Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Oleh :
dr. Felicia Luciana

dr. Pembimbing :
dr. Arantri Wardhani Sp.Pd

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSU DAHA HUSADA

KOTA KEDIRI

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemoragik15.
Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan
sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan
yang terlambat. Demam dengue memiliki beberapa klasifikasi yaitu dengue fever
(DF) , dengue hemoragic fever (DHF), dan dengue shock sindrom (DDS)17.
Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut
endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau
kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah
sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan
diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan
berkala baik klinis maupun laboratoris4.

Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan


endemi infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5
milyar penduduk berisiko menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan
terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta kasus demam berdarah
dengue terjadi di seluruh dunia10.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh


”arthropod borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash,
leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit
demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali fatal3

DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas


vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD)
dapat mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk
DBD1

Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal
ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement
(ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe
kedua 3

2.2 Epidemiologi

DD klinis dilaporkan pertama kali oleh Banyamin Reesh pada bulan


Agustus -Oktober 1780 (break bone fever) di Philadelphia4,6. Pada tahun 1954,
DBD pertama kali dilaporkan di Filipina yang kemudian menyebar ke negara-
negara kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1980 an penyakit ini merambah negara-
negara di Benua Amerika yang beriklim tropis dan subtropis6.

Di Indonesia, pertama kali dilaporkan kasus DD oleh Bylon di Batavia


tahun 17794. Kasus DBD pertama kali terdiagnosis di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit ini terutama menyerang anak usia dibawah 15 tahun. Dalam kurun waktu
40 tahun, penyakit ini telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia6. Istilah
haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina tahun
1953 , kasusnya dilaporkan oleh Quintos dkk pada tahun 1954 4,7.

Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terus bertambah. Secara nasional,


jumlah kasus hingga tanggal 3 Februari 2019 adalah sebanyak 16.692 kasus dengan
169 orang meninggal dunia7.

Jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mengalami


lonjakan drastis pada awal tahun 2020. Jumlah kasus DBD di Indonesia telah
menembus angka 16 ribu pada periode Januari sampai awal Maret 2020. Bahkan,
wabah DBD di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti Kabupaten Sikka, kini
sudah berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB)7

Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kasus DBD di Indonesia sudah


menembus angka 16 ribu, pada periode Januari sampai awal Maret 2020. Dari
jumlah itu, 100 jiwa meninggal dunia. Dinas Kesehatan Kebupaten Sikka
mengumumkan jumlah kasus DBD di daerah ini telah mencapai 1.195 per Selasa,
10 Maret 2020. Sementara jumlah pasien yang dirawat saat ini 130 orang7.

2.3 Etiologi

Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan


ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal8. Hingga saat ini dikenal empat
serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9

Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya.


Aedes aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies
lainnya seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor
sekunder dan epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes
aegypty.8
Gambar 1. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex

Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang, telurnya
dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-42⁰C. Bila kelembaban terlalu rendah
telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari, kemudian untuk menjadi nyamuk
dewasa ini memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk dewasa yang sudah menghisap
darah dalam waktu 3 hari dapat bertelur 100 butir8.
2.4 Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan


viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan suhu.

Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah


yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke interstitial
yang menyebabkan hipovolemia.Trombositopenia dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus8.

Pada pasien dengan trombositopenia dapat terjadi perdarahan baik pada


kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan
adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis
secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak
tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari,
rata-rata 5-8 hari15.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty.
Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot di seluruh tubuh, ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi dalam sirkulasi dan akan mengaktivasi sistem komplemen. Aktivasi sistem
komplemen akan melepaskan histamin yang merupakan mediator kuat sebagai
faktor meningkatkan permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstraseluler sehingga
dapat menyebabkan efusi pleura pada tingkatan lanjut. Perembesan plasma ke ruang
ekstraseluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma intraseluler sehingga
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia yang dapat menyebabkan
syok.
Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena9.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan pericardium. Sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami shock hipovolemik.Jika shock hipovolemik berlangsung lama akan
timbul anoksia jaringan,metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik8.

2.5 Pathway

2.6 Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :

1. Silent dengue atau Undifferentiated fever


2. Demam dengue klasik

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)

4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11

Gambar 2 . Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue

Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan dan leukopenia11. Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya
trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak merah yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam
dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam skalartina
yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum
suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 12

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi


fotofobi, berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal
dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelani’s sign
yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.4,12
Gambar 3 . Spektrum Klinis DD dan DBD

Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut

- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir

- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme


pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni

- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin


meningkat. 8

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD11. Kasus DBD ditandai
4 manifestasi klinis yaitu :

- Demam tinggi

- Perdarahan terutama perdarahan kulit

- Hepatomegali

- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12


Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota
gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.12

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-
4 cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan
keparahan penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok.
Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.8

Tabel 1. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue11,12.

Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah


Dengue

++ Nyeri Kepala +

+++ Muntah ++
+
+ Mual
+
++ Nyeri Otot
+
++ Ruam Kulit +

++ Diare +
+
+ Batuk
+
+ Pilek +
++ Limfadenopati ++

+ Kejang +
++
0 Kesadaran menurun
+++
0 Obstipasi
+
+ Uji tornikuet positif
++++ Petekie +++

0 Perdarahan saluran cerna +++

++ Hepatomegali ++++

+ Nyeri perut +++

++ Trombositopenia

0 Syok

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia


sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama
menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dengan DD ialah
gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia dan hemokonsentrasi.8

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab
dan pasien tampak gelisah.11
Gambar 4. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran
plasma pada DBD13

Gambar 5 . Kurva suhu pada demam berdarah dengue, saat suhu reda keadaan
klinis pasien memburuk (syok)2
2.7 Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum
infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD
adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila
kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin
DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat
diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis
dapat dibuat lebih tepat.2

Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda
laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium
tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :

Kriteria klinis :

- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari

- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie,


ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena

- Pembesaran hati

- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi

Kriteria laboratorium :

- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)

- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 8

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :

- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan


spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh
rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.

- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. 4,7,8,12

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu


ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan


peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan
limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor
VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.4

2. Pemeriksaan rontgen dada

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13
Gambar 6 . Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue

3. Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang
penting tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan
USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula
dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit
yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan
penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda
bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 4.

4.Pemeriksaan serologi

Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :

- Uji hambatan hemaglitinasi

- Uji Netralisasi

- Uji fiksasi komplemen

- Uji Hemadsorpsi Immunosorben

- Uji Elisa Anti Dengue Ig M

- Tes Dengue Blot. 7

Pemeriksaan rapid sero diagnostic test


Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat
pula menimbulkan keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif
palsu pada hari demam ke 2-3. Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G
atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4 akan dijumpai peningkatan Ig M lalu
meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali dan menghilang pada
hari sakit ke 30-60. Peningkatan Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai
puncak pada hari ke 15 kemudian menurun dalam kadar rendah seumur hidup.
Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik
dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada
hari demam ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6
hari lagi. Gold standar WHO menggunakan deteksi RNA yaitu NS1 pada hari ke 1-
3. Kadar NS1 menurun pada hari ke 4 dan hilang pada hari ke 10

Gambar 7. Respon imun terhadap infeksi dengue

Respon imun terhadap infeksi dengue :

Antibodi Ig M :

- Terbentuk dengan cepat pasca 3 hari onset gejala

- Meningkat pada infeksi primer

- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun

- Efektif pemeriksaan pada hari ke 4


Antibodi Ig G :

- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi

- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca
infeksi primer singkat

Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M


anti dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis
peningkatan Ig G anti dengue.14

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).13

Gambar 8. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit2.

Penatalaksanaan Demam Dengue

Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :

- Tirah baring selama fase demam akut

- Antipiretik untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya


diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri yang parah

- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
berkeringat lebih atau muntah. 8

Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih


berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran
plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa
kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan
tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan
adanya kehilangan cairan. 8 Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan
volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2

Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam
ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah
dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar
hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu
dilakukan.

Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil


diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15%
memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk
resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer
memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk
mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD
stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer
akibat adanya asidosis berat. 2

Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan
jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena
tidak ada perembesan plasma.2

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ; dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih
besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada
cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular
lebih baik.2

Tabel 2. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid


(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada
perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat segera
diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang
memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Tabel 3. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Pemasangan CVP (Central Venous Catheter) pada DBD tidak dianjurkan


karena prosedur CVP bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia,
gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi,
disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak
banyak.2

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan


bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan
suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen
plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah
agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula
diberikan packed red cell (PRC).2

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali


dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)
bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak
masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar
hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.


Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue
Kriteria memulangkan pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml

7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau


asidosis).7

2.10 Komplikasi
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome.
Komplikasi paling sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Jumlah platelet yang rendah
d. Hipotensi
e. Bradikardi
f. Kerusakan hati

Komplikasi yang paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut :
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis
pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak.
Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila
syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03-
dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera
ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi edema
otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan
diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan
tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah)
untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi
tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
b. Gagal Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah
syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok
belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular
necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
c. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai
kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema
paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi
reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih
(kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edema paru
pada foto rontgen dada.
2.11 Pencegahan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Melakukan metode 3 M (Menguras, Menutup dan Menyingkirkan


tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap
keluarga

b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3


bulan

c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

- Foging Focus dan Foging Masal

d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang


waktu 1 minggu

e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB


dalam jangka waktu 1 bulan

f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan


menggunakan Swing Fog

- Penyelidikan Epidemiologi

g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam


setelah menerima laporan kasus

h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

- Penyuluhan perorangan/ kelompok untuk meningkatkan kesadaran


masyarakat.

- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15

2.12 Prognosis
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat,
pemahaman mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik.
Pemantauan klinis dan laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD.
Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus
DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Penanganan yang cepat tepat dan
akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Anamnesis
a. Identitas
a. Nama : Nn.P
b. Umur : 25 tahun
c. Alamat : Jalan Menteng II no 45
d. Pekerjaan : Dokter gigi
e. Agama : Kristen
f. Suku : Medan
g. Waktu pemeriksaan : 17 Maret 2020
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD Daha Husada dengan keluhan demam hari ke 3.
Demam mendadak tinggi. Demam turun sebentar saat diberi
parasetamol namun kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluhkan
badannya lemas dan pusing. Nyeri belakang mata(+), mengigil(+)
kadang saat malam hari. Mual(-) muntah(-) mimisan(-) bercak merah
pada kulit(-) gusi berdarah(-) batuk(-) sesak(-) nyeri telan(-) BAK
lancar. BAB konstipasi(+) terakhir BAB 4 hari lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 DM (-), HT (-)
 Belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
 Penggunaan obat-obatan kronis disangkal
 Riwayat penyakit lain disangkal
d. Riwayat Penggunaan Obat :
Biothicol dan Parasetamol
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga yang sakit seperti ini disangkal, HT (-), DM (-)
f. Riwayat Sosial
Pekerjaan pasien sebagai dokter gigi di puskesmas sukorame. Pasien
sering berhadapan dengan banyak orang.
3.2 Pemeriksaan Fisik
 Vital Sign
o KU : cukup
o Kesadaran : CM
o GCS : 456
o TD : 120/70 mmHg
o Nadi : 74 x/menit
o Suhu : 38,1 C
o RR : 20 x/menit
o BB 58 Kg
o TB 170 cm
o BMI : 20,1 kg/m2 (ideal weight)
 Head to Toe
o Head
 A/I/C/D: -/-/-/-
 Normochepali (+)
o Neck
 JVP flat
 Kaku kuduk (-)
 Pembesaran KGB (-)
 Pembesaran kelenjar thyroid (-)
o Thorax
 Inspeksi
 Bentuk normal simetris, gerak dada normal
 Iktus kordis tak tampak
 Palpasi
 Iktus kordis tak teraba
 Massa (-)
 Nyeri (-)
 Perkusi
 Sonor pekak Hepar
 Batas jantung
o Batas atas jantung: ICS II Sinistra
o Batas kanan jantung: ICS III-IV
parasternal line dextra
o Batas jantung kiri: ICS V midclavicular
line Sinistra
 Auskultasi
 Ves +/+
 Rh -/-
 Wh -/-
 S1S2 tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
o Abdomen
 Inspeksi
 Flat
 Distended (-)
 Darm contour (-)
 Darm steifung (-)
 Auskultasi :
 Bising usus normal
 Borborygmus (-)
 Metallic Sound (-)
 Palpasi
 Nyeri tekan (-)
 Hepar dan Lien tak teraba
 Nyeri ketok ginjal (-)
 Perkusi
 Timpani
 Ukuran hepar kesan normal : pekak hepar (+)
 Traube’s space kesan kosong (timpani)
o Ekstremitas
 HKM
 CRT< 2 dtk
 Edema (-)
 Rumple leed (+)
3.3 Laboratorium
 17 Maret 2020 (14.08)
o Hb 11 g/dl
o Leu 2300 (L)
o Hct 40,9%
o Eri 4.32 x 106
o MCV 94.7
o MCH 25,4(L)
o MCHC 26,8 (L)
o Tro 79.000 (L)
o Hitung Jenis
 Limfosit 12,6 % (L)
 Mid 8,5%
 Granulosit 78,9% (H)
o Test widal
 Salmonella Ag Thypi O 1/80
 Salmonella Ag Thypi H 1/80
 Salmonella Ag Parathypi A Negatif
 Salmonella Ag Parathypi B 1/80
 18 Maret 2020 (13.14)
o Hb 9,3 g/dl (L)
o Leu 1300 (L)
o Hct 35,7% (L)
o Eri 3,79 x 106 (L)
o MCV 94.4
o MCH 24,5 (L)
o MCHC 26 (L)
o Tro 58.000 (L)
o Hitung Jenis
 Limfosit 14,2 % (L)
 Mid 11%
 Granulosit 74,8% (H)
 19 Maret 2020 (05.26)
o Hb 10 g/dl (L)
o Leu 1300 (L)
o Hct 37,5%
o Eri 3,99 x 106
o MCV 94.2
o MCH 25(L)
o MCHC 26,6 (L)
o Tro 35.000 (L)
o Hitung Jenis
 Limfosit 25,9 %
 Mid 9,9%
 Granulosit 64,2%
 20 Maret 2020 (05.09)
o Hb 10,7 g/dl (L)
o Leu 2600 (L)
o Hct 40,2%
o Eri 4.31 x 106
o MCV 93.5
o MCH 24,8(L)
o MCHC 26,6 (L)
o Tro 34.000 (L)
o Hitung Jenis
 Limfosit 19,8 % (L)
 Mid 11%
 Granulosit 69,2%
 21 Maret 2020 (05.25)
o Hb 10,4 g/dl (L)
o Leu 5200
o Hct 38,9%
o Eri 4.15 x 106
o MCV 93.8
o MCH 25(L)
o MCHC 26,7 (L)
o Tro 42.000 (L)
o Hitung Jenis
 Limfosit 16.9 % (L)
 Mid 10,2%
 Granulosit 72,9% (H)
 22 Maret 2020 (05.33)
o Hb 10,9 g/dl (L)
o Leu 6500
o Hct 40,2%
o Eri 4.27 x 106
o MCV 94.2
o MCH 25,5(L)
o MCHC 27,1 (L)
o Tro 53.000 (L)
o Hitung Jenis
 Limfosit 17,8 % (L)
 Mid 18,9%(H)
 Granulosit 63,3%
3.4 Timeline Temuan Klinis dan Laboratoris pada Pasien

Waktu
Uraian 17 – 22 Maret 2020
17 18 19 20 21 22
Demam + - - - - -
Anoreksia - + + - - -
Nausea & Vomitting - - - - - -
Pusing + + + + - -
Nyeri perut - - - - - -
Myalgia - + + - - -
Perdarahan spontan - - - - - -
Leukopeni + + + + - -
Trombositopeni + + + + + +

 Note :
- Tiba di UGD 17 Maret 2020 jam 14.08 dengan keluhan demam hari
ke 3
- MRS tanggal 17 Maret 2020 (18.25)
- KRS tanggal 22 Maret 2020 (12.00)
3.5 Problem List
Dengue Hemorrhagic Fever Grade I
3.6 Diagnosis Kerja
Dengue Hemorrhagic Fever Grade I
3.7 Planning
1. Diagnosis: DL Serial (Terlampir)
2. Terapi
- Inf. Asering 20 tpm
- Inj. Santagesic 3x1 gr
- Inj Antrain 3 x 1 amp (500 mg)
3. Monitoring:
TTV, Keluhan px: demam, mual muntah, nyeri perut, nafsu makan
menurun, perdarahan spontan, pusing. Pmx Fisik: tanda-tanda syok,
tanda perdarahan spontan (ptekiae), pemeriksaan hepar. Hasil Lab :
leukosit, trombosit, Hct, Hb
4. Edukasi
- Penjelasan tentang penyakit pasien
- KIE pasien dan keluarga pasien, tentang pemeriksaan yang akan
dilakukan
- KIE pasien dan keluarga mengenai pengobatan yang diberikan.
- KIE pasien tentang komplikasi yang dapat terjadi

3.8 Follow Up
Tgl S O A P
17/3 Demam (+) hari ke 3 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 120/70 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (+) HR 80x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 38 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 20 x/m Diet bebas
Nafsu makan menurun K/L a/i/c/d -/-/-/- Cek DL setiap
Thor hari
P : ves/ves rh -/- Wh
-/-
C : S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop
(-)
Abd:
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-,
Rumple leed (+)

Hasil Lab
WBC 2300
HB 11
PLT 79.000
HCT 40,9%
Salmonella Ag
Thypi O 1/80
Salmonella Ag
Thypi H 1/80
Salmonella Ag
Parathypi A Neg
Salmonella Ag
Parathypi B 1/80
18/3/ Demam (-) hari ke 4 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 97/50 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (+) HR 54x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 20 x/m Diet bebas
Nafsu makan menurun K/L a/i/c/d -/-/-/- Cek DL setiap
Thor hari
P : ves/ves rh -/- Wh
-/-
C : S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop
(-)
Abd:
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-

Hasil Lab
WBC 1300
HB 9,3
PLT 58.000
HCT 35,7%
19/3/ Demam (-) hari ke 5 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 92/50 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (+) HR 61x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 18 x/m Inj.MP 62,5mg
Nafsu makan menurun K/L a/i/c/d -/-/-/- 2x1
Thor Inj.OMZ 40mg
P : ves/ves rh -/- Wh 2x1
-/- Inj.Ceftriaxone
C : S1S2 tunggal, 2x1
murmur (-), gallop Diet bebas
(-) Cek DL setiap
Abd: hari
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-

Hasil Lab
WBC 1300
HB 10
PLT 35.000
HCT 37,5%
20/3/ Demam (-) hari ke 6 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(+) TD 103/54 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (-) HR 50x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36,2 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 18 x/m Inj.MP 62,5mg
Nafsu makan baik K/L a/i/c/d -/-/-/- 2x1
Thor Inj.OMZ 40mg
P : ves/ves rh -/- Wh 2x1
-/- Inj.Ceftriaxone
C : S1S2 tunggal, 2x1
murmur (-), gallop Diet bebas
(-) Cek DL setiap
Abd: hari
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-

Hasil Lab
WBC 2600
HB 10,7
PLT 34.000
HCT 40,2%
21/3/ Demam (-) hari ke 7 KU cukup Dengue Inf.Asering 20
2020 Pusing(-) TD 117/60 mmhg Hemorrhagic tpm
Badan lemas (-) HR 60x/m Fever Grade I Inj.Santagesic
Mual muntah(-) S 36 3x1
Perdarahan spontan (-) RR 20 x/m Inj.MP 62,5mg
Nafsu makan baik K/L a/i/c/d -/-/-/- 2x1
Thor Inj.OMZ 40mg
P : ves/ves rh -/- Wh 2x1
-/- Inj.Ceftriaxone
C : S1S2 tunggal, 2x1
murmur (-), gallop Diet bebas
(-) Cek DL setiap
Abd: hari
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-

Hasil Lab
WBC 5200
HB 10,4
PLT 42.000
HCT 38,9%

22/3/ Demam (-) hari ke 8 KU cukup Dengue KRS Hari ini


2020 Pusing(-) TD 110/70 mmhg Hemorrhagic
Badan lemas (-) HR 74x/m Fever Grade I
Mual muntah(-) S 36,4
Perdarahan spontan (-) RR 20 x/m
Nafsu makan baik K/L a/i/c/d -/-/-/-
Thor
P : ves/ves rh -/- Wh
-/-
C : S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop
(-)
Abd:
I : Flat, distended (-
)
A : Bu + normal
P : timpani, pekak
hepar (+)
P : soeple, defans
muscular (-)
Eks : HKM Crt <2
detik, edem -/-

Hasil Lab
WBC 6500
HB 10,9
PLT 53.000
HCT 40,2%

3.9 Pembahasan
Pada anamnesis, didapatkan keluhan awal demam mendadak tinggi,
pusing, myalgia. Hal ini sesuai dengan jurnal menurut Soedarmo11. Pada hari
ke 4-7 ditemukan penurunan suhu tubuh, trombositopeni, leukopeni dan
manifestasi perdarahan (pada kasus ini rumple lees positif) hal tersebut sesuai
dengan jurnal menurut Hadinegoro dan Soedarmo4,11. Anoreksia dan obstipasi
sering dilaporkan pada beberapa kasus, pada kasus pasien ini mengalami
anoreksia dan obstipasi.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan hepatomegali, ikterus (-),
nyeri tekan hipokondria kanan(-). Hepatomegali sering terjadi pada pasien
DHF dengan syok. Pemeriksaan fisik didapatkan rumple leed (+) berdasarkan
pembagian derajat DBD menurut WHO tergolong dalam DHF grade I.
Selain pemeriksaan rumple leed (+), hasil lab pasien juga menunjukkan
leukopeni, trombositopeni. Hal tersebut sesuai dengan jurnal yaitu penurunan
jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8
sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Pada pasien ini juga tidak ditemukan peningkatan Hct > 20% ,
sehingga pada pasien ini tidak didapatkan plasma leakage.
Pada pasien diberikan terapi asering, menurut jurnal terapi cairan
yang diberikan adalah kristaloid (RL, NaCl 0,9%). Hal ini sesuai karena
asering merupakan cairan kristaloid, namun berbeda kandungan dengan RL
dan NaCl 0,9%. Pasien juga diberikan terapi suportif yaitu parasetamol dan
santagesic. Hal ini sesuai dengan jurnal yaitu dengan pemberian antipiretik dan
analgesic jika perlu. Pada pasien ini didapatkan tambahan terapi berupa injeksi
ceftriaxone dan MethylPrednisolon 62,5 mg.
Komplikasi yang sering terjadi menurut jurnal berupa dehidrasi,
perdarahan, trombositopeni, hipotensi, bradikardi dan kerusakan hati. Pada
pasien ini mengalami komplikasi berupa perdarahan (rumple leed positif),
trombositopeni, hipotensi, dan bradikardi.
Kriteria memulangkan pasien :
8. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
9. Nafsu makan membaik
10. Tampak perbaikan secara klinis
11. Hematokrit stabil
12. Tiga hari setelah syok teratasi
13. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
14. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).7
Pada pasien ini mencangkup semua kriteria utk KRS. Pasien tidak
mengalami syok dan distress pernafasan. Pasien KRS dengan jumlah trombosit
53.000 yang telah meningkat sejak 1 hari sebelumnya. Prognosis pasien ini
adalah baik karena penanganan yang cepat dan akurat.
BAB IV
KESIMPULAN

 Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
11
perdarahan dan leukopenia. Awal penyakit biasanya mendadak dengan
adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
 Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan DBD dan
membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma
yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan hemokonsentrasi.8
 Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi
Intravaskuler Diseminata (KID).13
 Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD.


Edisi 1 Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.

2. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam


Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana
Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h. 80-135

3. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib


Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan
Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h.
41-55

4. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N,
penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September
2004.h. 63-

5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody


dependent enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana
Med Trop 2002; 54(3):h.171-79

6. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-
17. Philadelphia : WB Saunders.2004.h.1092-4

7. Kemenkes RI. 2019. Profil Kementerian Kesehatan 2011. Jakarta: Direktorat


jenderal P3L.

8. Murwani,Arita. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 1.


Yogyakarta
9. Nursalam. 2011. Pelayanan gizi rumah sakit pasien rawat inap.

10. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/


modules.php? name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal
27 Juni 2006.

11. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras.


Cermin Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13

12. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue


Haemorrhagic Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A,
penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health.
KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-

13. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 1988

14. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H,


Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-208

15. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9

16. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada


Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13
September 1998.h.

17. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.

18. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :


Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah
Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2004.h.32-43

19. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Semarang: PT Gelora Aksara Pratama.
20. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive
Guidelines. New Delhi : WHO.1999

Anda mungkin juga menyukai