Anda di halaman 1dari 17

ISOLASI DAN UJIAKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA

METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK TOTAL METANOL


FRAKSI IV KULIT BATANG SUNGKAI
(Peronema canescens Jack)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

REGINA ALLAYA
NIM : 1701078

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara tropis mendapatkan paparan sinar matahari yang

intensif dan salah satunya adalah sinar ultra violet yang tinggi. Tingginya jumlah

penduduk di Indonesia, secara tidak langsung menyebabkan semakin meningkatnya

penggunaan kendaraan bermotor yang dapat menghasilkan polutan yang semakin

tinggi. Hal ini menyebabkan banyaknya masyarakat Indonesia yang terpapar radikal

bebas yang di dukung oleh perubahan gaya hidup. Radikal bebas adalah suatu

molekul yang relative tidak stabil dengan atom yang pada orbit terluarnya memiliki

satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Robins, 2007). Senyawa radikal

bebas merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan DNA di samping penyebab

lain seperti virus. Bila kerusakan tidak terlalu parah, masih dapat diperbaiki oleh

sistem perbaikan DNA.

Namun, bila kerusakan sudah menyebabkan putusnya rantai DNA, maka

kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki lagi sehingga menyebabkan proses

pembelahan sel terganggu. Dalam hal ini, jika terjadi perubahan abnormal pada gen

tertentu didalam tubuh maka dapat menimbulkan penyakit kanker (Suryo, 2008).

Oleh karena itu tubuh memerlukan substansi penting, yakni antioksidan yang dapat

membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak

negatif senyawa radikal bebas tersebut (Karyadi,1997).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,

dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Radikal bebas

merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, senyawa ini terbentuk di

1
dalam tubuh dan dipicu oleh bermacam–macam faktor (Winarsi, 2007). Serangan

radikal bebas terhadapa molekul sekelilingnya dapat menyebabkan terjadinya reaksi

berantai, dimana reaksi ini akan menghasilkan senyawa radikal bebas yang baru

(Sadikin, 2001). Tubuh memerlukan asupan antioksidan dari luar karena antioksidan

yang dihasilkan oleh tubuh manusia sendiri tidak mencukupi untuk melawan radikal

bebas (Dalimartha dan Soedibyo 1999).

Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan

sintetik (Cahyadi, 2006). Yang termasuk kedalam kategori antioksidan sintetik yaitu

butil hidroksilanisol (BHA), butil hidrositoluen (BHT), propilgallat, dan etoksiquin

(Cahyadi, 2006). Jenis antioksidan alami banyak terdapat pada tumbuh–tumbuhan

dan buah–buahan (Winarsi, 2007). Derajat toksisitasnya yang rendah menyebabkan

antioksidan alami banyak digunakan dalam bahan pangan yang banyak manfaatnya

(Cahyadi, 2006). Antioksidan alami memiliki aktivitas penangkapan radikal DPPH

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (Rauf dkk, 2010). Selain itu adanya kekhawatiran akan

kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksian sintetik

menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohiana,

2001; Sunarni, 2005). Pada saat ini, sudah banyak antioksidan sintetik yang tersedia

di pasaran. Penggunaan antioksidan sintetik yang tidak tepat dilaporkan

menyebabkan timbulnya efek samping sehingga dibutuhkan sumber antoksidan alami

(Rico et al 2013).

Salah satu tanaman di Indonesia yang memiliki potensi antioksidan adalah

tanaman sungkai (Peronema canescens). Ekstrak metanol kulit sungkai memiliki

aktivitas antioksidan yang kuat karena memiliki Inhibition Concentration (IC50)

2
sebesar 87 µg/ml dan terdeteksi banyak mengandung fenolik, baik fenolik sederhana,

flavonoid dan tannin (Sari et al 2013). Pengujian dengan metode DPPH (1,1-difenil-

2-pikrilhidrazil) secara in vitro didapatkan bahwa terdapat tiga fraksi yang memiliki

aktivitas antioksidan yang kuat. Tiga fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan yang

kuat adalah fraksi etil asetat non hidrolisis dengan IC50 = 43,67 µg/ml, fraksi n-

heksana dengan IC50 = 44,55 µg/ml dan fraksi etil hidrolisis dengan IC 50 = 53,34

µg/ml (Rosdiana, 2014).

Aktivitas antiokidan ekstrak tanaman dipengaruhi oleh kandungan senyawa

fenol (Faujan et al 2015) terutama senyawa flavonoid (Gruyal dan Rosario 2013).

Semakin tinggi kadar fenol dan flavonoid yang terkandung di dalam suatu tanaman

maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Turunan polifenol sebagai antioksidan

dapat menstabilkan radikal bebas dengan cara melengkapi kekurangan elektron yang

dimiliki elektron bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan

radikal bebas (Hattenschwiler dan Vitousek, 2000).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang

isolasi dan uji aktifitas kandungan metabolit sekunder dari tanaman kulit batang

sungkai untuk mengetahui eluen terbaik dari ekstrak dan juga mengetahui metabolit

sekunder aktif yang berpotensi memberikan aktifitas antioksidan sehingga

diharapakan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pemanfaatan kulit batang

sungkai bagi kesehatan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Sungkai

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman Sungkai (Penorema canescens) menurut Plantamor

(2009) adalah sebagai berikit :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnolipsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae

Genus : Peronema

Spesies : Peronema canescens Jack

2.1.2 Morfologi Tanaman

Tanaman sungkai memiliki tinggi mencapai 20–30m dengan batang bebas

cabang mencapai 15 m, diameter 60 cm atau lebih, batang lurus dan sedikit berlekuk

dangkal, tidak berbanir dengan ranting penuh bulu halus. Kulit luar berwarna kelabu

atau sawo muda, beralur dangkal, mengelupas kecil – kecil dan tipis. Kayu teras

berwarna krem atau kuning muda. Tekstur kayu kasar dan tidak merata. Arah serat

4
lurus, kadang-kadang bergelombang dengan permukaan kayu agak kesat (Dephut,

2006).

2.1.3 Kandungan Kimia dan Mnafaat Tanaman

Pada daun sungkai, teridentifikasi golongan metabolit sekunder alkaloid,

flavonoid, terpenoid-steroid dan golongan tanin (Arsyik Ibrahim, Hadi Kuncoron).

Tumbuhan sungkai (Peronema canescens Jack) merupakan salah satu tumbuhan obat

tradisional yang digunakan di Inonesia. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas

Indonesia yang terdapat di Sumatera bagian selatan dan Kalimantan. Sebagian

masyarakat di Sumatera Selatan dan Lampung menggunakan daun sungkai

(Peronema canescens Jack) sebagai anti plasmodium atau obat demam. Di Kepulauan

Riau, daun sungkai digunakan untuk mengobati luka ringan. Daun yang direbus

digunakan sebagai obat kurap dan sebagai obat kumur untuk mengatasi infeksi gigi

(Thomas, 1989).

2.2 Skrining Fitokimia

Skrining fitokima merupakan tahap pendahuluan pada penelitian fitokimia.

Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian besar metodenya merupakan reaksi

pengujian warna dengan satu pereaksi warna. Metode yang digunakan atau dipilih

untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain

sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal, bersifat semikuantitatif

yaitu memiliki kepekaan untuk senyawa yang bersangkutan, selektif terhadap

golongan senyawa yang dipelajari (Noerono, 1994).

2.3 Metode Ekstraksi

5
Ekstraksi merupakan proses yang dilakukan oleh cairan penyari untuk

menarik keluar zat aktif yang beberapa terdapatpada tanaman obat. Cairan penyari

atau pelarut digunakan untuk menarik atau mengeluarkan zat aktif yang terdapat di

dalam sel. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah methanol, etanol, kloroform,

heksan, eter, aseton, benzene dan etil asetat. Proses ekstraksi terjadi ketika masuknya

cairan penyari ke dalam sel, masuknya cairan penyari ke dalam sel (osmosis) akan

semakin mudah apabila dinding sel sudah tidak menjadi utuh lagi akibat adanya

proses penyerbukan. Cairan penyari yang masuk akan melarutkan zat aktif sehingga

terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan cairan penyari

yang berada diluar sel, maka pada tahap ini terjadi proses difusi. (Najib. 2018).

2.4 Metode Isolasi Senyawa Bahan Alam

2.4.1 Metode Kromatografi

Metode kromatografi dapat digunakan sebagai cara pemisahan namun pada

perkembangannya teknik ini dapat digunakan sebagai metode analisa baik kuantitatif

ataupun kualitatif. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran suatu senyawa

dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan interaksi sampel dengan fasa diam dan

fasa gerak. Jenis interaksi yang terjadi tergantung dari kombinasi fasa diam dan fasa

gerak yang digunakan. Prinsipnya ialah bagaimana memiliu fasa diam dan fasa gerak

yang tepat dan nantinya akan berfungsi sebagai media untuk memdapatkan senyawa

yang diinginkan (Rubiyanto, 2013)

2.4.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk

memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat dan sederhana. Pemisahan ini

6
didasarkan atas partisi dan adsorpsi. Kromatografi lapis tipis terbuat dari gelas atau

logam yang tahan karat atau lempengan besi yang cocok sebagai penyangga. Pada

dasarnya kromatografi lapis tipis melibatkan dua peubah yaitu sifat fase diam dan

sifat fase bergerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa

serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan pemyerap pada kromatografi lapis

tipis. Fase diam yang umum digunakan adalah silica gel baik yang normal fase

maupunreversed fase. Fase ferak atau pelarut merambat perlahan-lahan melalui fase

diam yang membungkus lempeng atau yang membentuk kompleks dengan lempeng

pengembangan yang terjadi karena kerja kapiler (Najib, 2018).

Fase gerak akan membawa komponen-komponen melewati fasa diam.

Komponen-komponen tersebut selanjutnya akan berinteraksi dengan fasa diam,

sementara itu fasa gerak akan terus melewati fasa diam. Kemampuan fasa gerak

untuk membawa komponen terhadap fasa diam tergantung afinitas komponen

terhadap kedua fasa tersebut. Bila interaksi komponen lebih besar terhadap fasa

gerak, maka komponen akan bergerak lebih jauh dari komponen lainnya yang

afinitasnya lebih rendah (Rubiyanto, 2013).

Kromatogram pada kromatografi lapis tipis merupakan bercak - bercak yang

terpisah setelah visualisasi dengan atau tanpa perekasi deteksi (penyemprot) pada

sinar tampak atau ultraviolet pada panjang gelombang 254nm dan 366nm. Jarak

rambat senyawa tersebut dinyatakan dengan nilai Rf (retardation factor) atau hRf

(hundred retardation factor). Nilai Rf diperoleh dengan mengukur jarak rambat

senyawa dari titik awal hingga pusat bercak dibagi dengan rambat fase gerak hingga

garis depan (Hanani, 2015). Beberapa keuntungan KLT menurut Heinrich et al.,

7
(2005), biaya lebih murah dibandingkan metode instrumental dan hanya butuh sedikit

pelatihan atau pengetahuan tentang kromatografi, fleksibilitas pilihan fase gerak dan

fase diam, dan sejumlah besar sampel dapat dianalisa atau dipisahkan secara

stimulan.

2.4.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom atau disebut juga kolom terbuka merupakan pemisahan

yang dilakukan berdasarkan adsorbsi senyawa - senyawa dari suatu campuran yang

dimiliki afinitas berbeda-beda pada permukaan fase diam atau penyerap (Hanani,

2015). Zat cair sebagai fase gerak akan membawa cuplikan senyawa mengalir melalui

fase diam sehingga terjadi adsorbsi senyawa tersebut oleh padatan dalam kolom.

Kecepatan bergerak suatu komponen dalam cuplikan tergantung pada seberapa besar

atau lama komponen tersebut tertahan oleh padatan penyerap dalam kolom. Hasil

yang diperoleh berupa fraksi-fraksi senyawa (eluat) yang ditampung pada bagian

bawah kolom. (Rubiyanto, 2013)

Tahap yang paling sulit dalam kromatografi kolom adalah pengisian kolom

dengan adsorben. Pengisian tersebut harus sehomogen mungkin dan harua benar -

benar bebas dari gelembung udara. Permukaan adsorben juga harus benar-benar

horisontal untuk menghindari terjadinya cacat yang dapat terjadi selama proses elusi

berjalan. Untuk itu yang pertama harus diperhatikan adalah menempatkan kolom

pada posisi yang benar - benar vertikal (Endarni, 2016).

2.4.4 Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Kromatografi Cair Vakum (KCV) atau Vacuum Liquid Chromatography

(VCL) adalah bentuk kromatografi kolom yang khususnya berguna untuk fraksinasi

8
kasar yang cepat terhadap suatu ekstrak. Vakum adalah alternatif untuk mempercepat

aliran fase gerak dari atas kebawah. Metode ini digunakan untuk fraksinasi awal suatu

ekstrak non polar atau ekstrak semi polar (Raymond, 2006). Kromatografi ini dapat

dilakukan dengan menggunakan tekanan atmosfer atau pada tekanan lebih besar dari

atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar misalnya gas nitrogen (Haris,

1982).

Kromatografi cair vakum dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa

metabolit sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan

berbagai perbandingan pelarut n-heksan : etil dan asetat-metanol (elusi gradien)

dengan menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen (Helfman,

1983).

Kromatografi cair vakum apparatus terdiri dari kolom pendek atau corong

Buchner yang dilengkapi dengan penyaring gas (10 - 20µm). Penggunaan kolom

yang lebih panjang dapat meningkatkan daya pisah. Fase diam yang digunakan

adalah silika gel yang dimasukkan kedalam kolom dengan cara memadatkannya

dengan menggunakan bantuan vakum. Umumnya tinggi fase diam adalah tidal lebih

dari 5 cm. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik (Hostettmann, et al.,

1995).

2.5 Radikal Bebas

Reaksi oksidasi yang terjadi setiap saat termasuk ketika bernafas dan proses

metabolism dalam tubuh kita dapat memicu terbentuknya radikal bebas. Dalam

jumlah normal, radikal bebas bermanfaat bagi kesehatan yaitu, memerangi

9
peradangan, membunuh bakteri dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah.

Tetapi dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan stres oksidatif. Dimana keadaan

tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan

hingga organ tubuh manusia yang dapat mempercepat terjadinya proses penuaan dan

munculnya penyakit (Yuslianti,2018).

Radikal bebas adalah suatu atom, gugus, molekul atau senyawa yang dapat

berdiri sendiri yang mengandung satu atau lebih electron yang tidak berpasangan

pada orbit paling luar. Kehadirann satu atau lebih electron yang tidak berpasangan ini

menyebabkan molekul tersebut mudah tertarik pada suatu medan magnetic dan

menyebabkan molekul sangat reaktif. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil

terdekat dan mengambil electron dari molekul yang menyebabkan molekul tersebut

menjadi radikal bebas baru. Peristiwa ini akan terjadi secara terus menerus yang

mengakibatkan kerusakan sel (Yuslianti, 2018).

2.6 Stress Oksidatif

10
BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan . Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Penelitian, Laboraturium Farmasi Bahan AlamSekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

(STIFAR RIAU).

3.2 Metodologi Penelitian

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan seperangkat gelas kimia, botol berwarna gelap, rotary

evaporator, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom cair vakum

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang tanaman

sungkai (Peronema canescens Jack), metanol, serbuk silica dan DPPH.

3.2.3 Pelaksanaan Penelitian

1. Pengambilan sampel tanaman sungkai (Peronema canescens Jack)

2. Identifikasi sampel tanaman sungkai (Peronema canescens Jack)

3. Penyiapan simplisia kulit batang sungkai (Peronema canescens Jack)

4. Skrining fitokimia

5. Pembuatan ekstrak metanol

6. Fraksinasi dengan VLC

7. Pengujian hasil fraksi VLC dengan KLT

8. Fraksinasi dengan kolom kromatografi

9. Pengujian antioksidan

11
3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel Tanaman Sungkai (Peronema canescens Jack)

Sampel yang digunakan adalah kulit batang tanaman sungkai (Peronema

canescens Jack) yang diambil dari

3.3.2 Identifikasi sampel tanaman sungkai (Peronema canescens Jack)

Sampel tanaman sungkai (Peronema canescens Jack) diidentifikasi di

Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Universitas Riau, Pekanbaru.

3.3.3 Penyiapan Simplisia Kulit Batang Sungkai (Peronema canescens Jack)

Sampel yang digunakan adalah kulit batang tanaman sungkai (Peronema

canescens Jack) yang terlebih dahulu dibuat simplisia dimulai dengan sortasi sampel,

yaitu dengan membersihkan sampel dari pengotor yangada pada tanaman.

Selanjutnya, dilakukan pengeringan sampel dengan cara dikering anginkan sampai

kering selama seminggu. Untuk memperluas luas permukaan sampel. Sampel kering

lalu dihaluskan engan alat penggiling atau blender hingga menjadi serbuk.

3.3.4 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder

pada kulit batang sungkai (Peronema canescens Jack) yang dapat berpotensi sebagai

antioksidan. Sebanyak 4 gram serbuk sampel segar dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

100ml, kemudian maserasi dengan 25 ml etanol dan dipanaskan diatas penangas air

selama 15menit. Kemudian, dengan keadaan panas saring kedalam Erlenmeyer 50ml

dan letakkan kembali diatas penangas air sampai seluru etanol menguap hingga

kering. Tambahakan air: kloroform (1:1) sebanyak 5ml, kocok kuat dan biarkan

12
sampai terbentuk dua lapisan antara air dan kloroform. Lapisan air pada bagian atas

digunakan untuk uji senyawa flavonoid, fenolik, dan saponin. Lapisan kloroform

pada bagian bawah digunakan untuk uji senyawa terpenoid dan steroid. Untuk

pengujian senyawa alkaloid memiliki prosedur sendiri (Marjoni, 2016).

1. Uji flavonoid

Beberapa tetes lapisan air diambil dan kemudian dipindahkan pada tabung

reaksi. Tambahkan 1-2 butir logam Mg dan beberapa tetes HCl pekat, jika terbentuk

warna orange hingga merah maka menandakan positif mengandung flavonoid.

2. Uji fenolik

Beberapa tetes lapisan air diambil dan kemudian dimasukkan kedalam plat

tetes. Kemudian ditambahkan 2 tetes pereaksi FeCl3, terbentuknya warna biru gelap

menandakan positif mengandung fenolik.

3. Uji saponin

Beberapa tetes lapisan air diambil dan kemudian dipindahkan kedalam tabung

reaks, lalu dikocok kuat selama beberapa saat. Apabila terbentuk busa, maka

menandakan positif mengandung saponin.

4. Uji terpenoid dan steroid

Lapisan kloroform disaring melalui pipet yang diberi kapas dan norit,

kemudian hasil saringan dipipet sebanyak 2-3 tetes ke dalam 3 lubang plat tetes lalu

dibiarkan mongering. Setelah kering pada lubang 1 ditambahkan asam asetat

anhidrat, lubang 2 ditambahkan asam sulfat pekat dan lubang 3 ditambahkan pereaksi

Lieberman-Bouchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat). Jika

terbentuk warna merah pada lubang 2 dan 4 enandakan adanya senyawa terpenoid

13
dan jika terbentuk warna hijau atau biru pada lubang 1 dan 3 menanndakan adanya

senyaa steroid.

5. Uji alkaloid

Sampel kulit batang tanaman sungkai (Peronema canescens Jack) sebanyak 2-

4gram dipotong kecil-kecil, digerus dalam lumping dengan pasir. Kemudian

ditambahkan 10ml kloroform, digerus kembali kemudian ditambahkan 10ml

kloroform-amoniak 005 N, iaduk dan digerus perlahan. Saring larutan dengan corong

kecil yang didalamnya diletakkan kapas sebagai saringan. Filtrate kemudian iletakkan

kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1ml asam asetat 2, dikocok selama 2

menit, biarkan hingga terbentuk dua lapisan dan terjadi pemisahan. Ambil lapisan

asam pada bagian atas dan tambahkan 1-2 tetes pereaksi Mayer, jika terbentuknya

endapan putih maka maka mengandung senyawa alkaloid.

3.3.5 Pembuatan Ekstrak Metanol

Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara maserasi. Sampel direndam dengan

metanol didalam botol gelap selama 1 minggu. Sampel harus disimpan pada tempat

yang terlindung dari cahaya. Setelah 1 minggu, sampel dsaring dengan menggunakan

kertas saring dan kapas untuk memisahkan maserat dan ampas sampel. Proses

maserasi ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Maserat hasil maserasi

selanjutnya akan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapat ekstrak

kental.

3.3.6 Fraksinasi dengan VLC

Fraksinasi dengan menggunakan Vacuum Liquid Chromatography (VLC)

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang ada didalam ekstrak metanol

14
kulit batang sungkay (Peronema canescens Jack) yang nantinya akan dimonitor

dengan kromatografi lapis tipis.

Setelah alat disiapkan, ekstrak metanol diserbukkan dengan silika gel

(perabsorbsi). Sebelum dimasukkan dalam kolom VLC, timbang silika gel 60

sebanyak 100 gram lalu masukkan kedalam VLC dengan meggunakan bantuan

corong. Setelah silika gel 60 padat dan rata, kemudian elusi engan n-heksan baru

kemudian masukkan serbuk ekstrak methanol ke dalam VLC. Elusi dilakukan dengan

metode Stop Gradient Polarity (SGP) yaitu mulai dari n-heksan, etil asetat sampai

metanol.

Selain dengan bantuan gaya gravitasi, pemisahan oleh VLC dilakukan juga

dengan bantuan vakum. Pada saat eluen sudah dimasukkan ke dalam kolom VLC,

vakum dihidupkan untuk mempercepat turunnya fase gerak. Hasil pemisahan

ditampung didalam erlenmeyer yang sudah diberi nomor sesuai dengan perbandingan

eluen. Proses pengeluian sesuai dengan perbandingan eluen, setiap pergantian eluen

vakum dihidupkan lebih lama agar senyawa pada eluen dengan kepolaran tertentu

terelusi secara maksimal.

3.3.7 Pengujian Hasil Fraksi VLC dengan KLT

Pengujian KLT terhadap hasil pemisahan VLC dilakukan untuk

mengidentifikasi pemisahan yang telah dilakukan. Siapkan plat KLT yang telah diberi

nomor sesuai dengan nomor Erlenmeyer, kemudian totolkan masing-masing fraksi

pada plat KLT sesua dengan nomornya. Naikkan dengan eluen yang sesuai, sampai

garis atas plat KLT lalu plat dikeluarkan dan dikeringkan.

15
Untuk melihat noda yang dilakukan dapat dilakukan engan penyinaran lampu

UV. Selanjutnya hitung Rf dari masing-masing noda yang tercipta. Erlenmeyer yang

mempunyai harga Rf yang sama dapat digabungkan menjadi satu fraksi.

3.3.8 Fraksinasi dengan Kolom Kromatografi

Hasil dari Vacuum Liquid Chromatography (VLC) selanjutnya dilakukan

kolom kromatografi. Silika gel dimasukkan kedalam beaker glass kemudian

ditambahkan n-heksan : aseton sampai basah lalu aduk menggunakan batang

pengaduk. Sebelumnya, kromatografi kolomdisumbat dengan kapas pada bagian

bawahnya. Bubur silika tersubut selanjutnya dimasukkan kedalam wadah kolom

secara perlahan untu menghindari retaknya silika gel.

Kolom dialiri dengan eluen sampai kurang lebih 2cm diatas permukaan silika

gel. Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silika gel dengan cara digerus

dimasukkan kedalam kolom. Kemudian ditambah dengan eluen lagi, dan begitu

seterunya hingga perbandingan eluen yang terakhir. Hasil pemisahan selanjutnya di

tamping didalam vial dan kemudia diuapkan dengan cara dibiarkan pada udara

terbuka. Berikutnya, hasil setalah diuapkan dilakukan pengujian menggunakan KLT

dengan pelarut yang sesuai, dielusi an dilihat pada sinar UV 254nm. Apabila

mempunyai nilai Rf yang sama maka fraksi dapat igabungkan menjadi satu fraksi.

3.3.9 Pengujian Antioksidan

16

Anda mungkin juga menyukai