agoes,

2007).

Metode ini dilakukan dengan memasukan serbuk tanaman dan pelarut

yang sesuai kedalam wadah yang tertutup rapat dengan suhu kamar. Proses

ekstraksi akan dihentikan saat tercapai kesetimbangan antara konsentrasi

dalam sel tanaman. Setelah melalui proses ekstraksi maka pelarut akan

dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Keuntungan dari metode ini

yaitu peralatannya mudah ditemukan dan pengerjaannya sederhana.

Namun kerugian dari metode maserasi adalah waktu yang diperlukan

untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan

lebih banyak dan penyariannya kurang sempurna (Mukoginta et al, 2013).

Selain itu kerugian yang didapat pada metode ini juga memungkinkan

beberapa senyawa akan hilang dan beberapa sulit di ekstraksi pada suhu

kamar. Namun disisi lain, metode ini dapat menghindari rusaknya

senyawa-senyawa yang bersifat termolabil. Maserasi baik digunakan untuk

skala kecil maupun skala industri (Agoes, 2007).


13

3. Luka Bakar

a. Definisi Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu trauma yang terjadi pada jaringan

kulit atau mukosa yang dapat disebabkan oleh api, listrik, atau benda

panas lainnya yang menyebabkan pengalihan termis pada tubuh

sehingga menyebabkan kerusakan pada bagian kulit dan jaringan

(Smeltzer & Bare, 2002).

b. Klasifikasi Luka Bakar

1) Luka bakar derajat I

Luka bakar derajat I disebut juga luka bakar

superfisial/epidermal burn. Kerusakan yang terjadi pada derajat I

hanya pada bagian superfisial epidermis, hanya mengenai lapisan

luar epidermis tetapi tidak sampai pada lapisan dermis. Kulit

tampak kering, kemerahan, sedikit oedem, tidak dijumpai bula,

dan tidak terdapat nyeri karena ujung saraf sensosrik teriritasi.

Penyembuhan yang terjadi berlangsung secara spontan dan lebih

cepat yaitu 5-10 hari, pada hari ke empat an terjadi deskuamasi

epitel (peeling) (Brunicardi et al., 2005).

Contoh dari luka bakar derajat I adalah luka bakar yang

disebabkan oleh sengatan matahari. Luka bakar derajat I dapat

dilihat pada gambar 2.2.


14

Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat I

2) Luka bakar derajat II

Kerusakan yang terjadi pada luka bakar derajat II meliputi

lapisan epidermis dan sebagian lapisan dermis berupa reaksi

inflamasi disertai dengan proses eksudasi. Dasar luka berwarna

merah/pucat dan sering terletak lebih tinggi diatas permukaan

kulit normal. Luka tampak dengan bula, oedem, skar, dan nyeri

karena ujung saraf sensorik teriritasi (Moenadjat, 2003). Luka

bakar derajat II dibagi kedalam 2 jenis, yaitu:

1) Derajat II dangkal

Kerusakan yang terjadi hampir mengenai bagian

superfisial dari dermis. Organ kulit seperti folikel rambut,

kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea masih utuh.

Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari.

Pada awalnya luka tampak seperti luka bakar derajat I dan

mulai terdiagnosa derajat II superfisial setelah 12-24 jam.

Beberapa jam setelah cedera, bula mungkin tidak terbentuk,

dasar luka berwarna merah dan basah ketika bula dihilangkan

(Brunicardi et al., 2005). Luka bakar derajat II dangkal dapat

dilihat pada gambar 2.3.


15

Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat II dangkal


(Superfisial)

2) Derjat II dalam

Kerusakan yang terjadi mengenai hampir seluruh bagian

lapisan dermis. Organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

keringat, dan kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan

terjadi lebih lama dibandingkan dengan derajat II dangkal,

tergantung dari epitel yang masih tersisa. Biasanya waktu

penyembuhan lebih dari 1 bulan. Dijumpai bula tetapi

permukaan luka tampak berwarna merah muda dan putih

setelah terjadinya cedera, hal ini disebabkan karena adanya

variasi suplai darah dermis dimana pada daerah yang

berwarna putih mengindikasikan alirah darah yang sedikit

atau tidak ada aliran darah sama sekali, sedangkan daerah

yang berwarna merah muda mengindikasikan masih terdapat

beberapa aliran darah (Moenadjat, 2003). Luka bakar derajat

II dalam dapat dilihat pada gambar 2.4.


16

Gambar 2.4 Luka Bakar Derajat II dalam (Deep)

3) Luka bakar derajat III

Kerusakan pada kulit meliputi seluruh tebal lapisan

dermis bahan lebih dalam lagi. Organ kulit seperti folikel

rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea mengalami

kerusakan permanen. Tidak dijumpai bula dan kulit yang

terbakar berwarna putih pucat, coklat, atau bahkan

menghitam. Luka bakar derajat III ini bersifat kering, oleh

karena itu letahnya lebih rendah dibandingkan dengan kulit

sekitar. Skar akan tampak diakibatkan oleh terjadinya

koagulasi protein pada dermis, tidak dijumpai nyeri dan

hilang sensai yang diakibatkan oleh kerusakan atau kematian

ujung saraf sensoris. Proses penyembuhan terjadi lama

karena tidak adanya proses epitelisasi spontan baik dari dasar

luka, tepi luka, maupun organ kulit (Moenadjat, 2003). Luka

bakar derajat III dapat dilihat pada gambar 2.5.


17

Gambar 2.5 Luka Bakar Derajat III

c. Epidemiologi Luka Bakar

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013,

Indonesia memiliki prevalensi luka bakar sebesar 0,7%. Prevalensi

tertinggi terjadi pada usia 1-4 tahun sebesar 1,5%. Jumlah korban

meninggal dunia akibat luka bakar mencapai lebih dari 250 jiwa setiap

tahunnya. Papua memiliki prevalensi tertinggi sekitar 2% dan

terendah (tanpa kasus) terjadi di Kalimantan Timur. Angka kematian

akibat luka bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

berkisar 37-39% pertahun.

Selama kurun waktu Januari 2011 sampai Desember 2012 Unit

Luka Bakar (Burn Unit) RS Dr. Cipto Mangunkusumo menerima

pasien luka bakar sebanyak 275 dengan 72 diantaranya adalah pasien

anak-anak, sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta rata-rata

dirawat 6 pasien luka bakar perminggu setiap tahun (Martina &

Wardhana, 2013).

Presentase kejadian luka bakar didominaso oleh luka bakar

derajat II dengan jumlah 73%, luka bakar derajat I 17%, dan luka

bakar derajat III 10% (Artawan, 2011). Menurut WHO Global Burden

Disease, pada tahun 2004 sekitar 310.000 orang meninggal akibat


18

luka bakar. Anak-anak beresiko tinggi mengalami kematian akibat

luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi

(WHO, 2008).

Di Amerika Serikat sekitar 120.000 anak per tahun mengalami

luka bakar. Perbandingan angka kejadian pada laki-laki dan

perempuan adalah 3:2, dan sekitar 58% kasus mengenai anak berusia

<6 tahun. Penyebab tersering luka bakar diakibatkan oleh air panas

atau uap panas sekitar 52,2%, diikuti oleh api 32,5% dengan angka

kematian 0,9/100.000 per tahun (Schafermeyer et al., 2015; Arslan et

al., 2013).

d. Patofisiologi Luka Bakar

Respon untuk setiap jaringan berbeda-beda, saraf dan pembuluh

darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas,

jika terjadi kerusakan pembuluh darah maka akan menyebabkan

cairan intravaskuler, protein plasma, dan elektrolit keluar dari lumen

pembuluh darah. Secara keseluruhan sel tubuh dapat menahan

temperature hingga 44 °C (111 °F) tanpa adanya kerusakan yang

bermakna, kecepatan dari kerusakan jaringan berlipat ganda untuk

setiap kenaikan suhu. Panas yang mengenai tubuh tidak hanya

mengakibatkan kerusakan yang bersifat lokal, tetapi memiliki efek

sistemik. Efek panas yang terdapat pada perubahan sistemik

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini menyebabkan

plasma keluar dari kapiler menuju ke ruang interstisial. Peningkatan

permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma ini muncul dalam 8 jam-


19

48 jam. Kehilangan plasma merupakan penyebab terjadinya syok

hipovolemik pada luka bakar. Jumlah kehilangan cairan tergantung

pada luas luka bakar, pada orang dewasa dengan luka bakar lebih dari

15% dan pada anak lebih dari 10% dapat menyebabkan syok

hipovolemik jika resusitasi tidak memadai (Tiwari, 2012).

Permeabilitas yang meningkat menyebabkan oedem dan

menimbulkan bula yang membawa serta cairan elektrolit, hal ini akan

mengurangi volume cairan intravaskuler. Tubuh akan mengalami

kehilangan cairan antara 0,5%-1% volume darah pada setiap 1% luka

bakar. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan

cairan tambahan karena adanya penguapan yang berlebih (Moenadjat,

2003).

Luka bakar akan merusak fungsi dari barrier kulit terhadap invasi

mikroba, serta adanya jaringan nekrotik dan eksudat menjadi media

pendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga

meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Semakin luas luka bakar,

maka resiko terjadinya infeksi semakin besar (Hemsley & Ansermino,

2004). Kerusakan kulit dapat mengakibatkan peningkatan pembuluh

darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit, dan

protein) yang akan mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan

intraseluler akan menurun. Jika hal ini terjadi secara terus menerus,

dapat mengakibatkan hipovolemik dan hemokonsentrasi yang

menyebabkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Gangguan perfusi

jaringan ini akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang


20

menyuplai sirkulasi organ-organ penting seperti otak, kardiovaskuler,

hepar, GIT, dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ

multi system. Kegagalan organ multi system ini merupakan penyebab

kematian yang terjadi akibat luka bakar (Brunicardi et al., 2014).

e. Proses Penyembuhan Luka

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap

cedera jaringan lunak. Luka terjadi karena adanya gangguan

kontinuitas struktur jaringan yang dihubungkan dengan kejadian

hilangnya struktur jaringan. Proses pengembalian jaringan yang rusak

dilakukan melalui proses perbaikan dengan cara regenerasi sel pada

jaringan yang rusak atau pembentukan jaringan parut. Tubuh secara

normal akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan yang

dikarakteristikan dengan 5 tanda utama, yaitu bengkak (tumor),

kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), dan kehilangan

fungsi (functiolesa) (Potter & Perry, 2006).

Jika dilihat secara histologi, proses penyembuhan luka

menyebabkan beberapa perubahan pada vaskularisasi, epitel, serat

kolagen, sel-sel fagosit, dan melibatkan peran fibroblast. Pada proses

penyembuhan luka, epitel basal yang berada di tepian luka akan

terlepas dari dasarnya dan berpindah menutupi dasar luar luka,

kemudian tempatnya semula akan diisi oleh hasil mitosis sel epitel

lainnya (Bloom & Fawcett, 2002). Proses yang terjadi pada

penyembuhan luka bakar:


21

1) Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak mulai terjadinya luka

sampai dengan hari ke 5. Fase ini merupakan bagian yang

essensial dari proses penyembuhan. Pembuluh darah yang

terputus pada luka akan meyebabkan tubuh berusaha untuk

menghentikan dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh

darah (retraksi), dan hemostasis. Pada awal fase ini, kerusakan

pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang

berfungsi untuk menjaga hemostasis. Platelet ini akan menutupi

vaskuler yang terbuka dan mengeluarkan substansi vasokontriksi

yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler mengalami

vasokontriksi dan endotel akan menempel dan menutup pembuluh

darah. Histamin menyebabkan terjadinya peningkatan

permeabilitas vena sehingga cairan plasma darah keluar dari

pembuluh darah dan masuk ke daerah luka yang akan

menyebabkan terjadinya edema jaringan. Eksudasi ini

mengakibatkan migrasi sel leukosit (terutama neutrofil) ke

ekstravaskuler. Neurofil berfungsi untuk melakukan fagositosis

terhadap benda asing dan bakteri di sekitar luka (Potter & Perry,

2006).

Neutrofil akan menginvasi daerah inflamasi dan

menghancurkan semua debris dan bakteri yang disebut fagositosis

(Mitchell et al, 2009). Neutrofil merupakan suatu responder

sinyal pertama untuk bahaya seluler dan sinyal kemotaksis


22

(Prasetyono, 2009). Makrofag juga mengeluarkan faktor

angiogenesis (AGF) yang akan merangsang pembentukan ujung

epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF akan

mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamantori ini

sangat penting untuk proses penyembuhan (Potter & Perry, 2006).

Fase inflamasi merupakan jembatan menuju fase proliferasi dan

maturasi, sehingga jika tertangani dengan lebih cepat maka

prognosa dari luka bakar akan membaik. Fase ini dapat lebih

cepat terlewati jika konidisi luka bakar terbebas dari pajanan

mikrobakteri.

2) Fase Proliferasi

Pada tahap ini yang berperan penting pada fase ini adalah

fibroblas dan sel endotel yang bergabung dalam jaringan

granulasi. Maka fase ini juga disebut sebagai fibroplasis karena

yang menonjol pada fase ini adalah proses proliferasi fibroblas.

(Cotran et al, 2007). Fibroblas memproduksi dan mensintesis

kolagen yang akan memperkuat jaringan luka. Fibroblas akan

aktif bergerak dari jaringan sekitar luka kedalam area luka dan

akan berproliferasi serta mengeluarkan substansi berupa kolagen,

elastin, asam hialuronat, fibronektin, dan proteoglikan yang akan

berperan dalam pembentukan jaringan baru. Aktivitas utama dari

fase ini adalah mengisi luka dengan jaringan granulasi baru dan

menutup bagian atas luka dengan epitelisasi (Potter & Perry,

2006).
23

Fase ini berlangsung mulai dari hari ke 6 hingga akhir

minggu ke 3. Luka akan membentuk jaringan berwarna

kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus (granulasi).

Jaringan garanulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,

pembuluh darah baru, fibronektin dan hyularonic acid (Potter &

Perry, 2006). Jaringan granulasi merupakan pertumbuhan jaringan

baru yang terjadi ketika luka mengalami proses penyembuhan,

ketebalan jaringan granulasi bergantung pada angiogenesis

(pembentukan pembuluh darah kapiler) dan banyaknya sel-sel

fibroblas yang berproliferasi (Bloom & Fawcet, 2002).

Kolagen merupakan substansi protein yang menambah

tegangan dari permukaan luka, jika jumlah meningkat maka

kekuatan permukaan luka akan bertambah dan kemungkinan luka

menjadi semakin bertambah luas akan berkurang. Kontraksi serat-

serat kolagen akan menyatukan tepi luka sehingga menyebabkan

luka menjadi lebih kecil (Potter & Perry, 2006).

Kapilarisasi dan epitelisasi akan tumbuh melintasi luka,

meningkatkan aliran darah yang memberikan nutrisi dan oksigen

yang diperlukan oleh tubuh untuk penyembuhan. Epitel tepi luka

akan berpindah mengisi permukaan luka. Epitalisasi ini terjadi

akibat proses migrasi dan mitosis sel-sel stratum basal dan

keratinosit lain yang terpapar luka ke tengah luka. Tempatnya

kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis

(Bisono, 2003).
24

Epitelisasi ditandai dengan replikasi dan migrasi sel epitel di

tepi kulit (Prasetyono, 2009). Proses migrasi ini hanya bisa terjadi

ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tidak dapat

bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Semua proses tersebut akan

berhenti bila seluruh permukaan luka sudah tertutup epitel.

Dengan tertutupnya permukaan luka, maka proses fibroplasia

dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan terhenti

(Bisono, 2003). Akhir pada fase ini akan meninggalkan perupaan

kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit

normal. Fase ini akan berakhir jika epitel kulit dan lapisan

kolagen terbentuk (Moenadjat, 2003).

3) Fase Remodeling/Maturasi

Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses penyembuhan

luka dan merupakan tahap yang paling lama. Tahap ini terjadi

selama 2 bulan hingga 1 tahun, bergantung pada kedalaman dan

luas luka. Fase ini dikatakan sudah berakhir bila semua tanda

radang menghilang, pucat, rasa sakit atau gatal menghilang serta

pembengkakan sudah mulai mengecil dan hilang (Bisono, 2003).

Jaringan parut kolagen akan terus melakukan reorganisasi

dan akan menguat setelah beberapa bulan. Tujuan dari fase ini

adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi

jaringan yang kuat (Potter & Perry, 2006). Lamanya

penyembuhan tergantung dari besar kerusakan yang terjadi dan

faktor penyembuhan dari dalam tubuh. Jika semakin besar


25

kerusakan makan semakin lama proses remodeling yang terjadi

(Cotran et al, 2007).

Fibroblas akan terus mensistesis kolagen, kolagen akan

menyalin dirinya dan menyatu dalam struktur yang lebih kuat.

Bekas luka menjadi mengecil, kehilangan elastisitas dan

meninggalkan garis putih. Kolagen baru yang terbentuk akan

mengubah bentuk luka dan peningkatan kekuatan jaringan. Hal

ini menyebabkan terbentuknya jaringan parut sekitar 50-80%

sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya, kemudian terdapat

pengurangan secara bertahap pada aktivitas seluler dan

vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan. Proses tersebut

akan menghasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas,

serta mudah digerakan dari dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2007).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka yaitu:

1) Jenis Kelamin

Proses penyembuhan antara laki-laki dan wanita biasanya

terjadi lebih cepat pada laki-laki. Pada wanita biasanya

terdapat pengaruh hormonal yang dapat mempengaruhi reaksi

imunologis yang akan berpengaruh pada proses

penyembuhan luka (Delaune & Ladner, 2002).

2) Usia

Pada usia lanjut, kecepatan pertumbuhan sel, pembentukan

kolagen, dan epitelisasi pada luka terjadi lebih lambat


26

sehingga proses penyembuhan luka lebih lambat

dibandingkan dengan usia muda (Delaune & Ladner, 2002).

3) Nutrisi

Penyembuhan luka dipengaruhi oleh asupan nutrisi kedalam

jaringan. Diet yang seimbang antra jumlah protein,

karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin yang adekuat

diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap

patogen dan menurunkan risiko infeksi. Pasien dengan

kondisi obesitas memiliki resiko infeksi luka dan

penyembuhan luka yang lama karena suplay darah jaringan

adipose tidak adekuat. Kekurangan protein dapat

menyebabkan gangguan proliferasi fibroblas,

neoangiogenesis, sintesis kolagen, dan remodeling pada luka.

Karbohidrat dibutuhkan untuk suplay energi seluler. Vitamin

A dibutuhkan untuk sintesis kolagen dan epitelisasi. Vitamin

C dibutuhkan untuk sintesis kolagen dan meningkatkan

imunitas terhadap infeksi. Vitamin K dibutuhkan untuk

sintesis protrombin dan beberapa faktor pembekuan darah

yang diperlukan untuk mencegah perdarahan yang berlebihan

pada luka. Zat besi berguna dalam sintesis kolagen, sintesis

hemoglobin dan mencegah iskemik pada jaringan. B-

komplek berfungsi dalam memproduksi energi dan imunitas

seluler serta sintesis sel-sel darah merah (Delaune & Ladner,

2002).
27

4) Infeksi

Bakteri merupakan penyebab terjadinya infeksi. Infeksi dapat

menghambat proses penyembuhan luka dengan

memperpanjang fase inflamasi dan memproduksi zat serta

enzim yang dapat merusak jaringan (Delaune & Ladner,

2002). Resiko terjadinya infeksi menjadi lebih besar jika luka

mengandung jaringan nekrotik, suplay darah dan ketahanan

jaringan berkurang (Perry & Potter, 2006).

5) Merokok

Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin

dan kerusakan oksigenasi jaringan, sehingga dapat

menghambat proses penyembuhan luka (Delaune & Ladner,

2002).

f. Penatalaksanaan

Proses inflamasi yang berkepanjangan merupakan permasalahan

yang dihadapi dalam penatalaksanaan luka bakar sehingga

menyebabkan kerapuhan jaringan yang menimbulkan diskonfigurasi

struktur jaringan dan berakhir dengan deformitas bentuk dan

gangguan fungsi (Moenadjat, 2003).

Manajemen luka bakar derajat II berfokus pada proses

pembentukan jaringan granulasi dan pergantian jaringan kulit yang

rusak. Perawatan luka bakar derajat II memerlukan waktu yang cukup

lama terutama pada luka bakar yang luas tentu memerlukan biaya

yang tidak sedikit mengingat penggantian balutan yang dilakukan


28

setiap hari untuk menjaga kondisi luka tetap steril dan lembab. Untuk

luka bakar derajat I memerlukan waktu penyembuhan sekitar 8-15

hari dan pada luka bakar derajat II memerlukan waktu penyembuhan

selama 14-21 hari. Sedangkan perawatan menggunakan obat topikal

menunjukkan waktu penyembuhan yang dibutuhkan pada luka bakar

derajat II adalah 10 hingga 14 hari (Smeltzer & Bare, 2002).

Terapi topikal dinilai memiliki efektivitas yang cukup baik

mengatasi komplikasi luka bakar karena mudah diserap kulit dan

fungsi melembabkan kulit bertahan lebih lama. Terapi topikal

merupakan terapi suportif untuk proteksi integumen. Pemberian terapi

suportif pada luka bakar dapat membantu mengatasi masalah seperti

kerusakan integritas kulit, nyeri akut, resiko infeksi, dan gangguan

body image (Hermand, 2012).

4. Gel

a. Definisi Gel

Sediaan yang dibuat pada penelitian ini adalah sediaan gel.

Kandungan air yang dimiliki sediaan gel lebih tinggi dan memiliki

daya sebar yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan topikal

lainnya. Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang

jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif dengan pergerakan

medium pendispersinya terbatas oleh sebuah jalinan jaringan tiga

dimensi dari partikel-partikel atau makromolekul yang terlarut dalam

fase pendispersi (Allen, 2002).


29

Karakteristik yang umum dari semua gel yaitu kandungan

struktur yang kontinu yang melengkapi sifat seperti bahan padat

(Gibson, 2001). Menurut International Union of Pure and Applied

Chemistry (IUAPC), gel merupakan system koloid bukan gas atau

system polimer yang diperluas seluruh volumenya menggunakan gas.

Gel merupakan sistem diversi secara kimiawi, berbentuk antara padat

(solid) dan cair (liquid) (Allen,2002).

Gel sedikitnya memiliki dua komponen yang menunjukan

karakteristik sifat mekanik dari wujud padat, serta kedua komponen

terdispersi dan medium pendispersi memperluas dengan sendirinya

secara terus menerus melalui seluruh sistem. Sifat-sifat gel yang

diharapkan dalam sediaan gel topikal antara lain memilikan sifat

aliran tiksotropik, daya sebar baik, tidak berminyak, mudah dicuci,

sebagai emolien, ringan (khususnya untuk jaringan yang mengelupas),

tidak meninggalkan noda, mudah bercampur dengan bahan lain, larut

air atau dapat bercampur dengan air (Kibbe, 2004).

Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam

granulasi, koloid pelindung dalam suspense, pengental untuk sediaan

oral dan sebagai jenis supositoria. Secara luas, sediaan gel banyak

digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada

beberapa proses industri. Pada kosmetik digunakan sebagai sediaan

untuk perawatan kulit, shampoo, sediaan pewangi dan pasta gigi. Gel

memiliki sifat yang lebih aplikatif untuk digunakan kedalam socket


30

karena semisolid, lembut dan elastik sehingga akan memberikan efek

yang lebih besar dibandingkan dengan serbuk (Herdiana, 2007).

Beberapa keuntungan sediaan gel antara lain:

1) Kemampuan penyebaran baik pada kulit

2) Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

3) Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

4) Kemudahan pencucian dengan air yang baik

5) Pelepasan obat baik

Hal yang penting diperhatikan dalam pembuatan gel yaitu

pemilihan gelling agent sebagai formula umum. Salah satu gelling

agent yang sering digunakan yaitu basis gel HPMC (Hidroxy Propyl

Methyl Cellulose). HPMC merupakan basis gel yang mudah larut

dalam air, menghasilkan gel yang bening, dan mempunyai ketoksikan

yang rendah (Setyaningrum, 2013). Selain itu HPMC menghasilkan

gel yang netral, jernih, tidak berwarna, stabil pada pH 3-11,

mempunyai resitensi yang baik terhadap mikroba, dan memberikan

kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit (Suardi et al,

2008).

Penggunaan HPMC bertujuan agar memperoleh sediaan gel

dengan konsistensi yang tidak terlalu kental (Rahmawaty et al, 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Madan and Singh (2010)

menyebutkan bahwa basis gel HPMC memiliki kecepatan pelepasan

obat yang baik dan daya sebar yang luas. Serta penelitian lain yang

dilakukan oleh Ardana et al (2015) yang meneliti formulasi dan


31

optimasi basis gel HPMC dengan berbagai variasi konsentrasi (3%,

5% dan 7%) menyebutkan basis gel HPMC 7% merupakan basis gel

yang memenuhi standar atau persyaratan yang baik untuk viskositas,

pH, daya sebar, homogenitas dan organoleptis.

b. Pembuatan Gel

Pada pembuatan gel dengan HPMC sebagai gelling agent,

HPMC didispersikan dalam air yang akan mengembang dan diaduk

hingga terbentuk gel. Dalam pembuatannya, HPMC dikembangkan di

dalam air yang telah dipanaskan sehingga terbentuk gel yang

diinginkan. HPMC tidak larut dalam air panas namun akan

mengembang menjadi gel (Huichao et al., 2014).


32

B. Kerangka Teori

Daun Sirih Merah Trauma

Terpenoid Vitamin Flavonoid Listrik Suhu Kimia


& Tannin A&C

Saponin Derajat II : Kerusakan epidermis


dan sebagian dermis

peradangan Erosi

Membran Fosfolipid

Fosfolipase

Asam arakidonat
COX

Tromboksan Prostaglandin Prostasiklin

Durasi Inflamasi

TGF
Proliferasi Sex
Nutrisi Fibroblas &
Usia

Kolagen Keratinosit
Growth Factor

Jaringan
Granulasi Mitosis sel
epidermal

Migrasi sel
Re-epitelisasi epidermal

Keterangan:
: Mempengaruhi Luka Sembuh
: Menghambat

Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian


33

C. Kerangka Konsep

Ekstrak daun sirih


merah (Piper
crocatum)
Penyembuhan
Luka Bakar
Kontrol Derajat II
Negatif

Jenis Kelamin, Usia,


Nutrisi, Infeksi

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Yang diteliti
: Yang dikendalikan

D. Hipotesis

Terdapat pengaruh pemberian sediaan gel ekstrak daun sirih merah (Piper

crocatum) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih jantan

(Rattus norvegicus).
III. METODE PENELITIAN

A. Materi dan Bahan

1. Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley. Pemilihan tikus jantan

bertujuan untuk menghindari adanya pengaruh hormonal yang dapat

mempengaruhi respon reaksi imunologis. Jumlah tikus yang digunakan

pada percobaan ditentukan berdasarkan rumus Federer, yaitu:

(t-1) (n-1) 15

(4-1) (n-1) 15

3 (n-1) 15

3n-3 15

3n 18

n 6

Keterangan :

t : jumlah kelompok

n : jumlah sampel

Berdasarkan rumus tersebut maka total sampel minimal kelompok

adalah 6 ekor tikus, sehingga total sampel keseluruhan sekitar 24 ekor

tikus. Namun untuk mengantisipasi drop out maka masing-masing

kelompok ditambahkan 1 ekor tikus, sehingga total sampel menjadi 28

ekor tikus. Masing-masing tikus dibagi kedalam 4 kelompok yaitu 1

kelompok kontrol negatif dan 3 kelompok perlakuan dengan masing-

masing kelompok berisi 6 ekor tikus. Tikus yang sudah dikelompokkan


35

ditempatkan pada kandang dengan ukuran, bentuk dan bahan yang sama,

mendapatkan makanan dan minuman dengan jenis, jumlah, serta

komposisi yang sama secara ad libitum. Hewan coba yang digunakan

harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

a. Tikus tampak sehat (aktif, penampilan fisik baik, tingkah laku

normal)

b. Berat badan 250-300 gr

c. Umur 3-4 bulan

d. Tidak terdapat kelainan anatomis

b. Kriteria Eksklusi

1) Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% selama

penelitian

2) Kondisi sakit (penampakan rambut kusam, rontok, tidak aktif)

2. Alat dan Bahan

a. Alat

1) Ekstraksi

1) Blender

2) Maserator kaca

3) Corong Buchner

4) Rotary evaporator Merk Buchi

5) Plastic Wrap

6) Label Merk Champion


36

2) Gel

a) Mortir

b) Stamper

c) Beker glass

d) Electric Stove Merk Maspion

e) Timbangan Merk AND

f) pH meter

g) Kaca transparan

h) Brookfield DV-E

3) Logam

4) Kandang tikus

5) Timbangan tikus

6) Pisau/gunting cukur

7) Sarung tangan

8) Jarum suntik

9) Spidol permanent marker Snowman

10) Jangka sorong Tricle Brand

b. Bahan

a) Ekstrak

1) Daun sirih merah (Piper crocatum)

2) Etanol 96% PT. Brataco

b) Gel

a) Gelling agent HPMC (Hydroxy Propyl Methylcellulose) PT.

Brataco
37

b) Propilenglikol PT. Brataco

c) Metilparaben PT. Brataco

d) Propilparaben PT. Brataco

e) Aquades

c) Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley

d) Anastesi Ketamin

e) Pakan dan minum tikus standar

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

eksperimental pre and post test with control group design. Metode dilakukan

pada hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang dibagi kedalam

2 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan yang

dipilih secara acak dengan keterangan sebagai berikut:

a) Kelompok perlakuan: Diberikan gel ekstrak daun sirih merah (Piper

crocatum)

1. Kelompok perlakuan 1 (P1): ekstrak daun sirih 0,25%

2. Kelompok perlakuan 2 (P2): ekstrak daun sirih 0,5%

3. Kelompok perlakuan 3 (P3): ekstrak daun sirih 1%

b) Kelompok kontrol:

a. Kelompok kontrol negatif: gel placebo (Basis Gel HPMC)

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pre and post

test with control group design. Hewan percobaan dikelompokan menjadi 2

kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan, dimana kelompok


38

perlakuan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok perlakuan 1 (P1),

kelompok perlakuan 2 (P2), kelompok perlakuan 3 (P3) yang masing-masing

berisi 6 ekor tikus yang dipilih secara acak.

Sebelum dilakukan penginduksian luka bakar, masing-masing tikus

diberikan anastesi berupa injeksi anestesi ketamin untuk mengurangi sakit

saat dilakukan penginduksian, kemudian bulu tikus dicukur terlebih dahulu di

bagian punggung dengan luas 5 cm. Selanjutnya tikus dibuat luka bakar

pada bagian punggung dengan menggunakan logam dengan diameter 1.50

cm yang sudah dipanaskan terlebih dahulu selama 20 detik dan ditempelkan

pada bagian yang diinduksi selama 5 detik sampai terbentuk luka bkar dan

kemudian setiap kelompok diberikan pengobatan 30 menit setelah

penginduksian.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Definisi operasional variable yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


Jenis Skala
Variabel Definisi Operasional
Data Data
Bebas Gel Ekstrak Ekstrak yang diambil Kategorik Ordinal
Daun Sirih dari tanaman daun
Merah sirih merah yang
diperoleh dengan
menggunakan teknik
maserasi yang
kemudian dibuat
dalam bentuk sediaan
gel dengan 3
konsentrasi yaitu gel
A 0,25%, gel B 0,5%,
dan gel C 1%.
39

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel (Lanjutan)


Jenis Skala
Variabel Definisi Operasional
Data Data
Terikat Penyembuhan Tahapan Numerik Rasio
Luka Bakar penyembuhan luka
Derajat II setelah pemberian
gel ekstrak daun
sirih merah, yang
ditentukan
berdasarkan luas
luka sesudah
pemberian gel
ekstrak daun sirih
merah pada hari ke
1, 7, 14, dan 21,
satuan mm2.

E. Tata Urutan Kerja

1. Persiapan Hewan Coba

Sebelum dilakukan percobaan, tikus dipelihara selama 7 hari untuk

proses adaptasi agar hewan terbiasa dengan lingkungan dan perlakuan

yang baru didalam kandang yang sama yang sudah disediakan dan

ditempatkan dengan kondisi udara dan cahaya yang cukup, jauh dari

kebisingan, dan tidak terpapar oleh cahaya matahari secara langsung.

Sehingga setiap tikus yang digunakan memiliki kondisi yang sama. Tikus

diberi makanan dan minuman dengan jenis, jumlah, serta komposisi yang

sama secara ad libitum. Kemudian dilakukan penimbangan berat badan

sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

2. Determinasi Daun Sirih Merah

Determinasi tanaman Daun Sirih Merah dilakukan di Laboratorium

Lingkungan Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Jenderal

Soedirman. Hasil determinasi menunjukan bahwa tanaman yang


40

digunakan dalam penelitian ini adalah benar yaitu daun sirih merah

(Piper crocatm Ruiz & Pav) (Lampiran 2).

3. Pembuatan Ekstrak

Daun sirih merah didapatkan di perkampungan warga daerah

Baturraden, Purwokerto. Untuk proses pembuatan ekstrak, daun yang

diambil merupakan daun yang segar, tidak cacat, dipetik secara manual

(menggunakan tangan) dan disortasi basah untuk diekstraksi. Pembuatan

ekstrak daun sirih merah (Pipet crocatum) dilakukan dengan

menggunakan metode maserasi. Daun sirih merah dikeringkan terleih

dahulu dengan cara dijemur dibawah sinar matahri langsung dan ditutup

oleh kain, lalu daun yang sudah kering dihaluskan dengan menggunakan

blender. Kemudian serbuk daun sirih dimasukan kedalam wadah

maserasi (maserator) dan dilakukan perendaman menggunakan etanol

96% sampai serbuk tersebut terendam dan diaduk lalu di diamkan selama

3x24 jam, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas

dengan filtrat. Filtrat yang sudah tersaring disimpan pada wadah yang

berbeda. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan ratary

evaporator hingga didapatkan ekstrak kental (Rahmawaty et al, 2014).

4. Pembuatan Gel Daun Sirih Merah (Piper crocatum)

Formulasi standar basis gel HPMC (Hydroxyl Propyl

Methylcellulose) menurut Ardana dkk (2015) tertera pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Formulasi Standar Basis Gel HPMC


No. Komponen %
1. HPMC 7
2. Propilenglikol 15
3. Metilparaben 0,075
4. Propilparaben 0,025
41

5. Aquades 100

Berdasarkan standar basis gel di atas, maka dibuat formulasi 100

gram gel konsentrasi 7% dengan seperti yang tertera pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Formulasi Gel Ekstrak Daun Sirih Merah


No. Komponen % % %
1. Ekstrak Daun 0,25 0,5 1
Sirih Merah
2. HPMC 7 7 7
3. Propilenglikol 15 15 15
4. Metilparaben 0,075 0,075 0,075
5. Propilparaben 0,025 0,025 0,025
6. Aquades 100 100 100

Formulasi gel terdiri dari HPMC, propilenglikol, metilparaben,

propilparaben dan aquades. HPMC berfungsi sebagai gelling agent yang

merupakan bahan dasar pembuatan gel. Propilenglikol berfungsi sebagai

humektan yang menjaga kestabilan dari sediaan dengan cara mengurangi

penguapan air dari sediaan dan mengabsorbsi lembab dari lingkungan,

selain itu humektan juga dapat mempertahankan kelembaban kulit

sehingga kulit tidak mudah kering. Metilparaben dan propilparaben

berfungsi sebagai pengawet karena gel memiliki kandungan air yang

cukup tinggi sehingga memudahkan terjadinya kontaminasi mikroba.

Aquades berfungsi sebagai pelarut dalam formulasi gel.

HPMC dikembangkan dalam aquades yang sudah dipanaskan

terlebih dahulu, kemudian HPMC dimasukan sedikit demi sedikit sambil

diaduk hingga homogen, kemudian propilenglikol, metilparaben,

propilparaben dimasukan dan diaduk selama 3 jam sampai terbentuk

gel yang diinginkan. Ekstrak daun sirih merah digunakan sebagai bahan
42

aktif yang dibuat gel dengan kadar bahan aktif sebesar 0,25%, 0,5%, dan

1% dari 100 gram (Lampiran 4).

5. Evaluasi Sediaan Gel

Gel daun sirih merah yang telah dibuat selanjutnya dilakukan

evaluasi berupa uji homogenitas, uji viskositas, uji daya sebar, dan uji

daya lekat (Rahmawaty et al, 2014).

a. Uji viskositas

Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan alat

viskometer Brookfield DV-E, dibutuhkan sebanyak 100 mg gel..

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi sediaan yang

telah dibuat dengan mengamati perubahan konsistensi sediaan.

Pengujian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

b. Uji daya sebar

Uji daya sebar dilakukan dengan mengoleskan gel sebanyak 0,5

mg ditengah titik kemudian ditambahkan beban seberat 150 gram,

diamkan selama 1 menit dan catat hasil penyebarannya. Pengamatan

dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Daya sebar gel yang baik

yaitu antara 5-7 cm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa

baik pemerataan gel saat diaplikasikan pada permukaan kulit.

c. Uji daya lekat

Uji daya lekat dilakukan dengan cara mengoleskan gel

sebanyak 1 mg pada plat kaca, kemudian plat kaca tersebut

ditempelkan pada plat kaca lainnya sampai plat kaca tersebut saling

menempel. Lalu plat diberi beban tekanan seberat 1 kg selama 5


43

menit. Kemudian catat hasil waktu berapa detik plat tersebut terlepas

setelah beban diangkat. Nilai daya lekat yang baik yaitu lebih dari 1

detik. Pengujian ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui perlekatan gel pada permukaan kulit.

6. Perlakuan

Pembuatan luka bakar dilakukan dengan menginduksi punggung

tikus dengan menggunakan alat penginduksi panas berupa lempeng

logam dengan diameter 1.50 cm yang sudah dipanaskan terlebih

dahulu selama 20 detik. Punggung tikus dicukur terlebih dahulu dengan

jarak 5 cm, lalu diberikan anastesi berupa injeksi ketamine. Lempeng

logam yang ditempelkan pada punggung tikus menghasilkan

penampakan luka bakar derajat II yang ditandai dengan kerusakan

lapisan epidermis dan sebagian dermis, oedem, terdapat bula dengan

dasar luka merah/pucat.

Masing-masing kelompok diberikan terapi 30 menit setelah

diberikan perlakuan dan pengobatan diberikan 2 kali sehari (pagi dan

sore) selama 21 hari. Terapi diberikan secara topical sesuai dengan luas

luka. Masing-masing tikus dari kelompok percobaan diberikan perlakuan

dengan keterangan sebagai berikut:

a. Kelompok perlakuan: Diberikan gel ekstrak daun sirih merah (Piper

crocatum)

a) Kelompok Perlakuan 1 (P1): ekstrak daun sirih 0,25%

b) Kelompok Perlakuan 2 (P2): ekstrak daun sirih 0,5%

c) Kelompok Perlakuan 3 (P3): ekstrak daun sirih 1%


44

b. Kelompok control:

1) Kelompok Kontrol Negatif (K): placebo (basis gel HPMC)

Selanjutnya dilakukan pengamatan visual dengan melihat perubahan

luas luka pada masing-masing kelompok yang dilakukan dengan

menggunakan alat ukur. Masing-masing kelompok uji dilakukan

pengukuran luas area luka yang dibandingkan antar kelompok.

Pengambilan data dilakukan pada hari ke1, 7, 14, dan 21 untuk

pengukuran luas area luka yang menandakan adanya penurunan luas dan

proses penyembuhan. Data perhitungan luas area luka dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Atau jika permukaan luka tidak berbentuk bulat sempurna, dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

r : Radian

A : Jari-jari terpendek

B : Jari-jari terpanjang

Pi ( : 3,14

Kemudian setelah diketahui masing-masing jumlah luas yang

didapatkan, maka hasil pengukuran pertama dikurangi hasil pengukuran

kedua, begitupun dengan pengukuran selanjutnya. Perhitungan

penurunan luas luka dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:
45

Penurunan Luas Luka = c – n

Keterangan:

c : Jumlah luas luka awal

n : Jumlah luas hari ke-

F. Analisis Data

Data yang dianalisis yaitu penurunan luas penyembuhan luka yang

diperoleh melalui pengukuran penurunan diameter area luka bakar yang

dilakukan pada hari ke-1, 7, 14 dan 21. Uji normalitas distribusi data

dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, kemudian pengujian

dilakukan dengan uji Repeated Two Way Anova dan dilanjutkan dengan

menggunakan LSD (Least Significant Different).


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pre and post test with

control group design dan bertujuan untuk mengetahui pengaruh sediaan gel

ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap penyembuhan

luka bakar derajat II pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus). Berdasarkan

hasil determinasi tamanan yang dilakukan di Laboratorium Taksonomi

Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman menunjukan

bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian iuni adalah benar yaitu daun

sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dengan familia Piperaceae

(Lampiran 2).

1. Ekstrak Biji Jintan Hitam

Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

Daun sirih merah basah sebanyak 2 kg dibersihkan dengan air mengalir

kemudian dilakukan proses penjemuran dibawah sinar matahari secara

langsung yang ditutup oleh kain (Lampiran 4). Daun yang sudah kering

diblender sehingga berubah menjadi bentuk serbuk dan didapatkan

simplisia sebanyak 700 gram. Simplisia daun sirih merah diekstrak

dengang menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%

selama 3x24 jam, filtrate hasil maserasi dijadikan satu kemudian etanol

dihilangkan dengan menggunakan rotary evaporator dan dipekatkan

dalam waterbath (Lampiran 4). Hasil ekstrak etanol daun sirih merah yang

diperoleh digunakan untuk menghitung rendemen. Berdasarkan proses


47

maserasi didapatkan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz &

Pav) yang diperoleh sebanyak 40 gram dan dengan nilai rendemen sebesar

0,02% yang dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Data Hasil Rendemen Ektraksi Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav)
No. Bahan Bobot (g) Rendemen (%)
1. Daun sirih merah 2000 g -
2. Ekstrak etanol daun sirih merah 40 g 0,02%
Sumber: Data Primer, 2017

2. Hasil Evaluasi Sediaan

Proses pembuatan dan evaluasi sediaan gel dilakukan di

Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Jenderal Soedirman. Gel ekstrak daun sirih merah dibuat

berdasarkan Tabel 3.4, langkah pembuatan gel dapat dilihat pada

Lampiran 3.

a. Uji Daya Sebar

Tabel 4.2 Data Hasil Uji Daya Sebar


Luas (cm)
No. Jenis Gel
I II II Rerata
1. Gel Placebo basis
6 7,3 7,75 7,01
HPMC
2. Gel ekstrak daun sirih
6,5 7,05 6,75 6,76
merah 0,25%
3. Gel ekstrak daun sirih
6,55 6,7 6,7 6,65
merah 0,5%
4. Gel ekstrak daun sirih
6,55 6,5 7,1 6,71
merah 1%
Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.2, hasil uji daya sebar sediaan gel placebo

basis HPMC memiliki rata-rata sebesar 7,01 cm, gel ekstrak daun sirih

merah 0,25% memiliki rata-rata sebesar 6,76 cm, gel ekstrak daun

sirih merah 0,5% memiliki rata-rata sebesar 6,65 cm, dan gel ekstrak
48

daun sirih merah 1% memiliki rata-rata sebesar 6,71 cm. Hasil

tersebut menyatakan bahwa gel yang dibuat memiliki daya sebar yang

memenuhi syarat yaitu 5-7 cm, semakin tinggi daya sebar suatu

sediaan maka semakin mudah diaplikasikan pada kulit, sehingga

absorbs suatu obat menjadi semakin maksimal (Hasyim et al., 2012; ).

Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Uji Daya Lekat

Tabel 4.3 Data Hasil Uji Daya Lekat


Waktu (detik)
No. Jenis Gel
I II II Rerata
1. Basis Gel HPMC 15 19 10 14,6
2. Gel ekstrak daun sirih
9 9 7 8,3
merah 0,25%
3. Gel ekstrak daun sirih
17 15 12 14,6
merah 0,5%
4. Gel ekstrak daun sirih
14 9 8 10,3
merah 1%
Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.3, hasil uji daya lekat sediaan basis gel

HPMC memiliki rata-rata sebesar 14,6 detik, gel ekstrak daun sirih

merah 0,25% memiliki rata-rata sebesar 8,3 detik, gel ekstrak daun

sirih merah 0,5% memiliki rata-rata sebesar 14,6 detik, dan gel ekstrak

daun sirih merah 1% memiliki rata-rata sebesar 10,3 detik. Nilai daya

lekat yang baik untuk gel adalah lebih dari 1 detik, hasil evaluasi gel

dari gel yang sudah dibuat memiliki nilai uji daya lekat dengan waktu

yang lebih dari 1 detik. Semakin tinggi konsentrasi gelling agent yang

digunakan maka akan meningkatkan konsistensi gel dan daya lekat

akan menjadi lebih besar (Nurlaela et al., 2012). Hal tersebut


49

membuktikan gel dapat melekat dengan baik pada permukaan kulit

sesuai dengan nilai standar. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4.

c. Uji Viskositas

Tabel 4.4 Data Hasil Uji Viskositas


Viskositas (cps)
No. Jenis Gel
I II II Rerata
1. Gel placebo basis
26.900 31.400 31.350 29.883
HPMC
2. Gel ekstrak daun
sirih merah 21.350 21.100 22.400 21.616
0,25%
3. Gel ekstrak daun
31,900 27.300 23.750 27.650
sirih merah 0,5%
4. Gel ekstrak daun
sirih merah 1% 33.600 23.300 25.400 27.433

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.4, hasil uji daya lekat sediaan basis gel

HPMC memiliki rata-rata sebesar 29.883 cps, gel ekstrak daun sirih

merah 0,25% memiliki rata-rata sebesar 21.616 cps, gel ekstrak daun

sirih merah 0,5% memiliki rata-rata sebesar 27.650 cps, dan gel

ekstrak daun sirih merah 1% memiliki rata-rata sebesar 27.433 cps.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi sediaan dari gel

yang sudah dibuat, semakin besar viskositas maka perlekatan yang

terjadi akan semakin lama dan daya sebar menjadi menurun.

Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa keempat gel memiliki

viskositas yang baik sesuai dengan rentang 20.000-40.000 cps

(Nurlaela et al., 2012). Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4.


50

d. Uji pH

Tabel 4.5 Data Hasil Uji pH


pH
No. Jenis Gel
I II II
1. Gel Placebo basis HPMC 4,4 4,4 4,4
2. Gel ekstrak daun sirih merah
4,5 4,5 4,5
0,25%
3. Gel ekstrak daun sirih merah
4,6 4,7 4,6
0,5%
4. Gel ekstrak daun sirih merah 1% 4,6 4,6 4,7
Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.5, nilai pH yang dihasilkan oleh sediaan

masih berada pada rentang pH normal kulit yaitu 4,5-6,5 sehingga

sediaan gel yang sudah dibuat aman digunakan untuk kulit

(Djajadisastra et al., 2009). pH yang terlalu asam dapat menyebabkan

kulit menjadi teriritasi, sedangkan untuk pH yang terlalu basa dapat

menyebabkan kulit menjadi bersisik/kasar (Ardana et al., 2015). Jika

dibandingkan antara keempat formula maka gel placebo basis HPMC

memiliki pH sedikit dibawah dengan range pH pada kulit. Gambar

dapat dilihat pada Lampiran 4.

3. Hasil Penelitian

Persetujuan etik sebelum penelitian dimulai dilakukan di Komisi Etik

Penelitian Kesehatan RSUD Dr. Moewardi, Universitas Sebelas Maret

(Lampiran 1). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh pemberian gel ekstrak daun sirih merah terhadap luka bakar

derajat II pada tikus putih jantan. Penelitian ini termasuk kedalam

penelitian eksperimental pre and post test with control group design

terhadap 28 ekor tikus Sprague Dawley jantan berumur 3-4 bulan

kemudian dibagi kedalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri


51

dari 7 ekor tikus. Hewan coba dikelompokan dengan cara dilakukan

penomoran secara acak.

Pengujian efek penyembuhan luka bakar pada sediaan gel ekstrak

daun sirih merah, setiap kelompok mendapatkan perlakuan, yaitu

kelompok kontrol menggunakan gel placebo basis HPMC, kelompok

perlakuan 1 (P1) menggunakan gel ekstrak daun sirih merah 0,25%,

kelompok perlakuan 2 (P2) menggunakan gel ekstrak daun sirih merah

0,5%, dan kelompok perlakuan 3 (P3) menggunakan gel ekstrak daun sirih

merah 1%. Seluruh hewan dipelihara dalam kandang dengan bentuk,

bahan, dan ukuran yang sama, serta diberikan makanan dan minuman

dengan jenis, jumlah, dan komposisi yang sama. Perubahan luas luka

diamati secara visual kemudian diukur dengan menggunakan jangka

sorong Tricle Brand, pengukuran dilakukan pada hari ke-1, ke-7, ke-14,

dan ke-21. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4.

Selama penelitian berlangsung didapatkan 1 hewan coba yang

mengalami drop out pada kelompok kontrol karena mati satu hari setelah

perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kesalahan

operator dalam pemberian injeksi anastesi pada tikus putih jantan tersebut,

karena tikus yang mati mengalami perdarahan pada tempat penyuntikan

setelah dilakukan injeksi.


52

Tabel 4.6 Rerata Luas Luka Bakar Pada Tikus Putih Jantan Selama
Perlakuan
Rerata Luas Luka Bakar (mm2)
No.
Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
1. K (n:7) 176,6 0,0 120,5 58,2 121 59,2 130,3 72,8
2. P1 (n:7) 176,6 0,0 80,6 7,4 65,9 10,4 41,6 9,6
3. P2 (n:7) 176,6 0,0 82,3 5,9 56,3 19,3 33,7 20,3
4. P3 (n:7) 176,6 0,0 89,2 7,5 26,3 12,6 7,6 5,5
Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan hasil perhitungan luas luka bakar, setiap kelompok

menunjukan penurunan nilai luas luka bakar yang cukup signifikan yang

dimulai pada hari ke-7 dibandingkan dengan hari ke-1 dan kemudian

berlanjut pada hari ke-14 dan hari ke-21, kecuali untuk kelompok kontrol

(K) karena mengalami kenaikan pada hari ke-14 dan hari ke-21. Pada hari

ke-21, luas luka semakin mengecil yang ditandai dengan mengecilnya tepi

luka dan luka tampak menghilang yang dilihat secara visual, kecuali untuk

kelompok K tepi luka tidak menunjukan adanya penurunan signifikan

yang berarti proses peyembuhan tidak cukup baik dibandingkan dengan

kelompok lain. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4.

Persentase Penurunan Luas Luka Bakar (%)


95.7
100
85.9
90 76.4
80.1
80 68.1
70 62.7 K
53.853.2
60 49.4 P1
50
40 31.7 31.5 P2
26.2
30 P3
20
10 0 0 0 0
0
hari ke-1 hari ke-7 hari ke-14 hari ke-21

Gambar 4.1 Grafik Persentase Penurunan Luas Luka Pada Tikus Putih

Jantan Selama Perlakuan


53

Hasil penelitian berdasarkan grafik 4.1 menunjukan bahwa formula

gel dengan ekstrak daun sirih merah memiliki efek mengobati luka dengan

presentasi kesembuhan lebih baik dibandingkan dengan kelompok K, hal

ini berkaitan dengan sifat fisik gel yang mempengaruhi pelepasan zat aktif

dari ekstrak daun sirih merah yang berkhasiat menyembuhkan luka bakar.

Berdasarkan ketiga formula gel ekstrak daun sirih, gel ekstrak daun sirih

dengan dosis 1% memiliki persentase luas luka bakar yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok lain yang berarti formulasi gel ini

memberikan efek menyembuhkan paling baik. Hal ini menunjukan

semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih merah maka semakin besar

presentase penyembuhan luka bakarnya.

Grafik 4.1 menunjukan berdasarkan waktu penyembuhan pada hari

ke-7 kelompok P1 (gel ekstrak daun sirih merah 0,25%) menjadi

kelompok yang menunjukan penyembuhan lebih baik dengan presentase

penyembuhan sebesar 53,8%, diikuti oleh P2 (gel esktrak daun sirih merah

0,5%) presentase penyembuhan sebesar 53,2%, dan P3 (gel esktrak daun

sirih merah 1%) presentase penyembuhan sebesar 49,4%. Pada hari ke-14

menunjukan hasil yang berbanding sebaliknya dengan hari ke-7 yang

menunjukan bahwa kelompok P3 mengalami peningkatan yang cukup

signifikan dengan presentase penyembuhan yang lebih besar yaitu 85,9%,

kemudian diikuti oleh P2 sebesar 68,1%, dan P1 sebesar 62,7%, dan

berlanjut pada hari ke-21.


54

Hal ini menunjukan bahwa, gel ekstrak daun sirih merah memerlukan

waktu untuk dapat memberikan reaksi dan efek terhadap penyembuhan

luka, dimana setiap konsentrasi ekstrak mengalami kenaikan presentase

penyembuhan seiring dengan berjalannya waktu, hal tersebut menunjukan

waktu mempengaruhi kualitas dari sediaan gel, semakin tinggi konsentrasi

dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas serta efek dari

sediaan.

Data hasil pengamatan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan

Shapiro-wilk dan didapatkan data tersebar normal untuk semua perlakuan

(p>0,05). Hasil uji Repeated Measure Two Way Anova yang menunjukan

terdapat pengaruh konsentrasi (K, P1,P2, P3) yang berbeda sangat nyata

terhadap luas luka dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Terdapat pengaruh

waktu pengamatan (Hari ke-1, hari ke-7, hari ke-14, dan hari ke-21) yang

berbeda sangat nyata terhadap luas luka dengan nilai p=0,000 (p<0,05).

Terdapat pengaruh konsentrasi dan waktu pengamatan yang berbeda

sangat nyata terhadap luas luka dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Hasil dapat

dilihat pada Tabel Tests of Within-Subjects Effects pada Lampiran 5.

Uji statistik kemudian dilanjutkan dengan menggunakan LSD (Least

Significant Different) untuk melihat apakah terdapat perbedaan nyata atau

tidak antar tiap perlakuan. Hasil uji LSD pengaruh konsentrasi terhadap

luas luka bakar berdasarkan tabel uji rata-rata menunjukan gel placebo

basis HPMC berbeda nyata dengan gel ekstrak daun sirih merah

konsenstrasi 0,025%, 0,5%, dan 1% p=0,000 (p<0,05). Gel ekstrak daun

sirih merah 0,25% tidak berbeda nyata dengan gel ekstrak daun sirih 0,5%
55

p=0,413 (p<0,05) dan berbeda sangat nyata dengan gel ekstrak daun sirih

merah 1% p=0,001 (p<0,05). Gel ekstrak daun sirih merah 0,5% berbeda

nyata dengan gel ekstrak daun sirih merah 1% p=0,029 (p<0,05). Hasil

dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil uji LSD (Least Significant Different) pengaruh waktu

pengamatan terhadap luas luka bakar berdasarkan tabel uji rata-rata

menunjukan hari ke-1 berbeda sangat nyata dengan hari ke-7, ke-14, dan

ke-21 p=0,000 (p<0,05). Hari ke-7 berbeda sangat nyata dengan hari ke-14

dan hari ke-21 p=0,000 (p<0,05). Hari ke-14 berbeda sangat nyata dengan

hari ke-21 p=0,001 (p<0,05). Kombinasi konsentrasi P3 pada pengamatan

hari ke-21 adalah perlakuan terbaik dengan rata-rata luas terkecil. Hasil

dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikansi secara statistik

dengan nilai p<0,05 yang berarti bahwa hipotesis pada penelitian ini

terbukti.

B. Pembahasan

Gel yang sudah dibuat dilakukan evaluasi sediaan yang bertujuan untuk

mengetahui hasil terhadap kemanan untuk diaplikasikan pada permukaan kulit.

Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui penyebaran gel diatas permukaan

kulit, semakin besar luas penyebaran maka semakin mudah diaplikasikan pada

permukaan kulit sehingga absobsi dan kecepatan pelepasan zat aktif semakin

maksimal. Formula gel mengalami penurunan daya sebar setelah ditambahkan

ekstrak daun sirih merah, hal ini dikarenakan adanya penambahan ekstrak

menurunkan viskositas gel sehingga berakibat pula pada penurunan daya sebar.
56

Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan gel

tersebut untuk menempel pada kulit. Waktu daya lekat formula gel basis

HPMC mengalami penurunan setelah ditambahkan esktrak daun sirih merah

0,25%, tetapi penambahan ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 0,5%

dan 1% memiliki waktu lebih lama dibandingkan dengan gel ekstrak daun sirih

dengan konsentrasi 0,25%. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi

konsentrasi ekstrak dapat meningkatkan viskositas sehingga dapat

meningkatkan waktu perlekatan gel. Viskositas adalah suatu pernyataan

tahanan dari suatu cairan untuk mengalir (Rahmawaty et al., 2014).

Penyembuhan luka merupakan suatu bentuk proses usaha untuk

memperbaiki kerusakan yang terjadi pada kulit. Pengamatan luka bakar yang

diberikan pada punggung tikus menunjukan adanya perubahan yang berarti,

dimana luka tertutupi terlebih dahulu pada bagian atas oleh darah yang

membeku yang membentuk lapisan kerak/scab. Lapisan ini bertujuan untuk

mencegah mikroorganisme atau kuman bakteri yang ada disekitar luka

berkembang.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih merah

(Piper crocatum Ruiz&Pav). Daun sirih mengandung senyawa seperti saponin,

tannin, flavonoid yang mempunyai kemampuan untuk membantu proses

penyembuhan luka serta nutrisi yang dibutuhkan seperti vitamin A dan vitamin

C (Vikash et al., 2012). Berdasarkan hasil data penelitian yang telah dilakukan,

kelompok yang diberikan pengobatan berupa gel ekstrak daun sirih merah

memiliki hasil yang lebih baik dibandingan dengan kelompok kontrol yang

hanya diberikan gel placebo basis HPMC. Pengamatan secara visual terlihat
57

luas luka mengecil terjadi pada hari ke-14 dan hari ke-21 dibandingkan dengan

sebelumnya, hal ini menunjukan bahwa obat membutuhkan waktu untuk

memberikan pengaruh maksimal dalam proses penyembuhan.

Waktu kesembuhan luka pada kelompok K, P1, P2, dan P3 menunjukan

hasil yang didapat memiliki perbedaan waktu kesembuhan luka bakar pada

tikus. Hal ini membuktikan bahwa pada setiap konsentrasi ekstrak daun sirih

merah memiliki kandungan senyawa yang berguna untuk mempercepat

kesembuhan luka dengan terdapatnya kandungan flavonoid yang bersifat

sebagai antiinflamasi, saponin yang dapat memacu pembentukan kolagen dan

vitamin A yang dapat mempercepat fase inflamasi ke fase proliferasi. Hal ini

juga menunjukan bahwa, dalam pengobatan dibutuhkan waktu untuk obat

bereaksi dan mempengaruhi proses penyembuhan luka, selain itu semakin

tinggi konsentrasi ekstrak dapat mempertahankan kualitas dan meningkatkan

efek dari sediaan.

Kandungan saponin memiliki efek menstimulasi kolagen, antiinflamasi,

antiseptik, meningkatkan jumlah makrofag, memicu proliferasi fibroblas, dan

merangsang pembentukan kolagen. Mekanisme antiinflamasi saponin adalah

dengan menghambat kenaikan permeabilitas vascular (Yaman et al., 2010).

Saponin merangsang terjadinya angiogenesis yang merupakan bagian dalam

proses penyembuhan luka, memacu pembentukan kolagen dalam proses

penyembuhan luka (Li el al., 2011). Saponin akan meningkatkan proliferasi

monosit yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah makrofag. Saponin

juga mempercepat proses migrasi keratinosit yang memiliki peran dalam

proses reepitelisasi (Kimura et al., 2006).


58

Flavonoid akan membatasi pelepasan mediator inflamasi. Mekanisme

flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi yaitu dengan

menghambat permeabilitas kapiler, metabolisme asam arakidonat (Yaman et

al., 2010). Efek antioksidan yang dimiliki flavonoid dapat mengurangi radikal

bebas, antioksidan akan terikat dengan radikal bebas yang dapat merusak sel,

sehingga sel tidak dapat berfungsi dengan sempurna. Ikatan ini menyebabkan

kerusakan sel dapat dikurangi dan fase proliferasi dalam penyembuhan luka

dapat terjadi secara maksimal (Barku et al ., 2013).

Tannin yang terkadung dalam daun sirih merah membantu proses

penyembuhan luka dengan meningkatkan jumlah pembentukan pembuluh

darah kapiler dan sel-sel fibroblas (Li et al., 2011). Reveny (2011)

mengemukakan bahwa senyawa tannin dan flavonoid yang terdapat dalam

ekstrak daun sirih merah mempunyai aktivitas antibakteri yang baik, hasil uji

antimikroba menunjukan bahwa enstrak etanol 80% dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherchia coli, Staphylococcus aureus, dan jamur

Candida albicans. Tannin berfungsi sebagai astringen yang dapat

menyebabkan pori-pori kulit mengecil, mengehentikan eksudat dan perdarahan

ringan, serta mempercepat penutupan luka (Ashok & Upadhyaya, 2012).

Pada proses penyembuhan luka, vitamin A dan vitamin C berperan

meningkatkan pembentukan kolagen, diferensiasi sel epitel, dan meningkatkan

imunitas. Selain itu, vitamin A mempercepat fase inflamasi ke fase proliferasi

dengan meningkatkan monosit dan makrofag ke daerah luka. Vitamin C

merupakan komponen penting yang diperlukan untuk proses hidroksilasi prolin


59

dan lisin menjadi prokolagen yang penting untuk sintesis kolagen (Manigauha

et al., 2009).

Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh reepitelisasi, semakin cepat

proses reepitelisasi semakin cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat

penyembuhan luka. Kecepatan dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi zat-

zat yang terdapat dalam obat yang diberikan, jika obat tersebut mempunyai

kemampuan untuk meningkatkan penyembuhan dengan cara merangsang

pertumbuhan sel-sel baru (Prasetyo, 2010).

Hasil penelitian menunjukan bahwa setiap kelompok menunjukan

penurunan luas luka setelah diberikan perlakuan. Diantara keempat

konsentrasi, gel ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 1% memiliki efek

penyembuhan baik dan paling tinggi untuk mengobati luka bakar dengan

penurunan luas luka sebesar 95,7% pada hari ke-21, sedangkan pada hari ke-21

penurunan luas luka yang diberi gel esktrak daun sirih merah dengan

konsentrasi 0,5% sebesar 80,1%, yang diberi gel ekstrak daun sirih merah

dengan konsentrasi 0.25% sebesar 76,4%, dan yang diberi gel placebo basis

HPMC sebesar 26,2%. Variasi konsentrasi esktrak memberikan pengarung

terhadap kecepatan penyembuhan luka dan kemampuan mempertahankan

kualitas sediaan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih merah yang

terkadung didalam gel, maka semakin kecil luas luka.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ulviani

dkk (2016), bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun sirih merah yang

diberikan maka semakin mempercepat proses penyembuhan luka bakar.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ayu (2012), menyebutkan bahwa luka
60

yang diberikan sirih merah lebih cepat mengalami kesembuhan dibandingkan

dengan kelompok kontrol.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang telah dilaksanakan ini memiliki keterbatasan antara lain:

1. Penelitian ini tidak dilakukan pengujian fitokimia yang terkandung dalam

daun sirih merah untuk mengetahui apa saja kandungan yang dapat

mempengaruhi terhadap penyembuhan luka bakar.

2. Peneliti tidak dilakukan pengujian lanjut secara mikroskopis untuk melihat

proses penyembuhan secara lebih detail untuk perencanaan pengembangan

obat lebih lanjut.

3. Kesalahan operator dalam proses anastesi yang dilakukan kurang

sempurna, sehingga terdapat 1 hewan coba yang mati dan mengalami drop

out.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:

1. Pemberian gel ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

dapat mempengaruhi penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan.

2. Gel ekstrak daun sirih merah 1% merupakan konsentrasi paling efektif

yang mempercepat penyembuhan luka bakar dibandingkan kelompok lain.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian dengan membandingkan antara gel ekstrak daun

sirih merah yang mengguankan basis gel HPMC dengan obat yang biasa

digunakan untuk melihat waktu yang lebih cepat diantara keduanya.

2. Perlu dilakukan pengujian fitokimia untuk mengetahui kandungan yang

terdapat dalam ekstrak yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka

bakar setelah melalui proses maserasi.

3. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan melihat terhadap waktu

penyembuhan luka dengam penampang gambaran histologis.


DAFTAR PUSTAKA

Acar, T., Taçyildiz, R., Vahapoglu, H., Karayali, S., Aydin, R. 2002. Efficacy of
Micronized Flavonoid Fraction on Healing in Thermally Injured Rats.
Annals of Burns & Fire Dissaster. 15:102-105.

Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: ITB Press. Pp18-19.

Alaghehbandan, R., Sikdar, K.C., Gladney, N., Macdonal, D., Collins, K.D. 2012.
Epidemiology of Severe Burn Among Childrend in Newfoundland and
Labrador, Canada. Burns. 38: 136-140.

Allen, L.V. 2002. The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical


Compounding. Edisi 2. Washington D.C: American Pharmaceutical
Association.

Ardana, M., Aeyni, V., Ibrahim, A. 2015. Formulasi dan Optimasi Gel HPMC
(Hydroxy Propyl Methylcellulose) dengan Berbagai Varian Konsentrasi.
Journal Tropical Pharmacy Chemistry. 3(2). 101-108.

Arslan, H., Kul, B., Derebašinlioglu, H., Çetinkale, O. 2013. Epidemiology of


pediatric burn injuries in Istanbul, Turkey. Journal Trauma Emergency
Surgery. 19: 123-6.

Aryenti. 2010. Pengaruh Pemberian Getah Batang Pisang Ambon (Musa


Paradisiaca var Sapietum Lamb) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar
pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.

Ashok, P.K., Upadhyaya, K. 2012. Tannins Are Astringent. Journal of


Pharmacognosy and Phytochemistry. 1(3):45-50.

Atik, F. 2011. Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) Pada Tikus Putih. Skripsi. Jember: Universitas
Jember.

Ayu, W.P. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah Terhadap Waktu
Kesembuhan Luka Insisi yang Diinfeksi pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus). Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Sepkes RI. 2013. Riset


Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Pp 101-109.

Barku, V.Y.A., Boye, A., Ayaba, S. 2013. Phytochemical Screening and


Assessment of Wound Healing Activity of The Leaves of Anogeissus
leiocarpus. European Journal of Experimental Biology. 3(4):18-25.
63

Bisono. 2003. Petunjuk Praktis Oprasi Kecil. Jakarta: EGC. Pp 63-68.

Bloom, W., Fawcett, D.W. 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Jakarta: EGC. Pp
54-58.

Brunicardi, C.F., Dana, K., Andersen, T.R., Billiar., David, L., John, G., et al.
2014. Schwartz Principles of Surgery. Edisi 9. New York: McGraw-Hill
Book Companies. Pp 42-44.

Cotran, R.S., Kumar, V., Collins, T. 2007. Pathology Basic Disease. Philadelpia:
W.B Sauders. Pp 46-49.

Dealaune, S.C., Ladner, P.K. 2002. Fundamental of Nursing Standarts &


Practice. Edisi 2. USA: Delmar. Pp 83-86.

Dewi, S. 2013. Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav). Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Djajadisastra, J., Mun’im, A., Desi, N.P. 2009. Formulasi Gel Topikal Dari
Ekstrak Nerii folium Dalam Sediaan Antijerawat. Jurnal Farmasi
Indonesia. 4(4): 210-216.

Gibson, M. 2001. Pharmaceutical Preformulation and Formulation. 546-550.


USA: CRC Press. Pp 340-351.

Gohil, J.K., Patel, J.A., Gajjar, A.K. 2010. Pharmacological Review on Centella
Asiatica: A Potential Herbal Cure all. Indian Journal Pharmacological
Science. 72(5): 546-556.

Hasyim, N., Pare, K.L., Junaid, I., Kurniati, A. 2012. Formulasi dan Uji
Efektifitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe
pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Majalah Farmasi dan
Farmakologi. 16(2). 89-94.

Hemsley, C., Ansermino, M. 2004. ABC of Burns Intensive Care Management


and Control of Infection. British Medical Journal. 329. 158-60.

Herdiana, Y. 2007. Formulasi Gel Undesilenil Fenilanin dalam Aktivitas Sebagai


Pencerah Kulit. Skripsi. Bandung. Universita Padjadjaran.

Hermand, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnosis. Definitions &


Classification. Oxford: Wiley Black well.

Huichao, W., Shouying, D., Yang, L., Di, W. 2014. The Application of
Biomedical Polymer Material Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC)
in Pharmaceutical Preparation. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research. 6(5):155-160.
64

Kibbe, A.H. 2004. Handbook of Pharmaceutical Exipients. Edisi 3. London:


Pharmaceutical Press. Pp 18-19, 462-469, 629-631.

Kim, J.H., Hahm, D.H., Yang, D.C., Lee, H.J., Shim, I. 2005. Effect of Crude
Saponin of Korean Red Gingseng on High Fat Diet-induce Obesity in The
Rat. Journal of Pharmacological Science. 97:1. 124-131.

Kimura, Y., Sumiyoshi, M., Kawahira, K., Sakanaka, M. 2006. Effect of


Gingseng Saponins Isolated from Red Gingseng Roots on Burn Wound
Healing in Mice. British Journal Pharmacology. 148:860-870.

Krishnaiah, D., Devi, T., Bono, A., Sarbatly., R. 2009. Studies of Phytochemical
Constituents of Sixs Malaysian Medical Plants. Journal of Medical Plant
Research. 3(2): 067-072.

Li, K., Dao, Y., Zhang, H., Wang, S., Zhang, Z.,et al. 2011. Tannin Extracts from
Immature Fruits of Terminalia Chebula Fructus Retz. Promote Cutaneous
Wound Healing in Rats. BMC Complementary and Alternative Medicine.
11(86).

Madan, J., Singh, R. 2010. Formulation and Evaluation of Aloevera Topical Gels.
International Journal Pharmacological Science. 2(2). 551-555.

Manigauha, A., Ali, H., Maheswari, M.U. 2009. Antioxidant Activity of Ethanolic
Extract of Piper betel Leaves. Journal of Pharmacy Research. 2(3):491-
494.

Martina, N.R., Wardhana, A. 2013. Mortality analysis on adult burn patients.


Journal Plastic Rekonstructions. 2:96-100.

Mitchell, R.N., Kumar., Abbas, F. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit.
Jakarta. EGC.

Moenadjat, Y. 2003. Luka Bakar: Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta:


Universitas Indonesia.

Mukoginta, E.P., Runtuwene, M.R., Wehantouw, F. 2013. Pengaruh Metode


Ekstrasi Terhadap Aktivitas Penangkal Radikal Bebas Ekstrak Metanol
Kulit Biji Pinang Yaki. Jurnal Farmasi. 2(4): 109-113.

Napanggala, A., Susianti, A.E. 2014. Pengaruh Pemberian Getah Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L) Secara Topikal Terhadap Tingkat Kesembuhan
Luka Iris Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley. Medical
Journal. 3(5).
65

Nurlaela, E., Nining, S., Ikhsanudin, A. 2012. Optimasi Penggunaan Tween 80


dan Span 80 Sebagai Emulgator Dalam Repelan Minyak Atsiri Daun Sere
(Cymbopogon ciratus (D.C) Stapf) Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti
Betina pada Basis Vanishing Cream Dengan Metode Simplex Lattice
Design. Jurnal Ilmu Kefarmasian. 2(4).

Potter, P.A., Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta.
EGC.

Prasetyo, B.F. 2010. Aktivitas sediaan gel batang pohon pisang ambon dalam
Proses Penyembuhan Luka Pada Mencit. Journal Veteriner. 11(2):70-73.

Prasetyono, T.O.H. 2009. General Concept of Wound Healing. Medical Journal


Indonesia. 18:206-214.

Rahmawaty, D., Anwar, E., Bahtiar, A. 2014. Formulasi Gel Menggunakan


Serbuk Daging Ikan Haruan (Channa striatus) sebagai Penyembuh Luka.
Media Farmasi. 11(1):29-40.

Reveny, J. 2011. Daya ANtimikroba Ekstrak dan Fraksi Daun Sirih Merah (Piper
betle Linn.). Jurnal Ilmu Dasar. 12(1):6-12.

Sari, P.C.P., Raharjo, M.B., Arundina, I. 2013. Uji Sitoksisitas Ekstrak Etanol
Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Terhadap Sel Fibroblas. Oral Biology
Dental Journal. 5(1):15-21.

Schafermeyer, R.W., Tenenbein, M., Macias, C.G., Sharieff, G.Q., Yamamoto, L.


2015. Pediatric Emergency Medicine. Edisi 4. 721-732. New York: Mc
Graw Hill.

Setyaningrum, N.L. 2013. Pengaruh Variasi Kadar Basis HPMC dalam Sediaan
Gel Ekstrak Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.)
Terhadap Sifat Fisika dan Daya Antibakteri pada Staphylococcus aureus.
Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

Sheikh, A.A., Sayyed, Z., Siddiqui, A.R., Pratapwar, A.S., Sheakh, S.S. 2011.
Wound Healing Activity of Sesbania grandiflora Lim Flower Ethanolic
Extract Using Excision and Incision Wound Model in Wistar Rats.
International Journal of PharmTech Research. 3(2): 895-898.

Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8. Jakarta: EGC. Pp 280.

Suardi, M., Armenia., Anita, M. 2008. Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat
Benzoil Peroksida-HPMC. Skripsi. Denpasar: Universitas Udayana.
66

Sudewo, B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta: PT. Agromedia
Pustaka. Pp 37-47.

Tiwari, V.K. 2012. Burn Wound: How it Differs From Other Wound?. Indian
Journal Plastic Surgery. 45. Pp 364-373.

Ulviani, F., Yusriadi., Khildah. 2016. Pengaruh Gel Ekstrak Daun Sirih Merah
(Piper crocatum Ruiz&Pav) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada
Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Journal of Pharmacy. 3(1): 49-56.

Vhora, K., Pal, G., Gupta, V.K., Sing, S., Bansal, Y. 2011. An Insight on Cetella
Asiatica Linn: A review on Recent Research. Pharmacology online. 2:440-
462.

Vikash, C., Shalini, T., Verma, N.K., Singh, D.P., Chaudhary, S.K., Asha, R.
2012. Piper betel: Phyrochemistry, Traditional Use & Pharmacological
Activity – a Review. International Journal of Pharmaceutical Research
and Development. 4(4): 216-223.

WHO. 2008. World report on child injury prevention. P79-93.

Yaman, I., Juliantina, R., Farida, D.A. 2010. Manfaat Sirih Merah (Piper
crocatum) Sebagai Antiinflamasi. Journal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia. 1(1): 12-13.
67

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Etik


68

Lampiran 2. Lembar Determinasi Tanaman


69
70

Lampiran 3. Alur Pembuatan Gel

Didihkan aquades (140 ml) 70

Larutkan HPMC dengan


aquades sampai tercampur

Masukan propilenglikol,
propilparaben, kemudian
metiparaben, aduk sampai homogen

Aduk sampai Tambahkan


mengental dan ekstrak daun
homogen selama sirih merah
3 jam
Aduk sampai
mengental dan
homogen selama
3 jam

Langkah-langkah pembuatan gel, sebagai berikut:

1. Aquades sebanyak 140 ml dididihkan dalam suhu 70 .

2. Larutkan basis gel HPMC dengan aquades dengan suhu 70 , kemudian aduk

sampai homogen.

3. Propilenglikol, metilparaben, dan propilparaben dicampurkan terlebih dahulu

sampai homogen.

4. Campuran di atas kemudian dicampurkan kembali kedalam campuran HPMC

dan aquades, kemudian aduk sampai homogen dan mengental.

5. Pengadukan dilakukan selama 3 jam sampai berbentuk gel.


71

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

1. Ekstraksi Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

Proses penjemuran daun sirih merah Proses maserasi

Proses Penyaringan
Rotary Evaporator

2. Gel

Uji Viskositas Uji daya sebar


72

Uji daya lekat Uji viskositas

Gel Basis HPMC Gel ekstrak daun sirih 0,25%

Gel ekstrak daun sirih 0,25% Gel ekstrak daun sirih 0,25%
73

3. Perlakuan Pada Tikus

Proses pengukuran luka


Proses pengolesan gel
bakar pada tikus putih
Proses pembuatan pada luka bakar pada tikus
jantan
luka bakar pada tikus putih jantan
putih jantan

4. Gambaran Makroskopik Kelompok Kontrol

Hari ke-1
Hari ke-7

Hari ke-14 Hari ke-21

5. Gambaran Makroskopik Kelompok Perlakuan 1 (P1)

Hari ke-7
Hari ke-1
74

Hari ke-21

Hari ke-14

6. Gambaran Makroskopik Kelompok Perlakuan 2 (P2)

Hari ke-1
Hari ke-7

Hari ke-14

Hari ke-21

7. Gambaran Makroskopik Kelompok Perlakuan 3 (P3)

Hari ke-1 Hari ke-7


75

Hari ke-14 Hari ke-21

Lampiran 5. Analisis Data Luas Luka Bakar

a. Uji normalitas data Saphiro-Wilk

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

K_Hari ke-1 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%


K_ Hari ke-7 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
K_ Hari ke-14 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
K_ Hari ke-21 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P1_ Hari ke-1 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P1_ Hari ke-7 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P1_ Hari ke-14 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P1_ Hari ke-21 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P2_ Hari ke-1 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P2_ Hari ke-7 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P2_ Hari ke-14 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P2_ Hari ke-21 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P3_ Hari ke-1 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P3_ Hari ke-7 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P3_ Hari ke-14 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
P3_ Hari ke-21 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%
76

Tests of Normalitya,d,e,f
Kolmogorov-Smirnovb Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

K_Hari ke-7 ,279 7 ,106 ,824 7 ,070


,200
K_Hari ke-14 ,219 7 *
,843 7 ,106

,200
K_ Hari ke-21 ,162 7 *
,937 7 ,615

P1_ Hari ke-7 ,298 7 ,061 ,863 7 ,160


,200
P1_ Hari ke-14 ,158 7 *
,944 7 ,672

,200
P1_ Hari ke-21 ,159 7 *
,954 7 ,762

P2_ Hari ke-7 ,315 7 ,035 ,822 7 ,068


,200
P2_ Hari ke-14 ,221 7 *
,886 7 ,256

P2_ Hari ke-21 ,312 7 ,038 ,823 7 ,069


,200
P3_ Hari ke-7 ,217 7 *
,895 7 ,301

,200
P3_ Hari ke-14 ,229 7 *
,888 7 ,263

,200
P3_ Hari ke-21 ,200 7 *
,952 7 ,752

*. This is a lower bound of the true significance.


a. K is constant. It has been omitted.
b. Lilliefors Significance Correction
d. P1 is constant. It has been omitted.
e. P2 is constant. It has been omitted.
f. P3 is constant. It has been omitted.

b. Two-way Repeated-Measures ANOVA

Warnings
The HOMOGENEITY specification in the PRINT subcommand will be ignored because there
are no between-subjects factors.
77

Within-Subjects Factors
Measure: Luas_luka

Konsentrasi Waktu Pengamatan Dependent Variable

Hari Ke-1 K_Hari Ke-1

Hari Ke-7 K_ Hari Ke-7


K
Hari Ke-14 K_ Hari Ke-14

Hari Ke-21 K_ Hari Ke-21


Hari Ke-1 P1_ Hari Ke-1
Hari Ke-7 P1_ Hari Ke-7
P1
Hari Ke-14 P1_ Hari Ke-14
Hari Ke-21 P1_ Hari Ke-21
Hari Ke-1 P2_ Hari Ke-1
Hari Ke-7 P2_ Hari Ke-7
P2
Hari Ke-14 P2_ Hari Ke-14
Hari Ke-21 P2_ Hari Ke-21
Hari Ke-1 P3_ Hari Ke-1

Hari Ke-7 P3_ Hari Ke-7


P3
Hari Ke-14 P3_ Hari Ke-14

Hari Ke-21 P3_ Hari Ke-21

Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N

K_ Hari Ke-1 176,6300 ,00000 7


K_ Hari Ke-7 120,5729 58,27037 7
K_ Hari Ke-14 121,0000 59,24319 7
K_ Hari Ke-21 130,3327 72,84091 7
P1_ Hari Ke-1 176,6300 ,00000 7
P1_ Hari Ke-7 81,6357 7,40287 7
P1_ Hari Ke-14 65,9343 10,48384 7
P1_ Hari Ke-21 41,6457 9,62174 7
P2_ Hari Ke-1 176,6300 ,00000 7
P2_ Hari Ke-7 82,6486 5,94465 7
P2_ Hari Ke-14 56,3729 19,36823 7
P2_ Hari Ke-21 35,1914 20,38203 7
P3_ Hari Ke-1 176,6300 ,00000 7
P3_ Hari Ke-7 89,2929 7,52196 7
P3_ Hari Ke-14 24,8871 12,69189 7
P3_ Hari Ke-21 7,6114 5,57543 7
78

Multivariate Testsa
Effect Value F Hypothes Erro Sig Partial
is df r df . Eta
Square
d

10,371 4,00 ,02


Pillai's Trace ,886 b
3,000 ,886
0 3

Wilks' 10,371 4,00 ,02


,114 b
3,000 ,886
Konsentra Lambda 0 3
si Hotelling's 10,371 4,00 ,02
7,778 b
3,000 ,886
Trace 0 3

Roy's 10,371 4,00 ,02


7,778 b
3,000 ,886
Largest Root 0 3
58,732 4,00 ,00
Pillai's Trace ,978 b
3,000 ,978
0 1
Wilks' 58,732 4,00 ,00
Waktu ,022 b
3,000 ,978
Lambda 0 1
Pengamata
Hotelling's 58,732 4,00 ,00
n 44,049 b
3,000 ,978
Trace 0 1
Roy's 58,732 4,00 ,00
44,049 b
3,000 ,978
Largest Root 0 1
Pillai's Trace .c . . . . .

Wilks'
Konsentra .c . . . . .
Lambda
si * Waktu
Hotelling's
Pengamata .c . . . . .
Trace
n
Roy's Largest
.c . . . . .
Root

a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Konsentrasi + Waktu Pengamatan + Konsentrasi * Waktu Pengamatan
b. Exact statistic
c. Cannot produce multivariate test statistics because of insufficient residual degrees of freedom.
79

Mauchly's Test of Sphericitya


Measure: Luas_luka

Within Mauchly's Approx. df Sig. Epsilonb


Subjects W Chi- Green Huy Lower-
Effect Square house nh- bound
- Feld
Geiss t
er

Konsentrasi ,018 18,888 5 ,003 ,377 ,405 ,333

Waktu
Pengamatan ,064 12,996 5 ,026 ,448 ,530 ,333

Konsentrasi *
Waktu ,000 . 44 . ,196 ,272 ,111
Pengamatan

Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed
dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Konsentrasi + Waktu Pengamatan + Konsentrasi * Waktu Pengamatan
b. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests
are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.

Tests of Within-Subjects Effects

Measure: Luas_luka

Source Type III df Mean F Sig. Partial Eta

Sum of Square Squared

Squares

Sphericity 62358,71
3 20786,238 9,842 ,000 ,621
Assumed 4

Greenhouse 62358,71 1,1


55164,221 9,842 ,016 ,621
-Geisser 4 30
Konsentrasi
Huynh- 62358,71 1,2
51355,322 9,842 ,013 ,621
Feldt 4 14

Lower- 62358,71 1,0


62358,714 9,842 ,020 ,621
bound 4 00

Sphericity 38015,58
18 2111,977
Assumed 1
Error(Konsentr
Greenhouse 38015,58 6,7
asi) 5604,937
-Geisser 1 83
80

Huynh- 38015,58 7,2


5217,935
Feldt 1 86

Lower- 38015,58 6,0


6335,930
bound 1 00

Sphericity 255449,3 208,3


3 85149,773 ,000 ,972
Assumed 20 96

Greenhouse 255449,3 1,3 190205,12 208,3


,000 ,972
Waktu -Geisser 20 43 2 96

Pengamatan Huynh- 255449,3 1,5 160734,98 208,3


,000 ,972
Feldt 20 89 1 96

Lower- 255449,3 1,0 255449,32 208,3


,000 ,972
bound 20 00 0 96

Sphericity
7354,739 18 408,597
Assumed

Greenhouse 8,0
7354,739 912,711
Error(Waktu -Geisser 58

Pengamatan) Huynh- 9,5


7354,739 771,297
Feldt 36

Lower- 6,0
7354,739 1225,790
bound 00

Sphericity 37722,43 12,48


9 4191,381 ,000 ,675
Assumed 0 5

Greenhouse 37722,43 1,7 12,48


Konsentrasi * 21370,693 ,002 ,675
-Geisser 0 65 5
Waktu
Huynh- 37722,43 2,4 12,48
Pengamatan 15425,685 ,000 ,675
Feldt 0 45 5

Lower- 37722,43 1,0 12,48


37722,430 ,012 ,675
bound 0 00 5

Sphericity 18128,56
54 335,714
Assumed 7

10,
Greenhouse 18128,56
59 1711,714
-Geisser 7
Error(Perlakuan 1

*Pengamatan) 14,
Huynh- 18128,56
67 1235,541
Feldt 7
3

Lower- 18128,56 6,0


3021,428
bound 7 00
81

Tests of Between-Subjects Effects


Measure: Luas_luka
Transformed Variable: Average

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig. Partial Eta


Squares Squared

Intercept 1069682,019 1 1069682,019 361,4 ,000 ,984


06
Error 17758,663 6 2959,777

3. Uji LSD (Least Significant Different)

Estimated Marginal Means

Grand Mean
Measure: Luas_luka

Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

97,728 5,141 85,149 110,307

Konsentrasi
Estimates
Measure: Luas_luka

Konsentrasi Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

K 137,134 17,518 94,268 180,000


P1 91,461 2,484 85,383 97,540
P2 87,711 3,795 78,425 96,997
P3 74,605 2,127 69,402 79,809
82

Pairwise Comparisons
Measure: Luas_luka

(I) (J) Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval


b
Konsentrasi Konsentra Difference for Differenceb
si (I-J) Lower Upper
Bound Bound

P1 45,672* 17,345 ,039 3,230 88,115


*
K P2 49,423 15,863 ,021 10,608 88,239

P3 62,529* 17,483 ,012 19,749 105,308

P1 P2 3,751 4,269 ,413 -6,696 14,197


*
P3 16,856 2,749 ,001 10,128 23,584
*
K -49,423 15,863 ,021 -88,239 -10,608
P2 P1 -3,751 4,269 ,413 -14,197 6,696
*
P3 13,105 4,604 ,029 1,840 24,370
-
K -62,529* 17,483 ,012 -19,749
105,308
P3
P1 -16,856* 2,749 ,001 -23,584 -10,128

P2 -13,105* 4,604 ,029 -24,370 -1,840

Based on estimated marginal means


*. The mean difference is significant at the ,05 level.
b. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

Multivariate Tests
Value F Hypothe Error Sig. Partial Eta
sis df df Squared
a
Pillai's trace ,886 10,371 3,000 4,000 ,023 ,886
Wilks'
,114 10,371a 3,000 4,000 ,023 ,886
lambda
Hotelling's
7,778 10,371a 3,000 4,000 ,023 ,886
trace
Roy's largest
7,778 10,371a 3,000 4,000 ,023 ,886
root

Each F tests the multivariate effect of Konsentrasi. These tests are based on the linearly independent
pairwise comparisons among the estimated marginal means.
a. Exact statistic
83

Waktu Pengamatan
Estimates
Measure: Luas_luka

Waktu Pengamatan Mean Std. 95% Confidence Interval


Error Lower Bound Upper Bound

K 176,630 ,000 176,630 176,630


P1 93,538 5,948 78,983 108,092
P2 67,049 7,439 48,846 85,251
P3 53,695 7,666 34,938 72,453

Pairwise Comparisons
Measure: Luas_luka

(I) Waktu (J) Waktu Mean Std. Sig.b 95% Confidence Interval
Pengamatan Pengamatan Difference Error for Differenceb
(I-J) Lower Upper
Bound Bound
*
Hari Ke-7 83,092 5,948 ,000 68,538 97,647

Hari Ke-
109,581* 7,439 ,000 91,379 127,784
Hari Ke-1 14

Hari Ke-
122,935* 7,666 ,000 104,177 141,692
21
Hari Ke-1 -83,092* 5,948 ,000 -97,647 -68,538
Hari Ke-
26,489* 2,448 ,000 20,498 32,480
Hari Ke-7 14
Hari Ke-
39,842* 3,745 ,000 30,678 49,007
21
Hari Ke-1 -109,581* 7,439 ,000 -127,784 -91,379
*
Hari Ke- Hari Ke-7 -26,489 2,448 ,000 -32,480 -20,498
14 Hari Ke-
13,353* 2,368 ,001 7,559 19,147
21
Hari Ke-1 -122,935* 7,666 ,000 -141,692 -104,177

Hari Ke- Hari Ke-7 -39,842* 3,745 ,000 -49,007 -30,678


21 Hari Ke-
-13,353* 2,368 ,001 -19,147 -7,559
14

Based on estimated marginal means


*. The mean difference is significant at the ,05 level.
b. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).
84

Multivariate Tests
V F Hypothesis Erro S Partial Eta
al df r df i Squared
ue g
.

58 ,
,9 ,7 4,00 0
Pillai's trace 3,000 ,978
78 32 0 0
a
1
58 ,
Wilks' ,0 ,7 4,00 0
3,000 ,978
lambda 22 32 0 0
a
1
58 ,
44
Hotelling's ,7 4,00 0
,0 3,000 ,978
trace 32 0 0
49 a
1
58 ,
44
Roy's largest ,7 4,00 0
,0 3,000 ,978
root 32 0 0
49 a
1

Each F tests the multivariate effect of Waktu Pengamatan. These tests are based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.
a. Exact statistic

Konsentrasi * Waktu Pengamatan


Measure: Luas_luka

Perlakuan Pengamatan Mean Std. 95% Confidence Interval


Error Lower Bound Upper Bound

Hari Ke-1 176,630 ,000 176,630 176,630


Hari Ke-7 120,573 22,024 66,682 174,464
K
Hari Ke-14 121,000 22,392 66,209 175,791

Hari Ke-21 130,333 27,531 62,966 197,699


Hari Ke-1 176,630 ,000 176,630 176,630
Hari Ke-7 81,636 2,798 74,789 88,482
P1
Hari Ke-14 65,934 3,963 56,238 75,630
Hari Ke-21 41,646 3,637 32,747 50,544
Hari Ke-1 176,630 ,000 176,630 176,630
P2 Hari Ke-7 82,649 2,247 77,151 88,146
Hari Ke-14 56,373 7,321 38,460 74,285
85

Hari Ke-21 35,191 7,704 16,341 54,042


Hari Ke-1 176,630 ,000 176,630 176,630

Hari Ke-7 89,293 2,843 82,336 96,250


P3
Hari Ke-14 24,887 4,797 13,149 36,625

Hari Ke-21 7,611 2,107 2,455 12,768


86

Lampiran 6. Surat Pernyataan Penelitian

SURAT PERNYATAAN

Saya yang betanda tangan di bawah ini:

Nama : Leonnora Vern SN

NIM : G1A012028

Judul Skripsi : Pengaruh Sediaan Gel Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper

crocatum Ruiz & Pav) Terhadap Penyembuhan Luka

Bakar Derajat II Pada Tikus Putih Jantan (Rattus

norvegicus)

Pembimbing Skripsi : I. Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes

II. dr. Mustofa, M.Sc

Menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri bukan hasil plagiasi.

2. Hak kekayaan intelektual penelitian ini menjadi milik institusi dalam hal ini

Universitas Jenderal Soedirman.

3. Hak publikasi penelitian ini ada pada peneliti.

Pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari

siapapun. Saya bersedia bertanggungjawab secara hokum apabila terdapat hal-hal

yang tidak benar dalam pernyataan ini.

Purwokerto, November 2017

Yang membuat pernyataan,

Leonnora Vern SN
G1A012028
87

Lampiran 7. Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

1. Nama : Leonnora Vern SN

2. Tempat, Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 14 September 1993

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Kewarganegaraan : Indonesia

6. Alamat : Jalan Raya Cipakat, Perumahan Karisma

Blok C33 Singaparna, Tasikmalaya, 46417

7. No. HP : 082225681114

8. Email : vernleonnora@gmail.com

9. Judul Penelitian : Pengaruh Sediaan Gel Ekstrak Daun Sirih

Merah (Piper crocatum Ruiz&Pav)

Terhadap Penyembuhan Luka Bakar

Derajat II Pada Tikus Putih Jantan (Rattus

norvegicus)
88

B. Riwayat Pendidikan

1999 – 2000 : TK PGRI Singaparna

2000 – 2006 : SD Negeri 8 Singaparna

2006 – 2009 : SMP Negeri 1 Singaparna

2009 – 2012 : SMA Negeri 5 Tasikmalaya

2012 – sekarang : Pendidikan Dokter Universitas Jenderal

Soedirman

C. Riwayat Organisasi

2012 – 2015 : Bendahara UKM Basket FK Unsoed

2012 – 2014 : Bendahara BEM Bidang Olahraga dan Seni

FK Unsoed

Anda mungkin juga menyukai