Oleh :
dr. Felicia Luciana
dr. Pembimbing :
dr. Arantri Wardhani Sp.Pd
KOTA KEDIRI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemoragik15.
Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan
sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan
yang terlambat. Demam dengue memiliki beberapa klasifikasi yaitu dengue fever
(DF) , dengue hemoragic fever (DHF), dan dengue shock sindrom (DDS)17.
Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut
endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau
kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah
sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan
diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan
berkala baik klinis maupun laboratoris4.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal
ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement
(ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe
kedua 3
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang, telurnya
dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-42⁰C. Bila kelembaban terlalu rendah
telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari, kemudian untuk menjadi nyamuk
dewasa ini memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk dewasa yang sudah menghisap
darah dalam waktu 3 hari dapat bertelur 100 butir8.
2.4 Patofisiologi
2.5 Pathway
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan dan leukopenia11. Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya
trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak merah yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam
dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam skalartina
yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum
suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 12
- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD11. Kasus DBD ditandai
4 manifestasi klinis yaitu :
- Demam tinggi
- Hepatomegali
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-
4 cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan
keparahan penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok.
Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.8
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+
+ Mual
+
++ Nyeri Otot
+
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+
+ Batuk
+
+ Pilek +
++ Limfadenopati ++
+ Kejang +
++
0 Kesadaran menurun
+++
0 Obstipasi
+
+ Uji tornikuet positif
++++ Petekie +++
++ Hepatomegali ++++
++ Trombositopenia
0 Syok
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab
dan pasien tampak gelisah.11
Gambar 4. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran
plasma pada DBD13
Gambar 5 . Kurva suhu pada demam berdarah dengue, saat suhu reda keadaan
klinis pasien memburuk (syok)2
2.7 Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum
infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD
adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila
kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin
DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat
diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis
dapat dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda
laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium
tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. 4,7,8,12
1. Pemeriksaan laboratorium
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13
Gambar 6 . Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue
3. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang
penting tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan
USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula
dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit
yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan
penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda
bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 4.
4.Pemeriksaan serologi
- Uji Netralisasi
Antibodi Ig M :
- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca
infeksi primer singkat
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).13
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
berkeringat lebih atau muntah. 8
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam
ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah
dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar
hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu
dilakukan.
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan
jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena
tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ; dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih
besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada
cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular
lebih baik.2
4. Hematokrit stabil
2.10 Komplikasi
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome.
Komplikasi paling sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Jumlah platelet yang rendah
d. Hipotensi
e. Bradikardi
f. Kerusakan hati
Komplikasi yang paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut :
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis
pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak.
Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila
syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03-
dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera
ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi edema
otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan
diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan
tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah)
untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi
tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
b. Gagal Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah
syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok
belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular
necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
c. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai
kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema
paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi
reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih
(kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edema paru
pada foto rontgen dada.
2.11 Pencegahan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
- Penyelidikan Epidemiologi
2.12 Prognosis
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat,
pemahaman mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik.
Pemantauan klinis dan laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD.
Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus
DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Penanganan yang cepat tepat dan
akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Anamnesis
a. Identitas
a. Nama : Nn.P
b. Umur : 25 tahun
c. Alamat : Jalan Menteng II no 45
d. Pekerjaan : Dokter gigi
e. Agama : Kristen
f. Suku : Medan
g. Waktu pemeriksaan : 17 Maret 2020
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD Daha Husada dengan keluhan demam hari ke 3.
Demam mendadak tinggi. Demam turun sebentar saat diberi
parasetamol namun kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluhkan
badannya lemas dan pusing. Nyeri belakang mata(+), mengigil(+)
kadang saat malam hari. Mual(-) muntah(-) mimisan(-) bercak merah
pada kulit(-) gusi berdarah(-) batuk(-) sesak(-) nyeri telan(-) BAK
lancar. BAB konstipasi(+) terakhir BAB 4 hari lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
DM (-), HT (-)
Belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Penggunaan obat-obatan kronis disangkal
Riwayat penyakit lain disangkal
d. Riwayat Penggunaan Obat :
Biothicol dan Parasetamol
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga yang sakit seperti ini disangkal, HT (-), DM (-)
f. Riwayat Sosial
Pekerjaan pasien sebagai dokter gigi di puskesmas sukorame. Pasien
sering berhadapan dengan banyak orang.
3.2 Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
o KU : cukup
o Kesadaran : CM
o GCS : 456
o TD : 120/70 mmHg
o Nadi : 74 x/menit
o Suhu : 38,1 C
o RR : 20 x/menit
o BB 58 Kg
o TB 170 cm
o BMI : 20,1 kg/m2 (ideal weight)
Head to Toe
o Head
A/I/C/D: -/-/-/-
Normochepali (+)
o Neck
JVP flat
Kaku kuduk (-)
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran kelenjar thyroid (-)
o Thorax
Inspeksi
Bentuk normal simetris, gerak dada normal
Iktus kordis tak tampak
Palpasi
Iktus kordis tak teraba
Massa (-)
Nyeri (-)
Perkusi
Sonor pekak Hepar
Batas jantung
o Batas atas jantung: ICS II Sinistra
o Batas kanan jantung: ICS III-IV
parasternal line dextra
o Batas jantung kiri: ICS V midclavicular
line Sinistra
Auskultasi
Ves +/+
Rh -/-
Wh -/-
S1S2 tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
o Abdomen
Inspeksi
Flat
Distended (-)
Darm contour (-)
Darm steifung (-)
Auskultasi :
Bising usus normal
Borborygmus (-)
Metallic Sound (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-)
Hepar dan Lien tak teraba
Nyeri ketok ginjal (-)
Perkusi
Timpani
Ukuran hepar kesan normal : pekak hepar (+)
Traube’s space kesan kosong (timpani)
o Ekstremitas
HKM
CRT< 2 dtk
Edema (-)
Rumple leed (+)
3.3 Laboratorium
17 Maret 2020 (14.08)
o Hb 11 g/dl
o Leu 2300 (L)
o Hct 40,9%
o Eri 4.32 x 106
o MCV 94.7
o MCH 25,4(L)
o MCHC 26,8 (L)
o Tro 79.000 (L)
o Hitung Jenis
Limfosit 12,6 % (L)
Mid 8,5%
Granulosit 78,9% (H)
o Test widal
Salmonella Ag Thypi O 1/80
Salmonella Ag Thypi H 1/80
Salmonella Ag Parathypi A Negatif
Salmonella Ag Parathypi B 1/80
18 Maret 2020 (13.14)
o Hb 9,3 g/dl (L)
o Leu 1300 (L)
o Hct 35,7% (L)
o Eri 3,79 x 106 (L)
o MCV 94.4
o MCH 24,5 (L)
o MCHC 26 (L)
o Tro 58.000 (L)
o Hitung Jenis
Limfosit 14,2 % (L)
Mid 11%
Granulosit 74,8% (H)
19 Maret 2020 (05.26)
o Hb 10 g/dl (L)
o Leu 1300 (L)
o Hct 37,5%
o Eri 3,99 x 106
o MCV 94.2
o MCH 25(L)
o MCHC 26,6 (L)
o Tro 35.000 (L)
o Hitung Jenis
Limfosit 25,9 %
Mid 9,9%
Granulosit 64,2%
20 Maret 2020 (05.09)
o Hb 10,7 g/dl (L)
o Leu 2600 (L)
o Hct 40,2%
o Eri 4.31 x 106
o MCV 93.5
o MCH 24,8(L)
o MCHC 26,6 (L)
o Tro 34.000 (L)
o Hitung Jenis
Limfosit 19,8 % (L)
Mid 11%
Granulosit 69,2%
21 Maret 2020 (05.25)
o Hb 10,4 g/dl (L)
o Leu 5200
o Hct 38,9%
o Eri 4.15 x 106
o MCV 93.8
o MCH 25(L)
o MCHC 26,7 (L)
o Tro 42.000 (L)
o Hitung Jenis
Limfosit 16.9 % (L)
Mid 10,2%
Granulosit 72,9% (H)
22 Maret 2020 (05.33)
o Hb 10,9 g/dl (L)
o Leu 6500
o Hct 40,2%
o Eri 4.27 x 106
o MCV 94.2
o MCH 25,5(L)
o MCHC 27,1 (L)
o Tro 53.000 (L)
o Hitung Jenis
Limfosit 17,8 % (L)
Mid 18,9%(H)
Granulosit 63,3%
3.4 Timeline Temuan Klinis dan Laboratoris pada Pasien
Waktu
Uraian 17 – 22 Maret 2020
17 18 19 20 21 22
Demam + - - - - -
Anoreksia - + + - - -
Nausea & Vomitting - - - - - -
Pusing + + + + - -
Nyeri perut - - - - - -
Myalgia - + + - - -
Perdarahan spontan - - - - - -
Leukopeni + + + + - -
Trombositopeni + + + + + +
Note :
- Tiba di UGD 17 Maret 2020 jam 14.08 dengan keluhan demam hari
ke 3
- MRS tanggal 17 Maret 2020 (18.25)
- KRS tanggal 22 Maret 2020 (12.00)
3.5 Problem List
Dengue Hemorrhagic Fever Grade I
3.6 Diagnosis Kerja
Dengue Hemorrhagic Fever Grade I
3.7 Planning
1. Diagnosis: DL Serial (Terlampir)
2. Terapi
- Inf. Asering 20 tpm
- Inj. Santagesic 3x1 gr
- Inj Antrain 3 x 1 amp (500 mg)
3. Monitoring:
TTV, Keluhan px: demam, mual muntah, nyeri perut, nafsu makan
menurun, perdarahan spontan, pusing. Pmx Fisik: tanda-tanda syok,
tanda perdarahan spontan (ptekiae), pemeriksaan hepar. Hasil Lab :
leukosit, trombosit, Hct, Hb
4. Edukasi
- Penjelasan tentang penyakit pasien
- KIE pasien dan keluarga pasien, tentang pemeriksaan yang akan
dilakukan
- KIE pasien dan keluarga mengenai pengobatan yang diberikan.
- KIE pasien tentang komplikasi yang dapat terjadi
3.8 Follow Up
Tgl S O A P
17/3 Demam (+) hari ke 3 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 120/70 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (+) HR 80x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 38 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 20 x/m Diet bebas
Nafsu makan menurun K/L a/i/c/d -/-/-/- Cek DL setiap
Thor hari
P : ves/ves rh -/- Wh
-/-
C : S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop
(-)
Abd:
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-,
Rumple leed (+)
Hasil Lab
WBC 2300
HB 11
PLT 79.000
HCT 40,9%
Salmonella Ag
Thypi O 1/80
Salmonella Ag
Thypi H 1/80
Salmonella Ag
Parathypi A Neg
Salmonella Ag
Parathypi B 1/80
18/3/ Demam (-) hari ke 4 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 97/50 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (+) HR 54x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 20 x/m Diet bebas
Nafsu makan menurun K/L a/i/c/d -/-/-/- Cek DL setiap
Thor hari
P : ves/ves rh -/- Wh
-/-
C : S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop
(-)
Abd:
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-
Hasil Lab
WBC 1300
HB 9,3
PLT 58.000
HCT 35,7%
19/3/ Demam (-) hari ke 5 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 92/50 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (+) HR 61x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 18 x/m Inj.MP 62,5mg
Nafsu makan menurun K/L a/i/c/d -/-/-/- 2x1
Thor Inj.OMZ 40mg
P : ves/ves rh -/- Wh 2x1
-/- Inj.Ceftriaxone
C : S1S2 tunggal, 2x1
murmur (-), gallop Diet bebas
(-) Cek DL setiap
Abd: hari
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-
Hasil Lab
WBC 1300
HB 10
PLT 35.000
HCT 37,5%
20/3/ Demam (-) hari ke 6 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 103/54 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (-) HR 50x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36,2 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 18 x/m Inj.MP 62,5mg
Nafsu makan baik K/L a/i/c/d -/-/-/- 2x1
Thor Inj.OMZ 40mg
P : ves/ves rh -/- Wh 2x1
-/- Inj.Ceftriaxone
C : S1S2 tunggal, 2x1
murmur (-), gallop Diet bebas
(-) Cek DL setiap
Abd: hari
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-
Hasil Lab
WBC 2600
HB 10,7
PLT 34.000
HCT 40,2%
21/3/ Demam (-) hari ke 7 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(-) TD 117/60 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (-) HR 60x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 20 x/m Inj.MP 62,5mg
Nafsu makan baik K/L a/i/c/d -/-/-/- 2x1
Thor Inj.OMZ 40mg
P : ves/ves rh -/- Wh 2x1
-/- Inj.Ceftriaxone
C : S1S2 tunggal, 2x1
murmur (-), gallop Diet bebas
(-) Cek DL setiap
Abd: hari
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-
Hasil Lab
WBC 5200
HB 10,4
PLT 42.000
HCT 38,9%
Hasil Lab
WBC 6500
HB 10,9
PLT 53.000
HCT 40,2%
3.9 Pembahasan
Pada anamnesis, didapatkan keluhan awal demam mendadak tinggi,
pusing, myalgia. Hal ini sesuai dengan jurnal menurut Soedarmo11. Pada hari
ke 4-7 ditemukan penurunan suhu tubuh, trombositopeni, leukopeni dan
manifestasi perdarahan (pada kasus ini rumple lees positif) hal tersebut sesuai
dengan jurnal menurut Hadinegoro dan Soedarmo4,11. Anoreksia dan obstipasi
sering dilaporkan pada beberapa kasus, pada kasus pasien ini mengalami
anoreksia dan obstipasi.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan hepatomegali, ikterus (-),
nyeri tekan hipokondria kanan(-). Hepatomegali sering terjadi pada pasien
DHF dengan syok. Pemeriksaan fisik didapatkan rumple leed (+) berdasarkan
pembagian derajat DBD menurut WHO tergolong dalam DHF grade I.
Selain pemeriksaan rumple leed (+), hasil lab pasien juga menunjukkan
leukopeni, trombositopeni. Hal tersebut sesuai dengan jurnal yaitu penurunan
jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8
sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Pada pasien ini juga tidak ditemukan peningkatan Hct > 20% ,
sehingga pada pasien ini tidak didapatkan plasma leakage.
Pada pasien diberikan terapi asering, menurut jurnal terapi cairan
yang diberikan adalah kristaloid (RL, NaCl 0,9%). Hal ini sesuai karena
asering merupakan cairan kristaloid, namun berbeda kandungan dengan RL
dan NaCl 0,9%. Pasien juga diberikan terapi suportif yaitu parasetamol dan
santagesic. Hal ini sesuai dengan jurnal yaitu dengan pemberian antipiretik dan
analgesic jika perlu. Pada pasien ini didapatkan tambahan terapi berupa injeksi
ceftriaxone dan MethylPrednisolon 62,5 mg.
Komplikasi yang sering terjadi menurut jurnal berupa dehidrasi,
perdarahan, trombositopeni, hipotensi, bradikardi dan kerusakan hati. Pada
pasien ini mengalami komplikasi berupa perdarahan (rumple leed positif),
trombositopeni, hipotensi, dan bradikardi.
Kriteria memulangkan pasien :
8. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
9. Nafsu makan membaik
10. Tampak perbaikan secara klinis
11. Hematokrit stabil
12. Tiga hari setelah syok teratasi
13. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
14. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).7
Pada pasien ini mencangkup semua kriteria utk KRS. Pasien tidak
mengalami syok dan distress pernafasan. Pasien KRS dengan jumlah trombosit
53.000 yang telah meningkat sejak 1 hari sebelumnya. Prognosis pasien ini
adalah baik karena penanganan yang cepat dan akurat.
BAB IV
KESIMPULAN
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
11
perdarahan dan leukopenia. Awal penyakit biasanya mendadak dengan
adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan DBD dan
membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma
yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan hemokonsentrasi.8
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi
Intravaskuler Diseminata (KID).13
Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
4. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N,
penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September
2004.h. 63-
6. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-
17. Philadelphia : WB Saunders.2004.h.1092-4
13. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 1988
15. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
17. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.