Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN PROJECT BASED LEARNING I ( PjBL )

MALNUTRISI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas PJBL Fundamental of
Pathofisiology and Nursing Care in Gastrointestinal System

oleh:
ANITA WULAN S
0910720002

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2012
KONSEP MALNUTRISI
1.1

Definisi Malnutrisi

Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atau
lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian gizi kurang, istilah

malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini. Secara umum gizi kurang
disebabkan oleh kurangnya energy atau protein. Namun keadaan ini di
lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita
deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein biasanya disertai
pula dengan defisiensi energi. Oleh karena itu istilah yang lazim dipakai
adalah malnutrisi Energi Protein (Markum dkk, 1991) dan Nelson membuat
sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan kekurangan kalori protein (Nelson,
1992).
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang
cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi
untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan
terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain
itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi
makanan atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary, 2007).
Malnutrisi

adalah

istilah

umum

untuk

suatu

kondisi

medis

yang

disebabkan oleh pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak
mencukupi.

Istilah

ini

seringkali

lebih

dikaitkan

dengan

keadaan

undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang


kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan.
Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan
overnutrition (gizi berlebih). Seseorang akan mengalami malnutrisi bila
jumlah, jenis, atau kualitas yang memadai dari zat gizi yang mencakup diet
yang sehat tidak dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang cukup lama.
Keadaan yang berlangsung lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya
kelaparan.
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga

bagian,

kwashiorkor),

yakni
karena

gizi

buruk

karena

kekurangan

kekurangan

karbohidrat

atau

protein

(disebut

kalori

(disebut

marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi


pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya
perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang
dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya
berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa

protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan
umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik.
Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis.
Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk
adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J,
2006).
Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu:

Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas


Gizi baik untuk well nourished
Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate

PCM (Protein Calori Malnutrition)


Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik
kwashiorkor, dan kwashiorkor.

Beberapa istilah yang terkait dengan status gizi antara lain (Supariasa, 2002)
:
1) Malnutrition (Gizi Salah, Malnutrisi)
Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun
absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi :
a) Under Nutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau
absolut untuk periode tertentu
b) Specific Defficiency : kekurangan

zat

gizi

tertentu,

misalnya

kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain lain


c) Over Nutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu
d) Imbalance: karena disporposi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi
karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High
Density

Lipoprotein) dan

VLDL

(Very

Low

Density Lipoprotein)

(Supariasa, 2002)
2) Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari - hari
dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat

badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku
WHO NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang
paling berat dan meluas terutama pada balita.
1.2
Etiologi Malnutrisi
1.2.1 Etiologi Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi
sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab

tidak

langsung,

ketersediaan

Pangan

rumah

tangga,

perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain


faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk
adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan
kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk
dibutuhkan

kerjasama

lintas

sektor

Ketahanan

pangan

adalah

kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh


anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya
(Dinkes SU, 2006).
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan
yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya
makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi
seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan
kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk
pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency,
2005).
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zatzat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena
makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi),
penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat
gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat
yang berlebihan. (Nurcahyo, 2008).

1.2.1.1 Marasmus
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah
sebagai berikut :
a) Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b) Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama
infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,
pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c) Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan,
penyakit

Hirschpurng,

deformitas

palatum,

palatoschizis,

mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic


fibrosis pankreas
d) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan
tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang
kuat
e) Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup
f) Gangguan

metabolik,

misalnya

renal

asidosis,

idiopathic

hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance


g) Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan
bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h) Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
i) Urbanisasi

mempengaruhi

dan

merupakan

predisposisi

untuk

timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula


perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan
pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak

mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama


gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan
atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun
dan juga gangguan pada saraf pusat.

1.2.1.2Kwashiorkor
Kwashiorkor disebabkan karena penyerapan protein terganggu, seperti
pada diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis),
infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti
pada penyakit hati kronik.
1.2.2 Etiologi obesitas
Berdasarkan hukum

termodinamik,

obesitas

disebabkan

adanya

keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara


asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi
yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan
keseimbangan

energi

ini

disebabkan

oleh

faktor

eksogen/nutrisional

(obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan


hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%.
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu
penyakit

multifaktorial

disebabkan

oleh

yang

karena

diduga

interaksi

bahwa

antara

sebagian

faktor

besar

genetik

obesitas

dan

faktor

lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional
yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.
a. Faktor Genetik .
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila
kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu
orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua
tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%.
Hipotesis Barker menyatakan bahwa
intrauterin

menyebabkan

gangguan

perubahan

perkembangan

lingkungan

nutrisi

organ-organ

tubuh

terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari

bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan


predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme
kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic
rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu
makan

yang

jelek.

Dengan

demikian

kerentanan

terhadap

obesitas

ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.


b. Faktor lingkungan.
b.1. Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu
sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju
mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian
obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko
peningkatan berat badan sebesar = 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan
risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai
kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan
berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah
raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang
signifikan.
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang
sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari
mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka
yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.
2. Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah
lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan
berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali
mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak
serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan
asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar
dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian
lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko
obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan
berlemak

mempunyai

energy

density

lebih

besar

dan

lebih

tidak

mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil


dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat.
Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan
meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.
Selain

itu

kapasitas

penyimpanan

makronutrien

juga

menentukan

keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai


protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di
regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat
dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas
penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan
oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan
oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat.
Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan,
maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam
bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak
terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak
sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
3. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan

pendapatan

mempengaruhi

pemilihan

jenis

dan

jumlah

makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun


terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada
penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan
kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang
tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih
senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding
melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk
food yang mudah terjangkau akan
berisiko menimbulkan obesitas.
1.3 Epidemiologi Malnutrisi
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 diperkirakan
sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5
juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk
tersebut ada 150.000 yang menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut
marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, yang memerlukan
perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit. Masalah
gizi kurang dan gizi buruk terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada
saat ini masih terdapat 110 Kabupaten/Kota dari 440 Kabupaten/Kota di
Indonesia yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut
umur). Menurut WHO keadaan ini masih tergolong sangat tinggi.
Berdasarkan hasil surveilans Dinas Kesehatan Propinsi dari bulan Januari
sampai dengan bulan Desember 2005, total kasus gizi buruk sebanyak

75.671 balita. Kasus gizi buruk yang dilaporkan menurun setiap bulan.
Semua anak gizi buruk mendapatkan penanganan berupa: perawatan di
Puskesmas dan di Rumah Sakit serta dilakukan tindak lanjut paska
perawatan berupa rawat jalan, dan melalui posyandu untuk dipantau
kenaikan berat badan dan mendapatkan makanan tambahan.
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun
2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak
169

kabupaten/kota

tergolong

prevalensi

sangat

tinggi

dan

257

kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap


masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan
selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita,
tetapi semua kelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan,
disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami
anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis (KEK). Dalam
kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir dengan kekurangan
berat badan (berat badan rendah).
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi
pemantauan pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko yang erat dengan
kejadian KLB gizi buruk seperti campak dan diare. Menteri Kesehatan melalui
suratnya Nomor : 1209 tanggal 19 Oktober 1998 menginstruksikan agar
memperlakukan kasus kurang gizi berat sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sehingga setiap kasus baru harus dilaporkan dalam 1x 24 jam.
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya KLB gizi buruk adalah
melalui kegiatan surveilans. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor

1116/Menkes/SK/VIII/2003

tentang

Pedoman

Penyelenggaraan

Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan salah satu sasarannya adalah


pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Gizi (SKG) termasuk di dalamnya SKD-KLB
Gizi.

Selanjutnya

sesuai

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor:

1457/MENKES/SK/X/ 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang


kesehatan, khususnya dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi dan
penanggulangan KLB dan gizi buruk telah ditetapkan bahwa sekitar 80%
kecamatan menjadi bebas rawan gizi. Untuk mencapai kondisi ini peran SKG
sebagai penyedia informasi untuk tindakan pencegahan memburuknya
status gizi masyarakat SKD KLB gizi menjadi sangat penting.
Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju
maupun

negara

yang

sedang

berkembang.

Berdasarkan

SUSENAS,

prevalensi

obesitas

(>120%

median

baku

WHO/NCHS)

pada

balita

mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan


pada tahun 1989 didapatkan 4,6% laki-laki dan 5,9% perempuan, meningkat
menjadi 6,3% laki-laki dan 8% perempuan pada tahun 1992 dan di pedesaan
pada tahun 1989 didapatkan 2,3% laki-laki dan 3,8% perempuan, meningkat
menjadi 3,9% laki-laki dan 4,7% perempuan pada tahun 1992.
Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius
di seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan
mortalitas (Flegal et al., 2001; Booth et al., 2002). Prevalensi obesitas
berbeda-beda di setiap negara, mulai dari 7% di Perancis sampai 32,8% di
Brazil (Saw S.M., 2000). Prevalensi obesitas meningkat di setiap negara.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12% pada
tahun 1991 menjadi 17,8% pada tahun 1998 (Hanley et al., 2001). Obesitas
meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua
kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan.
1.4 Patofisiologi
Perkembangan malnutrisi melalui 4 tahapan:
1.
2.
3.
4.

Perubahan kadar zat gizi dalam darah dan jaringan


Perubahan kadar enzim
Kelainan fungsi pada organ dan jaringan tubuh
Timbulnya gejala-gejala penyakit dan kematian.

Kebutuhan tubuh akan zat gizi bertambah pada beberapa tahapan kehidupan
tertentu,

yaitu:

- pada masa bayi, awal masa kanak-kanak, remaja


- selama kehamilan
- selama menyusui.
Pada usia yang lebih tua, kebutuhan akan zat gizi lebih rendah, tetapi
kemampuan untuk menyerap zat gizipun sering menurun. Oleh karena itu,
resiko kekurangan gizi pada masa ini adalah lebih besar dan juga pada
masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah.
1.4.1 Marasmus

Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat


banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor
penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),

environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang


peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan
Gopalan
menyebutkan
marasmus
adalah

compensated

malnutrition. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu


berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan
pokok

atau

energi.

Kemampuan

tubuh

untuk

mempergunakan

karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting


untuk

mempertahankan

kehidupan;

karbohidrat

(glukosa)

dapat

dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya


kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme

protein

terjadi

setelah

beberapa

jam

dengan

menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di


hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam
lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri
jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan
separuh dari tubuh.

Sedangkan terjadinya marasmus juga dapat disebabkan faktor makanan

dengan kadar kalori dan protein yang kurang dari kebutuhan tubuh, sehingga
dapat terjadi atrofi jaringan khususnya pada lapisan subkutan dan akhirnya
kelihatan kurus seperti orang tua. Marasmus timbul akibat kekurangan energi
(kalori) sedangkan kebutuhan protein relatif
pertumbuhan

yang

kurang

atau

terhenti

cukup. Pada marasmus,


disertai

atrofi

otot

dan

menghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya, kelainan demikian


merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh
memerlukan energi, namun tidak didapat dan dipenuhi oleh makanan yang
diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri dan cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran
jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan
energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh
karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam
amino normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.

1.4.2.Kwarsiokor
Terjadinya kwashiorkor dapat diawali oleh faktor makanan yang kadar
proteinnya kurang dari kebutuhan tubuh sehingga akan kekurangan asam
amino esensial dalam serum yang diperlukan dalam pertumbuhan dan
perbaikan sel. Kemudian produksi albumin dalam hati pun berkurang,
sehingga

berbagai

kemungkinan

terjadi

hipoproteinemia

yang

dapat

menyebabkan edema dan akhirnya menyebabkan asites, gangguan mata,


kulit, dan lain-lain. Penyakit kwashiorkor umumnya terjadi pada anak dari
keluarga dengan sosial-ekonomi yang rendah karena tidak mampu membeli
bahan makanan yang mengandung protein hewani (seperti daging, telur,
hati, susu, dsb.). Sebenarnya protein nabati yang terdapat pada kedelai,
kacang-kacangan juga dapat menghindarkan kekurangan protein tersebut
apabila diberikan, tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak
menderita defisiensi protein ini. Kwashiorkor biasanya dijumpai pada anak
dengan golongan umur tertentu, yaitu bayi pada masa disapih dan anak
prasekolah (balita), karena pada umur ini relatif memerlukan lebih banyak
protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Walaupun defisiensi protein menjadi
penyebab utama penyakit ini, namun selalu disertai defisiensi berbagai
nutrient lainnya. Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolik dan
perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kekurangan
protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino
esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena dalam diet terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam
amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan
ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kurangnya pembentukan albumin oleh hepar sehingga kemudian timbul
edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein
beta hingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan
terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
1.4.3.Marasmus-Kwarsiokor
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana
makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok
dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien
juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A

dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih
hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin
ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai
sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul
lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi
ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon
patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan
Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi
karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit
ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma
ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Pada

penderita

kwashiorkor,

selain

defisiensi

protein

juga

defisiensi

multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah


sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
1.4.4.Obesitas
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3
proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi
laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam
pengaturan penyimpanan energi, melalui sinyalsinyal efferent yang berpusat
di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer terutama
dari jaringan adipose tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal

tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan


pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran
energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal
panjang.
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu
makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida
gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling
penting dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan
somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormon leptin
dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam
system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan.
Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung
masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak
menuju

ke

hipotalamus.

Apabila

asupan

energi

melebihi

dari

yang

dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan


peningkatan

kadar

leptin

dalam

peredaran

darah.

Leptin

kemudian

merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi


NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan
energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada
orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu
makan

dan

asupan

makanan.

Pada

sebagian

besar

orang

obesitas,

mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan
disebut sebagai resistensi leptin.
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan
serotonin berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga
dengan

beberapa

neuropeptide

dan

hormon

perifer

yang

juga

mempengaruhi asupan makanan dan berperan didalam pengendalian


kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y
(NPY),

melanin-concentrating

hormone,

corticotropin-releasing

hormone

(CRH), bombesin dan somatostatin. NPY dan CRH terdapat di nukleus


paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial
hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan mempengaruhi
kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan neuropeptida
perangsang nafsu makan dan diduga berperan didalam respon fisiologi
terhadap starvasi dan obesitas.

Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center . Stimulasi


pada nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan
nukleus ini akan menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan
obesitas. Sedang nukleus area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding
center / orexigenic center dan memberikan pengaruh yang berlawanan.
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang
neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript
(POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan,
meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat
neuron NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik
(merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi).
Pelepasan

neuropeptida-neuropeptida

NPY/AGRP

dan

POMC/CART

oleh

neuron-neuron tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya


akan memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon
neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang
terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang
timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui
nervus vagus. Jalur descending anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi
respon neuron di NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik
meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan efek sinyal kenyang jalur
pendek, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang mempunyai
efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan.
1.5 Jenis
1.

Menurut Pudjiati (2005), malnutrisi terdiri dari :


Kurang Energi protein ringan, terdapat pertumbuhan yang

2.

kurang, sedangkan kelainan biokimiawi dan gejala klinis tidak ditemukan.


Kurang
Energi
Protein
berat,
terdapat
gangguan
pertumbuhan, kelainan biokimiawi.
Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan
protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah
malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya
absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh
(Kleigmen et al, 2007). Parameter keparahan dan klasifikasi KEP dapat diukur
dengan

menggunakan

indikator

antropometri.

Indikator

berat

badan

terhadap tinggi badan (BB/TB) dapat digunakan sebagai petunjuk dalam


penentuan status gizi sekarang dan tinggi badan terhadap usia (TB/U)

digunakan sebagai petunjuk tentang keadaan gizi masa lampau. Departemen


Kesehatan RI (2000) merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan
sebagai baku antropometri di Indonesia. Anak dikatakan menderita KEP
apabila berada di bawah -2 Z-score dari setiap indikator (Arisman, 2010).
Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor,
marasmus,

dan

marasmik-kwashiorkor.

Marasmus

terjadi

karena

pengambilan energi yang tidak cukup sementara kwashiorkor terjadi


terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Sementara tipe
marasmik kwashiorkor yaitu gabungan diantara gejala marasmus dan
kwashiorkor (Kleigmen et al, 2007).

1) Marasmus
Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Pada

penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya akan berkurang


atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam, mengalami konstipasi
atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat berupa bercak
hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja.
Gangguan pada kulit adalah tugor kulit akan menghilang dan penderita
terlihat keriput. Apabila gejala bertambah berat lemak pada bagian pipi
akan menghilang dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena
superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan
dagu menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut tampak
membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan tampak
atropi (Hassan et al, 2005).

2) Kwarshiorkor
Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak
cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami
gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita
cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar
penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala
gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan
fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang
dicabut tanpa rasa sakit (Hassan et al, 2005).
Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus,
jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garisgaris yang lebih mendalam dan lebar. terjadi perubahan kulit yang khas yaitu
crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau

merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang
sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati
ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam.
Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar
albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit
meninggi (Hassan et al, 2005).

3) Marasmik Kwarshiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis
Marasmus dan kwarshiorkor, misalnya BB < 60% dari BB normal, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat dan edema
(Depkes RI, 2000).
Klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS (standart deviation score Z-score)
Status

Deraja

Z-score

gizi
Gizi

t KEP
KEP

-3 SD sampai

Kurang

ringan

<-2 SD

Gizi

KEP

<-3 SD

buruk

berat

Sistem Wellcome Trust Working Party membedakan jenis malnutrisi energi


protein berdasarkan berat badan dan edema sebagai berikut :
a) Jenis kwashiorkor jika BB lebih dari 60% BB baku disertai edema
b) Jenis marasmus-kwashiorkor jika BB kurang dari 60% BB baku dan
disertai edema
c) Jenis marasmus jika BB kurang dari 60% BB baku
Klasifikasi malnutrisi energi protein berdasarkan BB/TB adalah:
a) Mild jika BB/TB sama dengan 80%-90% atau TB/U 90%-94%
b) Moderate jika BB/TB 70%-79% atau TB/U 85%-89%
c) Severe jika BB/TB < 70% atau dengan edema atau TB/U < 85%.
Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran
antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:
a) Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan
disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.
b) Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan
obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% 6 atau Z-score = +
2 SD.
c) Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness
(tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps >
persentil ke 85.
d) Pengukuran lemak

secara

laboratorik,

misalnya

densitometri,

hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak

praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis
untuk dilapangan.
e) Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.
1.6
Manifestasi Klinis
1.6.1 Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda
klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
1.6.1.1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut
mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering
diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan
banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b) Wajah seperti orang tua
c) Iga gambang dan perut cekung
d) Otot paha mengendor (baggy pant)
e) Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat
mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya
ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face).
Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan
maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak
lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun
menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa
rendah karena lapisan penahan panas hilang.

1.6.1.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh
a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam.
c) Wajah membulat dan sembab
d) Pandangan mata anak sayu
e) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam.
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

1.6.1.3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian

disamping

menurunnya

berat

badan

<

60%

dari

normal

memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,


kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

1.6.2. Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai


dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Berdasarkan distribusi jaringan lemak, dibedakan menjadi :
-

apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian

dada dan pinggang)


pear shape body/gynecoid

(distribusi jaringan lemak lebih banyak

dibagian pinggul dan paha)


Secara klinis mudah dikenali, karena mempunyai ciri-ciri yang khas, antara
lain :

wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap


leher relatif pendek
dada membusung dengan payudara membesar
perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen
pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia
pubertas dini
genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha
bagian

dalam

saling menempel

dan

bergesekan

yang

dapat

menyebabkan laserasi kulit


1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostic
Cara pendekatan Deteksi Dini
a. Anamnesis
Diarahkan untuk memperoleh informasi yang jelas tentang intake dan faktorfaktor yang mempengaruhi kebutuhan individual.
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang,
seperti berat badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa
juga didapatkan keluhan anak yang tidak mau makan (anoreksia), anak
tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering menderita sakit yang
berulang.
b. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk mendeteksi gejala klinis yang tidak khas, maupun gejala
klasik defisiensi vitamin/mineral.
Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain :
Perubahan mental sampai apatis
Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut)
Atrofi otot
Ganguan sistem gastrointestinal
Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut)
Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit)
Pembesaran hati
Tanda-tanda anemia

c. Pemeriksaan Penunjang
Menimbang BB
Mengukur TB
Dihubungkan dengan umur
Pada anak gunakan KMS untuk mencatat untuk menilai perkembangan
BB anak.
Pada orang dewasa dengan membandingkan BB/TB atau IMT
Pengukuran status gizi dikelompokkan sebagai berikut :
a) Pengukuran langsung
Antropometri
Dari sudut pandang gizi, antropometri berhubungan dengan pengukuran
dimensi dan komposisi tubuh pada berbagai tingkat umur.
Digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan protein dan energi
yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik serta proporsi jaringan tubuh
seperti lemak dan otot.

Klinis
Metode pemeriksaan klinis didasarkan atau perubahan-perubahan yang
terjadi pada jaringan epitel seperti mata, kulit, rambut dan mukosa.
Penggunaan metode klinis dirancang untuk mendeteksi secara cepat tandatanda kekurangan zat gizi, dengan melakukan antara lain pemeriksaan fisik
riwayat penyakit.

Biokimia

Pemeriksaan secara laboratorium untuk berbagai macam jaringan tubuh,


misalnya: darah urine, feses, hati, otot.
Banyak gejala klinis yang tidak spesifik sehingga diperlukan pemeriksaan
kimia saat yang diharapkan dapat menentukan kekurangan gizi yang lebih
tepat.

Biofisik
Penggunaan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi dan perubahan struktur jaringan.
Pada umumnya digunakan pada situasi tertentu, mis: kejadian buta senja
epidemik dengan tes adaptasi gelap.

b) Pengukuran Tidak Langsung


Survey Konsumsi
Merupakan penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan macam zat gizi
yang dikonsumsi.
Pengumpulan
memberikan

data

konsumsi

gambaran.

makanan

Konsumsi

pada

berbagai

masyarakat,
zat

gizi

keluarga

yang

dapat

mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

Statistik Vital
Dengan analisis beberapa data statistik kesehatan seperti angka kesakitan
dan kematian karena penyakit tertentu.
Angka kematian berdasarkan umur atau data lain yang berhubungan dengan
gizi.

Faktor Ekologi
Pengukuran faktor ekologi penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi.
Keadaan malnutrisi merupakan hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis
dan lingkungan
budaya.
Bahan makanan yang tersedi tergantung pada keadaan ekologi seperti:
tanah, iklim atau pengairan.
Mengukur lemak tubuh
Cara-cara untuk mengukur lemak tubuh seseorang:

Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di dalam air


dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang
tersisa.
BOD POD

merupakan

ruang

berbentuk

telur

yang

telah

dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah udara


yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh.
Dual energy X-ray absorptiometry menyerupai skening tulang. Sinar X
digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh.
Dua cara berikut lebih sederhana dan tidak rumit:
Jangka kulit, ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur
dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang menyerupai
forseps).
Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik), penderita
berdiri diatas skala khusus dan sejumlah arus listrik yang tidak
berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa.
Tabel berat badan-tinggi badan
Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI)
BMI

Klasifikasi

< 18.5

berat badan di bawah


normal

BMI

18.524.9

Normal

25.029.9

normal tinggi

30.034.9

Obesitas tingkat 1

35.039.9

Obesitas tingkat 2

40.0

Obesitas tingkat 3

merupakan

suatu

pengukuran

yang

menghubungkan

(membandingkan) berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan


indeks, BMI sebenarnya adalah rasio atau nisbah yang dinyatakan sebagai
berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam
meter). Seseorang dikatakan mengalami obesitas jika memiliki nilai BMI
sebesar 30 atau lebih.

Rumus:
Satuan

Metrik

kilogram/meter

menurutSistem

Satuan

Internasional :

BMI

Rumus : BMI = b / t2
dimana b adalah berat badan dalam satuan metrik kilogram dan t adalah
tinggi badan dalam meter.

1.8 Penatalaksanaan Medis


Gizi Buruk
Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih
langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik
pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan
hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau
lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang
diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang
dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung.
Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila
ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan
untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan
cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap


dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari.
Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari
tiap 2-3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan
lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi
mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat
badan sehari.
Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua
hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang
mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai
dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin
diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A
diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal
400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi
(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai
KKP berat.
Obesitas
Tatalaksana Obesitas Pada Anak

Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan


obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut
sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana
obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran
energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan
mengubah / modifikasi pola hidup.
1. Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia
2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia
dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan,
sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun
dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat
badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan
kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai
dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat
obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan
tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan
pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT >
97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan
kalori sangat rendah (very low calorie diet ).
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang 5:
-

Menurunkan

berat

badan

dengan

tetap

mempertahankan

pertumbuhan normal.
Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%
dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta

kolesterol < 300 mg per hari.


Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan
penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5)
gram per hari.

3. Pengaturan aktifitas fisik


Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme.
Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan
motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12

tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda,


berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik
selama 20-30 menit per hari.
Tabel Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
Jenis kegiatan
Jalan kaki 3 km/jam
Jalan kaki 6 km/jam
Joging 8 km/jam
Lari 12 km/jam
Tenis tunggal
Tenis ganda
Golf
Berenang
Bersepeda

Kalori yang digunakan/jam


150
300
480
600
360
240
180
350
660

4. Mengubah pola hidup/perilaku


Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai
komponen intervensi, dengan cara:
-

Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan

aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.


Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat
menyingkirkan

rangsangan

disekitar

anak

yang

dapat

memicu

keinginan untuk makan.


Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis

makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.


Memberikan penghargaan dan hukuman.
Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang
pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.

5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.


Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai
petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi
dalam

program

diet,

mengubah

perilaku

makan

dan

aktifitas

yang

mendukung program diet.


6. Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai
komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri
dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan
terapi bedah.
-

Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan >
140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya
600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal,

dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per
hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan
-

dokter.
Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan
energi

dengan

menekan

nafsu

makan,

contohnya

sibutramin;

mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi


zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin;
meningkatkan

penggunaan

energi.

Farmakoterapi

belum

direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek


-

jangka panjang yang masih belum jelas.


Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip
terapi

ini

adalah

untuk

mengurangi

asupan

makanan

atau

memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding,


dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric
bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini
belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada
anak.

2.

KONSEP METABOLISME

2.1. Karbohidrat
2.1.1. Pengertian dan fungsi karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,
hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama
karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat
yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil
proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh
tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas,
kontraksi jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas
fisik seperti berolahraga atau bekerja. Di dalam ilmu gizi, secara sederhana
karbohidrat dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu karbohidrat sederhana
dan karbohidrat kompleks dan berdasarkan responnya terhadap glukosa
darah di dalam tubuh, karbohidrat juga dapat dibedakan berdasarkan nilai
tetapan indeks glicemik-nya (glycemic index).
Contoh dari karbohidrat sederhana adalah monosakarida seperti glukosa,
fruktosa & galaktosa atau juga disakarida seperti sukrosa & laktosa. Jenisjenis karbohidrat sederhana ini dapat ditemui terkandung di dalam produk
pangan seperti madu, buah-buahan dan susu.Sedangkan contoh dari
karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen (simpanan energi di
dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari
karbohidrat kompleks dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan
seperti, nasi, kentang, jagung, singkong, ubi, pasta, roti dan sebagainya. (M.
Anwari Irawan, 2007)
2.1.2. Metabolisme karbohidrat secara umum
Di dalam sistem pencernaan dan juga usus halus, semua jenis karbohidrat
yang

dikonsumsi

akan

terkonversi

menjadi

glukosa

untuk

kemudian

diabsorpsi oleh aliran darah dan ditempatkan ke berbagai organ dan jaringan
tubuh. Molekul glukosa hasil konversi berbagai macam jenis karbohidrat
inilah yang kemudian akan berfungsi sebagai dasar bagi pembentukan energi
di dalam tubuh. Melalui berbagai tahapan dalam proses metabolisme, sel-sel
yang terdapat di dalam tubuh dapat mengoksidasi glukosa menjadi CO 2 &
H2O dimana proses ini juga akan disertai dengan produksi energi. Proses

metabolisme glukosa yang terjadi di dalam tubuh ini akan memberikan


kontribusi hampir lebih dari 50% bagi ketersediaan energi. Di dalam tubuh,
karbohidrat yang telah terkonversi menjadi glukosa tidak hanya akan
berfungsi sebagai sumber energi utama bagi kontraksi otot atau aktifitas fisik
tubuh, namun glukosa juga akan berfungsi sebagai sumber energi bagi
sistem syaraf pusat termasuk juga untuk kerja otak. Selain itu, karbohidrat
yang dikonsumsi juga dapat tersimpan sebagai cadangan energi dalam
bentuk glikogen di dalam otot dan hati. Glikogen otot merupakan salah satu
sumber energi tubuh saat sedang berolahraga sedangkan glikogen hati dapat
berfungsi untuk membantu menjaga ketersediaan glukosa di dalam sel darah
dan

sistem

pusat

syaraf.

(M.

Anwari

Irawan,

2007)

http://www.pssplab.com/journal/03.pdf
2.1.3. Konsep glikolisis, glukoneogenesis, glikogenolisis, oksidsi
asam piruvat, dan siklus asam sitrat secara umum
Terdapat beberapa jalur metabolisme karbohidrat baik yang tergolong
sebagai katabolisme maupun anabolisme, yaitu glikolisis, oksidasi piruvat,
siklus asam sitrat, glikogenesis, glikogenolisis serta glukoneogenesis.
Secara ringkas, jalur-jalur metabolisme karbohidrat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Glukosa sebagai bahan bakar utama akan mengalami glikolisis
(dipecah) menjadi 2 piruvat jika tersedia oksigen. Dalam tahap ini
dihasilkan energi berupa ATP.
2. Selanjutnya masing-masing piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA.
Dalam tahap ini dihasilkan energi berupa ATP.
3. Asetil KoA akan masuk ke jalur persimpangan yaitu siklus asam sitrat.
Dalam tahap ini dihasilkan energi berupa ATP.
4. Jika sumber glukosa berlebihan, melebihi kebutuhan energi kita maka
glukosa tidak dipecah, melainkan akan dirangkai menjadi polimer
glukosa (disebut glikogen). Glikogen ini disimpan di hati dan otot
sebagai cadangan energi jangka pendek. Jika kapasitas penyimpanan
glikogen sudah penuh, maka karbohidrat harus dikonversi menjadi
jaringan lipid sebagai cadangan energi jangka panjang.
5. Jika terjadi kekurangan glukosa dari diet sebagai sumber energi, maka
glikogen dipecah menjadi glukosa. Selanjutnya glukosa mengalami
glikolisis, diikuti dengan oksidasi piruvat sampai dengan siklus asam
sitrat.

6. Jika glukosa dari diet tak tersedia dan cadangan glikogenpun juga
habis, maka sumber energi non karbohidrat yaitu lipid dan protein
harus digunakan. Jalur ini dinamakan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru) karena dianggap lipid dan protein harus diubah menjadi
glukosa

baru

yang

selanjutnya

mengalami

katabolisme

untuk

memperoleh energi.
Glikolisis
Glikolisis berlangsung di dalam sitosol semua sel. Lintasan katabolisme ini
adalah proses pemecahan glukosa menjadi:
1. asam piruvat, pada suasana aerob (tersedia oksigen)
2. asam laktat, pada suasana anaerob (tidak tersedia oksigen)
Glikolisis merupakan jalur utama metabolisme glukosa agar terbentuk asam
piruvat, dan selanjutnya asetil-KoA untuk dioksidasi dalam siklus asam sitrat
(Siklus Krebs). Selain itu glikolisis juga menjadi lintasan utama metabolisme
fruktosa dan galaktosa.

Keseluruhan persamaan reaksi untuk glikolisis yang menghasilkan


laktat adalah:
Glukosa + 2ADP +2Pi 2L(+)-Laktat +2ATP +2H2O

Lintasan detail glikolisis (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Secara rinci, tahap-tahap dalam lintasan glikolisis adalah sebagai berikut:


1. Glukosa masuk lintasan glikolisis melalui fosforilasi menjadi glukosa-6
fosfat dengan dikatalisir oleh enzim heksokinase atau glukokinase pada
sel parenkim hati dan sel Pulau Langerhans pancreas. Proses ini memerlukan
ATP sebagai donor fosfat. ATP bereaksi sebagai kompleks Mg-ATP. Terminal
fosfat berenergi tinggi pada ATP digunakan, sehingga hasilnya adalah ADP.
(-1P) Reaksi ini disertai kehilangan energi bebas dalam jumlah besar berupa
kalor, sehingga dalam kondisi fisiologis dianggap irrevesibel. Heksokinase
dihambat secara alosterik oleh produk reaksi glukosa 6-fosfat.
Mg2+Glukosa + ATP glukosa 6-fosfat + ADP
2. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi Fruktosa 6-fosfat dengan bantuan
enzim fosfoheksosa isomerase dalam suatu reaksi isomerasi aldosaketosa. Enzim ini hanya bekerja pada anomer -glukosa 6-fosfat.
-D-glukosa 6-fosfat -D-fruktosa 6-fosfat
3. Fruktosa 6-fosfat diubah menjadi Fruktosa 1,6-bifosfat dengan
bantuan enzim fosfofruktokinase. Fosfofruktokinase merupakan enzim
yang bersifat alosterik sekaligus bisa diinduksi, sehingga berperan penting
dalam laju glikolisis. Dalam kondisi fisiologis tahap ini bisa dianggap
irreversible. Reaksi ini memerlukan ATP sebagai donor fosfat, sehingga
hasilnya adalah ADP.(-1P)
-D-fruktosa 6-fosfat + ATP D-fruktosa 1,6-bifosfat
4. Fruktosa 1,6-bifosfat dipecah menjadi 2 senyawa triosa fosfat yaitu
gliserahdehid 3-fosfat dan dihidroksi aseton fosfat. Reaksi ini dikatalisir
oleh enzim aldolase (fruktosa 1,6-bifosfat aldolase).
D-fruktosa 1,6-bifosfat D-gliseraldehid 3-fosfat + dihidroksiaseton fosfat
5. Gliseraldehid 3-fosfat dapat berubah menjadi dihidroksi aseton
fosfat

dan

sebaliknya

(reaksi

interkonversi).

Reaksi

bolak-balik

ini

mendapatkan katalisator enzim fosfotriosa isomerase. D-gliseraldehid 3fosfat dihidroksiaseton fosfat


6. Glikolisis berlangsung melalui oksidasi Gliseraldehid 3-fosfat menjadi
1,3-bifosfogliserat, dan karena aktivitas enzim fosfotriosa isomerase,
senyawa dihidroksi aseton fosfat juga dioksidasi menjadi 1,3-bifosfogliserat
melewati gliseraldehid 3-fosfat.
D-gliseraldehid 3-fosfat + NAD+ + Pi 1,3-bifosfogliserat + NADH + H +
Enzim

yang

bertanggung

jawab

terhadap

oksidasi

di

atas

adalah

gliseraldehid 3-fosfat dehidrogenase, suatu enzim yang bergantung

kepada NAD. Atom-atom hydrogen yang dikeluarkan dari proses oksidasi ini
dipindahkan kepada NAD+ yang terikat pada enzim. Pada rantai respirasi
mitokondria akan dihasilkan tiga fosfat berenergi tinggi. (+3P)
Catatan:
Karena fruktosa 1,6-bifosfat yang memiliki 6 atom C dipecah menjadi
Gliseraldehid 3-fosfat dan dihidroksi aseton fosfat yang masingmasing memiliki 3 atom C, dengan demikian terbentuk 2 molekul gula
yang masing-masing beratom C tiga (triosa). Jika molekul dihidroksiaseton
fosfat juga berubah menjadi 1,3-bifosfogliserat, maka dari 1 molekul glukosa
pada bagian awal, sampai dengan tahap ini akan menghasilkan 2 x 3P= 6P.
(+6P)
7.

Energi

yang

dihasilkan

dalam

proses

oksidasi

disimpan

melalui

pembentukan ikatan sulfur berenergi tinggi, setelah fosforolisis, sebuah


gugus fosfat berenergi tinggi dalam posisi 1 senyawa 1,3 bifosfogliserat.
Fosfat berenergi tinggi ini ditangkap menjadi ATP dalam reaksi lebih lanjut
dengan ADP, yang dikatalisir oleh enzim fosfogliserat kinase. Senyawa
sisa yang dihasilkan adalah 3-fosfogliserat.
1,3-bifosfogliserat + ADP 3-fosfogliserat + ATP
Catatan:
Karena ada dua molekul 1,3-bifosfogliserat, maka energi yang dihasilkan
adalah 2 x 1P= 2P. (+2P)
8. 3-fosfogliserat diubah menjadi 2-fosfogliserat dengan dikatalisir oleh
enzim fosfogliserat mutase. Senyawa 2,3-bifosfogliserat (difosfogliserat,
DPG) merupakan intermediate dalam reaksi ini.
3-fosfogliserat 2-fosfogliserat
9. 2-fosfogliserat diubah menjadi fosfoenol piruvat (PEP) dengan
bantuan

enzim

enolase.

Reaksi

ini

melibatkan

dehidrasi

serta

pendistribusian kembali energi di dalam molekul, menaikkan valensi fosfat


dari posisi 2 ke status berenergi tinggi. Enolase dihambat oleh fluoride,
suatu unsure yang dapat digunakan jika glikolisis di dalam darah perlu
dicegah sebelum kadar glukosa darah diperiksa. Enzim ini bergantung pada
keberadaan Mg2+ atau Mn2+. 2-fosfogliserat fosfoenol piruvat + H2O
10. Fosfat berenergi tinggi PEP dipindahkan pada ADP oleh enzim piruvat
kinase sehingga menghasilkan ATP. Enol piruvat yang terbentuk dalam
reaksi ini mengalami konversi spontan menjadi keto piruvat. Reaksi ini

disertai kehilangan energi bebas dalam jumlah besar sebagai panas dan
secara fisiologis adalah irreversible. Fosfoenol piruvat + ADP piruvat + ATP
Catatan:
Karena ada 2 molekul PEP maka terbentuk 2 molekul enol piruvat sehingga
total hasil energi pada tahap ini adalah 2 x 1P = 2P. (+2P)
11. Jika keadaan bersifat anaerob (tak tersedia oksigen), reoksidasi NADH
melalui pemindahan sejumlah unsure ekuivalen pereduksi akan dicegah.
Piruvat akan direduksi oleh NADH menjadi laktat. Reaksi ini dikatalisir oleh
enzim laktat dehidrogenase.
Piruvat + NADH + H+ L(+)-Laktat + NAD+
Dalam keadaan aerob, piruvat diambil oleh mitokondria, dan setelah
konversi menjadi asetil-KoA, akan dioksidasi menjadi CO2 melalui siklus
asam sitrat (Siklus Krebs). Ekuivalen pereduksi dari reaksi NADH + H +
yang terbentuk dalam glikolisis akan diambil oleh mitokondria untuk oksidasi
melalui salah satu dari reaksi ulang alik (shuttle).
Kesimpulan:
Pada glikolisis aerob, energi yang dihasilkan terinci sebagai berikut:
- hasil tingkat substrat :

+ 4P

- hasil oksidasi respirasi :

+ 6P

- jumlah :

+10P

- dikurangi untuk aktifasi glukosa dan fruktosa 6P :

- 2P

+ 8P
Pada glikolisis anaerob, energi yang dihasilkan terinci sebagai berikut:
- hasil tingkat substrat :

+ 4P

- hasil oksidasi respirasi :

+ 0P

- jumlah :

+ 4P

- dikurangi untuk aktifasi glukosa dan fruktosa 6P :

- 2P

+ 2P
Oksidasi piruvat
Dalam jalur ini, piruvat dioksidasi (dekarboksilasi oksidatif) menjadi AsetilKoA, yang terjadi di dalam mitokondria sel. Reaksi ini dikatalisir oleh berbagai
enzim yang berbeda yang bekerja secara berurutan di dalam suatu kompleks
multienzim yang berkaitan dengan membran interna mitokondria. Secara
kolektif, enzim tersebut diberi nama kompleks piruvat dehidrogenase dan

analog dengan kompleks -keto glutarat dehidrogenase pada siklus asam


sitrat.
Jalur ini merupakan penghubung antara glikolisis dengan siklus Krebs.
Jalur ini juga merupakan konversi glukosa menjadi asam lemak dan lemak
dan sebaliknya dari senyawa non karbohidrat menjadi karbohidrat.
Rangkaian reaksi kimia yang terjadi dalam lintasan oksidasi piruvat adalah
sebagai berikut:
1. Dengan adanya TDP (thiamine diphosphate), piruvat didekarboksilasi
menjadi derivate hidroksietil tiamin difosfat terikat enzim oleh komponen
kompleks enzim piruvat dehidrogenase. Produk sisa yang dihasilkan adalah
CO2.
2.

Hidroksietil

tiamin

difosfat

akan

bertemu

dengan

lipoamid

teroksidasi, suatu kelompok prostetik dihidroksilipoil transasetilase untuk


membentuk asetil lipoamid, selanjutnya TDP lepas.
3. Selanjutnya dengan adanya KoA-SH, asetil lipoamid akan diubah
menjadi asetil KoA,
dengan hasil sampingan berupa lipoamid tereduksi.
4. Siklus ini selesai jika lipoamid tereduksi direoksidasi oleh flavoprotein,
yang mengandung FAD, pada kehadiran dihidrolipoil dehidrogenase.
Akhirnya flavoprotein tereduksi ini dioksidasi oleh NAD+, yang akhirnya
memindahkan ekuivalen pereduksi kepada rantai respirasi.
Piruvat + NAD+ + KoA Asetil KoA + NADH + H+ + CO2

Lintasan oksidasi piruvat (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Siklus asam sitrat


Siklus ini juga sering disebut sebagai siklus Krebs dan siklus asam
trikarboksilat dan berlangsung di dalam mitokondria. Siklus asam sitrat
merupakan jalur bersama oksidasi karbohidrat, lipid dan protein.
Siklus

asam

sitrat

merupakan

rangkaian

reaksi

yang

menyebabkan

katabolisme asetil KoA, dengan membebaskan sejumlah ekuivalen hidrogen


yang pada oksidasi menyebabkan pelepasan dan penangkapan sebagaian
besar energi yang tersedia dari bahan bakar jaringan, dalam bentuk ATP.
Residu asetil ini berada dalam bentuk asetil-KoA (CH3-CO~KoA, asetat aktif),
suatu ester koenzim A. Ko-A mengandung vitamin asam pantotenat.

Siklus asam sitrat sebagai jalur bersama metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
(dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Selama proses oksidasi asetil KoA di dalam siklus, akan terbentuk ekuivalen
pereduksi dalam bentuk hidrogen atau elektron sebagai hasil kegiatan enzim
dehidrogenase spesifik. Unsur ekuivalen pereduksi ini kemudian memasuki
rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam proses
fosforilasi oksidatif. Pada keadaan tanpa oksigen (anoksia) atau kekurangan

oksigen (hipoksia) terjadi hambatan total pada siklus tersebut. Enzim-enzim


siklus asam sitrat terletak di dalam matriks mitokondria, baik dalam
bentuk bebas ataupun melekat pada permukaan dalam membran interna
mitokondria sehingga memfasilitasi pemindahan unsur ekuivalen pereduksi
ke enzim terdekat pada rantai respirasi, yang bertempat di dalam membran
interna mitokondria.

Lintasan detail Siklus Krebs (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Reaksi-reaksi pada siklus asam sitrat diuraikan sebagai berikut:


1. Kondensasi awal asetil KoA dengan oksaloasetat membentuk sitrat,
dikatalisir oleh enzim sitrat sintase menyebabkan sintesis ikatan karbon ke
karbon di antara atom karbon metil pada asetil KoA dengan atom karbon
karbonil pada oksaloasetat. Reaksi kondensasi, yang membentuk sitril KoA,

diikuti oleh hidrolisis ikatan tioester KoA yang disertai dengan hilangnya
energi bebas dalam bentuk panas dalam jumlah besar, memastikan reaksi
tersebut selesai dengan sempurna. Asetil KoA + Oksaloasetat + H2O Sitrat
+ KoA
2. Sitrat dikonversi menjadi isositrat oleh enzim akonitase (akonitat
hidratase) yang mengandung besi Fe 2+ dalam bentuk protein besi-sulfur
(Fe:S). Konversi ini berlangsung dalam 2 tahap, yaitu: dehidrasi menjadi
sis-akonitat, yang sebagian diantaranya terikat pada enzim dan rehidrasi
menjadi isositrat.
Reaksi tersebut dihambat oleh fluoroasetat yang dalam bentuk fluoroasetil
KoA

mengadakan

fluorositrat.

kondensasi

Senyawa

dengan

terakhir

ini

oksaloasetat untuk

menghambat

membentuk

akonitase

sehingga

menimbulkan penumpukan sitrat.


3. Isositrat mengalami dehidrogenasi membentuk oksalosuksinat dengan
adanya enzim isositrat dehidrogenase. Di antara enzim ini ada yang
spesifik NAD+, hanya ditemukan di dalam mitokondria. Dua enzim lainnya
bersifat spesifik NADP+ dan masing-masing secara berurutan dijumpai di
dalam mitokondria serta sitosol. Oksidasi terkait rantai respirasi terhadap
isositrat berlangsung hampir sempurna melalui enzim yang bergantung
NAD+.
Isositrat + NAD+ Oksalosuksinat ketoglutarat + CO2 + NADH + H +
(terikat enzim)
Kemudian

terjadi

dekarboksilasi

menjadi

ketoglutarat

dikatalisir oleh enzim isositrat dehidrogenase. Mn

2+

atau Mg

yang
2+

juga

merupakan

komponen penting reaksi dekarboksilasi. Oksalosuksinat tampaknya akan


tetap terikat pada enzim sebagai intermediate dalam keseluruhan reaksi.
4. Selanjutnya ketoglutarat mengalami dekarboksilasi oksidatif melalui
cara yang sama dengan dekarboksilasi oksidatif piruvat, dengan kedua
substrat berupa asam keto.
ketoglutarat + NAD+ + KoA Suksinil KoA + CO2 + NADH + H+
Reaksi

tersebut

yang

dikatalisir

oleh

kompleks

ketoglutarat

dehidrogenase, juga memerlukan kofaktor yang idenstik dengan kompleks


piruvat dehidrogenase, contohnya TDP, lipoat, NAD+, FAD serta KoA, dan
menghasilkan pembentukan suksinil KoA (tioester berenergi tinggi). Arsenit
menghambat reaksi di atas sehingga menyebabkan penumpukan
ketoglutarat.

5. Tahap selanjutnya terjadi perubahan suksinil KoA menjadi suksinat


dengan adanya peran enzim suksinat tiokinase (suksinil KoA sintetase).
Suksinil KoA + Pi + ADP Suksinat + ATP + KoA
Dalam siklus asam sitrat, reaksi ini adalah satu-satunya contoh pembentukan
fosfat berenergi tinggi pada tingkatan substrat dan terjadi karena pelepasan
energi bebas dari dekarboksilasi oksidatif ketoglutarat cukup memadai
untuk menghasilkan ikatan berenergi tinggi disamping pembentukan NADH
(setara dengan 3~P.
6. Suksinat dimetabolisir lebih lanjut melalui reaksi dehidrogenasi yang
diikuti oleh penambahan air dan kemudian oleh dehidrogenasi lebih lanjut
yang menghasilkan kembali oksaloasetat.
Suksinat + FAD Fumarat + FADH 2
Reaksi

dehidrogenasi

pertama

dikatalisir

oleh

enzim

suksinat

dehidrogenase yang terikat pada permukaan dalam membrane interna


mitokondria, berbeda dengan enzim-enzim lain yang ditemukan pada
matriks. Reaksi ini adalah satu-satunya reaksi dehidrogenasi dalam siklus
asam sitrat yang melibatkan pemindahan langsung atom hydrogen dari
substrat kepada flavoprotein tanpa peran NAD +. Enzim ini mengandung FAD
dan

protein

besi-sulfur(Fe:S).

Fumarat

terbentuk

sebagai

hasil

dehidrogenasi. Fumarase (fumarat hidratase) mengkatalisir penambahan air


pada fumarat untuk menghasilkan malat.
Fumarat + H2O L-malat
Enzim fumarase juga mengkatalisir penambahan unsure-unsur air kepada
ikatan rangkap fumarat dalam konfigurasi trans.
Malat dikonversikan menjadi oksaloasetat dengan katalisator berupa
enzim malat dehidrogenase, suatu reaksi yang memerlukan NAD+.
L-Malat + NAD+ oksaloasetat + NADH + H+
Enzim-enzim dalam siklus asam sitrat, kecuali alfa ketoglutarat dan suksinat
dehidrogenase

juga

ditemukan

di

luar

mitokondria.

Meskipun

dapat

mengkatalisir reaksi serupa, sebagian enzim tersebut, misalnya malat


dehidrogenase pada kenyataannya mungkin bukan merupakan protein yang
sama seperti enzim mitokondria yang mempunyai nama sama (dengan kata
lain enzim tersebut merupakan isoenzim).
Energi yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat
Pada proses oksidasi yang dikatalisir enzim dehidrogenase, 3 molekul NADH
dan 1 FADH2 akan dihasilkan untuk setiap molekul asetil-KoA yang

dikatabolisir dalam siklus asam sitrat. Dalam hal ini sejumlah ekuivalen
pereduksi akan dipindahkan ke rantai respirasi dalam membrane interna
mitokondria (lihat kembali gambar tentang siklus ini).
Selama melintasi rantai respirasi tersebut, ekuivalen pereduksi NADH
menghasilkan 3 ikatan fosfat berenergi tinggi melalui esterifikasi ADP
menjadi ATP dalam proses fosforilasi oksidatif. Namun demikian FADH 2 hanya
menghasilkan 2 ikatan fosfat berenergi tinggi. Fosfat berenergi tinggi
selanjutnya akan dihasilkan pada tingkat siklus itu sendiri (pada tingkat
substrat) pada saat suksinil KoA diubah menjadi suksinat.
Dengan demikian rincian energi yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat
adalah:
1. Tiga molekul NADH, menghasilkan :

3 X 3P

= 9P

2. Satu molekul FADH2, menghasilkan :

1 x 2P

= 2P

3. Pada tingkat substrat

= 1P

Jumlah

= 12P

Satu siklus Krebs akan menghasilkan energi 3P + 3P + 1P + 2P + 3P = 12P.


Kalau kita hubungkan jalur glikolisis, oksidasi piruvat dan siklus Krebs, akan
dapat kita hitung bahwa 1 mol glukosa jika dibakar sempurna (aerob) akan
menghasilkan energi dengan rincian sebagai berikut:
1. Glikolisis :

8P

2. Oksidasi piruvat (2 x 3P) :

6P

3. Siklus Krebs (2 x 12P) :

24P

Jumlah :

38P

Glikogenesis
Tahap

pertama

metabolisme

karbohidrat

adalah

pemecahan

glukosa

(glikolisis) menjadi piruvat. Selanjutnya piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA.


Akhirnya asetil KoA masuk ke dalam rangkaian siklus asam sitrat untuk
dikatabolisir menjadi energi.
Proses di atas terjadi jika kita membutuhkan energi untuk aktifitas, misalnya
berpikir, mencerna makanan, bekerja dan sebagainya. Jika kita memiliki
glukosa melampaui kebutuhan energi, maka kelebihan glukosa yang ada
akan disimpan dalam bentuk glikogen.
Proses anabolisme ini dinamakan glikogenesis.
Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat yang utama di dalam
tubuh dan analog dengan amilum pada tumbuhan. Unsur ini terutama

terdapat didalam hati (sampai 6%), otot jarang melampaui jumlah 1%. Akan
tetapi karena massa otot jauh lebih besar daripada hati, maka besarnya
simpanan glikogen di otot bisa mencapai tiga sampai empat kali lebih
banyak. Seperti amilum, glikogen merupakan polimer -D-Glukosa yang
bercabang.
Glikogen otot berfungsi sebagai sumber heksosa yang tersedia dengan
mudah untuk proses glikolisis di dalam otot itu sendiri. Sedangkan glikogen
hati sangat berhubungan dengan simpanan dan pengiriman heksosa keluar
untuk mempertahankan kadar glukosa darah, khususnya pada saat di antara
waktu makan. Setelah 12-18 jam puasa, hampir semua simpanan glikogen
hati terkuras habis. Tetapi glikogen otot hanya terkuras secara bermakna
setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan lama.
Rangkaian proses terjadinya glikogenesis digambarkan sebagai berikut:
1. Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa 6-fosfat (reaksi yang
lazim terjadi juga pada lintasan glikolisis). Di otot reaksi ini dikatalisir oleh
heksokinase sedangkan di hati oleh glukokinase.
2. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fosfat dalam reaksi dengan
bantuan katalisator enzim fosfoglukomutase. Enzim itu sendiri akan
mengalami fosforilasi dan gugus fosfo akan mengambil bagian di dalam
reaksi reversible yang intermediatnya adalah glukosa 1,6-bifosfat.
Enz-P + Glukosa 6-fosfat Enz + Glukosa 1,6-bifosfat Enz-P + Glukosa 1fosfat
3. Selanjutnya glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin trifosfat (UTP)
untuk membentuk uridin difosfat glukosa (UDPGlc). Reaksi ini dikatalisir
oleh enzim UDPGlc pirofosforilase.

Uridin difosfat glukosa (UDPGlc) (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Lintasan glikogenesis dan glikogenolisis (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

4.

Hidrolisis

pirofosfat

inorganic

berikutnya

oleh

enzim

pirofosfatase

inorganik akan menarik reaksi kearah kanan persamaan reaksi


5. Atom C1 pada glukosa yang diaktifkan oleh UDPGlc membentuk ikatan
glikosidik dengan atom C4 pada residu glukosa terminal glikogen,
sehingga membebaskan uridin difosfat. Reaksi ini dikatalisir oleh enzim
glikogen sintase. Molekul glikogen yang sudah ada sebelumnya (disebut
glikogen primer) harus ada untuk memulai reaksi ini.
Glikogen primer selanjutnya dapat terbentuk pada primer protein yang
dikenal sebagai glikogenin.
UDPGlc + (C6)n UDP + (C6)n+1
Glikogen Glikogen
Residu glukosa yang lebih lanjut melekat pada posisi 14 untuk membentuk
rantai pendek yang diaktifkan oleh glikogen sintase. Pada otot rangka

glikogenin tetap melekat pada pusat molekul glikogen, sedangkan di hati


terdapat jumlah molekul glikogen yang melebihi jumlah molekul glikogenin.
6. Setelah rantai dari glikogen primer diperpanjang dengan penambahan
glukosa tersebut hingga mencapai minimal 11 residu glukosa, maka enzim
pembentuk cabang memindahkan bagian dari rantai 14 (panjang
minimal 6 residu glukosa) pada rantai yang berdekatan untuk membentuk
rangkaian 16 sehingga membuat titik cabang pada molekul tersebut.
Cabang-cabang ini akan tumbuh dengan penambahan lebih lanjut 1glukosil
dan pembentukan cabang selanjutnya. Setelah jumlah residu terminal yang
non reduktif bertambah, jumlah total tapak reaktif dalam molekul akan
meningkat sehingga akan mempercepat glikogenesis maupun glikogenolisis.
Tahap-tahap perangkaian glukosa demi glukosa digambarkan pada bagan
berikut.

Biosintesis glikogen (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Tampak bahwa setiap penambahan 1 glukosa pada glikogen dikatalisir oleh


enzim glikogen sintase. Sekelompok glukosa dalam rangkaian linier dapat
putus dari glikogen induknya dan berpindah tempat untuk membentuk
cabang. Enzim yang berperan dalam tahap ini adalah enzim pembentuk
cabang (branching enzyme).
Glikogenolisis
Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka glikogen harus
dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi. Proses ini
dinamakan

glikogenolisis.

Glikogenolisis

seakan-akan

kebalikan

dari

glikogenesis, akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Untuk memutuskan


ikatan glukosa satu demi satu dari glikogen diperlukan enzim fosforilase.
Enzim ini spesifik untuk proses fosforolisis rangkaian 14 glikogen untuk
menghasilkan glukosa 1-fosfat. Residu glukosil terminal pada rantai paling
luar molekul glikogen dibuang secara berurutan sampai kurang lebih ada 4
buah residu glukosa yang tersisa pada tiap sisi cabang 16.
(C6)n + Pi (C6)n-1 + Glukosa 1-fosfat
Glikogen Glikogen
Glukan transferase dibutuhkan sebagai katalisator pemindahan unit
trisakarida dari satu cabang ke cabang lainnya sehingga membuat titik
cabang 16 terpajan. Hidrolisis ikatan 16 memerlukan kerja enzim
enzim pemutus cabang (debranching enzyme) yang spesifik. Dengan
pemutusan cabang tersebut, maka kerja enzim fosforilase selanjutnya dapat
berlangsung.

Tahap-tahap glikogenolisis (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)


Glukoneogenesis
Glukoneogenesis terjadi jika sumber energi dari karbohidrat tidak tersedia
lagi. Maka tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Jika
lemak juga tak tersedia, barulah memecah protein untuk energi yang
sesungguhnya protein berperan pokok sebagai pembangun tubuh.
Jadi

bisa

disimpulkan

bahwa

glukoneogenesis

adalah

proses

pembentukan glukosa dari senyawa-senyawa non karbohidrat, bisa


dari lipid maupun protein.
Secara ringkas, jalur glukoneogenesis dari bahan lipid maupun protein
dijelaskan sebagai berikut:

1. Lipid terpecah menjadi komponen penyusunnya yaitu asam lemak dan


gliserol. Asam lemak dapat dioksidasi menjadi asetil KoA. Selanjutnya asetil
KoA masuk dalam siklus Krebs. Sementara itu gliserol masuk dalam jalur
glikolisis.
2. Untuk protein, asam-asam amino penyusunnya akan masuk ke dalam
siklus Krebs.

Ringkasan jalur glukoneogenesis (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Lintasan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein. Perhatikan jalur


glukoneogenesis yaitu masuknya lipid dan asam amino ke dalam lintasan
(dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper)

Glukoneogenesis dari bahan protein. Dalam hal ini protein telah dipecah
menjadi berbagai macam asam amino (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia
Harper)
2.2 Protein
2.2.1 Pengertian dan fungsi
Protein berasal dari bahasa Yunani proteios, yang berarti bertingkat
pertama. Protein merupakan
makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Protein
menentukan

ukuran

dan

struktur

sel,

komponen

utama

komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi

dari

sistem

biokimia di dalam sel. (Hertadi, 2008. rhertadi@biotitech.ac.jp)


Fungsi dan Peranan Protein
Protein memegang peranan penting dalam berbagai proses biologi. Peranperan tersebut antara lain:
1. Katalisis enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh enzim dan
hampir semua enzim adalah protein.
2. Transportasi dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik. Misalnya
transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan transportasi
oksigen di dalam otot oleh mioglobin.
3. Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh
lainnya adalah pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan
sperma oleh flagela.
4. Penunjang mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen yang merupakan
protein fibrosa.
5. Proteksi imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta
berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari
organisma lain.
6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein
reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitif terhadap cahaya
ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor
pada sinapsis.
7. Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh
protein

faktor

pertumbuhan.

Misalnya

faktor

pertumbuhan

saraf

mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf. Selain itu, banyak hormon


merupakan protein (Santoso, H. 2008)
2.2.2. Metabolisme Protein
PENCERNAAN PROTEIN

Sebagian besar zat makanan harus dipecahkan menjadi molekul-molekul


yang lebih kecil terlebih dahulu sebelum diabsorpsi dari saluran pencernaan
PROSES PENCERNAAN.
Perubahan kimia dalam proses pencernaan dilakukan dengan bantuan enzimenzim saluran pencernaan yang mengkatalisis hidrolisis :
Protein menjadi asam amino
Pati menjadi monosakarida
Triasilgliserol menjadi monoasilgliserol, gliserol dan asam lemak.
Urutan Pencernaan Protein
Zat makanan yang mengandung protein masuk ke dalam mulut
Proses mengunyah

Masuk ke dalam lambung


Enzim pepsin bersama HCl mengubah protein asli menjadi
proteosa dan pepton yang masih merupakan derivat protein
yang agak besar

Isi lambung (kimus) yang konsistensinya kental


seperti rum susu, secara intermitten masuk ke
dalam duodenum melalui spinkter pilorus
Sekresi pankreas dan empedu yang sangat basa menetralkan
asam dalam kimus _ pH menjadi alkali (perlu untuk aktivitas
enzim berikutnya)

Getah pankreas yang mengandung enzim


tripsin & kimotripsin _ mengubah protein
asli, proteosa dan pepton menjadi polipeptida
Getah pankreas yang juga mengandung enzim peptidase:
-Karboksipeptidase
_ menghidrolisis ikatan peptida terminal
pada ujung karboksil rantai polipeptida
-Aminopeptidase & Dipeptidase
_ memecahkan ikatan peptida terminal
pada ujung amino bebas rantai polipeptida

Peptida yang lebih rendah Asam amino bebas


Proses hidrolisis peptida akan terus berlanjut sampai protein
makanan hampir seluruhnya berubah menjadi asam amino
Getah usus yang disekresi oleh kelenjar Brunner & Lieberkuhn
juga mengandung enzim aminopeptidase & dipeptidase

Isi duodenum terus masuk ke dalam usus


Penyusunnya

Asam amino di absorpsi oleh mukosa usus halus

Asam amino masuk ke dalam sirkulasi darah


MACAM PROTEIN

Peptide: 2 10 asam amino

Polipeptide: 10 100 asam amino

Protein: > 100 asam amino

Antara asam amino saling berikatan dengan ikatan peptide

Glikoprotein: gabungan glukose dengan protein

Lipoprotein: gabungan lipid dan protein

ASAM AMINO

Asam amino dibedakan: asam amino esensial dan asam amino non esensial

Asam amino esensial: T2L2V HAMIF (treonin, triptofan, lisin, leusin, valin
histidin, arginin, metionin, isoleusin, fenilalanin)

Asam amino non esensial: SAGA SATGA (serin, alanin, glisin, asparadin
sistein, asam aspartat, tirosin, glutamin, asam glutamat)

TRANSPORT PROTEIN

Protein diabsorpsi di usus halus dalam bentuk asam amino masuk darah

Dalam darah asam amino disebar keseluruh sel untuk disimpan

Didalam

sel

asam

amino

disimpan

dalam

bentuk

protein

(dengan

menggunakan enzim)

Hati merupakan jaringan utama untuk menyimpan dan mengolah protein

PENGGUNAAN PROTEIN UNTUK ENERGI

Jika jumlah protein terus meningkat protein sel dipecah jadi asam amino
untuk dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak

Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan proses: deaminasi
atau transaminasi

Deaminasi: proses pembuangan gugus amino dari asam amino

Transaminasi: proses perubahan asam amino menjadi asam keto

PEMECAHAN PROTEIN
1. Transaminasi:

alanin + alfa-ketoglutarat piruvat + glutamat

2. Diaminasi:
asam amino + NAD+ asam keto + NH3
NH3 merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh ginjal
harus diubah dahulu jadi urea (di hati) agar dapat dibuang oleh ginjal
EKSKRESI NH3

NH3 tidak dapat diekskresi oleh ginjal

NH3 harus dirubah dulu menjadi urea oleh hati

Jika hati ada kelainan (sakit) proses perubahan NH3 urea terganggu
penumpukan NH3 dalam darah uremia

NH3 bersifat racun meracuni otak coma

Karena hati yang rusak disebut Koma hepatikum

PEMECAHAN PROTEIN

Deaminasi maupun transaminasi merupakan proses perubahan protein zat


yang dapat masuk kedalam siklus Krebs

Zat hasil deaminasi/transaminasi yang dapat masuk siklus Krebs adalah: alfa
ketoglutarat, suksinil ko-A, fumarat, oksaloasetat, sitrat

SINGKATAN ASAM AMINO


Arg,

His,

Ile,
Tyr,

Gln,

Met,
Phe:

Pro:
Val:

Arginin,

Histidin,

Isoleusin,

Tyrosin,

Phenilalanin

Glutamin,
Metionin,

Prolin
Valin

karboksikinase

Ala, Cys, Gly, Hyp, Ser, Thr: Alanin, Cystein, Glysin, Hydroksiprolin, Serin,
Threonin
Leu, Lys, Phe, Trp, Tyr: Leusin, Lysin, Phenilalanin, Triptofan, Tyrosin
SIKLUS KREBS

Proses perubahan asetil ko-A H + CO2

Proses ini terjadi didalam mitokondria

Pengambilan asetil co-A di sitoplasma dilakukan oleh: oxalo asetat proses


pengambilan ini terus berlangsung sampai asetil co-A di sitoplasma habis

Oksaloasetat berasal dari asam piruvat

Jika asupan nutrisi kekurangan KH kurang as. Piruvat kurang oxaloasetat

RANTAI RESPIRASI

H hasil utama dari siklus Krebs ditangkap oleh carrier NAD menjadi NADH
H dari NADH ditransfer ke Flavoprotein Quinon sitokrom b sitokrom
c sitokrom aa3 terus direaksikan dengan O2 H2O + E

Rangkaian transfer H dari satu carrier ke carrier lainya disebut Rantai


respirasi
Rantai Respirasi terjadi didalam mitokondria transfer atom H antar carrier
memakai enzim Dehidrogenase sedangkan reaksi H + O2 memakai enzim
Oksidase
Urutan carrier dalam rantai respirasi adalah: NAD Flavoprotein Quinon
sitokrom b sitokrom c sitokrom aa3 direaksikan dengan O2 H2O + E
FOSFORILASI OKSIDATIF
Dalam proses rantai respirasi dihasilkan energi yang tinggi energi tsb
ditangkap oleh ADP untuk menambah satu gugus fosfat menjadi ATP
Fosforilasi oksidatif adalah proses pengikatan fosfor menjadi ikatan berenergi
tinggi dalam proses rantai respirasi
Fosforilasi oksidatif proses merubah ADP ATP (dr. Suparyanto, M.Kes,
2010)

KREATIN
Kreatin

DAN
disintesa

di

hati

dari:

KREATININ
metionin,

glisin

dan

arginin

Dalam otot rangka difosforilasi membentuk fosforilkreatin (simpanan energi)


istirahat
Kreatin

ATP
gerak

Fosforilkreatin

Kreatinin

urine

Proses dalam metabolisme protein


:
1. Proses dekarboksilasi (Decarboxylation Process) Memisahkan
gugusan karboksil dari asam amino, sehingga terjadi ikatan baru yang
merupakan zat antara yang masih mengandung N.
2. Proses transaminasi (Transamination Process) Pemindahan
gugusan asam amino (NH2) dari suatu asam amino ke ikatan lain yang
biasanya
asam
keton
sehingga
terjadi
asam
amino.
3. Proses deaminasi (Deamination Process) Memisahkan gugusan
amino (NH2) dari suatu asam amino. Biasanya diikuti produksi asam
alfa keto yang bila dioksidasi sempurna menjadi CO 2+H2O atau
disintesa menjadi aseto asetat mengikuti metabolisme lemak.
Metabolisme Protein :

2.3. Lemak
2.3.1. Pengertian dan fungsi
Lipid adalah molekul-molekul biologis yang tidak larut di dalam air tetapi
larut di dalam pelarut-pelarut organik.
Fungsi lipid
Ada beberapa fungsi lipid di antaranya:
1. Sebagai penyusun struktur membran sel
Dalam hal ini lipid berperan sebagai barier untuk sel dan mengatur aliran
material-material.
2. Sebagai cadangan energi
Lipid disimpan sebagai jaringan adiposa
3. Sebagai hormon dan vitamin
Hormon mengatur komunikasi antar sel, sedangkan vitamin membantu
regulasi proses-proses biologis
Jenis-jenis lipid
Terdapat beberapa jenis lipid yaitu:
1. Asam lemak, terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh
2. Gliserida, terdiri atas gliserida netral dan fosfogliserida
3. Lipid kompleks, terdiri atas lipoprotein dan glikolipid
4. Non gliserida, terdiri atas sfingolipid, steroid dan malam
2.3.2. Metabolisme lemak
Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lipid
netral, yaitu trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak). Secara

ringkas, hasil dari pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol, selain itu
ada juga yang masih berupa monogliserid. Karena larut dalam air, gliserol
masuk sirkulasi portal (vena porta) menuju hati. Asam-asam lemak rantai
pendek juga dapat melalui jalur ini.

Struktur miselus. Bagian polar berada di sisi luar, sedangkan bagian non
polar berada di sisi dalam
Sebagian besar asam lemak dan monogliserida karena tidak larut dalam air,
maka diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan
dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam lemak
dan monogliserida segera dibentuk menjadi trigliserida (lipid) dan berkumpul
berbentuk gelembung yang disebut kilomikron. Selanjutnya kilomikron
ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan bermuara pada vena kava,
sehingga

bersatu

dengan

sirkulasi

darah.

Kilomikron

ini

kemudian

ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa.

Struktur kilomikron. Perhatikan fungsi kilomikron sebagai pengangkut


trigliserida

Simpanan trigliserida pada sitoplasma sel jaringan adiposa


Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah
menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan
gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses
pembentukan trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita
membutuhkan energi dari lipid, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi
energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam
lemak

tersebut

ditransportasikan

oleh

albumin

ke

jaringan

yang

memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).
Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah asam
lemak dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi,
maka asam lemak mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan
gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika
sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam
lemak dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun jika harus memecah
cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini dinamakan
lipolisis.
Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan
asetil KoA. Selanjutnya sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme
karbohidrat dan protein, asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam
siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika kebutuhan
energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi
asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida.
Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA mengalami
kolesterogenesis

menjadi

kolesterol.

Selanjutnya

kolesterol

mengalami

steroidogenesis membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil oksidasi asam


lemak juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat,

hidroksi butirat dan aseton). Proses ini dinamakan ketogenesis. Badan-badan


keton

dapat

menyebabkan

gangguan

keseimbangan

asam-basa yang

dinamakan asidosis metabolik. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian.


Diet

Trigliserida

Esterifikasi

Lipolisis

Steroid

Asam lemak

Lipid
Lipogenesis
Gliserol
Karbohidrat

Steroidogenesis

Oksidasi beta
Kolesterogenesis

Kolesterol

Protein
Asetil-KoA + ATP

Ketogenesis

Aseto asetat

Siklus asam sitrat


hidroksi butirat

ATP

Aseton

H2O
CO2

Ikhtisar metabolisme lipid


Metabolisme gliserol
Gliserol sebagai hasil hidrolisis lipid (trigliserida) dapat menjadi sumber
energi.

Gliserol

ini

selanjutnya

masuk

ke

dalam

jalur

metabolisme

karbohidrat yaitu glikolisis. Pada tahap awal, gliserol mendapatkan 1 gugus


fosfat dari ATP membentuk gliserol 3-fosfat. Selanjutnya senyawa ini masuk
ke dalam rantai respirasi membentuk dihidroksi aseton fosfat, suatu produk
antara dalam jalur glikolisis.

Reaksi-reaksi kimia dalam metabolisme gliserol

Oksidasi asam lemak (oksidasi beta)


Untuk memperoleh energi, asam lemak dapat dioksidasi dalam proses yang
dinamakan oksidasi beta. Sebelum dikatabolisir dalam oksidasi beta, asam
lemak harus diaktifkan terlebih dahulu menjadi asil-KoA. Dengan adanya ATP
dan Koenzim A, asam lemak diaktifkan dengan dikatalisir oleh enzim asil-KoA
sintetase (Tiokinase).

Aktivasi asam lemak menjadi asil KoA


Asam lemak bebas pada umumnya berupa asam-asam lemak rantai panjang.
Asam lemak rantai panjang ini akan dapat masuk ke dalam mitokondria
dengan bantuan senyawa karnitin, dengan rumus (CH 3)3N+-CH2-CH(OH)-CH2COO-.

Mekanisme transportasi asam lemak trans membran mitokondria melalui


mekanisme pengangkutan karnitin

Asil karnitin dijelaskan sebagai


Langkah-langkah masuknya asil KoA ke dalam mitokondria

berikut:

Karnitin
KoA

Asam lemak bebas (FFA) diaktifkan menjadi asil-KoA dengan dikatalisir oleh
enzim tiokinase.
Setelah menjadi bentuk aktif, asil-KoA dikonversikan oleh enzim karnitin
palmitoil transferase I yang terdapat pada membran eksterna mitokondria
menjadi asil karnitin. Setelah menjadi asil karnitin, barulah senyawa tersebut
Asil-KoA

bisa menembus membran interna mitokondria.


Pada membran interna mitokondria terdapat enzim karnitin asil karnitin
translokase yang bertindak sebagai pengangkut asil karnitin ke dalam dan
karnitin keluar.
Asil karnitin yang masuk ke dalam mitokondria selanjutnya bereaksi dengan
KoA dengan dikatalisir oleh enzim karnitin palmitoiltransferase II yang ada di
membran interna mitokondria menjadi Asil Koa dan karnitin dibebaskan.
Asil KoA yang sudah berada dalam mitokondria ini selanjutnya masuk dalam
proses oksidasi beta.

Karnitin palmitoil transferase I

Dalam oksidasi beta, asam lemak masuk ke dalam rangkaian siklus dengan 5
tahapan proses dan pada setiap proses, diangkat 2 atom C dengan hasil
akhir berupa asetil KoA. Selanjutnya asetil KoA masuk ke dalam siklus asam
sitrat. Dalam proses oksidasi ini, karbon asam lemak dioksidasi menjadi
keton.
Asil-KoA sintetase
(Tiokinase)

Asil-KoA

Oksidasi karbon menjadi keton

Keterangan:
Frekuensi oksidasi adalah ( jumlah atom C)-1
Jumlah asetil KoA yang dihasilkan adalah ( jumlah atom C)

Oksidasi asam lemak dengan 16 atom C. Perhatikan bahwa setiap proses


pemutusan 2 atom C adalah proses oksidasi dan setiap 2 atom C yang
diputuskan adalah asetil KoA.

Aktivasi asam lemak, oksidasi beta dan siklus asam sitrat

Telah dijelaskan bahwa asam lemak dapat dioksidasi jika diaktifkan terlebih
dahulu menjadi asil-KoA. Proses aktivasi ini membutuhkan energi sebesar 2P.
(-2P)
Setelah berada di dalam mitokondria, asil-KoA akan mengalami tahap-tahap
perubahan sebagai berikut:
1. Asil-KoA diubah menjadi delta2-trans-enoil-KoA. Pada tahap ini terjadi rantai
respirasi dengan menghasilkan energi 2P (+2P)
2. delta2-trans-enoil-KoA diubah menjadi L(+)-3-hidroksi-asil-KoA
3. L(+)-3-hidroksi-asil-KoA diubah menjadi 3-Ketoasil-KoA. Pada tahap ini terjadi
rantai respirasi dengan menghasilkan energi 3P (+3P)
4. Selanjutnya terbentuklah asetil KoA yang mengandung 2 atom C dan asil-KoA
yang telah kehilangan 2 atom C.

Dalam satu oksidasi beta dihasilkan energi 2P dan 3P sehingga total energi
satu kali oksidasi beta adalah 5P. Karena pada umumnya asam lemak
memiliki banyak atom C, maka asil-KoA yang masih ada akan mengalami
oksidasi beta kembali dan kehilangan lagi 2 atom C karena membentuk asetil
KoA. Demikian seterusnya hingga hasil yang terakhir adalah 2 asetil-KoA.
Asetil-KoA yang dihasilkan oleh oksidasi beta ini selanjutnya akan masuk
siklus asam sitrat.
Penghitungan energi hasil metabolisme lipid
Dari uraian di atas kita bisa menghitung energi yang dihasilkan oleh oksidasi
beta suatu asam lemak. Misalnya tersedia sebuah asam lemak dengan 10
atom C, maka kita memerlukan energi 2 ATP untuk aktivasi, dan energi yang
di hasilkan oleh oksidasi beta adalah 10 dibagi 2 dikurangi 1, yaitu 4 kali
oksidasi beta, berarti hasilnya adalah 4 x 5 = 20 ATP. Karena asam lemak
memiliki 10 atom C, maka asetil-KoA yang terbentuk adalah 5 buah.
Setiap asetil-KoA akan masuk ke dalam siklus Krebs yang masing-masing
akan menghasilkan 12 ATP, sehingga totalnya adalah 5 X 12 ATP = 60 ATP.

Dengan demikian sebuah asam lemak dengan 10 atom C, akan dimetabolisir


dengan hasil -2 ATP (untuk aktivasi) + 20 ATP (hasil oksidasi beta) + 60 ATP
(hasil siklus Krebs) = 78 ATP.
Sebagian dari asetil-KoA akan berubah menjadi asetoasetat, selanjutnya
asetoasetat berubah menjadi hidroksi butirat dan aseton. Aseto asetat,
hidroksi butirat dan aseton dikenal sebagai badan-badan keton. Proses
perubahan asetil-KoA menjadi benda-benda keton dinamakan ketogenesis.

Proses ketogenesis

Lintasan ketogenesis di hati

Sebagian dari asetil KoA dapat diubah menjadi kolesterol (prosesnya


dinamakan kolesterogenesis) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan

untuk

steroidogenesis).

disintesis

menjadi

steroid

(prosesnya

dinamakan

Gambar Lintasan kolesterogenesis

TRIGGER
An. W, usia 2,5 th dibawa ke rumah sakit karena kakinya terlihat bengkak dan
nafsu makan anaknya berkurang sejak 2 bulan yg lalu. Biasanya an. W hanya
makan memakai lauk seadanya karena status ekonomi keluarganya yang tidak
mampu.

Ayah an. W hanya bekerja sebagai buruh tidak tetap dan ibunya

seorang tukang cuci. Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi
dan cara merawat anaknya. Hasil pemeriksaan didapatkan: konjungtiva anemis,
BB=7 kg, edema pada ektremitas bawah +, ascites +, karakteristik rambut tipis,
mudah rontok dan berwarna merah,

kadar albumin 2 mg/dL. Saat ini an.W

dalam perawatan untuk meningkatkan status nutrisinya.


I.

PENGKAJIAN
IDENTITAS KLIEN :
1) Nama

: An. W

2) Umur

: 2,5 tahun

3) Jenis Kelamin

: Laki-laki

4) Agama

5) Pendidikan

6) Alamat

7) Tanggal MRS :
8) Tanggal pengkajian:
9) Dx. Medis
10)

: Kwarsiokor

Rencana terapi

IDENTITAS ORANG TUA


1) Nama

2) Umur

3) Pekerjaan

4) Hubungan dengan pasien :


5) Agama

6) Alamat

KELUHAN UTAMA
Kaki terlihat bengkak dan nafsu makan berkurang sejak 2 bulan yang lalu.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
An. W, usia 2,5 th dibawa ke rumah sakit karena kakinya terlihat bengkak dan
nafsu makan anaknya berkurang sejak 2 bulan yg lalu. Biasanya an. w hanya
makan memakai lauk seadanya karena status ekonomi keluarganya yang tidak
mampu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Penyakit yang ernah diderita dan pengobatan/tindakan yang dilakukan

Pernah dirawat atau dioperasi, lamanya dirawat

Penggunaan obat

Alergi

Status imunisasi

Apakah ada riwayat penyakit infeksi , anemia, dan diare sebelumnya

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita gizi buruk

RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi dan cara merawat
anaknya.
RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN
Kaji kebersihan penyimpanan makanan
kaji lingkungan tempat tinggal
kaji sanitasi dan sumber air bersih
RIWAYAT TUBUH KEMBANG
Riwayat pertumbuhan :

Kenaikan berat badan

Pada usia 1- 3 tahun kenaikan berat badan normal sekitar 1,5-2,5 kg, ratarata 2 kg

Kenaikan panjang badan

Pada usia 1- 3 tahun kenaikan panjang badan normal sekitar 6-10 cm,
rata-rata 8 cm

Lingkar kepala
Lingkar kepala normal 12 cm, pada tahun kedua dan selanjutnya terjadi
penambahan 2 cm/tahun

Gigi
Jumlah normal 14-16 cm

Riwayat perkembangan

Motorik kasar
Anak dapat berdiri dengan satu kaki minimal 2 detik

Motorik halus
Anak menirukan membuat garis lurus pada kertas

Bahasa
Anak dapat mengungkapkan keinginannya minimal dengan menggunakan

2 kata

Bergaul dan mandiri


Anak dapat melepaskan pakaiannya sendiri

POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI


Pola nutrisi (sebelum sakit)

Frekuensi makan

Jumlah makan

Alergi makanan

Nafsu makan

Adakah penurunan sensasi rasa

Mual muntah

BB

Kesulitan mengunyah

Kesulitan menelan

Upaya mengatasi masalah

:
:
:
:

Pola Nutrisi saat sakit

Frekuensi makan

Jumlah makan

Alergi makanan

Nafsu makan

: menurun sejak 2 bulan yang lalu

Adakah penurunan sensasi rasa

Mual muntah

BB

Kesulitan mengunyah

Kesulitan menelan

Upaya mengatasi masalah

:
:
:
:

Pola Eliminasi
Sebelum sakit
BAB
- Frekuensi

- Konsistensi

- BAB terakhir

- Penggunaan obat pencahar

BAK
- Frekuensi

- Bau

- Warna

Saat sakit
BAB
- Frekuensi

- Konsistensi

- BAB terakhir

- Penggunaan obat pencahar

BAK
- Frekuensi

- Bau

- Warna

-Volume

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis GCS 456
TTV :

- TD :
- RR :

- HR :

- BB : 7kg

- Nadi:

- TB :

1.Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi
pasien

meliputi

a)Penampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien


b)Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka
seperti

bulan.

c) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam,
tampak siannosis, perut membuncit.
Pada klien didapatkan konjungtiva anemis, edema pada ektremitas bawah +,
ascites +, karakteristik rambut tipis, mudah rontok dan berwarna merah.
2.Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sementara untuk pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang penting
diperhatikan berupa :
tes darah (Hb, glukosa, protein serum, albumin). Pada klien didapatkan kadar
albumin 2 mg/dL.
kadar enzim pencernaan
biopsi hati
pemeriksaan tinja & urin
Perubahan yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin dalam
serum. Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karena kekurangan
makanan,tetapi sering kemudian hilang pada keadaan penyakit lebih lanjut.

Kadar glukosa darah yang rendah,pengeluaran hidrosiprolin melalui urin,kadar


asam amino dalam plasma dapat menurun,jika dibandingkan dengan asam-asam
amino yang tidak essensial dan dapat pula ditemukan aminoasiduria meningkat.
Kerap kali juga ditemukan kekurangan kalium dan magnesium.Terdapat juga
penurunan aktifitas enzim-enzim dari pancreas dan xantin oksidase,tetapi
kadarnya akan kembali menjadi normal segera setelah pongobatan dimulai.
PENGELOMPOKAN DATA
DS:
-

Ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya berkurang sejak


2 bulan yg lalu
Biasanya an. W hanya makan memakai lauk seadanya
karena status ekonomi keluarganya yang tidak mampu
Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi dan
cara merawat anaknya.

DO:
-

Hasil pemeriksaan didapatkan: konjungtiva anemis, BB=7 kg,


edema pada ektremitas bawah +, ascites +, karakteristik
rambut tipis, mudah rontok dan berwarna merah, kadar
albumin 2 mg/dL.

ANALISIS DATA
ANALISIS DATA
Data

Etiologi

Masalah Keperawatan

DS: -nafsu makan


berkurang sejak 2 bulan
lalu

Makan lauk seadanya


nutrisi tidak adekuat
gangguan metabolic
cadangan zat- zat
penting dalam tubuh
menurun perubahan
penurunan BB
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

makan lauk seadanya


nutrisi tidak adekuat
gangguan metabolic

Kelebihan volume cairan

-makan lauk seadanya


DO: Hasil pemeriksaan
didapatkan: konjungtiva
anemis, BB=7 kg,
karakteristik rambut tipis,
mudah rontok dan
berwarna merah, kadar
albumin 2 mg/dL.

DS : - nafsu makan
berkurang sejak 2 bulan
lalu

-makan lauk seadanya


DO: edema pada
ektremitas bawah +,
ascites +, kadar albumin
2 mg/dL.

DS : -nafsu makan
berkurang sejak 2 bulan
lalu.
-makan lauk seadanya
- Ibu klien mengatakan
tidak mengetahui
tentang kondisi dan cara
merawat anaknya.

asam amino dalam


serum pindah k otot
kurang pembentukan
albumin oleh hepar
edema kelebihan
volume cairan

Sosioekonomi rendah
pemenuhan intake/
nutrisi terbatas
malnutrisi ibu tdk tahu
cara merawat
anakkurang
pengetahuan

Defisiensi pengetahuan

DO : BB 7kg, usia 2,5 th

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor ekonomi.
2. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
3. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA

INTERVENSI

RASIONAL

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
b.d faktor ekonomi.

a. Mengukur dan
mencatat BB pasein
b. Menyajikan
makanan dalam
porsi kecil tapi
sering
c. Menyajikan
makanan yang
dapat menimbulkan

a. BB menggambarkan
status gizi pasien
b. Sebagai masukan
makanan sedikit-sedikit
dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif
meningkatkan nafsu
makan pasien
d. Protein mempengaruhi

Tujuan : Setelah dilakukan


tindakan keperawatan 3 x 24
jam kebutuhan nutrisi tubuh
terpenuhi.
Kriteria Hasil : - tidak terjadi

penurunan berat badan lebih


lanjut.
-terjadi peningkatan berat
badan
- terjadi peningkatan nafsu
makan
- berat badan ideal sesuai
umur BBI = (2 x umur dlm th)
+8
Kelebihan volume cairan b.d
mekanisme regulasi.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2 x 24
jam terjadi keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam
tubuh, hidrasi adekuat.
Kriteria Hasil :
-pasien akan terbebas dari
tanda- tanda edema.
-terjadi kestabilan volume
cairan sebagai bukti
keseimbangan asupan cairan
baik input maupun output.
-pasien memahami tujuan
adanya pembatasan intake
makanan dan cairan.

selera makan
d. Memberikan
makanan tinggi
TKTP
e. Memberi
motivasi kepada
pasien agar mau
makan.
f. Memberi makan
lewat parenteral ( D
5% )
a. Pantau dan
catat intake dan
output setiap
hari.

tekanan osmotik
pembuluh darah.
e. Alternatif lain
meningkatkan motivasi
pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat
makanan secara cepat
melalui parenteral

1.

Denga
n memantau intake
dan output
diharapkan dapat
diketahui adanya
keseimbanngan
cairan dan dapat
diramalkankeadaan
dan
kerusakanglomerulus
.

2.

Denga
n memanatu TTV
dan pengisian
kapiler dapat
dijadikan pedoman
untuk penggantian
cairan atau menilai
respon dari
kardiovaskular.

3.

Keada

b. Pantau dan
catat tandatanda vital
c. Observasi
keadaan edema
d. Kolaborasi
untuk
pemberian
terapi diuretika.
e. Berikan diet
rendah garam
sesuai hasil
kolaborasi
dengan ahli
gizi.

an edema
merupakan indikator
keadaan cairan
dalam tubuh.
4.

Kelebi
han beban atau
kegagaln sirkulasi
dapat menyebabkan
edema pulmoner
yang memerlukan
terpi agresif.

Sebaliknya, hal ini


dikontra indikasikan
bila ini mungkin
menyebabkan
dehidrasi.
5.

Defisiensi pengetahuan b.d


kurang informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24
jam klien akan mampu
mengungkapkan pemahaman
tentang proses penyakit, serta
promosi dan perlindungan
kesehatan.
Kriteria Hasil :
-

Klien akan
dapat
berpartisip
asi dalam
proses
pembelajar
an.
Menjaga
dan
mempertah
ankan
kesehatan
yang
optimal.
Dapat
mengidenti
fikasi tanda
dan gejala
penyakit.

a.
Memastikan tingkat
pengetahuan, term
asuk
kebutuhan antisipat
if.
b. menentukan
kemampuan,
kesiapan, dan
hambatan klien
dalam belajar.
c. kaji faktor
personal termasuk
sosio ekonomi,
kepercayaan, usia,
dll.
d. indentifikasi
faktor motivasi
dalam individu
tersebut.
e. identifikasi
informasi yg
penting untuk
selalu diingat
sesuai dengan
tingkat umur dan
pendidikan klien.

Diet
rendah garam akan
mengurangi
terjadinya kelebihan
cairan.

a. Kebutuhan
belajar dapat
mencakup banyak
hal (misalnya, penyebabp
enyakit
dan proses, faktor yang
berkontribusi
terhadap gejala,
prosedur untuk
kontrol gejala,
perubahan yang
diperlukan dalamgaya
hidup, cara untuk
mencegah komplikasi). Kl
ien mungkin atau
mungkin meminta
informasi atau
mungkin mengekspresika
npersepsi yang tidak
akurat tentang status
kesehatan dan
perilakuyang dibutuhkan
untuk
mengelola perawatan
diri.
b. Klien mungkin
tidak secara fisik,
emosional, atau
mental mampusaat
ini dan mungkin
perlu waktu untuk
bekerja melalui
danmengekspresikan
emosi sebelum belajar.

c. Faktor faktor tsb


mempengaruhi
kemampuan dan
keinginan untuk
belajar dan
mengasimilasi informasi
baru, mengambil alih
situasi, menerima
tanggung jawab untuk
perubahan.
d. Motivasi mungkin
negative
(misalnya, merokok
menyebabkan kanker
paru-paru) atau positif
(misalnya, klien ingin
mempromosikan kesehat
an /
mencegahpenyakit). Men
yediakan informasi yang
dapat memberikan
gambaran spesifik untuk
situasi klien dan motivasi.
e.meningkatkan
kemungkinan informasi
yang disampaikan akan
didengar dan mudah
dipahami.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6,
EGC, Jakarta.
Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta: EGC

Akademi Keperawatan Setih Setio Muara Bungo.2011. asuhan


keperawatan anak tentangkurang kalori dan protein.(

http://akperss.files.wordpress.com /2011 /01 /kep-anak_asuhankeperawatan-kkp.pdf, diakses 25 pebruari 2012).


Hutagalung, Halomoan. Karbohidrat.
(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../3/gizi-halomoan.pdf,
diakses 25 pebruari 2012).
KEMENKES RI.2010.tabel riskesdas 2010.(
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id /
download/TabelRiskesdas2010.pdf,diakses 25 pebruari 2012).
Lubis,z.2011.chapter 1 SDM(
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30435 /4/Chapter
%20I.pdf, , diakses 24 pebruari 2012).
Nadya,R.2010.tinjauan pustaka penyuluhan.(
http://repository.usu.ac.id /bitstream / 123456789/16580/4/Chapter
%20II.pdf, diakses 24 pebruari 2012).
Nasar, sri sudaryanti.2010. Skrining malnutrisi pada anak yang
dirawat di rumah sakit.pdf.( http://buk.depkes.go.id, diakses pada
tanggal 24 pebruari 2012).
Nugroho, Heru Santoso Wahito.2011. metabolisme karbohidrat.(
http://static.schoolrack. com/files/21642/87455/4metabolisme_karbohidrat.doc, diakses 25 pebruari 2012).
Nurayanti, ika.2010.askep keluarga Tn A pada an. T dengan gangguan
malnutrisi kurang energi protein ringan di desa sambiroto RT 02
kecamatan temalang semaran.( http:// digilib .unimus.ac.id
/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-ikanurayan-5194-2-bab2.pdf, diakses 24
pebruari 2012).

Anda mungkin juga menyukai