Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembang kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok Puskesmas.
Di Puskesmas terdapat 6 program pokok Puskesmas yaitu :
1. Promosi kesehatan.
2. Kesehatan lingkungan
3. Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular
4. Kesehatan Keluarga dan Reproduksi
5. Perbaikan Gizi masyarakat
6. Penyembuhan Penyakit dan Pelayanan Kesehatan
Dari 6 program pokok Puskesmas salah satunya adalah perbaikan gizi masyarakat.
Perbaikan gizi masyarakat adalah kegiatan untuk mengupayakan peningkatan status gizi
masyarakat dengan pengelolaan terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan serta dukungan
peran serta aktif masyarakat. Dalam rangka peningkatan status gizi masyarakat kita perlu
menyelesaikan masalah masalah gizi masyarakat. Masalah gizi merupakan masalah yang
ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara
miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara
maju cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000).
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan,
Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang
pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya
kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi
lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai
dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan
sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan sumber daya
1

manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian
dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga
yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat
dihindari. Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan
pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat
menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas
sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin terlaksananya poin-poin
penting seperti pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan,
dan pendidikan yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di
tataran bawah dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat
sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia. Indikator yang digunakan untuk
mengukur tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Pada umumnya IPM dan IKM
mempunyai komponen yang sama, yaitu angka harapan hidup (tingkat kesehatan),
penguasaan ilmu pengetahuan (tingkat pendidikan) dan standar kehidupan yang layak
(tingkat ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita,
sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih, fasilitas
kesehatan, dan balita kurang gizi.
Salah satu prioritas pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah upaya perbaikan
gizi yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Kurang gizi akan
berdampak pada penurunan kualitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan
pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas,
meningkatkan kesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah Mewujudkan
keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga yang optimal.
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama, yaitu kurang gizi mikro
dan kurang gizi makro. Kurang gizi makro pada umumnya disebabkan oleh kekurangan
asupan energi dan protein dibanding kebutuhannya yang menyebabkan gangguan kesehatan,
sedangkan

kurang

gizi

mikro

disebabkan

kekurangan

zat

gizi

mikro

(Dinkes

Purworejo,2006). Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjdinya kekurangan gizi
menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan
membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah
ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik.
2

Kalau sedikit dibawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh dibawah standar disebut gizi
buruk. Menurut Departemen Kesehatan, pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita
kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%). WHO tahun 1999 mengelompokan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke
dalam empat kelompok, yaitu rendah (<10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat
tinggi (>30%).

1.2. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari gizi buruk.
2. Untuk mengetahui penyebab dari gizi buruk.
3. Untuk mengetahui tipe dari gizi buruk.
4. Untuk mengetahui akibat dari gizi buruk.
5. Untuk mngetahui pecegahan terhadap gizi buruk.
6. Untuk mengetahui masalah gizi di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat
yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari
dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (
menurut BB terhadap TB ) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus,
kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak
terkena busung lapar (gizi buruk) yaitu :
1. Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan
berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat
dikatakan anak tersebut terkena busung lapar (Gizi Buruk).
2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai
dengan standar anak yang normal waspadai akan terjadi gizi buruk.

2.2. Faktor Penyebab Gizi Buruk


Banyak faktor yang yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Penyebab gizi
buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya gizi
buruk, yaitu:
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya
tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan. Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini
makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam bulan
anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah
dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan
protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B, serta
vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di
rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering

kali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan
gizi balita karena ketidaktahuan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa
menyerap zat-zat makanan secara baik. Terjadinya kejadian infeksi penyakit ternyata
mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi
buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit
infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi
buruk cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare,
tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan
kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih,
kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya kejadian penyakit infeksi.
Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam berdarah,
diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan dimana-mana,
menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah. Berbagai
penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh
keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih
besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab
kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek.

Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang diantaranya
yaitu:
1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan pangan bagi
keluarga.
2. Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental
dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan anak kadang kita serahkan kepada
pembantu yang belum tentu tahu perkembangan dan kebutuhan makan anak.
5

3. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.


Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air
bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan
kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi buruk
di masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan
sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak
langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di
masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan.
Ketiga faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga,
semaikin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang ada.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan pokok masalah
yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di
masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah
kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta
ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Akar masalah gizi buruk
adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber
daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang
disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia.
Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan
ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.

2.3. Tipe Gizi Buruk


Keadaan gizi buruk secara klinis dibagi menjadi 3 tipe:
1. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah
besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Jenis penyakit ini
sering dijumpai pada bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga
berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. Kurang protein
pangan adalah penyebab utama kwashiorkor sedang zat pangan pemberi tenaga
mungkin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan. Kasus ini sering dijumpai di
6

daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang
rendah. Penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil
yang baik. Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki
status kesehatan anak secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik
yang permanen dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak
dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akan memberikan akibat
yang fatal. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas antara lain:
a. Pola makan
Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi
yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,
tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai
keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkhor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial
dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan
tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

Tanda dan gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor antara lain:
a. Rambut tipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menimbulkan rasa sakit.
b. Edema pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan
meninggalkan bekas.
c. Kelainan kulit (dermatosis) seperti timbulnya ruam berwarna merah muda yang
meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.
7

d. Wajah membulat dan sembab (moon face).


e. Pandangan mata sayu.
f. Pembesaran hati.
g. Sering disertai penyakit infeksi akut, diare, ISPA, dll.
h. Perubahan status mental menjadi cengeng, rewel, kadang apatis.
i. Otot mengecil (hipotrofi) dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran
LILA-nya kurang dari 14 cm.

Dari sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut yang khas pada
penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan diagnosis
kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah edema, rambut
yang tidak hitam, mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena hepatomegali,
dan crazy pavement dermatosis. Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa
disebutedematous protein calorie malnutrition.
2. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland, 1998:649). Yang mencolok pada
keadaan nutritional marasmus ialah pertumbuhan yang berkurang atau terhenti
disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada permulaan kelainan
demikian merupakan proses fisiologik. Untuk berlangsungnya hidup jaringan, maka
tubuh memerlukan energi yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan,
sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein dipakai juga
untuk memenuhi energi. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang
dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena
kelainan metabolik atau malformasi kongenital (Nelson,1999). Marasmus dapat
terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang
diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr. Solihin, 1990:116).
Tanda dan gejala yang terjadi seperti:
1. Wajah seperti orang tua.
2. Mudah menangis/cengeng dan rewel.
8

3. Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC).


4. Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit.
5. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai
celana longgar-baggy pants).
6. Perut cekung.
7. Iga gambang.
Karena tidak ada edema, maka marasmus sering disebut non edematous protein
calorie malnutrition.
3. Marasmic-Kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dengan gabungan
gejala yang menyertai seperti:
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas
kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit dan sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik
seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar
natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.

Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala


masing-masing penyakit tersebut.
2.4. Akibat Gizi Buruk
1. Menyebabkan kematian bila tidak segera ditanggulangi oleh tenaga kesehatan.
2. Kurang cerdas.
3. Berat dan tinggi badan pada umur dewasa lebih rendah dari normal.
4. Sering sakit infeksi seperti batuk,pilek,diare,TBC,dan lain-lain.

2.5. Pencegahan Gizi Buruk


Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
a. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah
itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang
sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.

b. Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
c. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu.
Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai,
segera konsultasikan hal itu ke dokter.
d. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
e. Jika anak menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi
dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa
diberikan

setelah

sumber-sumber kalori

lainnya

sudah

terlihat

mampu

meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting
lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik.
Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan
fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

2.6. Perbaikan Gizi masyarakat


Perbaikan gizi masyarakay adalah kegiatan untuk mengupayakan peningkatan status gizi
masyarakat dengan pengelolaan

terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan serta

dukungan peran serta aktif masyarakat.


Program Upaya Perbaikan Gizi Puskesmas meliputi:
1. UpayaPerbaikanGiziKeluarga(UPGK)
2. UpayaPerbaikanGiziInstitusi(UPGI)
3. Upaya Penanggulangan Kelainan Gizi Yang Terdiri Dari:
a. Pencegahan Dan Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY)
b. Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Besi (AGB)
c. Pencegahan Dan Penanggulangan Kurang Kalori Energi Protein (KEP) Dan
Kurang Energi Kronis (KEK)
d. Pencegahan Dan Penaggulangan Kekurangan Vitamin A (KVA)
e. Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Kekurangan Gizi Mikro Lain
10

f. Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Gizi Lebih


g. Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG)

Sasaran upaya perbaikan gizi adalah kelompok-kelompok yang beresiko menderita


kelainan gizi antara lain:
1. Bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak usia sekolah
2. Wanita Usia Subur (WUS) termasuk calon pengantin (cantin), ibu hamil, ibu
nifas, ibu menyusui, dan usia lanjut (usila)
3. Semua penduduk rawan gizi (endemik)
4. Semua anak dan dewasa mempunyai masalah gizi
5. Pekerja penghasilan rendah

2.7. Penanggulangan gizi buruk


Upaya kesehatan yang dilakukan dalam mengatasi masalah gizi
1. Upaya Kesehatan Kuratif dan Rehabilitatif
a. Penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk.
b. Perawatan balita gizi buruk
c. Pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan
2. Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif
a. Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadarzi
b. Revitalisasi posyandu.
c. Pemberian suplementasi gizi.
d. Pemberian MP ASI bagi balita gakin

2.8. Kerangka kerja pencegahan dan penanggulangan gizi buruk


Pada kegiatan pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, perlu kerjasana dan peran
serta dari berbagai pihak diantaranya :
1. Keluarga
2. Masyarakat dan lintas sektoral
3. Pelayanan kesehatan

11

Peran Keluarga:
1. Pemenuhan Gizi: a. ASI eksklusif dan MP-ASI; b. Gizi seimbang; c. Pola asuh
ibu dan anak
2. Pemantauan pertumbuhan anak
3. Penggunaan garam beryodium
4. Pemanfaatan pekarangan
5. Peningkatan daya beli keluarga miskin
6. Bantuan pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin
Peran Masyarakat dan Lintas Sektor
1. Mengaktifkan Posyandu: SKDN
2. Semua balita mempunyai KMS,
3. Penimbangan balita (D),
4. Konseling,
5. Suplementasi gizi,
6. Pelayanan kesehatan dasar
7. Berat badan naik (N) sehat dikembalikan ke peran keluarga
8. BB Tidak naik (T1), Gizi kurang diberikan PMT Penyuluhan dan Konseling
9. Berat badan Tidak naik (T2), BGM, Gizi buruk, sakit, dirujuk ke RS atau Puskesmas
Peran Pelayanan Kesehatan
1. Mengatasi masalah medis yang mempengaruhi gizi buruk
2. Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu dikembalikan ke Pusat Pemulihan Gizi
untuk diberikan PMT
3. Balita yang sembuh, dan tidak perlu PMT, dikembalikan kepada masyarakat

2.9. KEBIJAKAN OPERASIONAL PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GIZI


BURUK
1. Merupakan Program Nasional: Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah

12

2. Pendekatan komprehensif: Mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan,


yang didukung upaya pengobatan dan pemulihan.
3. Semua kabupaten/kota secara terus menerus melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan gizi buruk, dengan koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi
masyarakat.
4. Menggalang kemitraan antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat di berbagai
tingkat.
5. Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta keterlibatan dalam proses pengambilan
keputusan.

2.10.

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GIZI BURUK

1. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat


dan keluarga dalam memantau, mengenali dan menanggulangi secara dini gangguan
pertumbuhan pada balita utamanya baduta.
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM puskesmas beserta jaringannya
dalam tatalaksana gizi buruk dan masalah gizi lain, manajemen laktasi dan konseling
gizi.
3. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan
termasuk keadaan darurat melalui suplementasi zat gizi mikro, MP-ASI, makanan
tambahan dan diet khusus.
4. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui advokasi, sosialisasi dan KIE gizi seimbang.
5. Mengoptimalkan

surveilans

berbasis

masyarakat

melalui

SKDN,

Sistem

Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) Gizi Buruk, dan Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), untuk meningkatkan manajemen program
perbaikan gizi.
6. Mengembangkan model intervensi gizi tepat guna yang evidence based.
7. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan masyarakat beserta
swasta/dunia usaha dalam memobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan di
tingkat rumah tangga, peningkatan daya beli keluarga, dan perbaikan pola asuhan gizi
keluarga.

13

BAB III
PEMBAHASAN

Puskesmas Pakan Kamis merupakan Puskesmas rujukan untuk balita gizi buruk yang ada di
Agam timur. Penanganan gizi buruk yang dilaksanakan di Puskesmas Pakan Kamis dalam
mengatasi masalah gizi adalah :
1. Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif
a. Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadarzi
b. Revitalisasi posyandu.
c. Pemberian suplementasi gizi.
d. Pemberian MP ASI bagi balita gakin
2. Upaya Kesehatan Kuratif dan Rehabilitatif
a. Penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk. Bila terdapat balita yang sudah 3
kali tidak naik berat badannya maka bidan desa / kader posyandu merujuk
ketenaga gizi puskesmas untuk dilakukan kajian penyebab berat badan balita
tidak naik. Bila terdapat masalah kesehatan maka dikonsultasikan dengan
dokter Puskesmas untuk penanganan penyakit balita tersebut.
b. Puskesmas Pakan Kamis mempunyai ruang perawatan untuk gizi buruk.
Dalam perawatan gizi buruk dilakukan pemeriksaan kesehatan lengkap dan di
konsultasikan kepada dokter spesialis anak untuk anjuran makan dan
perawatan gizi buruk. Balita gizi buruk dipantau setiap harinya berapa
kenaikan berat badannya setelah diberikan perawatan / penanganan balita gizi
buruk sesuai dengan standar penanganan gizi buruk dan anjuran dokter
spesialis anak.
c. Setelah berat badan mencapai berat normal, maka balita dapat dikembalikan
kepada masyarakat dan keluarganya dengan tetap dipantau di posyandu oleh
kader dan bidan desa. Petugas gizi tetap melakukan pendampingan balita gizi
buruk pasca perawatan.

14

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat
yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein dan makanan
sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Penyebab gizi buruk terdiri dari
penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung, yaitu kurangnya
asupan gizi dari makanan,

akibat

terjadinya penyakit yang

mengakibatkan infeksi.

Sedangkan penyebab tidak langsungnya yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang
memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai, pelayanan kesehatan dan lingkungan
kurang memadai. Tipe gizi buruk terdiri dari marasmus, kwashiorkor, marasmickwashiorkor.

4.2. Saran
Penanganan kasus gizi buruk seharusnya dilakukan disaat penderita gizi buruk belum
mencapai tahap membahayakan. Diperlukan kerjasama semua pihak baik dari keluarga,
masyarakat dan lintas sektoral serta pelayanan kesehatan agar balita tidak lama dalam
keadaan gizi buruk. Perlunya perubahan perilaku masyarakat yang sudah membudaya
selama ini adalah,anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian
orang tua. Anak-anak itu hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi
dalam makanan yang diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah
menipis. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu
cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Dan
seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya yangmana
nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu.

15

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Rahma Edy Pakaya, dkk. 2008. Upaya Penanggulangan Gizi Buruk pada Balita.
Yogyakarta: FK UGM, Berita Kedokteran Masyarakat - Vol. 24, No. 2.
2. Ira Rahmawati, dkk. 2007. Pengaruh penyuluhan dengan media audio visual terhadap
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita gizi kurang dan gizi buruk di
Kabupaten Kota Waringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah. [jurnal gizi klinik
indonesia] vol.4. No.2 (hal.69-77)
3. Direktorat Bina Gizi. 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

16

Anda mungkin juga menyukai