Disusun oleh:
dr. Della Bintari Pratiwi
Pembimbing:
dr. Arief Subyanto
PROGRAM INTERNSIP
PUSKESMAS NGRONGGOT
Gizi kurang merupakan keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi kurus, berat badan
menurut panjang badan atau tinggi badan kurang dari -2 sampai dengan -3 standar deviasi,
dan/atau lingkar lengan 11,5-12,5 cm pada Anak usia 6-59 bulan. Intake makanan tidak
adekuat merupakan penyebab paling sering terjadinya malnutrisi di seluruh dunia. Selain itu
gizi kurang dapat disebabkan karena adanya infeksi cacing. Infeksi cacing paling sering yang
diderita anak yaitu infeksi Ascaris lumbricoides yang menyebabkan gangguan pada absropsi
makanan. Kondisi infeksi ascariasis dan gizi kurang membutuhkan penanganan secara cepat
dan tepat untuk menghindari terjadinya komplikasi penyakit yang bersifat ireversibel.
PENDAHULUAN
Permasalahan gizi pada anak usia kurang dari 5 tahun masih menjadi tantangan di
dunia dan di Indonesia khususnya. Masalah gizi atau malnutrisi merupakan defisiensi atau
berlebih intake nutrisi, ketidakseimbangan nutrisi esensial, atau masalah pada penggunaan
nutrisi yang ada pada tubuh. Malnutrisi yang terjadi dapat berupa gizi buruk atau gizi kurang
dan gizi berlebih atau obesitas. Secara garis besar, malnutrisi dapat dibagi menjadi 4
kelompok besar, yaitu: wasting, stunting, undernutrition, dan defisiensi mikro vitamin. Wasting
merupakan kondisi Berat Badan (BB) per umur (BB/U) di bawah standar yang ditentukan. Hal
ini bisa disebabkan karena terbatasnya jumlah makanan pada negara-negara miskin, infeksi
kronis yang diderita anak, ataupun kondisi sanitasi yang tidak baik. Kondisi tersebut apabila
dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan peningkatan resiko kematian atau
kerusakan permanen pada anak. Kondisi malnutrisi pada anak akan meningkatkan resiko
terjadinya infeksi pada anak dan kondisi infeksi akan menyebabkan kondisi malnutrisi semakin
parah sehingga lingkaran tersebut harus diputus. Di dunia, kondisi malnutrisi berupa gizi buruk
dan gizi kurang terjadi pada negara yang mengalami krisis pangan. Di indonesia, kondisi gizi
buruk dan gizi kurang sudah semakin menurun beberapa dekade terakhir meskipun tetap
masih ada (Bouma, 2016).
Salah satu penyebab gizi kurang yaitu adanya infeksi pada saluran pencernaan
sehinga penyerapan nutrisi tidak dapat dilakukan secara maksimal. Infeksi paling sering yang
diderita oleh anak usia kurang dari 5 tahun yaitu infeksi cacing. Infeksi cacing yang paling
sering terjadi yaitu infeksi cacing Ascaris lumbricoides. Infeksi cacing tersebut pada kondisi
ringan menyebabkan penyerapan tidak maksimal. Sedangkan pada kondisi yang lebih berat
dapat menyebabkan obstruksi usus dan membutuhkan penanganan yang lebih lanjut.
Penularan infeksi ini melalui rute fecal oral yaitu melalui feses yang terkontaminasi dengan
telur cacing kemudian mengendap di tanah dan masuk ke saluran pencernaan orang lain
sehingga terjadi infeksi ascariasis. Infeksi ascariasis kebanyakan terjadi pada negara-negara
berkembang dengan sanitasi yang tidak baik, kelembaban tinggi, dan kepadatan penduduk
yang tinggi. Infeksi cacing dapat didiagnosis dengan pemeriksaan feses rutin yang cukup
sederhana. Pada pemeriksaan feses akan didapatkan telur. Pada kasus ringan pengobatan
infeksi acariasis dapat dilakukan di fasilitas kesehatan dengan diberikan antihelmintik seperti
albendazol (Djohan et al., 2023).
BAB II
LAPORAN KASUS
● 00
2.8 Prognosis
● Vitam : ad Bonam
● Fungtionam : ad Bonam
● Sanationam : ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Ascariasis
A. Etiologi
Ascariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides, nematoda yang ditularkan
melalui tanah. Cacing jantan dewasa dapat berukuran 15-20cm sedangkan cacing
betina dapat berukuran 20-30cm dengan reratra usia hidup hingga satu tahun. Cacing
dapat berwarna pink, kekuningan, atau putih (Lamberton, 2015).
B. Epidemiologi
Infeksi askariasis merupakan salah satu infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah
(Soil Transmitted Helmintic) tersering. Infeksi tersebut lebih banyak terjadi pada negara
dengan iklim tropis dan sub tropis. Di dunia, terdapat hingga 1,2 juta orang yang
terinfeksi oleh cacing tersebut terutama pada negara dengan kebersihan yang kurang.
Di indonesia prevalensi anak penderita infeksi ascariasis beragam dari 6-60% pada
daerah endemis seperti di Sumatra dan Nusa Tenggara Timur. Beberapa penelitian
menunjukkan faktor resiko terjadinya infeksi ascariasis berupa sanitasi yang buruk,
tingkat kebersihan buruk, socioekonomi rendah, konsumsi makanan yang belum
matang, dan kepadatan penduduk (Lamberton, 2015).
C. Siklus hidup
Cacing hidup dan berkembang biak pada usus manusia. Kemudian telur ascariasis
akan keluar bersama dengan feses yang dikeluarkan oleh penderita. Ketika orang
yang terinfeksi melakukan buang air besar sembarangan, telur cacing akan terdeposit
dan mengendap di tanah. Infeksi ascariasis terjadi melalui ingesti telur cacing. Hal ini
dapat terjadi ketika tangan yang kotor terkena tanah masuk ke mulut, atau dapat pula
melalui konsumsi buah dan sayuran yang terkontaminasi (Parasitic Diseases and
Malaria, 2023).
F. Tata laksana
Infeksi ascariasis walaupun asimtomatik dan ringan tetap harus diberikan
terapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat migrasi cacing
ascaris. Terapi medikamentosa diberikan jika dipastikan tidak ada obstruksi saluran
pencernaan maupun tanda-tanda migrasi ke paru-paru. Obat yang diberikan yaitu anti
helmintik albendazol 400 mg dosis tunggal atau mebendazol 100 mg 3 kali sehari atau
500 mg dosis tunggal. Dosis untuk dewasa dan anak-anak diberikan sama. Obat
pilihan yang lain dapat diberikan ivermektin 100-200 mcg per kg bb dosis tunggal.
Pada ibu hamil dapat diberikan piperazin 50mg/kg/ hari selama 5 hari atau 75
mg/kg/hari dosis tunggal atau pilihan obat lain yaitu pirantel pamoat hingga 1g/hari.
Terapi medikamentosa mentargetkan cacing pada fase dewasa, sehingga pengobatan
perlu untuk diulang lagi 1-3 bulan berikutnya untuk memberi kesempatan larva
menetas menjadi cacing dewasa (Lamberton, 2015).
Pada kasus infeksi ascariasis dan telah terdapat obstruksi pada saluran
pencernaan total, terapi yang diberikan yaitu pembedahan laparotomi untuk mengambil
cacing. Apabila terjadi obstruksi parsial, pemberian cairan intravena untuk supoport
cairan, pemasangan NGT, dan larangan untuk makan minum melalui oral, dan anti
spasmodik dapat diberikan. Setelah gejala mereda dapat diberikan terapi antihelmintik
(Daniela, 2023).
Pasien yang mengalami infeksi ascariasis disarankan untuk meningkatkan
higenitas untuk mengurasi kejadian infeksi rekuren. Pasien juga disarankan untuk
mengurangi makanan-makanan pedas dikarenakan dapat meningkatkan resiko migrasi
cacing yang lebih besar (Daniela, 2023).
DAFTAR PUSTAKA
Daniela F. de Lima Corvino and Shawn Horrall (2023) Ascariasis - StatPearls - NCBI
Bookshelf, Ascariasis. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430796/
(Accessed: 29 September 2023).
Parasitic Diseases and Malaria, D. of (2023) CDC - ascariasis, Centers for Disease
Control and Prevention. Available at:
https://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/index.html (Accessed: 29 September 2023).
Putra Brillian Djohan, Amelia Prasetyadi and Marcela Wirjanata (2023) ‘Association
between Ascaris lumbricoides infection and undernutrition in children: a systematic
review and meta-analysis’, Bali Medical Journal, 12(1), pp. 197–205.
doi:10.15562/bmj.v12i1.3647.