Anda di halaman 1dari 18

4

a. Indonesia
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, persentase balita pendek
(stunting) di Indonesia termasuk tinggi, yaitu mencapai 37,2%, dengan Nusa
Tenggara Timur sebagai provinsi dengan angka persentase tertinggi
menderita stunting.7

2.3 Etiologi Gizi Buruk

WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk, yang sebagian
besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi berat dan berulang terutama
pada populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait
erat dengan standar umum hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan dan perawatan kesehatan.20

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status
sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR).4

a. Konsumsi zat gizi


Konsumsi zat gizi yang kurang dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
badan dan keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau
rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Selain itu faktor kurangnya
asupan makanan disebabkan oleh ketersediaan pangan, nafsu makan anak,gangguan
sistem pencernaan serta penyakit infeksi yang diderita.13

b. Penyakit infeksi

Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada anak-anak yang
malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan fungsi kekebalan tubuh, produksi
kekebalan tubuh yang terbatas dan atau kapasitas fungsional berkurang dari semua
komponen seluler dari sistem kekebalan tubuh pada penderita malnutrisi.15
5

c. Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan

Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam mengelola makan
keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan segala bentuk informasi yang
dimiliki oleh ibu mengenai zat makanan yang dibutuhkan bagi tubuh balita dan
kemampuan ibu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Mulyaningsih F,
2008). Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan
salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi. Pemilihan bahan makanan, tersedianya
jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan
kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita.8,11

d. Pendidikan ibu

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan


pengertian mengenai suatu informasi dan semakin mudah untuk mengimplementasikan
pengetahuannya dalam perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan. pendidikan ibu
yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani
masalah kurang gizi pada anak balitanya 16

e. Pola asuh anak

Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak
balita dan pemeliharaan kesehatan.16

Pola asuh makan adalah praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu kepada
anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makanPola asuh yang baik dari ibu
akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan perkembangan balita
sehingga akan menurunkan angka kejadian gangguan gizi dan begitu sebaliknya.11,16
6

f. Sanitasi

Sanitasi lingkungan termasuk faktor tidak langsung yang mempengaruhi status


gizi. Gizi buruk dan infeksi kedua – duanya bermula dari kemiskinan dan lingkungan
yang tidak sehat dengan sanitasi buruk.2,4

Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita dapat diusahakan
dengan menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada akhirnya akan
memperbaiki status gizinya.2,4

g. Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi


status gizi balita.1,13

Keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi


pangan dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status gizi pada
anak balita.14

Balita yang mempunyai orang tua dengan tingkat pendapatan kurang memiliki
risiko 4 kali lebih besar menderita status gizi kurang dibanding dengan balita yang
memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan cukup.1,13

h. Ketersediaan pangan

Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak langsung


terjadinya status gizi kurang atau buruk. Masalah gizi yang muncul sering berkaitan
dengan masalah kekurangan pangan, salah satunya timbul akibat masalah ketahanan
7

pangan ditingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumahtangga memperoleh makanan


untuk semua anggotanya.4

i. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga berperan dalam status gizi seseorang. Anak yang
tumbuh dalam keluarga miskin paling rawan terhadap kurang gizi. apabila anggota
keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang, asupan makanan yang
tidak adekuat merupakan salah satu penyebab langsung karena dapat menimbulkan
manifestasi berupa penurunan berat badan atau terhambat pertumbuhan pada anak, oleh
sebab itu jumlah anak merupakan faktor yang turut menentukan status gizi balita.4

j. Sosial budaya

Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan,


pengolahan
bagaimana , persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi
bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan
masalah gizi buruk. Sosial budaya Budaya mempengaruhi seseorang dalam
menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan
penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut
dikonsumsi. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan masalah gizi buruk.4

2.4 Klasifikasi Gizi Buruk

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Marasmus

Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering
sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus
kering sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun
setelah makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas
dan pantat kendur dan keriput (baggy pant).3
8

b. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang
inadekuat (Liansyah TM, 2015). Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah:
rambut berubahmenjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok,
apabila rambut keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai
anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein.
Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis
(radang pada kulit), terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah
sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh
akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki selera yang berubah-ubah dan
mudah terkena gangguan pencernaan.3

c. Marasmus-Kwashiorkor

Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan


sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal.
Pada penderita berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia.3

2.5 Penilaian Status Gizi

Pemantauan keadaan gizi kelompok anak balita merupakan parameter yang


sangat sesuai karena dinilai berada pada masa yang cukup sensitif. Hal ini berhubungan
erat dengan konsumsi energi dan protein yang merupakan dua jenis zat gizi yang paling
sering menimbulkan masalah gizi kesehatan pada skala nasional atau daerah luas regional
di Indonesia.6
Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode kehidupan lain.
Komponen penilaian status gizi meliputi:

2.5.1 Survei Konsumsi Pangan Survei


9

Survei konsumsi pangan ada 2 macam, yaitu secara kualitatif dan


kuantitatif. Penilaian asupan secara kualitatif, seperti food frequency, dietary history,
metode telepon, dan food list. Metode kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi
makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi
tentang kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut.
Survei konsumsi pangan memiliki kelebihan yaitu dapat mengidentifikasi dan
menerangkan kelompok dalam populasi yang berisiko terhadap malnutrisi kronik.
Sedangkan kekurangannya yaitu kurang dapat mengidentifikasi malnutrisi yang akut
atau memberikan informasi penyebab yang mungkin terjadi dari malnutisi.4

2.5.2 Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara


laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan yang
digunakan antara lain adalah darah, urin, tinja dan beberapa jaringan tubuh lain
seperti hati dan otot. Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi
memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif dari pada menilaian konsumsi
pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi defisiensi
zat gizi lebih dini.4

2.5.3 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan


perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun
kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel
yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan
permukaan tubuh (kelenjar tiroid).4

2.5.4 Pemeriksaan Antropometri


10

Salah satu metode untuk mengukur status gizi masyarakat adalah ukuran
antropometri. Hasil pengukuran antropometri mencerminkan status gizi anak yang
dapat digolongkan menjadi status gizi baik, kurang atau buruk. Parameter
antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan yaitu :

a. Berat Badan
Menurut Umur (BB/U) BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada
umur tertentu. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antopometri yang sangat
labil.1

b. Tinggi Badan

Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan menurut umur adalah tinggi badan
anak yang dicapai pada umur tertentu.Tinggi badan merupakan antropometri
yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Seiring dengan
pertambahan umur tinggi badan akan tumbuh. Pertumbuhan tinggi badan tidak
seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi
dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan
akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik
tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan konsumsi protein masa
lalu.1

c. Berat Badan/Tinggi Badan

Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Ukuran antropometri yang terbaik adalah


11

menggunakan BB/TB atau BB/PB karena dapat menggambarkan status gizi


saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. BB/TB adalah berat badan anak
dibandingkan dengan tinggi badan yang dicapai.Berat badan memiliki
hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dan
kecepatan tertentu.1

2.5.5 Penyajian Indeks Antropometri


a. Persen Terhadap Median Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam
antropometri gizi, median sama dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan
sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung
http://repository.unimus.ac.id 15 persentase terhadap nilai median untuk
mendapatkan ambang batas. Cara perhitungannya yaitu berat badan atau tinggi
badan aktual (hasil pengukuran) masing-masing individu dibandingkan dengan
nilai median berat badan atau tinggi badan pada baku rujukan.

Kelebihan persen terhadap median adalah mudah dalam perhitungan sedangkan


kekurangannya adalah tidak memperhitungkan sebaran nilai pada setiap kelompok
umur, maka nilai persen terhadap median tidak dapat menunjukkan posisi anak
secara konsisten pada masing-masing golongan umur menurut sebaran nilai
ukurnya.1,5

b. Z-Skor
Pengukuran skor menggunakan aplikasi software Anthro 2005. Kelebihan
Z-skor adalah sudah mempertimbangkan nilai rujukan pada masing-masing
12

golongan umur dan jenis kelamin. Nilai Z-skor antar umur maupun antar jenis
kelamin secara konsisten menunjukkan posisi anak yang sama dalam sebaran
nilai rujukan. Kelemahannya adalah perhitungan lebih rumit dibandingkan
dengan persen median namun masih dapat dihitung dengan cara manual dan
cepat.1,5

c. Persentil terhadap sebaran nilai rujukan


Kelebihannya sama dengan Z-skor, kekurangannya adalah cara
perhitungan yang rumit, bila menggunakan kalkulator akan memakan waktu yang
lama.Berdasarkan pertimbangan kelebihan dan kelemahan dari ketiga indeks
diatas, maka penyajian indeks z-skor dipilih untuk keperluan penilaian status gizi
individu maupun maupun masyarakat.1,5

2.6 Diagnosis Gizi Buruk

Menegakkan diagnosis malnutrisi membutuhkan beberapa tahap yang diawali


dengan anamnesis, penilaian status nutrisi, pemeriksaan fisik baik umum dan khusus
untuk mencari adakah tanda-tanda defisiensi mikronutrien tertentu, dan pemeriksaan
penunjang.

a. Anamnesis

Dari anamnesis, tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah penurunan
berat badan maupun tidak ada kenaikan berat badan. Pada anak-anak, dapat
ditemukan pertumbuhan yang lambat. Selain itu, penderita malnutrisi dapat
mengalami gejala perilaku seperti gelisah, apatis, berkurangnya respons sosial,
cemas, serta gangguan pemusatan perhatian.1,9
Adapun gejala spesifik pada defisiensi mikronutrien yang mungkin
ditemukan, yaitu:
13

1) Defisiensi zat besi: anemia, lemas,  fatigue, gangguan fungsi kognitif,


nyeri kepala, glositis, dan perubahan pada kuku (koilonikia)
2) Defisiensi iodin: Goiter, gangguan tumbuh kembang, retardasi mental
3) Defisiensi vitamin D: gangguan pertumbuhan, penyakit Rickets,
hipokalsemia
4) Defisiensi vitamin A: rabun malam hari, xeroftalmia, gangguan
pertumbuhan, perubahan tekstur rambut
5) Defisiensi asam folat: anemia megaloblastik, glositis, neural tube
defect (NTD) pada fetus
6) Defisiensi Zink: anemia, dwarfisme, hepatosplenomegali,
hiperpigmentasi, hipogonadisme, penurunan fungsi sistem imun.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada malnutrisi meliputi pemeriksaan menyeluruh.1,9

1) Status Gizi

Mulai dengan pemeriksaan status gizi dengan mengukur berat


dan tinggi badan pasien (panjang badan pada anak di bawah 2 tahun).
Pada orang dewasa, status gizi ini digunakan untuk menghitung indeks
massa tubuh pasien, yaitu dengan membagi berat badan (kg) dengan
tinggi badan (cm) kuadrat.

Kategori status gizi berdasarkan indeks massa tubuh pasien adalah


sebagai berikut:
 <18.5: Gizi kurang
 18.5-24.9: normal
 >25: Gizi lebih
 25-29.9: Praobesitas
 30-34.9: Obesitas I
14

 35-39.9: Obesitas II
 > 40 : Obesitas III

Walau demikian, kategori tersebut didasarkan pada penelitian


menggunakan populasi Kaukasian sehingga WHO mengajukan klasifikasi
baru untuk populasi Asia sebagai berikut :
 <18.5: Gizi kurang
 18.5-24.9: Normal
 >25: Gizi lebih
 23-24.9: Beresiko
 25-29.9: Obesitas I
 > 30 : Obesitas II

Pada dewasa, obesitas sentral juga penting untuk dinilai dengan


menilai lingkar perut. Populasi Asia dikatakan obesitas sentral jika lingkar
perut > 90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada perempuan. Rasio lingkar
perut dan tinggi badan juga dapat digunakan untuk menentukan obesitas
sentral dengan cut off point >0.5.19
Pada anak, hasil pengukuran tinggi/panjang dan berat badan akan
diplot pada kurva pertumbuhan WHO (untuk usia hingga 2 tahun) atau
CDC (untuk usia di atas 2 tahun). Pertumbuhan pada anak prematur
berbeda sehingga kurva pertumbuhan yang harus digunakan juga
berbeda.19

2) Perubahan Area Tubuh


Secara umum dapat ditemukan berkurangnya jaringan lemak
subkutan, terutama pada area kaki, lengan, bokong, dan wajah.
Perubahan pada area tubuh lainnya yang dapat menjadi temuan pada
pemeriksaan fisik yaitu:1,3

 Area mulut: keilosis, stomatitis angularis, atrofi papil


15

 Abdomen: hepatomegali, distensi abdomen


 Kulit: hiperpigmentasi, kulit kering
 Kuku: koilonikia atau kuku sendok
 Rambut: perubahan tekstur menjadi lebih tipis, kasar, tampak
kemerahan maupun kecokelatan, mudah rontok

3) Pemeriksaan Fisik Gejala malnutrisi ringan di antaranya:


 Anak tampak kurus
 Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
 Berat badan tidak bertambah bahkan turun
 Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
 Maturasi tulang terlambat
 Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal atau menurun
 Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
 Anemia ringan
 Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak
sehat
Adapun malnutrisi berat pada anak dapat muncul dalam dua tampilan
utama yaitu marasmus dan kwasiorkor, meskipun dapat pula kombinasi dari
keduanya.1,3

4) Pemeriksaan Fisik Marasmus


Tanda yang dapat ditemui pada marasmus adalah
 Wajah tampak seperti orang tua, terlihat sangat kurus
 Anak lebih cengeng
 Kulit kering, dingin, mengendur, dan keriput
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
 Otot atrofi sehingga kontur tulang tampak jelas
 Terdapat bradikardi
16

 Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

5) Pemeriksaan Fisik Kwasiorkor


Pada kwasiorkor, dapat ditemui tanda sebagai berikut:
 Perubahan mental hingga apatis
 Anemia
 Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok
 Gangguan sistem gastrointestinal
 Hepatomegali
 Dermatosis
 Atrofi otot
 Edema simetris pada kedua punggung kaki hingga seluruh tubuh

6) Kriteria Diagnosis pada Anak


Pada anak, kriteria diagnosis malnutrisi akut berat (MAB) yaitu:
 Terlihat sangat kurus
 Edema nutrisional, simetris
 BB/TB <-3 standar deviasi SD
 Lingkar lengan atas <11,5 cm pada kelompok usia 6-59 bulan.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk malnutrisi digunakan untuk menilai
kondisi pasien saat ini dan menentukan penyebab terjadinya malnutrisi
tersebut. Di sisi lain, pemeriksaan penunjang ini juga dapat bermanfaat untuk
menyingkirkan atau menegakkan penyakit lain yang mungkin terjadi
bersamaan dengan malnutrisi. Berikut ini pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada penyakit malnutrisi:1,3,9

1) Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai apusan darah tepi


17

Penting untuk melihat jenis anemia yang terjadi, mengetahui bila


terjadi defisiensi zat besi (ditemukan sel target) atau defisiensi vitamin
B12 dan asam folat.19
2) Pengukuran status protein darah
Melalui pemeriksaan kadar albumin serum, retinol-binding
protein, transferrin, kreatinin, dan blood urea nitrogen (BUN). Kadar
albumin serum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu indikator gizi buruk,
baik pada saat awal kejadian malnutrisi maupun saat perbaikan mulai
terjadi. Meskipun demikian, faktor-faktor bukan gizi yang dapat
mempengaruhi kadar albumin seperti peningkatan cairan ekstra sel,
trauma, sepsis, pembedahan, penyakit hati dan ginjal tetap harus
dieksklusi. Pemeriksaan kreatinin dan ureum darah dapat membantu
menilai fungsi ginjal pasien malnutrisi.19

3) Pemeriksaan laju endap darah (LED), elektrolit, urine lengkap, feses


lengkap
dapat dilakukan bila dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan indikasi, misalnya pada pasien dengan riwayat diare akut.19

2.7 Penatalaksanaan Gizi Buruk

Pada pasien dengan malnutrisi, penatalaksanaan yang adekuat diperlukan melalui


kolaborasi berbagai pihak yaitu oleh dokter dan tenaga medis, ahli nutrisi, dan keluarga
dari pasien tersebut. Pada anak dengan edema akibat malnutrisi, status nutrisi harus
dinilai dengan hati-hati karena dapat menyebabkan bias pada pengukuran berat badan.
Anak dengan malnutrisi kronis membutuhkan asupan kalori 120-150 kkal/kg/hari untuk
mencapai berat badan sesuai. Rumus yang digunakan untuk mengukur kebutuhan kalori
yaitu:5

Kkal/kg =  (RDA untuk umur x BB ideal)/ BB aktual


18

Pada kondisi yang malnutrisi akut berat, perawatan di rumah sakit bisa jadi
diperlukan oleh pasien anak yang memerlukan intervensi medis. Penatalaksanaan
malnutrisi akut berat atau gizi buruk dilakukan melalui dua tahap yaitu fase stabilisasi
dan fase rehabilitasi. Terdapat 10 langkah penatalaksanaan anak dengan gizi buruk yang
diterapkan di Indonesia, yaitu:
1) Atasi/cegah hipoglikemia
2) Atasi/cegah hipotermia
3) Atasi/cegah dehidrasi
4) Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
5) Atasi/cegah infeksi
6) Koreksi defisiensi mikronutrien
7) Memulai pemberian makan
8) Mengupayakan tumbuh-kejar
9) Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut pasca-perbaikan.

Prinsip penatalaksanaan penyakit malnutrisi adalah dilakukan secara bertahap


agar tidak terjadi refeeding syndrome. 10

a) Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko menderita hipoglikemia (kadar
gula darah sewaktu <54mg/dl), dan kondisi ini dapat menyebabkan kematian
pada 2 hari pertama perawatan. Bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia,
pemberian makan setiap 2-3 jam sangat penting untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia berkepanjangan. Dalam kondisi hipoglikemia, bila anak dalam
keadaan sadar dapat diberikan 50 ml larutan glukosa 10% atau sukrosa 10% (1
sendok teh penuh gula dilarutkan dalam 50 ml air) baik peroral maupun NGT.
Kemudian mulai pemberian F75 (formula nutrisi dengan kalori 75
kkal/100mL) tiap 2 jam, dan untuk 2 jam pertama berikan seperempat dosis
tiap 30 menit. Pertimbangkan pula pemberian antibiotik jika terbukti terdapat
infeksi pada pasien. Bila anak dalam keadaan tidak sadar, dapat diberikan
bolus glukosa 10% intravena diikuti dengan 50 ml glukosa 10% lewat pipa
NGT dan dilanjutkan pemberian F75 dengan metode serupa. Evaluasi kadar
gula darah setelah 2 jam tatalaksana.10
19

b) Dehidrasi dan Keseimbangan Elektrolit


Tidak mudah menilai dehidrasi pada anak dengan gizi buruk karena
tanda dan gejala dehidrasi sering didapati pada gizi buruk meskipun tidak
dehidrasi. Oleh karena itu, diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah melalui
pemeriksaan berat jenis urin >1.030, disertai dengan gejala klinis khas seperti
kehausan dan kulit kering. Rehidrasi pada gizi buruk menggunakan larutan
khusus yaitu ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) yang
mengandung natrium dan kalium dalam jumlah sesuai. Seluruh anak dengan
malnutrisi berat mengalami kelebihan natrium walaupun kadar Na darah
rendah. Defisiensi kalium dan magnesium juga terjadi dan membutuhkan
waktu minimal 2 minggu untuk melakukan koreksi. Edema yang muncul pada
pasien malnutrisi berat dapat disebabkan ketidak-seimbangan elektrolit
sehingga pemberian diuretik untuk mengatasi edema tidak dianjurkan.18

c) Pemberian Makanan dan Koreksi Defisiensi Mikronutrien


Pemberian makanan pada fase stabilisasi memerlukan pendekatan
yang hati-hati karena kondisi fisiologis anak dengan malnutrisi akut berat
sangat rapuh. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin dengan
porsi kecil namun sering menggunakan makanan dengan osmolaritas rendah
dan rendah laktosa seperti F75. Pemberian makan sebaiknya melalui oral atau
bantuan pipa nasogastrik, dan bila anak masih minum ASI, lanjutkan
pemberian ASI namun setelah formula makanan dihabiskan. Berikut ini
jadwal yang direkomendasikan pada fase stabilisasi:17
 1- 2 hari : frekuensi tiap 2 jam, 11 cc/kgBB/pemberian, volume 130
ml/kg/hari
.
 3-5 hari: frekuensi tiap 3 jam, 16 cc/kgBB/pemberian, volume 130
ml/kg/hari.
 6-7+ hari: frekuensi tiap 4 jam, 22 cc/kgBB/pemberian, volume 130
ml/kg/hari
20

Selanjutnya, pada fase transisi dan rehabilitasi, bila anak dirasa


mampu, jenis formula makanan dapat dinaikkan menjadi F100 (formula
nutrisi dengan kalori 100 kkal/100mL) yang memiliki kalori lebih tinggi untuk
mempersiapkan anak mencapai berat badan yang ditargetkan.10,17

Koreksi defisiensi mikronutrien juga perlu diberikan, namun


pemberian preparat besi tidak boleh diberikan hingga minggu kedua atau
pada fase rehabilitasi. Pada hari pertama perawatan dapat diberikan
Vitamin A peroral (dosis >12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000
SI, untuk 0-5 bulan 50.000 SI), ditunda bila kondisi klinis buruk. Dapat
pula diberikan asam folat 5 mg peroral. Di Indonesia, terdapat larutan
yang mengandung elektrolit dan mineral yang dibutuhkan yaitu zinc,
tembaga (Cu), kalium dan magnesium. Larutan ini dikenal sebagai
Mineral Mix.17 

2.8 Pencegahan Gizi Buruk

Edukasi dan promosi kesehatan mengenai malnutrisi saat ini gencar dilakukan di
dunia oleh WHO. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan turut meningkatkan
usaha promosi kesehatan mengenai malnutrisi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya pola diet yang seimbang.20

Penyebab malnutrisi yang berasal dari berbagai aspek yaitu aspek medis dan
sosial-ekonomi menyebabkan edukasi yang diberikan pada pasien harus bersifat
komprehensif dan holistik. Informasi mengenai pola diet yang seimbang, anjuran untuk
menemui ahli nutrisi bila pada penapisan status gizi didapatkan masalah, serta
konsekuensi yang dapat terjadi bila terjadi malnutrisi penting diberikan pada pasien.
Promosi kesehatan dapat dimulai pada wanita dengan usia reproduktif agar menjaga
asupan nutrisi yang adekuat. Pentingnya asupan nutrisi prenatal dan pemeriksaan
21

antenatal, pemberian ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI yang bernutrisi harus
disampaikan di berbagai pusat pelayanan kesehatan.14

2.9 Komplikasi Gizi Buruk

Komplikasi malnutrisi terjadi pada seluruh organ tubuh, mengingat asupan nutrisi
dan energi adalah kebutuhan dasar dari seluruh proses biokimiawi yang ada di dalam
tubuh.21

2.10 Prognosis Gizi Buruk

Prognosis pada malnutrisi bergantung derajat keparahan malnutrisi serta durasi


terjadinya malnutrisi.21

Anda mungkin juga menyukai