a. Indonesia
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, persentase balita pendek
(stunting) di Indonesia termasuk tinggi, yaitu mencapai 37,2%, dengan Nusa
Tenggara Timur sebagai provinsi dengan angka persentase tertinggi
menderita stunting.7
WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk, yang sebagian
besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi berat dan berulang terutama
pada populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait
erat dengan standar umum hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan dan perawatan kesehatan.20
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status
sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR).4
b. Penyakit infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada anak-anak yang
malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan fungsi kekebalan tubuh, produksi
kekebalan tubuh yang terbatas dan atau kapasitas fungsional berkurang dari semua
komponen seluler dari sistem kekebalan tubuh pada penderita malnutrisi.15
5
Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam mengelola makan
keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan segala bentuk informasi yang
dimiliki oleh ibu mengenai zat makanan yang dibutuhkan bagi tubuh balita dan
kemampuan ibu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Mulyaningsih F,
2008). Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan
salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi. Pemilihan bahan makanan, tersedianya
jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan
kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita.8,11
d. Pendidikan ibu
Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak
balita dan pemeliharaan kesehatan.16
Pola asuh makan adalah praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu kepada
anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makanPola asuh yang baik dari ibu
akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan perkembangan balita
sehingga akan menurunkan angka kejadian gangguan gizi dan begitu sebaliknya.11,16
6
f. Sanitasi
Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita dapat diusahakan
dengan menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada akhirnya akan
memperbaiki status gizinya.2,4
g. Tingkat pendapatan
Balita yang mempunyai orang tua dengan tingkat pendapatan kurang memiliki
risiko 4 kali lebih besar menderita status gizi kurang dibanding dengan balita yang
memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan cukup.1,13
h. Ketersediaan pangan
Jumlah anggota keluarga berperan dalam status gizi seseorang. Anak yang
tumbuh dalam keluarga miskin paling rawan terhadap kurang gizi. apabila anggota
keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang, asupan makanan yang
tidak adekuat merupakan salah satu penyebab langsung karena dapat menimbulkan
manifestasi berupa penurunan berat badan atau terhambat pertumbuhan pada anak, oleh
sebab itu jumlah anak merupakan faktor yang turut menentukan status gizi balita.4
j. Sosial budaya
a. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering
sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus
kering sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun
setelah makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas
dan pantat kendur dan keriput (baggy pant).3
8
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang
inadekuat (Liansyah TM, 2015). Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah:
rambut berubahmenjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok,
apabila rambut keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai
anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein.
Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis
(radang pada kulit), terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah
sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh
akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki selera yang berubah-ubah dan
mudah terkena gangguan pencernaan.3
c. Marasmus-Kwashiorkor
Salah satu metode untuk mengukur status gizi masyarakat adalah ukuran
antropometri. Hasil pengukuran antropometri mencerminkan status gizi anak yang
dapat digolongkan menjadi status gizi baik, kurang atau buruk. Parameter
antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan yaitu :
a. Berat Badan
Menurut Umur (BB/U) BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada
umur tertentu. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antopometri yang sangat
labil.1
b. Tinggi Badan
Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan menurut umur adalah tinggi badan
anak yang dicapai pada umur tertentu.Tinggi badan merupakan antropometri
yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Seiring dengan
pertambahan umur tinggi badan akan tumbuh. Pertumbuhan tinggi badan tidak
seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi
dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan
akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik
tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan konsumsi protein masa
lalu.1
b. Z-Skor
Pengukuran skor menggunakan aplikasi software Anthro 2005. Kelebihan
Z-skor adalah sudah mempertimbangkan nilai rujukan pada masing-masing
12
golongan umur dan jenis kelamin. Nilai Z-skor antar umur maupun antar jenis
kelamin secara konsisten menunjukkan posisi anak yang sama dalam sebaran
nilai rujukan. Kelemahannya adalah perhitungan lebih rumit dibandingkan
dengan persen median namun masih dapat dihitung dengan cara manual dan
cepat.1,5
a. Anamnesis
Dari anamnesis, tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah penurunan
berat badan maupun tidak ada kenaikan berat badan. Pada anak-anak, dapat
ditemukan pertumbuhan yang lambat. Selain itu, penderita malnutrisi dapat
mengalami gejala perilaku seperti gelisah, apatis, berkurangnya respons sosial,
cemas, serta gangguan pemusatan perhatian.1,9
Adapun gejala spesifik pada defisiensi mikronutrien yang mungkin
ditemukan, yaitu:
13
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status Gizi
35-39.9: Obesitas II
> 40 : Obesitas III
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk malnutrisi digunakan untuk menilai
kondisi pasien saat ini dan menentukan penyebab terjadinya malnutrisi
tersebut. Di sisi lain, pemeriksaan penunjang ini juga dapat bermanfaat untuk
menyingkirkan atau menegakkan penyakit lain yang mungkin terjadi
bersamaan dengan malnutrisi. Berikut ini pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada penyakit malnutrisi:1,3,9
Pada kondisi yang malnutrisi akut berat, perawatan di rumah sakit bisa jadi
diperlukan oleh pasien anak yang memerlukan intervensi medis. Penatalaksanaan
malnutrisi akut berat atau gizi buruk dilakukan melalui dua tahap yaitu fase stabilisasi
dan fase rehabilitasi. Terdapat 10 langkah penatalaksanaan anak dengan gizi buruk yang
diterapkan di Indonesia, yaitu:
1) Atasi/cegah hipoglikemia
2) Atasi/cegah hipotermia
3) Atasi/cegah dehidrasi
4) Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
5) Atasi/cegah infeksi
6) Koreksi defisiensi mikronutrien
7) Memulai pemberian makan
8) Mengupayakan tumbuh-kejar
9) Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut pasca-perbaikan.
a) Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko menderita hipoglikemia (kadar
gula darah sewaktu <54mg/dl), dan kondisi ini dapat menyebabkan kematian
pada 2 hari pertama perawatan. Bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia,
pemberian makan setiap 2-3 jam sangat penting untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia berkepanjangan. Dalam kondisi hipoglikemia, bila anak dalam
keadaan sadar dapat diberikan 50 ml larutan glukosa 10% atau sukrosa 10% (1
sendok teh penuh gula dilarutkan dalam 50 ml air) baik peroral maupun NGT.
Kemudian mulai pemberian F75 (formula nutrisi dengan kalori 75
kkal/100mL) tiap 2 jam, dan untuk 2 jam pertama berikan seperempat dosis
tiap 30 menit. Pertimbangkan pula pemberian antibiotik jika terbukti terdapat
infeksi pada pasien. Bila anak dalam keadaan tidak sadar, dapat diberikan
bolus glukosa 10% intravena diikuti dengan 50 ml glukosa 10% lewat pipa
NGT dan dilanjutkan pemberian F75 dengan metode serupa. Evaluasi kadar
gula darah setelah 2 jam tatalaksana.10
19
Edukasi dan promosi kesehatan mengenai malnutrisi saat ini gencar dilakukan di
dunia oleh WHO. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan turut meningkatkan
usaha promosi kesehatan mengenai malnutrisi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya pola diet yang seimbang.20
Penyebab malnutrisi yang berasal dari berbagai aspek yaitu aspek medis dan
sosial-ekonomi menyebabkan edukasi yang diberikan pada pasien harus bersifat
komprehensif dan holistik. Informasi mengenai pola diet yang seimbang, anjuran untuk
menemui ahli nutrisi bila pada penapisan status gizi didapatkan masalah, serta
konsekuensi yang dapat terjadi bila terjadi malnutrisi penting diberikan pada pasien.
Promosi kesehatan dapat dimulai pada wanita dengan usia reproduktif agar menjaga
asupan nutrisi yang adekuat. Pentingnya asupan nutrisi prenatal dan pemeriksaan
21
antenatal, pemberian ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI yang bernutrisi harus
disampaikan di berbagai pusat pelayanan kesehatan.14
Komplikasi malnutrisi terjadi pada seluruh organ tubuh, mengingat asupan nutrisi
dan energi adalah kebutuhan dasar dari seluruh proses biokimiawi yang ada di dalam
tubuh.21