Anda di halaman 1dari 40

CASE REPORT SESSION

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Oleh:

Desi Hardiyanti 1740312009

Triya Sari Afini 1740312232

Winarti Rimadhani 1410311089

Pembimbing:

dr. Eka Kurniawan SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP.DR.M.DJAMIL PADANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga laporan kasus yang berjudul “Dengue Hemorrhagic Fever” ini dapat penulis
selesaikan. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
menyusun makalah ini, khususnya kepada dr. Eka Kurniawan Sp. PD selaku preseptor dan
juga kepada rekan-rekan dokter muda.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta dapat meningkatkan pelayanan,
khususnya untuk pelayanan primer kasus-kasus kompetensi 4, pada masa yang akan datang.

Padang, Mei 2018

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada manusia

mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling

ringan (mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD)

sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama

penyakit DBD adalah kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah (vascular).7

Demam Dengue atau DF dan demam berdarah/ DBD (dengue hemorrhagic fever/

DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/ nyeri sendi yang dsertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang

ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rogga

tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)/ DSS adalah demam berdarah

dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok. Diagnosis klinis DBD didasarkan kriteria klinis

dan laboraturium, trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Diagnosis pasti adalah

dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi virus di tubuh penderita.

Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan isolasi virus, deteksi antigen

virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum

penderita. Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue meliputi pemberian antipiretik

untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mengatasi renjatan (syok), dan

mengatasi perdarahan.2
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah

perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika

Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar

50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000

kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia,

tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan

nyamuk setempat.8

Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik

bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, 90% di

antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi

KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah

penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun

berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna

dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang

dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009

sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.9

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tatalaksana dan prognosis

karena DHF.

1.3 Tujuan penulisan

Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang

DHF.
1.4 Metode penulisan

Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk

dari berbagai literatur.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh

infeksi virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu

DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara gigitan vektor nyamuk Aedes

aegypti (Stegomiya aegypti) atau Aedes albopictus (Stegomiya albopictus). Keempat

serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotype dominan. 1 Demam dengue

adalah infeksi virus dengue yang ditandai oleh demam 2 – 7 hari, yang timbul mendadak,

tinggi, terus – menerus dan ditambah dengan adanya 2 atau lebih gejala lain yaitu manifestasi

perdarahan baik spontan (ptekie, perdarahan gusi, purpura, epistaksis, hematemesis, atau

melena) maupun berupa uji tourniquet positif, nyeri kepala, leukopenia (< 4.000/mm3), dan

trombositopenia (< 100.000/mm3). Dengue hemorrhagic Fever (DHF) merupakan infeksi

virus dengue dengan ditandai 2 atau lebih manifestasi klinis ditambah dengan bukti

perembesan plasma dan trombositopenia.1,2

Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada

DHF yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan plasma.

Syok dengue pada umumnya terjadi di sekitar penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu pada

hari sakit ke 4-5 (rentang hari ke 3-7), dan sering kali didahului oleh tanda bahaya (warning

signs).2
2.2 Epidemiologi

Demam dengue merupakan penyakit infeksi virus mosquito-borne yang tersebar

paling cepat di dunia. Dalam 50 tahun terakhir kejadiannya meningkat 30 kali lipat dengan

penyebaran yang meluas ke berbagai negara baru dengan karakteristik geografis yang

beragam dari area pemukiman ke perkotaan. Sekitar 70% populasi yang berada dalam resiko

terinfeksi dengue berada di kawasan asia tenggara dan pasifik bagian barat. Semenjak tahun

2000 angka kematian akibat dengue mencapai rata rata 1% di area ini, namun di Indonesia,

India dan myanmar angka kematian mencapai 3-5% (Gambar 1.)3

Gambar 1. Negara-negara/area-area dengan risiko transmisi dengue.3

Tahun 2008 telah dilaporkan jumlah kasus DBD 137.469 orang, kemudian meningkat

pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 terjadi penurunan kasus lebih dari setengahnya,

namun meningkat kembali tahun 2012. Walaupun angka kematian (CFR) telah berhasil

diturunkan menjadi di bawah 1% sekitar 0,80% - 0,89%.


2.3 Etiologi

Etiologi penyakit DHF adalah virus dangue termasuk famili Flaviviridae, genus

Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.

Indonesia memiliki keempat serotipe virus dengue ini. Virus dengue termasuk dalam

kelompok virus yang relatif labil terhadap suhu dan faktor kimiawi lain serta memiliki masa

viremia yang pendek. Virion virus dengue tersusun oleh genom RNA yang dikelilingi oleh

nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung dua protein yaitu

selubung protein E dan protein membran M.3,4

Jika seseorang terinfeksi pertama kali (primer) dengan satu serotipe maka orang

tersebut akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi pada

infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary heterologous infection)

pada umumnya memberikan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi

primer.2
2.4 Klasifikasi

WHO mengklasifikasikan infeksi dengue menjadi 3 besar yaitu demam

yang tidak terklasifikasikan, demam dengue, dan Dengue haemorrhagic Fever

(DHF). DHF memiliki 4 derajat menurut keparahan penyakitnya, derajat 3 dan

4 merupakan dengue shock syndrome (DSS).5

Tabel 1. Grading demam berdarah dengue.

Tabel 1. Grading demam berdarah dengue.

2.5 Patofisiologi

a. Volume Plasma

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan

membedakan antara demam dengue (DD) dengan demam berdarah dengue (DHF)

ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume

plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, disertai diathesis hemoragik. Plasma


akan merembes selama perjalanan penyakit mulai dari awal masa demam dan

mencapai puncak pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai

hematokrit meningkat secara bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui

endotel dinding pembuluh darah. Bukti adanya kebocoran plasma ialah

meningkatnya berat badan, ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa

seperti peritoneum, pleura, dan perikardium.6

b. Trombositopenia

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada

sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam

dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Trombositopenia diduga disebabkan

oleh depresi fungsi megakariosit dan peningkatan destruksi trombosit.

Peningkatan destruksi trombosit disebabkan oleh virus dengue, komponen aktif

sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah

secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DHF

terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui

kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi

trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DHF. 6

c. Sistem Komplemen

Aktivasi sistem komplemen oleh virus dengue akan menghasilkan

anafilaktoksin C3 dan C5 yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast

untuk melepaskan histamine yang merupakan mediator kuat untuk menimbulkan

peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok

hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel,
permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu paruh trombosit

memendek, kebocoran plasma, syok dan perdarahan.6

2.6 Patogenesis

Patogenesis dengue haemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock

syndrome (DSS) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang

banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous

infection) dan hipotesis immune enhancement. Halstead menyatakan mengenai

hipotesis secondary heterologous infection. Pasien yang mengalami infeksi

berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat

yang lebih besar untuk menderita DHF atau DSS. Antibodi heterolog yang

telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan

membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor

dari membran sel leukosit terutama makrofag. Sifat antibodi yang heterolog

menyebabkan virus tidak dinetralisirkan oleh tubuh sehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik).6,7

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit

dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus

kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),

melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume

plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.6,7

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses

yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator


vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan

syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar

hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga

serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik

akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia

maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam

genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,

peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.6,7

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui

kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan

perdarahan pada DHF. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan

kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini

akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)

sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat

terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme

kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi

trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan

terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata),

ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga

terjadi penurunan faktor pembekuan. 6,7


Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.

Disisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman

sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan

permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan

masif pada DHF diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan

(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6,7

Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi

dengue, yaitu:

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi.

2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma

dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites.

3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak

berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.3


Gambar 2. Perjalanan penyakit infeksi dengue.3

2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik / tak

bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain

(sindrom virus), demam dengue, dengue hemorraghic syndrome, expanded dengue

syndrome.
Gambar 3. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 20115

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)

Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan

dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,

timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering

dijumpai.2

b. Demam dengue (DD)

Demam timbul mendadak tinggi: 39-40°C, terus menerus (pola demam

kurva kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2 – 7 hari. Pada hari ketiga,

sakit pada umumnya suhu tubuh menurun, namun masih di atas normal, kemudian

suhu naik kembali, pola ini disebut sebagai demam pola bifasik. Demam disertai
dengan myalgia, sakit punggung, atralgia, muntah, fotofobia dan nyeri retroorbital

pada saat mata digerakkan. Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit

makulopapular/rubeolliform Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan

berupa uji tourniquet yang positif (≥ 10 ptekie dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau

beberapa ptekie spontan. 2

c. Demam berdarah dengue

Manifestasi DHF dimulai dengan demam tinggi, 2-7 hari. Demam disertai

gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan,

anoreksia, nyeri kepala, dan nyeri otot dan sendi. Gejala lain dapat berupa nyeri

epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah subcostal kanan atau nyeri abdomen

difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan.

Demam dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. 2

Manifestasi perdarahan adalah uji bendung positif (≥10 petekie/inch2),

ptekie spontan, yang ditemukan pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.

Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan kadang, disertai dengan

perdarahan saluran cerna. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae

kanan. 2
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,

dan masa penyembuhan (convalescence, recovery). 2

1. Fase demam

Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiringdengan

menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh

menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai

keringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan

gangguan ringan system sirkulasi akibat kebocaran plasma yang tidak berat. Pada

kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga akan

menimbulkan hypovolemia dan bila berat menimbulkan syok dengan mortalitas

yang tinggi. 2

2. Fase kritis

Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa

transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever

defervescence). Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok

yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok. Warning signs

umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3 – 7.

Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan
plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak

semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Perdarahan mukosa spontan atau

perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan

penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah

trombosit yang cepat dan progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm3 serta

kenaikan hematocrit di atas dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan

pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤ 5.000 sel/mm3). 2

Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda

paling awal yang sensitive dalam mendeteksi perembesan plasma yang umumnya

berlangsung selama 24 – 48 jam. Peningkatan hematocrit mendahului perubahan

tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu, pengukuran hematocrit berkala

sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk

mempertahankan intravascular bertambah, sehingga penggantian cairan yang

adekuat dapat mencegah syok hypovolemia. 2

3. Fase penyembuhan (Fase konvalesen)

Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24 – 48

jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang

intravaskular yang berlangsung secara bertahap pada 48 – 72 jam berikutnya.


Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status

hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Hematokrit kembali stabil

atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang direabsorbsi. Jumlah

leukosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi

pemulihan trombosit umumnya lebih lambat.2

d. Sindrom Syok Dengue

Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok

terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan

jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan

profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ

progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata (KID).2 Pada DSS seluruh

criteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi cepat dan lemah,

tekanan darah turun, hipotensi dibandingkan standar sesuai dengan umur, kulit

dingin dan lembab, serta gelisah.

2.8 Diagnosis

Diagnosis klinis demam dengue:

1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, bifasik.

2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji

tourniquet positif

3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.

4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar

rumah.
5. Leukopenia < 4.000/mm3

6. Trombositopenia < 100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala

dan tanda lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan. 2

Diagnosis klinis demam berdarah dengue:

1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, kontinua.

2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji

tourniquet positif

3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.

4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar

rumah.

5. Hepatomegali

6. Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:

- Peningkatan hematocrit, >20% dari Pemeriksaan awal atau dari data

populasi menurut umur.

- Ditemukan adanya efusi pleura, asites.

- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

7. Trombositopenia < 100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala

dan tanda lain, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup

untuk menegakkan diagnosis DBD. 2

Tanda bahaya :
1. Klinis :

- Demam turun tetapi keadaan memburuk

- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen

- Muntah yang menetap

- Letargi, gelisah

- Perdarahan mukosa

- Pembesaran hati

- Akumulasi cairan

- Oliguria

2. Laboratorium:

- Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah

trombosit

- Hematokrit awal tinggi.

Dengue Shock Syndrome (DSS) :

1. Memenuhi kriteria DHF

2. Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi

maupun yang terkompensasi.

Syok Terkompensasi
Tanda dan gejala syok terkompensasi :9

1. Takikardi

2. Takipnea

3. Tekanan nadi < 20 mmHg

4. CRT > 2 detik

5. Kulit dingin

6. Produksi urin menurun < 1 mL/kgBB/jam

7. Gelisah

Syok Dekompensasi

Tanda dan gejala syok dekompensasi :9

1. Takikardi

2. Hipotensi

3. Nadi cepat dan kecil

4. Pernafasan kusmaull

5. Sianosis

6. Kulit lembab dan dingin

7. Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam menunjang penegakan

diagnosis infeksi dengue. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: (1) isolasi

virus, (2) deteksi RNA virus dengan menggunakan pemeriksaan reverse

transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), (3) deteksi antigen virus

dengan pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue, (4) deteksi respon imun serum
berupa pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti dengue, (5) analisis parameter

hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai hematokrit, dan jumlah

trombosit.2

Pada awal fase demam, leukosit dapat normal selanjutnya diikuti

penurunan jumlah leukosit yang mencapai titik terendah pada akhir fase demam.

Perubahan jumlah leukosit (< 5.000 sel/mm3) dan rasio antara neutrophil dan

limfosit (neutrophil < limfosit) berguna dalam memprediksi masa kritis

perembesan plasma. PAda awal fase demam juga jumlah trombosit normal,

kemudian diikuti oleh penurunan. Trombositopenia di bawah 100.000 /mm3 dapat

ditemukan pada DD, namun selalu ditemukan pada DHF. Penurunan trombosit

yang mendadak di bwah 100.000/mm3 terjadi pada akhir fase demam memasuki

fase kritis atau saat penurunan suhu. Trombositopenia pada umumnya ditemukan

pada hari sakit ketiga sampai kedelapan, dan sering mendahului peningkatan

hematocrit. Jumlah trombosit berhubungan dengan derajat penyakit DHF. Pada

awal demam juga ditemukan nilai hematocrit masih normal. Peningkatan ringan

pada umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia, dan muntah.

Peningkatan hematocrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya kebocoran

plasma. Trombositopenia di bawah 100.000/mm3 dan peningkatan heamtokrit

lebih dari 20% merupakan bagian dari diagnosis klinis DHF. 2 Pemeriksaan

radiologi juga dilakukan untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan foto dada dalam

posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi:

 Distres pernafasan/ sesak


 Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat

kelainan radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai

20%-40%

 Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai

edema paru karena overload pemberian cairan.

 Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru

terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak

dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada

kanan, dan efusi pleura.

 Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding

vesika felea, dan dinding buli-buli.


2.9 Tatalaksana

Tatalaksana DHF secara umum adalah tirah baring, pemberian cairan,

medikamentosa simptomatik, dan antibiotic jika terdapat infeksi sekunder.

Selanjutnya tatalaksana DBD dibagi menjadi 5 protokol menurut PAPDI.

Gambar 4. Tatalaksana pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok

Gambar 5. Tatalaksana cairan pada pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok
Gambar 6. Tatalaksana DBD pada pasien dengan peningkatan Ht > 20%
Gambar 7. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DBD dewasa
Gambar 8. Tatalaksana DSS pada pasien dewasa

Kriteria Pulang Rawat:


1. Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Perbaikan klinis yang jelas

4. Jumlah urin cukup

5. Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi

6. Tidak tampak distress pernafasan yang disebabkan efusi pleura atau asites

7. Jumlah trombosit >50.000/mm3.6

Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan

nasihat jangan melakukan aktvitas yang memudahkan untuk mengalami trauma

selama 1-2 minggu (sampa trombosit normal). Pada umumnya apabila tidak ada

penyulit atau penyakit lain yang menyertai (misalnya ITP), trombosit akan

kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5 hari. 2

2.10 Komplikasi

1. Demam Dengue :

Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia

hebat, dan trauma. 2

2. Demam Berdarah Dengue :

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.

2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal

ginjal akut.

3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading

pemberian cairan pada masa perembesan plasma

4. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik &

perdarahan hebat (DIC,


5. kegagalan organ multipel)

6. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok

berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai. 2

BAB 3

LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Nama Ibu Kandung : Ny. H

Usia : 17 tahun

JenisKelamin : Laki-laki

Alamat : Solok

Status Pernikahan : belum menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

PendidikanTerakhir : SLTP

Suku : Minangkabau

Nomor MR : 95 96 80

Jenis Anamnesis : Autoanamnesis

2. Anamnesis

Seorang anak laki-laki, 17 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang

pada tanggal 22 Oktober 2016 dengan:

a. KeluhanUtama

Demam sejak 4 hari yang lalu

b. RiwayatPenyakitSekarang

- Demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi (400C), disertai menggigil,

terus menerus, tidak berkeringat banyak.

- Riwayat hidung berdarah ada sejak 4 hari yang lalu

- Riwayat gusi berdarah ada sejak 4 hari yang lalu


- BAB berwarna kehitaman (+) 1 hari yang lalu. (-) keluhan BAK.

- Riwayat mudah perdarahan (-), riwayat perdarahan kecil berlangsung lama

(-)

- Nyeri sendi (-)

- Mual (-), muntah (-)

- Terdapat tetangga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan

pasien

c. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat diabetes mellitus disangkal

- Pasien tidak penah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

d. Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan

pasien

e. Riwayat Pengobatan

- Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya

a. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kebiasaan

- Pasien adalah seorang pelajar SMA

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Vital Sign
Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis Kooperatif

TekananDarah : 110/70

Nadi : 120x/menit

Nafas : 24x/ menit

Suhu : 39,2 oC

Kulit

Kulit teraba hangat, turgor kulit baik

Kelenjar Getah Bening

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening coli, aksila, inguinal

Kepala

Normocephal

Rambut

Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

Konjungtiva anemis -/-, skleraikterik -/-

Telinga

Tidak ditemukan kelainan

Hidung

Tidak terdapat deviasi septum, tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan

Tonsil: T1-T1, Faring: tidak ada kelainan

Gigi dan Mulut

Tidak Terdapat karies, terdapat perdarahan pada gusi gigi


Leher

JVP : 5-2 cm H2O

Paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis.

Palpasi : Fremitus paru kiri sama dengan paru kanan.

Perkusi : Sonor pada lapangan paru kiri dan kanan

Auskultasi : Suara napas vesicular Rh -/- Wh -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi iktus teraba kuat angkat, Iktus teraba 1 jari medial dari

linea midklavikularis sinistra RIC V, tidak teraba adanya thrill

Perkusi : Batas jantung

Kiri : 1 jari medial linea midklavikularis sinistra RIC V

Kanan : Linea sternalis dextra

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung reguler, tidak terdapat bising jantung

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba ada

pembesaran

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung

Tidak terdapat nyeri ketok dan nyeri tekan CVA


Alat Kelamin

Tidak ada kelainan

Anus

Rectal Toucher melena (+)

Anggota Gerak

Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Hb Ht Leuko Trombo Lain-lain


22/10-16 10,2 29 1660 9000 PT/APTT = 14,3/53,2
23/10-16 9,8 28 1520 8000
9,6 28 1600 6000
8,8 26 1440 1600
24/10-16 6,9 20 830 6000
25/10-16 6,8 20 620 4000 PT/APTT = 12,8/38,9
8 24 1290 8000 B/E/N/N/L/M=0/0/0/28/69/3
MCV/MCH/MCHC = 73/25/34
Total protein: 5,4
Al/Gl: 3,3/2,1
Bilirubin total: 0,8
Bil.direk/indirek: 0,3/0,5
SGOT/SGPT: 25/14

4. Diagnosis Kerja

- Melena ec Trombositopenia ec DHF

- DHF Grade II

5. Diagnosis Banding

- Pansitopenia ec aplasia
6. Penatalaksanaan

-1st/ NGT alir, puasa selama 8 jam, lanjut ML DL I

- IVFD RL 6 jam/ kolf

- Inj.lansoprazol 80 mg  drip lansoprazol 80 jam dalam 500 Nacl 0,9%

- Paracetamol 3x500 mg

- Sucralfat syr 3xcth II

BAB 4

DISKUSI

Dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 17 tahun dengan diagnosis

melena ec trombositopenia ec DHF, DHF grade II, diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari autoanamnesis pasien didapatkan demam sejak 4 hari yang lalu,

demam tinggi, terus menerus, disertai menggigil, dan tidak berkeringat malam.

Manifestasi DHF dimulai dengan demam tinggi, 2-7 hari serta gejala klinik yang

tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri kepala. Demam sebagai gejala utama

pada semua kasus.

Buang air besar dan buang air kecil normal. Demam disertai gejala lain

yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan, anoreksia,

nyeri kepala, dan nyeri otot dan sendi. Ini merupakan gejala khas yang dapat

ditemukan pada demam yang disebabkan oleh virus. Gejala lain dapat berupa nyeri

epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah subcostal kanan atau nyeri abdomen

difus, kadang disertai sakit tenggorok.


Pada keluarga, tidak ada anggota keluarga yang menderita DHF, tetapi ada

tetangga di sekitar rumah pasien yang menderita DHF dalam satu bulan ini, ± 3

orang. Saat nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia,

virus masuk ke dalam tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam

sampai 5 – 7 hari fase demam. Nyamuk kemudian menularkan virus ke manusia

lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada individu antara lain ditentukan

oleh status imun dan factor genetic pejamu.

Pada pemeriksaan fisik penderita nampak sakit sedang, kesadaran

komposmentis E4M6V5, nadi 120 kali/menit , pernafasan 24 x/menit, suhu 39,2º

C, berat badan 60 kg, tinggi badan 165 cm. Pada pemeriksaan khusus anemis (-),

sklera ikterik (-), mata cekung tidak ada, cor dan pulmo dalam batas normal,

abdomen supel, nyeri tekan epigastrium (-) dan pada ekstremitas akral dingin

tidak ada. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya

trombositopenia dan leukositopenia. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-

tanda infeksi virus seperti adanya demam tinggi yang mendadak disertai gejala

nyeri sendi, dan anoreksia. Hasil ini dapat memperkuat kemungkinan terjadinya

infeksi virus berupa DHF. Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan

adanya 2 / lebih gejala dan tanda lain, ditambah bukti perembesan plasma dan

trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD. Pada pasien

ditemukan demam berlangsung sudah 3 hari, tinggi terus menerus, ptekie positif,

melena, dan dari hasil laboratorium didapatkan trombositpenia dan

leukositopenia, maka dapat ditegakkan diagnosis Dengue Hemorragic Fever

Grade II.
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan hematokrit menurun. Hasil

yang normal/ turun ini dapat disebabkan oleh berbagai sebab, seperti

hemokonsentrasi yang terjadi masih minimal, sehingga hasil lab yang didapatkan

masih dalam batas normal. Hal ini juga dapat terjadi jika sudah terdapat

perdarahan di organ dalam, seperti di dalam saluran cerna. Jika terjadi perdarahan

maka sebanyak apapun perdarahan yang terjadi hematokrit hasilnya akan tetap

normal, karena darah yang keluar saat perdarahan adalah whole blood, berbeda

jika yang terjadi kebocoran plasma, jika plasma bocor, maka konsentrasi darah

akan meningkat, terjadilah hemokonsentrasi. Penyebab lain hematokrit pada

pasien DBD normal bisa jadi karena pasien tersebut sudah mendapat penanganan

awal sebelumnya berupa terapi cairan sebelum dirujuk. Pada pasien DHF hal yang

ditakutkan adalah terjadinya hemokonsentrasi, dimana terjadi kebocoran plasma/

plasma leakage dari pembuluh darah ke ruang intersisial yang dapat

mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain terapi cairan agar

mencegah terjadinya gangguan sirkulasi dan perfusi jaringan dengan pemberian

cairan infus RL 8 jam/ kolf, serta dianjurkan untuk banyak minum air putih.

Selain itu penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi simptomatis,

karena DHF merupakan infeksi virus /self limited disease, maka terapi spesifik

untuk DHF ini tidak ada. Demam pada pasien diatasi dengan pemberian

paracetamol 3x500mg. Pemberian lansoprazol bertujuan untuk mengatasi

perdarahan yang terjadi pada pasien, karena kemungkinan telah terjadi

perdarahan saluran cerna, sehingga diberikan PPI. Pasien juga dipuasakan 8 jam

untuk mempercepat proses pembekuan darah di dalam saluran cerna.


Hal yang terpenting dalam penatalaksanaan pasien DBD adalah terapi

cairan. Penyebab kematian pada DBD adalah terjadinya Dengue Shock Syndrome/

DSS, akibat terjadinya kebocoran plasma tersebut. Kematian karena DBD banyak

terjadi pada anak. DSS sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian cairan

Prognosis pada Dengue Hemorrhagic Fever ditentukan dari beberapa

faktor yaitu umur pasien, seberapa cepat mengenali kebocoran plasma, ada atau

tidaknya tanda-tanda bahaya DHF dan apakah sudah terdapat komplikasi dimana

paling sering adalah DSS. Dengan deteksi dini pada kebocoran plasma yang baik

maka pengobatan atau terapi cairan yang adekuat dan pengobatan suportif yang

baik dapat diberikan sehingga dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan

akibat DHF. Maka prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam dan

quo ad fungsionam dubia ad bonam.

Hal lain yang harus diperhatikan pada pasien dengan DBD adalah edukasi

mengenai penyakit DBD itu sendiri. Mulai dari penyebabnya, bagaimana dapat

terjadinya DBD, apa saja gejala dan tanda yang dapat muncul, serta tanda bahaya

sehingga dapat dibawa ke dokter segera untuk penanganan lebih lanjut.

Pencegahan terjadinya DBD juga seharusnya diterangkan kepada pasien, seperti

dengan melakukan 3M (menguras bak mandi, mengubur barang2 bekas, dan

menutup tempat penampungan air). Selain itu juga melakukan beberapa plus

seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan

kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,

menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll

sesuai dengan kondisi setempat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata
laksana infeksi virus dengue pada anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.
2. World Health Organization. Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control. Geneva: WHO Library Cataloguing; 2009
3. Suhendro, dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, ed 6, jilid I. Jakarta: Internal Publishing; 2014: 539-548
4. World Health Organization. Dengue: Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorraghic Fever. India :
WHO Library Cataloguing; 2011

5. Soedarmo S., Gama H., Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta: IDAI.

6. Cris Tanto, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeculapius,


2014

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta : Interna Publishing:; 2009.
8. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne
Dengue Fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural
Resources Defense Council Issue Paper; 2009.
9. Kusriastuti R. Data Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun
2009 dan Tahun 2008.Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI; 2010.

Anda mungkin juga menyukai