SKIZOAFEKTIF
Pembimbing :
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas referat ini, untuk
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kejiwaan
RSU Haji Medan, dengan judul ”Gangguan Skizoafektif”
Pada kesempatan ini, saya ucapkan terima kasih kepada pembimbing saya, Dr.
dr. Elmaida Effendy., M.Ked (KJ)., Sp.KJ (K) yang telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam penyusunan referat ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa refrat ini memiliki kekurangan baik dari
kelengkapan teori hingga penuturan bahasa, oleh karena itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk kesempurnaan refarat ini.
Saya berharap referat ini dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan
serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam
praktik di masyarakat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang
jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang
menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran.3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1
persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka
tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis
gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan
diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan
perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang
nyata.2
Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari
populasi umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit karena
gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada
gangguan bipolar. Prevalensi pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur
pada wanita lebih besar daripada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe
depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan
skizoafektif tipe bipolar. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan
menunjukkan perilaku antisosial.3
3
4
2.3 Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan
skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan
lingkungan.
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya
gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.4
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat
model konseptual telah diajukan.
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien
dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
2.5 Diagnosis
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode
yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.6
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam
kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah
bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat
atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik
untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham
atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan
mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk
sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan
untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan
ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
8
penampilan wajar, roman muka tampak gembira, kontak verbal dan visual cukup,
mood euforia, afek inappropriate, bentuk pikir logis realis, arus pikir koheren, isi
piker waham kebesaran dan curiga ada , pada dorongan instingtual didapatkan ada
riwayat insomnia dan raptus. Dari gejala di atas, pasien memenuhi kriteria
skizoprenia yaitu adanya waham kebesaran dan curiga, afek yang inappropiate
sehingga dapat digolongkan skizoprenia. Disamping itu, juga tampak adanya
gejala gangguan mood yaitu muka tampak gembira, mood euforia, berpakaian
yang aneh sehingga berdasarkan PPDGJ-III tampak adanya gejala skizofrenia
bersamaan dengan gangguan mood sehingga didiagnosis sebagai “Skizoafektif
Tipe Manik” (F25.0).5
ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan
gangguan itu sendiri. 2
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe
bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang
perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya
gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak
mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-
masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau
tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan
jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
2.8 Terapi
a. Psikofarmaka
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang
mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol
antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa
antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek.
Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar
berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine
(Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika
satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif,
harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT)
sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.7
12
b. Psikoterapi
13
DAFTAR PUSTAKA
14
1. Maramis, W.S. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Presss.
2. Kaplan, H.I, Sadock, B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Edisi Ketujuh.
Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.
3. Melissa Conrad Stöppler. 2013. Schizoaffective disorder.
http://www.medicinenet.com. Diakses: 10 Oktober 2015
4. Jibson MD. 2011. Schizophrenia: Clinical presentation, epidemiology, and
pathophysiology. http://www.uptodate.com. Diakses: 10 Oktober 2015
5. Rusdi Maslim. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
6. Ken Duckworth, M.D., and Jacob L. Freedman, M.D. 2012. Schizoaffective
disorder. diakses: 10 Oktober 2023
7. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of
Mental disorders (DSM IV TM). American Psychological Association
(APA): Washington DC. 1996.
8. Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri
15