Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Malnutrisi merupakan salah satu faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan
kematian pada ibu hamil dan balita dan merupakan masalah yang membutuhkan
perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang. Di Indonesia KEP dan
defisiensi mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan darurat di
masyarakat terutama anak balita.
Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali berulang, terjadi secara masif
dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah air. Sejauh pemantauan
yang telah dilakukan temuan kasus tersebut terjadi setelah anak-anak mengalami fase
kritis. Sementara itu, perawatan intensif baru dilakukan setelah anak-anak itu benar-
benar tidak berdaya. Berarti sebelum anak-anak itu memasuki fase kritis, perhatian
terhadap hak hidup dan kepentingan terbaiknya terabaikan.1
Dampak jangka pendek gizi kurang/buruk pada masa batita adalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, komposisi tubuh dan metabolic
programming glukosa, lemak dan protein. Dampak jangka panjang dapat berupa
rendahnya kemampuan nalar, prestasi pendidikan, kekebalan tubuh, dan produktifitas
kerja. Selain itu meningkatkan risiko diabetes, obesitas, penyakit jantung koroner,
hipertensi, kanker, stroke dan penuaan dini. Pada anak sakit, selain untuk tetap
memelihara tumbuh kembang, pemenuhan kebutuhan nutrisi sangat bermanfaat untuk
mempercepat proses penyembuhan, memperpendek masa perawatan, mengurangi
terjadinya komplikasi, menurunkan morbiditas dan mortalitas serta dapat mencegah
terjadinya malnutrisi akibat pengobatan atau tindakan medis. 2
Faktor penyebab gizi buruk dapat berupa penyebab tak langsung seperti
kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit
infeksi, cacat bawaan, menderita penyakit kanker dan penyebab langsung yaitu
ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku dan pelayanan kesehatan. Diagnosis gizi
buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan pemeriksaan

1
laboratorium. Pengukuran antropometrik lebih ditujukan untuk menemukan gizi
buruk ringan dan sedang.2
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan
pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko yang erat dengan kejadian luar biasa gizi
seperti campak dan diare melalui kegiatan surveilans.2
1.2. Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dan
komplikasi gizi buruk pada anak.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dan komplikasi gizi buruk pada anak.
1.4. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
merujuk pada berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gizi buruk severe malnutrition adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk disebabkan
adanya gangguan gizi yang dapat berupa kekurangan zat gizi dari salah satu/ lebih
bahan makanan. Hal tersebut dapat terjadi karena makanan yang dimakan tidak
cukup, baik secara kualitas maupun kuantitas atau karena kebutuhan yang meningkat,
pengeluaran yang berlebih, walaupun makanan yang dimakan sudah mencukupi.3,4

2.2 Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Hasil
Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari
10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun
2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari
8,0% menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada
tahun 2005. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi
penurunan kasus gizi buruk yaitu pada tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian
turun menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan 39.080 kasus pada tahun 2007.
Penurunan kasus gizi buruk ini belum dapat dipastikan karena penurunan kasus yang
terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh adanya kasus yang tidak terlaporkan
(under reported). Mencuatnya kembali pemberitaan di media massa akhir-akhir ini
mengenai balita gizi buruk yang ditemukan dan meninggal menunjukkan sistem
surveilans dan penanggulangan dari berbagai instansi terkait belum optimal.1
Hasil dari Riskesdas 2007, 2010, 2013 gambaran kondisi gizi buruk dan gizi
kurang pada balita di Indonesia menurut berat badan perumur (BB/U) dapat dilihat
dari grafik persentase dibawah ini :

3
Gambar 2.1 Grafik gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia
menurut BB/U
Jumlah balita gizi buruk dan gizi kurang menurut hasil riskesdas 2013 masih
sebesar 19,6% (bandingkan dengan target RPJMN, yaitu sebesar 15% pada tahun
2014) dan terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010. Dari data jumlah kasus
balita gizi kurang dan gizi buruk dilaporkan secara rutin melampaui aplikasi
komunikasi data gizi dan KIA Terintegrasi ditemukan perkiraan masih ada 4,5 juta
balita dengan gizi buruk dan gizi kurang yang belum terdeteksi.5
Untuk menjaring balita dengan gizi buruk dan gizi kurang dapat dilakukan
melalui kegiatan penimbangan rutin di posyandu. Dari data jumlah balita yang
ditimbang dalam laporan komunikasi data gizi dan KIA Terintegrasi tahun 2013
ditemukan banyaknya balita tidak ditimbang, yaitu sekitar 12 juta balita,
kemungkinan balita tidak terdeteksi mengalami gizi buruk atau gizi kurang
tersembunyi diantara balita tidak ditimbang. Penimbangan rutin pada balita di
posyandu diharapkan dilaksanakan teratur oleh masyarakat melalui kader kesehatan
dengan pembinaan dari puskesmas sehingga dapat dilakukan deteksi dini dari anak
yang menderita gizi buruk.5

2.3 Klasifikasi
Kriteria anak dengan gizi buruk dibagi menjadi dua, gizi buruk tanpa
komplikasi dan gizi buruk dengan komplikasi, dengan kriteria sebagai berikut :

4
1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a.
BB/TB: < -3 SD dan atau;
b.
Terlihat sangat kurus dan atau;
c.
Adanya edema dan atau;
d.
LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.6

2) Gizi Buruk dengan Komplikasi


Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda
komplikasi medis berikut:
a.
Anoreksia
b.
Pneumonia berat
c.
Anemia berat
d.
Dehidrasi berat
e.
Demam sangat tinggi
f.
Penurunan kesadaran.6

Klasifikas secara klinis :


a. Marasmus
Menurut William dalam teorinya yaitu teori klasik, marasmus terjadi karena
defisiensi karbohidrat dan protein. Menurut Gopalan dengan teorinya yaitu teori
disadaptasi, pada anak dengan marasmus sudah beradaptasi dengan intake kalori dan
protein yang rendah. Terdapat kehilangan lemak dan degradasi dari protein otot
disebabkan respon hormonal, ditandai dengan kortisol yang tinggi dan rendahnya
level insulin. Protein otot yang ada digunakan untuk memproduksi protein lainnya
seperti albumin, maka dari itu tidak terjadi hipoalbumnin dan edema.1,7
b. Kwarshiorkor
Menurut William dalam teorinya yaitu teori klasik, kwarshiorkor terjad karena
defisiensi protein, berhubungan dengan kebiasaan diet keluarga dan infeksi berulang.
Menurut Gopalan dengan teorinya yaitu teori disadaptasi, pada anak dengan
kwarshiorkor tidak terjadi adaptasi seperti pada penderita marasmus. Protein yang ada

5
digunakan untuk produksi energi dan untuk respon dari infeksi berulang. Tidak
seperti marasmus, tidak tersedia protein otot, maka dari itu akan terjadi
hipoalbuminemia.
Terdapat trias gejala dari kwarshiorkor; edema, letargi, dan gagal tumbuh.
Biasa terjadi pada anak berusia 1 sampai 3 tahun, memiliki karakter seperti lemah,
iritabel, apatis, dan tidak aktif. Edema merupakan hal yang penting dari diagnosis,
bisa dari edema minimal sampai edema anasarka.1,7
c. Marasmic Kwarshiorkor
Kombinasi dari kedua gejala diatas.

Gambar 2.2 Marasmus dan Kwarshiorkor7

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko


Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada anak dan balita, yaitu: keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas
pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak, seperti:
jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.3,8
Kesehatan dan gizi merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga
kualitas hidup yang optimal. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi
seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-
zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya

6
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat
kesehatan optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi. Pada kondisi ini dapat menyebabkan
timbulnya berbagai penyakit yaitu, penyakit infeksi pada gizi kurang .7,9
Faktor risiko gizi buruk antara lain
1. Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat
makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral.Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4
kalori. Distribusi kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15%
dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat. Kelebihan kalori yang
menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram
dalam seminggu.10,11,12
2. Status sosial ekonomi
Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli
pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,
merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial
ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena
ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah
tersebut.Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang
bergizi.10,12
3. Pendidikan Ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan
dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam
masalah kurang gizi. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan
pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas
konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada

7
anak balita. Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi
derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan
anak .10,12
4. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan
terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit -penyakit tersebut justru
menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut adalah diare,
tuberkulosis, dan HIV/AIDS.11,12
5. Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Pada BBLR imunitas kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini
menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk
kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.10,13

2.5 Patofisiologi
Malnutrisi atau gizi buruk merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh
sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Faktor diet
(makanan) memang memegang peranan penting dalam patofisiologi malnutrisi tetapi
faktor lain ikut menentukan. 14,15
Patofisiologi gizi buruk pada anak adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. 14,15
Anak juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi
vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih
hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini
terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,

8
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang
gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun
senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. 15,16
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.14,15,16
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh.15
Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi
multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya
karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan
waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik.14,15
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.14

9
Lebih jelasnya, makanan yang tidak adekuat pada anak, akan menyebabkan
mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi
penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika terjadi stres
katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status
gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut /
decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan
anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka
akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmus (malnutrisikronik
/ compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan
pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,
penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.14,16
Pada keadaan marasmus, dapat terjadi pertumbuhan yang kurang atau terhenti
disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada mulanya kelainan
demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga
harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan energi tersebut.15
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi
kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan
metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh
karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang
normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.15
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan sel
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang
menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang
cukup dalam dietnya.15

10
Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet
terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian
asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan
ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya
pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema.15
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta
sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya
terjadi akumulasi lemak dalam hepar. Para penyelidik membuat metoda untuk
membedakan tipe malnutrisi energi protein yang sebenarnya baik terhadap
pencegahan maupun terhadap pengobatan tidak begitu bermanfaat. Mac laren
menggunakan sistem scoring dengan memberi angka pada berbagai gejala, seperti
berat badan yang kurang, edema, kelainan kukit, perubahan rambut, pembesaran hati
dan kadar protein serum. Bergantung pada jumlah angka yang didapat, mereka
membuat diagnosis kwashiorkor, marasmus atau marasmik kwashiokor.7,11
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan
nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,
dan protein, terutama protein otot.11,16
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa

11
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet
akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
kelainan ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini
tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih
banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak
edema.15,17 Berikut skema patofisiologi gizi buruk pada anak :

Gambar 2.3 Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor17


2.6 Manifestasi Klinis
Secara Klinis, gizi buruk dapat dibagi menjadi marasmus dan Kwarshiorkor,sbb;
1. Marasmus

12
a.
Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b.
Wajah seperti orang tua
c.
Iga gambang dan perut cekung
d.
Otot paha mengendor (baggy pant)
e.
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.7,8

2. Kwarshiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Klinis dapat berupa :
a.
Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis.
b.
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c.
Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu
d.
Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
e.
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.7,8,15

13
Gambar 2.4 Perbedaan Klinis Marasmus dan Kwarshiorkor

2.7 Diagnosis Gizi Buruk


Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antopometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari
derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi
disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang
menyertainya.18,19
Keluhan yang sering ditemukan pada penderita yaitu pertumbuhan anak yang
kurang, anak kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak
kurang/tidak mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya
bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh.18,19
Anamnesis dibagi menjadi dua, yaitu anamnesis awal (untuk
kegawatdaruratan) dan ananemesis lanjutan. Pada anamensis awal yang harus
ditanyakan yaitu :

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

Lama dan frekuensi diare dan muntah

Tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin. 17


Bila didapatkan hal tersebut diatas, sangat mugkin anak mengalami dehidrasi dan
atau syok sehingga harus segera diresusitasi.
Anamnesis lanjutan dilakukan untuk mencari penyebab dan tatalaksana
selanjutnya setelah kegawatdaruratan ditangani. Poin yang harus ditanyakan adalah:

Diet (pola makan) kebiasaan makan anak sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan pasien campak atau atau tuberkulosis paru

Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

Batuk kronik

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

14

Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

Diketahui atau tersangka infeksi HIV.17

Pada pemeriksaan fisik secara menyeluruh perlu diperhatikan :

Anak tampak sangat kurus / edema kedua kaki

Tanda-tanda terjadinya syok

Suhu tubuh (hipotermia / hipertermia)

Anak tampak kehausan

Frekuensi pernafasan dan tipe pernafasan: gejala pneumonia atau gejala gagal
jantung

Berat badan dan tinggi badan / panjang badan

Pembesaran hati dan adanya ikterus pada konjungtiva

Adanya perut kembung, suara usus, dan adanya suara seperti pukulan pada
permukaan air (abdominal splash)

Anemis, pucat yang sangat berat terutama pada telapak tangan

Kelainan pada mata: kelainan pada kornea dan konjungtiva sebagai tanda
kekurangan vitamin A

Telinga, mulut dan tenggorokan (tanda-tanda infeksi)

Kulit (tanda-tanda infeksi atau adanya purpura)

Tampilan (konsistensi) dari tinja. 6


Pada gizi buruk perlu dibedakan klinis pasien apakah termasuk kedalam
marasmus, kwashiorkor, atau keduanya. Tabel berikut memperlihatkan perbedaan
antara marasmus dan kwashiorkor.19
Tabel 2.1 Perbedaan antara Marasmus dan Kwashiorkor

15
Anak dengan marasmus-kwashiorkor memiliki gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan. Terdapat udem, dengan BB/U kurang dari 60%, gross
wasting dan biasanya stunting. Mungkin juga terdapat perubahan pada rambut yang
menipis dan perubahan kulit juga pembesaran hati. 18,19
Pemeriksaan antopometri (BB/U, TB/U, dan BB/TB) sangat penting
dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pada pasien. Klasifikasi yang bisa
digunakan untuk mengetahui status nutrisi pada pasien seperti pada National Centre
of Health Statics (NCHS/WHO).19
Tabel 2.2 Klasifikasi dari Malnutrisi Energi Protein berdasarkan dari nilai
referensi median NCHS (National Centre of Health Statistics)

16
Antopometri berat badan berdasarkan umur adalah parameter pertumbuhan
yang paling sederhana, mudah dikur dan diulang, dan merupakan indeks untuk status
nutrisi sesaat. Hasil pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar BB/U dan
BB/TB. BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan
dalam presentase seperti tabel berikut :20
Tabel 2.3 BB/U dibandingkan dengan acuan standar (CDC 2000)
BB/U Interpretasi
>120% Gizi lebih
80-120% Gizi baik
60-80% Tanpa edema : Gizi kurang
Dengan edema : Gizi buruk (kwashiorkor)
<60% Gizi buruk
- Tanpa edema : Marasmus
- Dengan edema : Kwashiorkor
Antopometri tinggi badan berdasarkan umur harus diukur pada tiap
kunjungan. Pengukuran berat badan akan memberikan informasi yang bermakna
kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan fisik anak. Interpretasi dari
TB/U dibandingkan dengan standar baku yaitu :20
Tabel 2.4 TB/U dibandingkan dengan acuan standar (CDC 2000)
TB/U Interpretasi

17
90-110% Baik / normal
70-89% Tinggi kurang
<70% Tinggi sangat kurang

Antopometri berdasarkan rasio BB/TB lebih akurat dalam penilaian status


nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antara
wasting dan stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak
perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak laki-laki sampai tinggi
badan 145 cm, setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya karena adanya
percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak diperlukannya
faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.20,21
Tabel 2.5 BB/TB dibandingkan dengan acuan standar (CDC 2000)
BB/TB Interpretasi
>120% Obesitas
110-120% Overweight
90-110 Normal
70-90% Gizi kurang
<70% Gizi buruk
Pengukuran Lingkar lengan juga diperlukan dalam menegakkan diagnosis.
Bayi dan anak-anak usia 6-59 minggu dengan panjang lingkar lengan <11,5 cm harus
segera dilakukan tatalaksana lebih lanjut. 21
Pemeriksaan laboratorium dan penunjang perlu dilakukan apabila fasilitas
memadai dan ada indikasi tertentu, contohnya :
-
Pemeriksaan gula darah jika anak mengalami penurunan kesadaran
-
Pemeriksaan Hb jika anak terlihat pucat
-
Pemeriksaan kultur urin apabila dicurigai terdapat ISK
-
Pemeriksaan Mantoux test bila dicurigai TB
-
Rontgen thorax bila dicurigai terdapat pneumonia atau TB. 18

18
Gambar 2.5 Alur Pemeriksaan Anak Gizi Buruk21

2.8 Tatalaksana Gizi Buruk


Masalah Gizi buruk tidak dapat diselesaikan sendiri oleh sektor kesehatan. Gizi
buruk merupakan dampak dari berbagai macam penyebab, seperti rendahnya tingkat
pendidikan, kemiskinan, ketersediaan pangan, transportasi, adat istiadat (sosial
budaya), dan sebagainya. Oleh karena itu, pemecahannyapun harus secara
komprehensif. Sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO), perbaikan
status gizi balita gizi buruk dilakukan dengan memperbaiki asupan zat gizi makro dan
mikro dengan pemberian suplemen dan makanan formula sebagai makanan terapi
secara bertahap, pengobatan penyakit penyerta , dan penatalaksanaan gizi buruk yang
dilakukan secara rawat inap maupun rawat jalan bagi balita tanpa komplikasi. 1,22
Perawatan balita gizi buruk dilaksanakan di Puskesmas Perawatan atau
Rumah Sakit setempat dengan Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter,
nutrisionis/dietisien dan perawat, melakukan perawatan balita gizi buruk dengan
menerapkan 10 langkah tata laksana anak gizi buruk. Menurut Depkes RI pada pasien
dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui yaitu 1,22
1) Fase stabilisasi (Hari 1-2)
Tujuan tahap stabilisasi yaitu untuk mencegah terjadinya keadaan lebih buruk

19
dengan mencegah terjadinya hipoglikemia dan dehidrasi. Pada tahap stabilisasi
makanan yang diberikan dalam bentuk cair, rendah kalori dan protein berupa
makanan formula susu F-75 diberikan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan
anak gizi buruk.
2) Fase transisi (Hari 3 7) merupakan fase peralihan
3) Fase rehabilitasi (Minggu ke 2 6)
Tujuan tahap rehabilitasi yaitu untuk mengejar ketinggalan berat badan (catch
up gowth) yang pernah dialaminya. Makanan yang diberikan pada tahap rehabilitasi
berupa makanan lumat dan makanan anak yang sesuai dengan umur.
4) Fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26)
Tujuan tahap lanjutan yaitu mempertahankan peningkatan status gizi yang
telah dicapai atau lebih meningkatkan status gizi yang ada dan menyesuaikan dengan
pola makanan yang ada di rumah.
Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb :

Tabel 2.6 Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk

20
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak
berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan
dengan frekuensi sebagai berikut: 23

3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu

Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu

Prinsip pemberian makan pada anak dengan gizi buruk :


1.
Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya
dengan vitamin dan mineral.
2.
Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa
pemulihan.
3.
Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi siap

21
saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk
cair, lumat, lembik, padat.
4.
Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizidalam formula F100 dan
makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula,
kacang- kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi
sebesar 30-60 % dari total kalori.
5.
Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak
30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.
6.
Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal
(makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.23

Pada minggu pertama, ibu atau pengasuh anak dianjurkan untuk memberikan F-
75 dan F-100 dalam jumlah kecil tetapi sering yaitu 6-8 kali sehari. Petugas
menjelaskan perlunya anak menghabiskan paket makanan yang diberikan. Apabila
anak masih mendapat ASI, dianjurkan agar pemberian ASI tetap diteruskan. Selain
itu, ibu atau pengasuh anak juga di beri penjelasan bahwa formula susu yang
diberikan memiliki fungsi ganda bagi anak penderita gizi buruk yaitu sebagai obat
selain sebagai sumber zat gizi yang sangat diperlukan dalam upaya pemulihan kondisi
anak. Jumlah cairan juga harus dipenuhi agar anak tidak dehidrasi. 24

Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap :

Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair
(Formula 100).

Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100). 23

Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan :


Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100)

22
Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100)

Bagi anak yang status gizinya pulih ( -2 SD) maka berangsur menuju ke
makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok umur (besar
porsi, macam makanan, frekuensi)
Ready To Use Therapeutic Food (RUTF) termasuk makanan terapi instan
berupa pasta kental berbasis lemak, yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, dan
telah digunakan dalam pelayanan secara rawat jalan dan inap untuk balita gizi buruk
di Afrika dan India. 22
RUTF dapat digunakan sebagai alternatifpengganti makanan terapi F-100
dalampenanganan balita gizi buruk secara rawatjalan di Puskesmas. Keuntungan
penggunaan RUTF adalah: lebih praktis,mengandung 23 macam vitamin dan
mineral,densitas tinggi, dan harganya lebih murahkarena berbasis pangan lokal. 23
macam vitamin mineral yang ditambahkan di dalam tubuh sebagai koenzim dan ko-
faktor yang akan memperlancar reaksi dalam tubuh gizi buruk yang defisit berbagai
macam vitamin dan mineral. Keuntungan lain RUTF adalah dapat digunakan dalam
kondisi darurat seperti bencana alam, karena preparasinya tidak membutuhkan air dan
terhindar dari pencemaran oleh mikroba.22

Evaluasi Rawat Jalan

Dilakukan selama 6 bulan untuk anak yang mengikuti program pelayanan


anak gizi buruk

Evaluasi program satu tahun sekali: mencakup jumlah anak yang mengikuti
program, lulus, Drop Out (DO), dan meninggal.

Pada anak dengan gizi buruk yang dirawat dilakukam pemberian formula dan
makanan sesuai dengan fase sebagai berikut :

1. Fase Stabilisasi

23
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100
KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak
yang masih mendapatkan ASI. Sesuai protokol, kebutuhan energi dan protein anak
gizi buruk pada fase stabilisasi yaitu pada awal terapi adalah 80-100 kkal energi/
kg BB/hari dan 1-1,5 g protein/kg BB/hari yang kemudian meningkat menjadi
100-150 kkal energi/kg BB/hari dan 2-3 g protein/kg BB/hari. ASI tetap diberikan
pada anak yang masih mendapatkan ASI.
2. Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-
100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150
KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
3. Fase Rehabilitasi
Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan
penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan
untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220
KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
4. Fase Tindak Lanjut
Dapat dilakukan di rumah setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol
oleh Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau
kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima, berikan
imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan)
pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan
sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh tenaga
kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak berusia 5 tahun. Kebutuhan energi
pada fase ini sebesar 150-220 kkal/kg BB/hari dengan protein sebesar 4-6
g/kg/hari. 23

24
Gambar 2.6 Contoh Jadwal Makan pada Bayi dan Balita

Kriteria sembuh pada anak gizi buruk :


Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria
pulang sebagai berikut:
a) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) Ibu telah mendapat konseling gizi
e) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
f) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan. 23

25
Selain itu pada anak gizi buruk juga diberikan:
-
Vitamin A
-
Antibiotik diberikan pada anak dengan gizi buruk rawat jalan maupun rawat inap
-
ReSoMal : diberikan pada anak dgizi buruk dengan dehidrasi. 21

Gambar 2.7 Pemberian Antibiotik pada Anak dengan Gizi Buruk

Evaluasi Rawat Jalan


Dilakukan selama 6 bulan untuk anak yang mengikuti program pelayanan
anak gizi buruk. Evaluasi program satu tahun sekali: mencakup jumlah anak yang
mengikuti program, lulus, Drop Out (DO), dan meninggal.

26
Kriteria Pemulangan Anak Gizi Buruk Dari Ruang Rawat Inap
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam
perawatan, misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria
sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis. Anak dapat
dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan. 23
Kenaikan BB anak gizi buruk dalam fase rehabilitasi menurut kategori WHO
adalah sebagai berikut: buruk jika kenaikan BB kurang dari 5 g/kg BB/hari, sedang
jika 5-10 g/kg BB/hari, dan baik jika lebih dari 10 g/kg BB/hari 22,23
Langkah Promotif / Preventif

Pemntauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkalaC

Faktor sosial : mencari kemungkinan adanya pantangan tertentu untuk


menggunakan bahan makanann yang dapat menyebabkan terjadinya MEP

Faktor ekonomi : meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi


dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisi pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat
lanjutnya

Faktor infeksi: adanya hubungan anatara MEP dan infeksi, infeksi drajat apapun
dapat memperburuk keadaan status gizi. 18

2.9 Komplikasi Gizi Buruk


Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral.Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu
dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya
sangat banyak. Pengaruh gizi buruk bias terjadi pada semua organ system tubuh.

27
Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang,
hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.14,15
Pada anak gizi buruk bias terjadi anemia. Anemia pada gizi buruk adalah
keadaan berkurangnya hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya
asupan zat besi (Fe) atau asam folat. Gejala yang bias terjadi adalah anak tampak
pucat, sering sakit kepala, mudah lelah, dan sebagainya. Pengaruh system hormonal
yang terjadi adalah gangguan hormone kortisol, dan insulin.15
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita gizi buruk.
Kematian seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberculosis, radang paru,
infeksi saluran cerna) atau gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi
karena gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Infeksi yang berat tadi pada akhirnya
mengancam jiwa.15,16

2.10 Prognosis Gizi Buruk


Prognosis pada penyakit ini dapat buruk apabila telah terjadi komplikasi infeksi
yang dapat menyebabkan kematian. Prognosis gizi buruk juga dapat baik apabila
malnutrisi bias diatasi secara cepat dan tepat. Kematian bisa dihindari jika dehidrasi
berat dan penyakit kronis seperti tuberculosis atau hepatitis yang bisa menyebabkan
sirosis hepatis bias dihindari. Pada anak dengan gizi buruk di usia lebih muda, bias
terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversible dibandingkan
dengan anak yang mendapatkan keadaan malnutrisi pada usia lebih dewasa.
Sedangkan untuk keadaan psikomotor, anak yang mendapat pengobatan dan
perbaikan keadaan gizi pada usia lebih muda akan cenderung mendapat kesembuhan
psikomotor lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Akan tetapi
pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi gizi buruk
cenderung lebih lambat terutama terlihat jelas dalam ukuran tinggi badan dan
pertumbuhan berat badan anak walaupun secara ratio antara berat badan dan tinggi
badan nantinya tetap dalam batas normal. 10,15,17

28

Anda mungkin juga menyukai