Oleh:
Preseptor
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu
negara. Di beberapa negara barat kasus DM tipe-1 terjadi 5-10% dari seluruh
jumlah penderita diabetes, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan
remaja adalah DM tipe-1. Insidens tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000
dan insidens yang rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000 untuk usia kurang 15
tahun. Insidens DM tipe-1 lebih tinggi pada ras Kaukasia dibandingkan ras-ras
lainnya. Diperkirakan diseluruh dunia 80.000 anak-anak berusia kurang dari 15
tahun akan berkembang menjadi DM tipe-1. Data registri nasional DM tipe-1
pada anak dari PP IDAI hingga tahun 2014 didapatkan 1021 kasus. Terdapat 2
puncak insidens DM tipe-1 pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun.
Patut dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM tipe-1 berusia >20 tahun.1
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe-1.
Walaupun hampir 80% penderita DM tipe-1 baru tidak mempunyai riwayat
keluarga dengan penyakit serupa, namun faktor genetik diakui berperan dalam
patogenesis DM tipe-1. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tetapi
sistim HLA bukan merupakan faktor satu-satunya ataupun faktor dominan pada
pathogenesis DM tipe-1. Sistem HLA berperan sebagai suatu susceptibiity gene
atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor pemicu yang berasal dari
lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe-1
pada seseorang yang rentan. Jika dikaitkan dengan HLA, diperkirakan 10%
mempunyai riwayat keluarga diabetes, risiko pada kembar identik adalah kurang
dari 40%, sedangkan pada saudara kandung diperkirakan 4% pada usia 20 tahun,
dan 9,6% pada usia 60 tahun dibandingkan 0,5% pada seluruh populasi.1
2.3 Etiologi, Patogenesis dan Patofiologi
DM tipe 1 disebabkan antara lain karena proses autoimun yaitu adanya
autoantibodi yang menyerang sel beta pancreas seperti glutamicacid
decarboxylase autoantibodies (GAD); tyrosine phosphatase like insulinoma
antigen 2 (IA2); insulin autoantibodies (IAA); dan β-cellspecific zinc transporter 8
autoantibodies(ZnT8), maupun proses idiopatik.Faktor genetic yang diduga
berperan yaitu HLA system yang dipicu oleh faktor yang berasal dari lingkungan
seperti infeksi virus ,toksin,dan lain-lain. 2,3
2.6 Diagnosis
Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut:
A. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis,
penurunan berat badan, polifagia, dan kadar glukosa plasma sewaktu ≥
200 mg/ dL (11.1 mmol/L). Atau
B. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7 mmol/L). Atau
C. Kadar glukasa plasma ≥200 mg/ dL (11.1 mmol/L) pada jam ke-2
TTGO (Tes Tolerasansi Glukosa Oral). Atau
D. HbA1c >6.5% (dengan standar NGSP dan DCCT)
Pada penderita yang asimtomatis dengan peningkatan kadar glukosa
plasma sewaktu (>200 mg/dL) harus dikonfirmasi dengan kadar glukosa
plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral yang terganggu.
Diagnosis tidak ditegakkan berdasarkan satu kali pemeriksaan.
Penilaian glukosa plasma puasa:
1. Normal :< 100 mg/dL (5.6 mmol/L)
2. Gangguan glukosa plasma puasa (Impaired fasting glucose =IFG):
100–125 mg/dL (5.6–6.9 mmol/L)
3. Diabetes ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Penilaian tes toleransi glukosa oral:
1. Normal :<140 mg/dL (7.8 mmol/L)
2. Gangguan glukosa toleransi (Impaired glucose tolerance =IGT) :140–
200 mg/dL (7.8–<11.1 mmol/L)
3. Diabetes ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L)
2.7 Tatalaksana
Hal pertama yang harus dipahami bahwa DM tipe-1 tidak dapat
disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal
mungkin dengan mengusahakan kontrol metabolik yang baik. Kontrol
metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam
batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Walaupun masih dianggap ada kelemahan, parameter HbA1c merupakan
parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c <7% berarti
kontrol metabolik baik; HbA1c <8% cukup dan HbA1c >8 dianggap buruk.
Kriteria ini pada anak perlu disesuaikan dengan usia anak mengingat semakin
rendah HbA1c semakin tinggi risiko terjadinya hipoglikemia.
Untuk mencapai kontrol metabolik yang baik pengelolaan DM tipe-1
pada anak sebaiknya dilakukan secara terpadu oleh suatu tim yang terdiri dari
ahli endokrinologi anak, ahli gizi, ahli psikiatri, psikologi anak, pekerja sosial,
dan edukator. Kerjasama yang baik antara tim dan pihak penderita akan lebih
menjamin tercapainya kontrol metabolik yang baik. Untuk itu komponen
pengelolaan DM tipe-1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan,
olahraga, edukasi, yang didukung oleh pemantauan mandiri (home monitoring).
Keseluruhan komponen berjalan secara terintegrasi untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang baik.
2.7.1 Insulin
Gambar
2. Kadar
Insulin. 1
Tabel 1. Jenis
Insulin
Para ahli sepakat bahwa jenis kerja panjang kurang sesuai digunakan pada
anak, kecuali pada regimen basal bolus. Jenis insulin yang digunakan harus
disesuaikan dengan usia anak (proses tumbuh kembang anak), aspek
sosioekonomi (pendidikan dan kemampuan finansial), sosiokultural (sikap
Muslim terhadap insulin babi), dan faktor distribusi obat.
Dua hal yang perlu penting dikenali pada pemberian insulin, yaitu efek
Somogyi dan efek Subuh (Dawn effect). Efek Somoyi terjadi sebagai kompensasi
terhadap hipoglikemia yang terjadi sebelumnya (rebound effect). Akibat
pemberian insulin yang berlebihan terjadi hipoglikemia pada malam hari (jam
02.00-03.00). Sebaliknya efek Subuh terjadi akibat kerja hormon-hormon kontra
insulin pada malam hari. Efek Somogyi memerlukan penambahan makanan kecil
sebelum tidur atau pengurangan dosis insulin malam hari, sedangkan efek Subuh
memerlukan penambahan dosis insulin malam hari untuk menghindari
hiperglikemia pada pagi hari.
Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk larutan jernih, dikenal sebagai
insulin ’reguler’. Biasanya dipergunakan untuk mengatasi keadaan akut seperti
ketoasidosis, penderita baru dan tindakan bedah. Insulin jenis ini kadang-kadang
juga digunakan sebagai pengobatan bolus (15-20 menit) sebelum makan, atau
kombinasi dengan insulin kerja menengah pada regimen 2 kali sehari
DM tipe-1 yang berusia balita sebaiknya menggunakan insulin jenis ini
untuk menghindari efek hipoglikemia akibat pola hidup dan pola makan yang
seringkali tidak teratur. Fleksibilitas penatalaksanaan pada usia balita menuntut
pemakaian insulin kerja pendek atau digabung dengan insulin kerja menengah.
Insulin kerja pendek pilihan terbaik untuk terapi intravena dan digunakan
pada KAD dan mengontrol diabetes saat prosedur operasi. Insulin kerja cepat juga
dapat digunakan sebagai terapi intravena, tetapi efeknya tidak lebih baik
dibandingkan insulin kerja pendek dan harga lebih mahal.
2.7.1.2.3 Insulin Kerja Menengah (intermediate acting)
Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk suspensi sehingga terlihat keruh.
Mengingat lama kerjanya maka lebih sesuai bila digunakan dalam regimen dua
kali sehari dan sebelum tidur pada regimen basal-bolus. Sebelum digunakan,
insulin harus dibuat merata konsentrasinya; jangan dengan mengocok (dapat
menyebabkan degradasi protein), tetapi dengan jalan menggulung-gulung di
antara kedua telapak tangan
Jenis insulin ini lebih sering digunakan untuk penderita yang telah
mempunyai pola hidup yang lebih teratur. Keteraturan ini sangat penting terutama
untuk menghindari terjadinya episode hipoglikemia. Sebagian besar penderita
diabetes anak menggunakan insulin jenis ini.
DM tipe-1 usia bayi (0-2 tahun) mempunyai pola hidup (makan, minum
dan tidur) yang masih teratur sehingga lebih mudah mencapai kontrol metabolik
yang baik. Apabila orangtua segan untuk menggunakan regimen insulin dengan
pemberian insulin kerja menengah secara multipel (2 kali sehari), penggunaan
satu kali sehari masih dimungkinkan pada golongan usia ini tentunya dengan
memperhatikan dulu efek insulin terhadap kontrol metaboliknya.
Dua sediaan insulin kerja menengah yang saat ini tersedia adalah:
Isophane atau insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn).
Insulin Crystalline zinc-acetate (insulin lente).
Insulin Isophane paling sering digunakan pada anak, terutama karena
memungkinkan untuk digabung dengan insulin reguler dalam satu syringe tanpa
adanya interaksi (insulin reguler bila dicampur dengan insulin lente dalam satu
syringe, akan terjadi reaksi sehingga mengurangi efek kerja jangka pendeknya).
2.7.1.2.4 Insulin Kerja Panjang (long acting)
Insulin basal analog merupakan insulin jenis baru yang mempunyai kerja
panjang sampai dengan 24 jam. Di Indonesia saat ini sudah tersedia insulin
glargine dan detemir; keduanya mempunyai profil kerja yang lebih terduga
dengan variasi harian yang lebih stabil dibandingkan insulin NPH. Insulin ini
tidak direkomendasikan untuk anak usia di bawah 6 tahun, tapi tercatat insulin
glargine dapat diberikan pada anak usia kurang 1-5 tahun. Perlu digarisbawahi,
bahwa insulin glargine serta detemir tidak dapat dicampur dengan insulin jenis
lainnya.
Glargine dan detemir direkomendasikan sebagai insulin basal karena sifat
kerjanya yang tidak mempunyai kadar puncak (“peakless”) dengan lama kerja 24
jam. Bila dibandingkan dengan NPH pada kelompok anak usia 5-16 tahun,
keduanya dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa dengan lebih baik, namun
secara keseluruhan tidak memperbaiki kadar HbA1c secara bermakna. Insulin
glargine dan detemir juga mengurangi risiko hipoglikemia nokturnal yang berat.
Efek akumulasi glargine terlihat pada salah satu penelitian dan beberapa
anak merasakan sensasi panas setelah pemberian. Pada beberapa penelitian setelah
pemberian glargine selama 6 tahun memperlihatkan sedikit perbaikan HbA1c
tetapi menurunkan kasus hipoglikemia. Pada orang dewasa masa kerja glargine
berlangsung sampai dengan 24 jam, tetapi rata-rata berlangsung 20 jam setelah
disuntikkan.
Pada penelitian orang dewasa yang diberikan detemir dengan dosis
0,1U/kg dan 0,8U/kg, masa kerjanya berlangsung antara 6-23 jam. Sedangkan
penelitian pada anak, 70% diberikan sehari dua kali
2.7.1.3 Regimen insulin
9. Pada fase remisi seringkali hanya memerlukan 1 kali suntikan insulin kerja
menengah, panjang atau basal untuk mencapai kontrol metabolik yang
baik.
Hanya boleh menggunakan analog insulin kerja cepat yang diprogram sebagai
insulin basal sesuai kebutuhan penderita (biasanya 40-60% dari dosis total insulin
harian). Untuk koreksi hiperglikemia saat makan, diberikan dosis insulin bolus
yang diaktifkan oleh penderita.
Regimen apapun yang digunakan pemantauan glukosa darah secara mandiri di
rumah sangat dianjurkan untuk memudahkan dosis penyesuaian insulin ataupun
diet. Apabila tidak dapat menggunakan glukometer, maka pemeriksaan rutin urin
sehari-hari di rumah sudah cukup memadai. Keterbatasan pemeriksaan urin
reduksi perlu dipahami oleh tenaga medis sehingga tidak mengambil kesimpulan
yang keliru. Parameter obyektif keadaan metabolisme glukosa darah yang dapat
dipercayai saat ini adalah pemeriksaan HbA1c serum, sehingga wajib dilakukan
oleh penderita setiap 3 bulan.
Dosis harian insulin
1. Selama periode “honeymoon”, total dosis insulin harian < 0,5 U/kgBB/hari.
2. Anak sebelum pubertas (di luar periode “honeymoon”) dalam kisaran dosis
0,7-1,0 U/kgBB/hari.
3. Selama pubertas, kebutuhan akan meningkat di atas 1 U sampai dengan 2
U/kgBB/hari.
2.7.1.5 Distribusi dosis insulin
Pada anak dengan regimen dua kali suntikan, pada pagi hari diberikan lebih
banyak (lebih kurang 2/3) dari total dosis harian dan dosis lebih sedikit (lebih
kurang 1/3) pada sore hari. Pada regimen ini, kandungan insulinnya terdiri dari
1/3 dosis insulin kerja pendek dan kurang lebih 2/3 insulin kerja menengah.
Pada regimen basal bolus, insulin kerja menengah (sebagai insulin basal)
diberikan pada malam hari sebesar 30% (jika bolus menggunakan insulin kerja
pendek) dan 50% (jika bolus menggunakan insulin kerja cepat) dari dosis total
harian. Kebutuhan insulin bolus lebih kurang 50% (jika menggunakan insulin
kerja cepat) sampai dengan 70% (jika menggunakan insulin kerja pendek) yang
diberikan secara terbagi antara 3-4 kali.
Glargine sering diberikan sehari sekali, tetapi beberapa anak membutuhkan dua
kali pemberian atau dikombinasikan dengan NPH sebagai insulin basal. Glargine
dapat diberikan sebelum makan pagi atau saat akan tidur malam yang akan
memberikan efek yang sama, tetapi hipoglikemia malam hari akan berkurang jika
diberikan setelah makan pagi. Glargine sebagai insulin basal, kebutuhannya
adalah 20% lebih rendah untuk mencegah hipoglikemia. Detemir sering diberikan
sehari dua kali pada anak, dan bila akan diganti dengan NPH, dosis tetap sama.
2.7.1.6 Penyesuaian dosis insulin
Pada saat sakit, dosis insulin perlu disesuaikan dengan asupan makanan tetapi
jangan menghentikan insulin sama sekali. Penghentian insulin akan meningkatkan
lipolisis dan glikogenolisis sehingga kadar glukosa darah meningkat dan penderita
rentan untuk menderita ketoasidosis. Pada saat terjadi perubahan pola makan
untuk jangka tertentu misalnya Ramadhan, dosis insulin juga harus disesuaikan
hingga 2/3 atau 3/4 dari insulin total harian, serta distribusinya disesuaikan
dengan porsi dosis sebelum buka puasa lebih besar dari dosis sebelum makan
sahur.
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan dan
pola makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis, serta makanan yang
tidak berbeda dengan teman sebaya atau dengan makanan keluarga. Pengaturan
makan yang optimal biasanya terdiri dari 3 kali makan utama dan 3 kali
pemberian makanan kecil. Keberhasilan kontrol metabolik tergantung kepada
frekuensi makan dan regimen insulin yang digunakan. Pada regimen insulin basal
bolus, semakin sering penyuntikan akan semakin fleksibel pada pemberian makan,
sedangkan pada regimen insulin split-mixed 2 kali sehari, maka pemberian makan
harus teratur.
Regimen insulin split-mixed dua kali sehari mengharuskan konsistensi dalam
penghitungan dan asupan kalori. Kecukupan kalori sehari dapat dibagi dalam 3
kali makan dan 2-3 kali kudapan, demikian juga waktu makan juga harus
konsisten.
Penderita DM tipe-1 yang menggunakan regimen insulin basal bolus maka
pengaturan makanannya menggunakan penghitungan kalori yang diubah dalam
jumlah gram karbohidrat, yaitu dalam 1 unit karbohidrat mengandung 15 gram
karbohidrat. Piramida makanan memperlihatkan pengelompokan jenis makanan
penukar yang terdiri dari kelompok tepung, sayur, buah, susu, protein dan lemak.
Pada kelompok tepung termasuk juga tepung dari tumbuh-tumbuhan antara lain
jagung, kentang, kacang-kacangan dan lain-lainnya. Pada piramida makanan juga
terdapat frekuensi konsumsi perhari.
2.7.2.1 Penghitungan jumlah gram karbohidrat
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : MI
Umur : 9 Bulan
No MR : 01.05.37.91
Anamnesis
Keluhan Utama
Gula darah tidak stabil sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Gula darah pasien naik turun sejak usia 2,5 bulan. Anak telah dikenal
menderita DM Tipe 1 sejak usia 2,5 bulan didiagnosis oleh spesialis anak
di daerah, anak rutin mendapat novomix 2U/hari, novorapid jika gula
darah > 180 mg/dl.
Menurut ibunya, pasien sering buang air kecil sejak 7 bulan yang lalu.
Frekuensi sering 7-5 kali perhari, jumlah banyak, jernih.
Menurut ibunya, pasien sering merasa haus sejak 7 bulan yang lalu
sehingga pasien sering menyusu pada ibunya.
Anak demam hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu, saat ini tidak ada
demam
Berat badan turun sejak 10 hari yang lalu dari 9 kg menjadi 7 kg.
Anak pernah kejang 2x, kejang pertama bulan maret 2019, kejang 1x
lamanya 3 menit, mata anak keatas saat kejang dan anak kelojotan, anak
tidak diobati, anak sadar setelah kejang, gula darah anak 40mg/dl. Kejang
kedua bulan juni 2019, kejang 1x, selama <5menit anak sadar setelah
kejang, anak tidak diobati, gula darah = 41 mg/dl. Muntah tidak ada.
Rawatan pertama pada 28 desember 2018 dengan penurunan kesadaran
dan didiagnosis mendertia DM tipe 1 (GD=HI gr/dl)
Rawatan kedua januari 2019 dengan demam dan penurunan kesadaran,
kejang tidak ada, dirawat selama 3 hari (GD=HI gr/dl)
Rawatan ketiga pada juni 2019 degan demam hilang timbul, gula darah
tinggi (GD= 576 gr/dl) dan suspect ISK. Dirawat selama 6 hari.
Cara lahir : SC
Panjang lahir : 46 cm
Bayi
o ASI : 0 – 6 bulan
o Susu formula : -
o Buah biskuit : -
o Bubur susu : -
o Nasi tim :-
Anak
o Makanan utama:
o Daging :
o Ikan :
o Telur :
o Sayur :
o Buah :
Riwayat Imunisasi
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Tn. MS Ny. EP
Umur 28 tahun 21 tahun
Pendidikan SMP SMA
Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta
Penghasilan/bln Rp. 3.000.000 Rp. 7.000.000
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada
Sampah : Dibakar
Pemeriksaan Fisik
Umum
Suhu : 37,3°C
Tinggi badan : 72 cm
BB/U : -2 ≤ SD ≤ +2
TB/U : -2 ≤ SD ≤ +2
BB/TB : -2 ≤ SD ≤ +2
Khusus
Toraks
o Paru
o Jantung
Abdomen
o Perkusi : timpani
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (27/1/2019)
Hb : 10,0g/dL
Ureum : 11 mg/dl
SGOT : 37 µ/l
SGPT : 33 µ/l
Kesan : Hiperglikemia
Daftar Masalah
Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan
Tatalaksana KAD:
- Koreksi Cairan:
Derajat Dehidrasi = 5%
Defisit Cairan = 5% x 7,5 x 1000 = 375 ml
Kebutuhan rumatan dalam 48 jam = 2x750 cc = 1500 cc
Cairan yang lebih dibutuhkan belum ada
Total cairan/jam = 39,1 – 0,7 = 38,4 cc/jam
- Insulin drip regular: 0,1 IU/BB/jam
0,5 cc insulin dalam Nacl 0,9% 50 cc ~ 0,7 cc/kg/jam
Nutrisi
- Diet DM
o Snack ASI OD
Medikamentosa
Edukasi
- Keton urin
- Pemeriksaan HbA1c
- Pemeriksaan EKG
Follow Up
Kamis, S/ Anak tidak ada kejang, anak tidak ada muntah, anak
4/7/2019 dipuasakan, BAK ada
O/ Keadaan umum: sakit sedang
Kesadaran: sadar
HR= 108x/menit, RR= 24x/menit, T= 38°C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks : retraksi tidak ada
Abdomen: distensi tidak ada
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”
Keton urin: ++
AGD: 7,32/34/27/17,4/-7,6/42
P/ Bolus D 10
Cek GDR ulang post Bolus
Cek keton / 2jam
Ampsilin 4x375 mg(iv)
Gentamisin 2x18 mg (iv)
Paracetamol 4x75mg iv
ASI OD
Rencana penyapihan dan stop insulin jika gula darah tinggi
berikan sulfonylurea
DISKUSI
Telah diarawat pasien laki-laki berusia 7 bulan dengan keluhan gula darah
tidak terkontrol sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Anak telah dikenal
menderita DM Tipe 1 sejak usia 2,5 bulan didiagnosis oleh spesialis anak di
daerah, anak rutin mendapat novomix 2U/hari, novorapid jika gula darah > 180
mg/dl.
Pada penderita DM, akibat insulin yang tidak mampu mengubah glukosa
menjadi glikogen, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi. Keadaan ini dapat
menyebabkan hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi ginjal juga
meningkat. Akibatnya, glukosa dan Natrium yang diserap ginjal menjadi
berlebihan sehingga urine yang dihasilkan banyak dan membuat penderita
menjadi cepat pipis (Poliuri).
Proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi yaitu filtrasi zat
dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM, glukosa
dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah
sehingga proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis (filtrasi zat dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah). Akibatnya, air yang ada di pembuluh darah terambil
oleh ginjal sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air yang menyebabkan
penderita menjadi cepat haus (Polidipsi).
Ketoasidosis merupakan komplikasi akut DM tipe-1 yang disebabkan oleh
kekurangan insulin. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa dalam darah tidak
dapat digunakan oleh sel untuk metabolisme karena glukosa tidak dapat
memasuki sel, akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat (hiper glikemia).
Benda keton yang terbentuk karena pemecahan lemak disebabkan oleh ketiadaan
insulin. Akumulasi benda keton ini menyebabkan terjadinya asidemia, dan
asidemia ini dapat menimbulkan ileus, menurunkan kemampuan kompensasi
terhadap poliuria, dan menimbulkan diuresis osmotik menyebabkan terjadinya
dehidrasi berat. Makin meningkatnya osmolaritas karena hiperglikemia dan
asidosis yang terjadi, menyebabkan penurunan fungsi otak sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran.
Tatalaksana pada pasien ini adalah Tatalakssana KAD dengan memberikan
Koreksi Cairan:
- Derajat Dehidrasi = 5%
- Defisit Cairan = 5% x 7,5 x 1000 = 375 ml
- Kebutuhan rumatan dalam 48 jam = 2x750 cc = 1500 cc
- Total cairan/jam = 39,1 – 0,7 = 38,4 cc/jam
- Insulin drip regular: 0,1 IU/BB/jam0,5 cc insulin dalam Nacl 0,9% 50
cc ~ 0,7 cc/kg/jam
Pasien ini juga diberikan antibiotic lini pertama Ampsilin 4x375 mg(iv) dan
Gentamisin 2x18 mg (iv) dan pemberian paracetamol 4x75mg bila suhu diatas
38,5oC. Tatalaksana diet pasien diberikan 170 kkal pagi, 250 kkal siang dan 170
kkal malam dengan pemeberian snack berupa ASI OD. Pada pasien ini sudah
dimulai pemberian sulfonylurea yaitu glibenklamid dengan dosis 3x0,25 mg
sacara oral.
Edukasi merupakan hal yang penting dilakukan pada anak karena DM tipe 1
merupakan salah satu penyakit kronis yang sampai saat ini belum dapat
disembuhkan. Edukasi pertama dilakukan selama perawatan di rumah sakit
meliputi: pengetahuan dasar tentang DM tipe-1 (terutama perbedaan dasarnya
dengan tipe lain), pengaturan makanan, insulin (jenis cara pemberian, efek
samping dll), dan pertolongan pertama pada kedaruratan medik akibat DM tipe-1
(hipoglikemia, pemberian insulin pada saat sakit).