PENDAHULUAN
2
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan Case Report Session ini adalah tinjauan teori dari berbagai
kepustakaan dan literatur, laporan kasus dari pasien, serta pembahasan antara teori
yang ada dengan kasus yang didapatkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan
menurut Umur (BB/U) yaitu <-3,0SD yang merupakan padanan istilah severely
underweight.1
Malnutrisi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan ketidakseimbangan
antara asupan dan keluaran energi, baik karena kekurangan atau kelebihan asupan
makanan maupun akibat kebutuhan yang meningkat. Malnutrisi adalah keadaan
klinis sebagai akibat kekurangan asupan makanan ataupun kebutuhan nutrisi yang
meningkat ditandai dengan adanya gejala klinis, antropometris, laboratoris dan
data analisis diet.1
Malnutrisi ringan dan sedang umumnya tidak menunjukkan gejala klinis
yang spesifik: anak tampak kurus, BB/TB : 70-90% atau diantara -2SD dan -3SD
(Z-score), sangat mungkin terdapat gejala defisiensi nutrien mikro. Malnutrisi
berat umumnya menunjukkan gejala klinis yang khas, BB/TB < 70% atau <-3SD
(Z-score) kecuali bila ada edema serta sudah terdapat kelainan biokimiawi. Saat ini
kriteria WHO 1999 digunakan untuk diagnosis dan tatalaksana anak malnutrisi
berat.1
Malnutrisi dapat terjadi secara primer atau sekunder. Malnutrisi primer
terjadi bila konsumsi makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas inadekuat
dan tidak seimbang. Malnutrisi sekunder terjadi sebagai akibat kebutuhan nutrien
yang meningkat atau output yang berlebihan, umumnya pada penyakit kronik baik
infeksi maupun keganasan. 1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2016, jumlah anak perempuan dan anak laki-laki yang mengalami
gizi buruk masing-masing sebesar 75 juta dan 117 juta per tahunnya. 2Kejadian gizi
buruk di Indonesia juga masih tinggi, persentase gizi buruk adalah 18,8% pada
kelompok balita dan 14,9% pada kelompok baduta. Menurut laporan hasil
4
pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016, insiden gizi buruk tertinggi terjadi di
Provinsi Kalimantan Barat yaitu sebesar 6,6%.1 Mencuatnya kembali pemberitaan di
media massa akhir-akhir ini mengenai meningkatnya kasus wabah campak dan gizi
buruk di Kabupaten Asmat, Papua pada tahun 2018, menjadi perhatian masyarakat
Indonesia, apalagi sudah di tetapkan menjadi kejadian luar biasa (KLB) oleh
pemerintah. Ada sekitar 7.230 warga yang terindikasi kena campak, sebagian
tergolong gizi buruk.Sebanyak 175 anak-anak yang terjangkit wabah penyakit
tersebut dirawat di rumah sakit dan aula gereja. Selain itu, ada 399 penderita yang di
rawat jalan oleh tenaga medis di Kabupaten Asmat.3,4
Sumatera Barat menempati urutan ke 10 untuk kasus gizi buruk yaitu sebesar
1,6% untuk usia 0-23 bulan, 2,1% untuk usia 0-59 bulan. Kejadian gizi buruk di Kota
Padang adalah sebesar 11,5%. Persentase tersebut menjadikan Kota Padang sebagai
urutan ke 11 terbanyak kasus gizi buruk yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat. 1
Pemantauan pertumbuhan balita tertera pada KMS/buku KIA. Masyarakat di
Sumatera Barat khususnya di Kota Padang yang mempunyai buku KIA tersebut
hanya 83,2% dan sebagai urutan ke 4 yang paling sedikit mempunyai buku KIA.
Artinya, pematauan pertumbuhan yang dilakukan terhadap balita khususnya di Kota
Padang masih minimal, dengan begitu beberapa usaha untuk mengendalikan kasus
gizi buruk juga berkurang.1
5
Gejala yang timbul pada marasmus adalah:
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.6
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai
hubungan orang tua – anak terganggu.
Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis
pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
6
Gambar 1. Marasmus
2.3.2 Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi berenergi protein yang disebabkan
oleh defisiensi protein yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami
defisiensi.5
Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak
cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami
gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng
dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan
edema. Selain itu, penderita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia
dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus.
Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit.7
Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus,
jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis
yang lebih mendalam dan lebar. Terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy
pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan
dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal,
permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan
terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar
globulin yang normal atau sedikit meninggi.7
Gambar 2. Kwasiorkor
Gambar 3. Marasmus-Kwasiorkor
2.5 PATOFISIOLOGI
Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan terjadi
deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah
akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di
tingkat seluler sehingga fungsi sel terganggu misalnya sintesis protein,
pembentukan dan penggunaan energi, proteksi terhadap oksidasi atau tidak mampu
menjalankan fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus maka gangguan fungsi
sel ini akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang
bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan tanda
dan gejala klinis spesifik yang berkaitan dengan nutrien tertentu misal edema,
xeroftalmia, dermatosis, dan lain-lain yang kadang-kadang ireversibel.6
Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan
meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi
ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah
kwashiorkor (malnutrisi akut / ”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini
penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada
saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau
kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition). Dengan demikian
pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh,
penurunan berbagai sintesa enzim.8
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan
nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,
dan protein, terutama protein otot.9
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet
akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Ha ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini
tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih
banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak
edema.9
Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan
berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya
adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah
dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.6
Berat Badan
Berat badan merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai status nutrisi,
dimana hasilnya dapat menaksir kebutuhan energi dan memonitor respons dari
terapi yang telah diberikan. Kehilangan berat badan dapat terjadi secara cepat pada
pasien dengan trauma atau stres metabolik. Penurunan berat badan kemungkinan
menunjukkan adanya pengurangan massa otot yang disebabkan oleh masukan
kalori yang tidak adekuat atau adanya hipermetabolisme. Adanya edema dan status
hidrasi harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi berat badan.6
Tinggi Badan
Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala sampai telapak kaki. Jarak ini
merupakan penjumlahan dari tinggi tulang tengkorak, panjang tulang belakang,
dan panjang ekstremitas bawah. Pengukuran tinggi/panjang badan merupakan
pemeriksaan penting, karena pertumbuhan linier merupakan marker untuk tumbuh
kembang dan juga malnutrisi jangka panjang. Pengukuran panjang badan bayi dan
anak-anak sampai usia 24 bulan dilakukan pada posisi terlentang dengan
menggunakan length board. Untuk anak di atas usia 2 tahun, pengukuran dilakukan
dengan menggunakan stadiometer pada posisi berdiri tegak dan mata memandang
lurus ke depan, belakang kepala, punggung, pantat dan tumit menempel pada alat
pengukur panjang pada dinding tegak lurus. Alternatif pengukuran lain seperti
panjang tungkai bawah dan panjang lengan atas dapat dipakai untuk
memperkirakan tinggi/panjang badan pasien yang pergerakannya terbatas,
mengalami gangguan motorik atau dengan kontraktur berat.6
2.8.2 Z-score
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan
mengurangi nilai individual subjek (NIS) dengan nilai median baku rujukan (NMBR)
pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan nilai simpang baku rujukan
(NSBR) atau dengan menggunakan rumus:14
Tabel 3. Interpretasi status gizi berdasarkan indeks antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB) menggunakan standar baku antropometeri CDC9
TB/U
2.9 Faktor Risiko pada Anak Gizi Buruk
2.9.1 Campak
Anak-anak gizi buruk sangat berisiko tinggi menghadapi komplikasi medis
dan kematian karena serangan campak.Penyakit ini bisa memperburuk defisiensi
vitamin A. Morbiditas dan mortalitas campak pada populasi gizi buruk mudah
dicegah dengan memberi vaksinasi pada anak berusia 6 bulan sampai 14 tahun.
Suplemen vitamin A juga diperlukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun karena
meminimalkan komplikasi campak seperti kebutaan, pneumonia dan diare.15
2.9.2 Diare
Menyediakan air bersih dan sanitasi yang baik, serta edukasi masyarakat
tentang keamanan pangan di rumah tangga merupakan langkah penting untuk
mengurangi terjadinya penyakit diare.Tindakan yang paling penting dalam
tatalaksana penyakit diare pada anak balita adalah memastikan ibu terus menyusui
anaknya, selama dan setelah diare. Suplemen zinc diberikan selama 10-14 hari untuk
anak-anak dengan diare akut (20mg sehari dan 10mg untuk bayi di bawah 6 bulan)
dapat mengurangi tingkat keparahan diare dan mencegah kejadian lebih lanjut dalam
2-3 bulan ke depan.15
2.9.3. Tuberkulosis
Meski bukan penyebab utama kematian pada fase darurat, tuberkulosis sering
muncul sebagai masalah kritis begitu penyakit campak dan diare cukup memadai
untuk dikendalikan. Tuberkulosis, yang seringkali terjadi bersamaan dengan HIV /
AIDS, sering terjadi pada populasi orang dengan kekurangan gizi.15 Disfungsi sistem
kekebalan tubuh dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi tuberkulosis.
Temuan kasus TB dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan mikroskopik sputum.
Pengobatan yang tepat untuk pasien TB yaitu sesuai dengan persyaratan pada
sistemdirectly observed tuberculosis short course (DOTS).16
2.9.4 Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini, vitamin A serum sangat rendah
sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu, setiap anak dengan malnutrisi
sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan
diet makanan yang mengandung vitamin A.16
2.9.5 Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan pembusukan
mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi
pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini
mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat
sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya
hidung atau tidak dapat menutupnya mata yang disebabkan oleh proses fibrosis.16
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : MAP
Umur/tanggal lahir : 0 Tahun 9 Bulan / 07 Maret 2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Rekam Medik : 511589
Alamat : Balingka
Tanggal masuk : 6 Desember 2018
Alloanamnesis ( diberikan oleh ibu pasien )
Seorang anak laki-laki umur 0 tahun 9 bulan dirawat di Bangsal Anak RSUD.
Ahmad Muchtar sejak tanggal 06 Desember 2018 dengan :
Keluhan Utama :
Tampak kurus sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Tampak kurus sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Berat badan pasien
tidak naik sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
- Batuk sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak, namun
dahak tidak bisa dikeluarkan. Pasien sudah berobat ke puskesmas, namun
batuknya tidak ada perbaikan.
- Pasien makan nasi tim 2 x sehari. Pasien menghabiskan 1 porsi setiap makan.
Pasien sering rewel setelah makanannya habis.
- Pasien masih minum ASI setiap 3 jam
- Bengkak pada kaki dan tangan tidak ada
- Demam tidak ada
- Sesak nafas tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada
- BAK dalam batas normal, warna biasa.
- BAB dalam batas normal, warna biasa, frekuensi sekali sehari.
Riwayat Persalinan :
● Lama hamil : 39-40 minggu
● Cara lahir : Spontan
● Ditolong oleh : Bidan
● Berat lahir : 3900 gr
● Panjang lahir : 50 cm
● Saat lahir langsung menangis kuat
Kesan : Riwayat persalinan normal
Riwayat Makanan dan Minuman :
ASI : 0 bulan – sekarang
Susu Formula : -
Bubur susu :-
Biskuit :-
Buah :-
Nasi Tim : 6 bulan - sekarang
Nasi Biasa :-
Kesan makanan dan minuman : Kualitas dan kuantitas tidak cukup
Riwayat Imunisasi :
BCG : 0 Bulan
DPT : 2 bulan
Hib : 2 bulan
Polio : 0 bulan
Hepatitis B : 0 bulan, 2 bulan
Campak :-
Kesan : Riwayat imunisasi dasar belum lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang :
Ketawa : 4 bulan
Miring : 4 bulan
Tengkurap :-
Duduk :-
Merangkak :-
Berdiri :-
Lari :-
Gigi pertama :-
Bicara :-
Membaca :-
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai usia
Riwayat Lingkungan dan Perumahan :
Tinggal di rumah semipermanen, pekarangan cukup luas, sumber air sumur
yang dimasak, jamban dalam rumah, sampah dibuang di tempat pembuangan
sampah..
Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan baik.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 139 x/menit
Pernafasan : 38 x/menit
Suhu : 36,6º C
BB : 5 kg
TB : 63 cm
BB/U : < -3 SD
TB/U : < -3 SD
BB/TB : < -3 SD
Status gizi : Gizi buruk
Grafik Gizi (WHO) :
Kepala : Normocephal, bulat, simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB di sepanjang
M.sternocleidomastoideus, supraclavicula, infraclavicula, axilla, inguinal.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah
Tenggorok : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax :
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan LSD, batas
jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada
Pulmo
Inspeksi : Normochest, Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Distensi ada
Palpasi : Supel. Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
Keadaan klinis pasien :
Gambar
6. Baggy pants
Gambar 7.
Kulit keriput
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah :
Hemoglobin : 10,6 gr/dl
Leukosit : 18.200/ mm3
Hematokrit : 32,7 %
Trombosit : 540.000/mm3
Hitung jenis leukosit :
Basofil :0
Eosinofil :9
Netrofil Batang :1
Netrofil Segmen : 27
Limfosit : 60
Monosit :3
Kimia Klinik :
Kalium : 4,68 mEq/l
Natrium : 135,8 mEq/l
Khlorida : 108,2 mEq/l
Albumin : 3,6 g/dl
Globulin : 9,9 mg/dl
Total protein : 6,1 g/dl
Gula darah : 142 mg/dl
Kesan : Leukositosis, hipoalbumin
Diagnosa :
Gizi Buruk Tipe Marasmus
Terapi :
- ASI OD
- F-75 8x60 cc
- Asam folat 1x1 mg
- Cefixime 2x25 mg
- Zamel drop 1x1 cc
- Nasi tim saring 3x/hari
- Buah dan biskuit 2x/hari
Follow up :
Hari Jumat, Tanggal 7 Desember 2018 (Rawatan Hari Ke 2)
S/ Demam tidak ada
Batuk ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa.
Minum ASI ada
Makan nasi tim saring 3xsehari, habis ± ¼ porsi setiap makan
O/ KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Frekuensi denyut nadi : 140 x/menit
Frekuensi nafas : 28x/menit
Suhu : 36,3 0C
BB : 5,3 kg
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Distensi ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”
A/ Gizi buruk tipe marasmus
P/ : - ASI OD
- F-75 8x60 cc
- Asam folat 1x1 mg
- Cefixime 2x25 mg
- Zamel drop 1x1 cc
- Nasi tim saring 3x/hari
- Buah dan biskuit 2x/hari
O/ KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Frekuensi denyut nadi : 120 x/menit
Frekuensi nafas : 25 x/menit
Suhu : 36,4 0C
BB : 5,4 kg
Thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Distensi ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”
A/ Gizi buruk tipe marasmus
P/ - ASI OD
- F-75 8x60 cc
- Asam folat 1x1 mg
- Cefixime 2x25 mg
- Zamel drop 1x1 cc
- Nasi tim saring 3x/hari
- Buah dan biskuit 2x/hari
Hari Senin, Tanggal 10 Desember 2018 (Rawatan Hari ke 5)
S/ Demam tidak ada
Batuk ada
Muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa.
Minum ASI ada
Makan nasi tim saring 3xsehari, habis 1/2 porsi setiap makan
O/ KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Frekuensi denyut nadi : 130 x/menit
Frekuensi nafas : 30 x/menit
Suhu : 36,3 0C
BB : 5,5 kg
Thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Distensi ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”
A/ Gizi buruk tipe marasmus
P/ - ASI OD
- F-75 8x60 cc
- Asam folat 1x1 mg
- Cefixime 2x25 mg
- Zamel drop 1x1 cc
- Nasi tim saring 3x/hari
- Buah dan biskuit 2x/hari
Pasien seorang anak laki-laki umur 0 tahun 9 bulan dirawat di Bangsal Anak
RSUD. Ahmad Muchtar sejak tanggal 06 Desember 2018 dengan keluhan utama
tampak kurus sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Berat badan pasien tidak
naik sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien ini berada dalam status gizi
buruk karena BB/U, TB/U, dan BB/TB berada di bawah -3 SD. Hal ini sesuai dengan
standar baku antropometri WHO-NCHS. Pada pasien ini ditemukan kondisi klinis
tampak kurus tanpa disertai edema, wajah seperti orang tua, iga gambang, perut
cekung, pasien rewel dan cengeng, tampak kerutan di bokong (baggy pants).
Sehingga sesuai dengan jenis gizi buruk tipe marasmus. Pasien masih mau minum
ASI.
Tatalaksana yang diberikan di rumah sakit adalah F75 8X60 cc, yang berdasarkan
rekomendasi WHO yaitu F75 merupakan fase stabilisasi yang berguna untuk
menstabilkan kondisi anak. Pasien juga diberikan nasi tim, buah, dan biskuit.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk
berdahak, namun dahak tidak bisa dikeluarkan. Pasien sudah berobat ke puskesmas,
namun batuknya tidak ada perbaikan.
Anak mempunyai masalah dengan saluran pernafasan, dimana anak batuk sudah
1 bulan ini. Didapat pasien tampak kurus sejak ± 1 bulan yang lalu, dan anak tampak
rewel, adanya tanda-tanda gizi buruk. Dari temuan pasien dapat didiagnosis suspek
tuberculosis. Selanjutnya untuk memastikan diagnosis, maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto Thorak. Kemungkinan penyebab pasien menderita
batuk lama karena disfungsi sistem kekebalan tubuh yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi tuberkulosis. Pengobatan yang tepat untuk pasien TB
yaitu sesuai dengan persyaratan pada sistem directly observed tuberculosis short
course (DOTS).
DAFTAR PUSTAKA