PENDAHULUAN
1
laboratorium. Pengukuran antropometrik lebih ditujukan untuk menemukan gizi
buruk ringan dan sedang.2
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan
pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko yang erat dengan kejadian luar biasa gizi
seperti campak dan diare melalui kegiatan surveilans.2
1.2. Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dan
komplikasi gizi buruk pada anak.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dan komplikasi gizi buruk pada anak.
1.4. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
merujuk pada berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gizi buruk severe malnutrition adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk disebabkan
adanya gangguan gizi yang dapat berupa kekurangan zat gizi dari salah satu/ lebih
bahan makanan. Hal tersebut dapat terjadi karena makanan yang dimakan tidak
cukup, baik secara kualitas maupun kuantitas atau karena kebutuhan yang meningkat,
pengeluaran yang berlebih, walaupun makanan yang dimakan sudah mencukupi.3,4
2.2 Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Hasil
Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari
10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun
2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari
8,0% menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada
tahun 2005. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi
penurunan kasus gizi buruk yaitu pada tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian
turun menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan 39.080 kasus pada tahun 2007.
Penurunan kasus gizi buruk ini belum dapat dipastikan karena penurunan kasus yang
terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh adanya kasus yang tidak terlaporkan
(under reported). Mencuatnya kembali pemberitaan di media massa akhir-akhir ini
mengenai balita gizi buruk yang ditemukan dan meninggal menunjukkan sistem
surveilans dan penanggulangan dari berbagai instansi terkait belum optimal.1
Hasil dari Riskesdas 2007, 2010, 2013 gambaran kondisi gizi buruk dan gizi
kurang pada balita di Indonesia menurut berat badan perumur (BB/U) dapat dilihat
dari grafik persentase dibawah ini :
3
Gambar 2.1 Grafik gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia
menurut BB/U
Jumlah balita gizi buruk dan gizi kurang menurut hasil riskesdas 2013 masih
sebesar 19,6% (bandingkan dengan target RPJMN, yaitu sebesar 15% pada tahun
2014) dan terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010. Dari data jumlah kasus
balita gizi kurang dan gizi buruk dilaporkan secara rutin melampaui aplikasi
komunikasi data gizi dan KIA Terintegrasi ditemukan perkiraan masih ada 4,5 juta
balita dengan gizi buruk dan gizi kurang yang belum terdeteksi.5
Untuk menjaring balita dengan gizi buruk dan gizi kurang dapat dilakukan
melalui kegiatan penimbangan rutin di posyandu. Dari data jumlah balita yang
ditimbang dalam laporan komunikasi data gizi dan KIA Terintegrasi tahun 2013
ditemukan banyaknya balita tidak ditimbang, yaitu sekitar 12 juta balita,
kemungkinan balita tidak terdeteksi mengalami gizi buruk atau gizi kurang
tersembunyi diantara balita tidak ditimbang. Penimbangan rutin pada balita di
posyandu diharapkan dilaksanakan teratur oleh masyarakat melalui kader kesehatan
dengan pembinaan dari puskesmas sehingga dapat dilakukan deteksi dini dari anak
yang menderita gizi buruk.5
2.3 Klasifikasi
Kriteria anak dengan gizi buruk dibagi menjadi dua, gizi buruk tanpa
komplikasi dan gizi buruk dengan komplikasi, dengan kriteria sebagai berikut :
4
1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a.
BB/TB: < -3 SD dan atau;
b.
Terlihat sangat kurus dan atau;
c.
Adanya edema dan atau;
d.
LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.6
5
digunakan untuk produksi energi dan untuk respon dari infeksi berulang. Tidak
seperti marasmus, tidak tersedia protein otot, maka dari itu akan terjadi
hipoalbuminemia.
Terdapat trias gejala dari kwarshiorkor; edema, letargi, dan gagal tumbuh.
Biasa terjadi pada anak berusia 1 sampai 3 tahun, memiliki karakter seperti lemah,
iritabel, apatis, dan tidak aktif. Edema merupakan hal yang penting dari diagnosis,
bisa dari edema minimal sampai edema anasarka.1,7
c. Marasmic Kwarshiorkor
Kombinasi dari kedua gejala diatas.
6
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat
kesehatan optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi. Pada kondisi ini dapat menyebabkan
timbulnya berbagai penyakit yaitu, penyakit infeksi pada gizi kurang .7,9
Faktor risiko gizi buruk antara lain
1. Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat
makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral.Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4
kalori. Distribusi kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15%
dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat. Kelebihan kalori yang
menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram
dalam seminggu.10,11,12
2. Status sosial ekonomi
Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli
pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,
merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial
ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena
ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah
tersebut.Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang
bergizi.10,12
3. Pendidikan Ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan
dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam
masalah kurang gizi. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan
pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas
konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada
7
anak balita. Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi
derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan
anak .10,12
4. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan
terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit -penyakit tersebut justru
menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut adalah diare,
tuberkulosis, dan HIV/AIDS.11,12
5. Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Pada BBLR imunitas kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini
menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk
kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.10,13
2.5 Patofisiologi
Malnutrisi atau gizi buruk merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh
sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Faktor diet
(makanan) memang memegang peranan penting dalam patofisiologi malnutrisi tetapi
faktor lain ikut menentukan. 14,15
Patofisiologi gizi buruk pada anak adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. 14,15
Anak juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi
vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih
hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini
terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
8
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang
gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun
senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. 15,16
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.14,15,16
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh.15
Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi
multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya
karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan
waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik.14,15
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.14
9
Lebih jelasnya, makanan yang tidak adekuat pada anak, akan menyebabkan
mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi
penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika terjadi stres
katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status
gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut /
decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan
anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka
akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmus (malnutrisikronik
/ compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan
pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,
penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.14,16
Pada keadaan marasmus, dapat terjadi pertumbuhan yang kurang atau terhenti
disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada mulanya kelainan
demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga
harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan energi tersebut.15
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi
kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan
metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh
karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang
normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.15
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan sel
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang
menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang
cukup dalam dietnya.15
10
Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet
terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian
asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan
ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya
pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema.15
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta
sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya
terjadi akumulasi lemak dalam hepar. Para penyelidik membuat metoda untuk
membedakan tipe malnutrisi energi protein yang sebenarnya baik terhadap
pencegahan maupun terhadap pengobatan tidak begitu bermanfaat. Mac laren
menggunakan sistem scoring dengan memberi angka pada berbagai gejala, seperti
berat badan yang kurang, edema, kelainan kukit, perubahan rambut, pembesaran hati
dan kadar protein serum. Bergantung pada jumlah angka yang didapat, mereka
membuat diagnosis kwashiorkor, marasmus atau marasmik kwashiokor.7,11
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan
nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,
dan protein, terutama protein otot.11,16
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa
11
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet
akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
kelainan ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini
tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih
banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak
edema.15,17 Berikut skema patofisiologi gizi buruk pada anak :
12
a.
Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b.
Wajah seperti orang tua
c.
Iga gambang dan perut cekung
d.
Otot paha mengendor (baggy pant)
e.
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.7,8
2. Kwarshiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Klinis dapat berupa :
a.
Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis.
b.
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c.
Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu
d.
Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
e.
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.7,8,15
13
Gambar 2.4 Perbedaan Klinis Marasmus dan Kwarshiorkor
Batuk kronik
14
Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain
Riwayat imunisasi
Frekuensi pernafasan dan tipe pernafasan: gejala pneumonia atau gejala gagal
jantung
Adanya perut kembung, suara usus, dan adanya suara seperti pukulan pada
permukaan air (abdominal splash)
Kelainan pada mata: kelainan pada kornea dan konjungtiva sebagai tanda
kekurangan vitamin A
15
Anak dengan marasmus-kwashiorkor memiliki gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan. Terdapat udem, dengan BB/U kurang dari 60%, gross
wasting dan biasanya stunting. Mungkin juga terdapat perubahan pada rambut yang
menipis dan perubahan kulit juga pembesaran hati. 18,19
Pemeriksaan antopometri (BB/U, TB/U, dan BB/TB) sangat penting
dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pada pasien. Klasifikasi yang bisa
digunakan untuk mengetahui status nutrisi pada pasien seperti pada National Centre
of Health Statics (NCHS/WHO).19
Tabel 2.2 Klasifikasi dari Malnutrisi Energi Protein berdasarkan dari nilai
referensi median NCHS (National Centre of Health Statistics)
16
Antopometri berat badan berdasarkan umur adalah parameter pertumbuhan
yang paling sederhana, mudah dikur dan diulang, dan merupakan indeks untuk status
nutrisi sesaat. Hasil pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar BB/U dan
BB/TB. BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan
dalam presentase seperti tabel berikut :20
Tabel 2.3 BB/U dibandingkan dengan acuan standar (CDC 2000)
BB/U Interpretasi
>120% Gizi lebih
80-120% Gizi baik
60-80% Tanpa edema : Gizi kurang
Dengan edema : Gizi buruk (kwashiorkor)
<60% Gizi buruk
- Tanpa edema : Marasmus
- Dengan edema : Kwashiorkor
Antopometri tinggi badan berdasarkan umur harus diukur pada tiap
kunjungan. Pengukuran berat badan akan memberikan informasi yang bermakna
kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan fisik anak. Interpretasi dari
TB/U dibandingkan dengan standar baku yaitu :20
Tabel 2.4 TB/U dibandingkan dengan acuan standar (CDC 2000)
TB/U Interpretasi
17
90-110% Baik / normal
70-89% Tinggi kurang
<70% Tinggi sangat kurang
18
Gambar 2.5 Alur Pemeriksaan Anak Gizi Buruk21
19
dengan mencegah terjadinya hipoglikemia dan dehidrasi. Pada tahap stabilisasi
makanan yang diberikan dalam bentuk cair, rendah kalori dan protein berupa
makanan formula susu F-75 diberikan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan
anak gizi buruk.
2) Fase transisi (Hari 3 7) merupakan fase peralihan
3) Fase rehabilitasi (Minggu ke 2 6)
Tujuan tahap rehabilitasi yaitu untuk mengejar ketinggalan berat badan (catch
up gowth) yang pernah dialaminya. Makanan yang diberikan pada tahap rehabilitasi
berupa makanan lumat dan makanan anak yang sesuai dengan umur.
4) Fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26)
Tujuan tahap lanjutan yaitu mempertahankan peningkatan status gizi yang
telah dicapai atau lebih meningkatkan status gizi yang ada dan menyesuaikan dengan
pola makanan yang ada di rumah.
Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb :
20
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak
berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan
dengan frekuensi sebagai berikut: 23
3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu
21
saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk
cair, lumat, lembik, padat.
4.
Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizidalam formula F100 dan
makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula,
kacang- kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi
sebesar 30-60 % dari total kalori.
5.
Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak
30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.
6.
Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal
(makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.23
Pada minggu pertama, ibu atau pengasuh anak dianjurkan untuk memberikan F-
75 dan F-100 dalam jumlah kecil tetapi sering yaitu 6-8 kali sehari. Petugas
menjelaskan perlunya anak menghabiskan paket makanan yang diberikan. Apabila
anak masih mendapat ASI, dianjurkan agar pemberian ASI tetap diteruskan. Selain
itu, ibu atau pengasuh anak juga di beri penjelasan bahwa formula susu yang
diberikan memiliki fungsi ganda bagi anak penderita gizi buruk yaitu sebagai obat
selain sebagai sumber zat gizi yang sangat diperlukan dalam upaya pemulihan kondisi
anak. Jumlah cairan juga harus dipenuhi agar anak tidak dehidrasi. 24
Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair
(Formula 100).
Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100). 23
22
Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100)
Bagi anak yang status gizinya pulih ( -2 SD) maka berangsur menuju ke
makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok umur (besar
porsi, macam makanan, frekuensi)
Ready To Use Therapeutic Food (RUTF) termasuk makanan terapi instan
berupa pasta kental berbasis lemak, yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, dan
telah digunakan dalam pelayanan secara rawat jalan dan inap untuk balita gizi buruk
di Afrika dan India. 22
RUTF dapat digunakan sebagai alternatifpengganti makanan terapi F-100
dalampenanganan balita gizi buruk secara rawatjalan di Puskesmas. Keuntungan
penggunaan RUTF adalah: lebih praktis,mengandung 23 macam vitamin dan
mineral,densitas tinggi, dan harganya lebih murahkarena berbasis pangan lokal. 23
macam vitamin mineral yang ditambahkan di dalam tubuh sebagai koenzim dan ko-
faktor yang akan memperlancar reaksi dalam tubuh gizi buruk yang defisit berbagai
macam vitamin dan mineral. Keuntungan lain RUTF adalah dapat digunakan dalam
kondisi darurat seperti bencana alam, karena preparasinya tidak membutuhkan air dan
terhindar dari pencemaran oleh mikroba.22
Evaluasi program satu tahun sekali: mencakup jumlah anak yang mengikuti
program, lulus, Drop Out (DO), dan meninggal.
Pada anak dengan gizi buruk yang dirawat dilakukam pemberian formula dan
makanan sesuai dengan fase sebagai berikut :
1. Fase Stabilisasi
23
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100
KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak
yang masih mendapatkan ASI. Sesuai protokol, kebutuhan energi dan protein anak
gizi buruk pada fase stabilisasi yaitu pada awal terapi adalah 80-100 kkal energi/
kg BB/hari dan 1-1,5 g protein/kg BB/hari yang kemudian meningkat menjadi
100-150 kkal energi/kg BB/hari dan 2-3 g protein/kg BB/hari. ASI tetap diberikan
pada anak yang masih mendapatkan ASI.
2. Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-
100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150
KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
3. Fase Rehabilitasi
Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan
penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan
untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220
KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
4. Fase Tindak Lanjut
Dapat dilakukan di rumah setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol
oleh Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau
kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima, berikan
imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan)
pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan
sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh tenaga
kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak berusia 5 tahun. Kebutuhan energi
pada fase ini sebesar 150-220 kkal/kg BB/hari dengan protein sebesar 4-6
g/kg/hari. 23
24
Gambar 2.6 Contoh Jadwal Makan pada Bayi dan Balita
25
Selain itu pada anak gizi buruk juga diberikan:
-
Vitamin A
-
Antibiotik diberikan pada anak dengan gizi buruk rawat jalan maupun rawat inap
-
ReSoMal : diberikan pada anak dgizi buruk dengan dehidrasi. 21
26
Kriteria Pemulangan Anak Gizi Buruk Dari Ruang Rawat Inap
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam
perawatan, misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria
sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis. Anak dapat
dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan. 23
Kenaikan BB anak gizi buruk dalam fase rehabilitasi menurut kategori WHO
adalah sebagai berikut: buruk jika kenaikan BB kurang dari 5 g/kg BB/hari, sedang
jika 5-10 g/kg BB/hari, dan baik jika lebih dari 10 g/kg BB/hari 22,23
Langkah Promotif / Preventif
Faktor infeksi: adanya hubungan anatara MEP dan infeksi, infeksi drajat apapun
dapat memperburuk keadaan status gizi. 18
27
Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang,
hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.14,15
Pada anak gizi buruk bias terjadi anemia. Anemia pada gizi buruk adalah
keadaan berkurangnya hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya
asupan zat besi (Fe) atau asam folat. Gejala yang bias terjadi adalah anak tampak
pucat, sering sakit kepala, mudah lelah, dan sebagainya. Pengaruh system hormonal
yang terjadi adalah gangguan hormone kortisol, dan insulin.15
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita gizi buruk.
Kematian seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberculosis, radang paru,
infeksi saluran cerna) atau gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi
karena gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Infeksi yang berat tadi pada akhirnya
mengancam jiwa.15,16
28