Anda di halaman 1dari 18

REFARAT GANGGUAN

SKIZOAFEKTIF

Pembimbing :

Dr. dr. Elmeida Effendy., M.Ked (KJ)., Sp.KJ (K)

Disusun Oleh :

RIO CHAIRUL ANAM (21360016)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF PSIKIATRI

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas referat ini, untuk
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kejiwaan
RSU Haji Medan, dengan judul ”Gangguan Skizoafektif”

Pada kesempatan ini, saya ucapkan terima kasih kepada pembimbing saya, Dr.
dr. Elmaida Effendy., M.Ked (KJ)., Sp.KJ (K) yang telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam penyusunan referat ini.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa refrat ini memiliki kekurangan baik dari
kelengkapan teori hingga penuturan bahasa, oleh karena itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk kesempurnaan refarat ini.

Saya berharap referat ini dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan
serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam
praktik di masyarakat.

Medan, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sejarah................................................................................................................. 3
2.2 Definisi................................................................................................................ 3
2.3 Epidemiologi....................................................................................................... 4
2.4 Etiologi................................................................................................................ 4
2.5 Manifestasi Klinis................................................................................................6
2.6 Diagnosis............................................................................................................. 8
2.7 Diagnosa Banding.............................................................................................12
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................................13
2.9 Prognosis........................................................................................................... 16

BAB III KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai


dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan
afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe
gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga
yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan
mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.1
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,
merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa
diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik
episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode secara
tepat.1
Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis
lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Semua kondisi
yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu
dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia
dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.1

1
2

Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon baik terhadapat


pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood
stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan
skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood
stabilizer cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten
penting untuk hasil terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta
menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada
gangguan skizoafektif.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang
jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang
menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran.3

2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1
persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka
tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis
gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan
diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan
perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang
nyata.2
Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari
populasi umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit karena
gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada
gangguan bipolar. Prevalensi pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur
pada wanita lebih besar daripada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe
depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan
skizoafektif tipe bipolar. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan
menunjukkan perilaku antisosial.3

3
4

2.3 Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan
skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan
lingkungan.
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya
gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.4
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat
model konseptual telah diajukan.
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien
dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.

2.4 Tanda dan Gejala


Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2
5

Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,


perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang
sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala
afektif diantaranya yaitu elasi dan ideide kebesaran, tetapi kadang-kadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide-ide kejaran.
Terdapat peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang
terganggu, dan hilangnya hambatan norma sosial. Waham kebesaran, waham
kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain merasa
pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha
mengendalikannya, mendengar suara-suara yang beraneka beragam atau
menyatakan ide-ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu,
namun penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu.4
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):5 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought
insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
6

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau


mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
7

mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

2.5 Diagnosis
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode
yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.6
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam
kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah
bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat
atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik
untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham
atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan
mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk
sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan
untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan
ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
8

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)


Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan
gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe
depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang
ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif
berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.7
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-
kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-
gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-
gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai
dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan
9

(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis


gangguan skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-


III
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)

Gangguan skizoafektif yaitu gejala skizofrenia dan gangguan afektif sama-


sama menonjol atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, tetapi dalam satu
episode penyakit (tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia maupun
gangguan afektif). Pedoman diagnosis gangguan skizoafektif tipe manic
berdasarkan PPDGJ-III yaitu 1). Kategori ini digunakan baik untuk episode
skizofrenia tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan
sebagian besar episode skizoafektif tipe manik. 2). Afek harus meningkat secara
menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu menonjol dikombinasi
dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak. 3). Dalam episode yang
sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizorenia
yang khas. Pemeriksaan status psikiatri pada pasien ditemukan didapatkan
10

penampilan wajar, roman muka tampak gembira, kontak verbal dan visual cukup,
mood euforia, afek inappropriate, bentuk pikir logis realis, arus pikir koheren, isi
piker waham kebesaran dan curiga ada , pada dorongan instingtual didapatkan ada
riwayat insomnia dan raptus. Dari gejala di atas, pasien memenuhi kriteria
skizoprenia yaitu adanya waham kebesaran dan curiga, afek yang inappropiate
sehingga dapat digolongkan skizoprenia. Disamping itu, juga tampak adanya
gejala gangguan mood yaitu muka tampak gembira, mood euforia, berpakaian
yang aneh sehingga berdasarkan PPDGJ-III tampak adanya gejala skizofrenia
bersamaan dengan gangguan mood sehingga didiagnosis sebagai “Skizoafektif
Tipe Manik” (F25.0).5

2.6 Diagnosis Banding


Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan
skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan
phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara
khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang
bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan
yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam
praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala
gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi
boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut
telah terkendali.1

2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan
prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan
gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien
dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien
dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien
dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian
yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang
11

ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan
gangguan itu sendiri. 2
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe
bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang
perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya
gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak
mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-
masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau
tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan
jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.

2.8 Terapi
a. Psikofarmaka
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang
mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol
antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa
antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek.
Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar
berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine
(Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika
satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif,
harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT)
sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.7
12

Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik yaitu


pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood
stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Pada kasus ini, pasien
diberikan carbamazepin dan stelazine. Carbamazepine adalah obat antikejang yang
digunakan sebagai stabilizer mood. Cara kerja mood stabilezer yaitu membantu
menstabilkan kimia otak tertentu yang disebut neurotransmitters yang
mengendalikan temperamen emosional dan perilaku dan menyeimbangkan kimia
otak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala gangguan kepribadian borderline.
Efek samping carbamazepine dapat menyebabkan mulut kering dan tenggorokan,
sembelit, kegoyangan, mengantuk, kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah.
Karbamazepin tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor monoamine
oxidase ( MAOIs ). Hindari minum alkohol saat mengambil carbamazepine. Hal
ini dapat meningkatkan beberapa efek samping carbamazepine yaitu dapat
meningkatkan risiko untuk kejang.8
Stelazine memiliki efek antiadrenergik sentral, antidopaminergik, dan efek
antikolinergik minimal. Hal ini diyakini stelazine dapat bekerja dengan
memblokade reseptor dopamin D1 dan D2 di jalur mesokortical dan mesolimbik,
menghilangkan atau meminimalkan gejala skizofrenia seperti halusinasi, delusi,
dan berpikir dan berbicara yang tidak terarah. Stelazine menimbulkan efek
samping ekstrapiramidal seperti akatisia, distonia, dan parkinsonisme selain itu
dapat menimbulkan efek samping antikolinergik seperti merah mata dan
xerostomia (mulut kering). Stelazine dapat menurunkan ambang kejang sehingga
harus berhati-hati penggunaan stelazine pada orang yang mempunyai riwayat
kejang.8
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon terbaik untuk
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood
stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan
skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood
stabilizer cenderung bekerja dengan baik.3

b. Psikoterapi
13

Selain psikofarmaka, psikoterapi dan edukasi juga sangat diperlukan.


Menurut penelitian pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk kesembuhan
pasien, tetapi juga harus diiringi oleh lingkungan keluarga yang mendukung dan
sikap pasien terhadap penyakit yang diderita.
Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko-
edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa
menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.3
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala


skizofrenia dan gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol.
Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan
para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah
lebih lanjut daripada usia, untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan
skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan
gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam
beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian diantara
pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang
tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Untuk orang gangguan skizoafektif
dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood stabilizer
cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk
hasil terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat
long acting bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan
skizoafektif. Semakin menonjol dan persisten gejala skizofrenianya maka
pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten gejala-gejala gangguan
afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Maramis, W.S. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Presss.
2. Kaplan, H.I, Sadock, B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Edisi Ketujuh.
Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.
3. Melissa Conrad Stöppler. 2013. Schizoaffective disorder.
http://www.medicinenet.com. Diakses: 10 Oktober 2015
4. Jibson MD. 2011. Schizophrenia: Clinical presentation, epidemiology, and
pathophysiology. http://www.uptodate.com. Diakses: 10 Oktober 2015
5. Rusdi Maslim. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
6. Ken Duckworth, M.D., and Jacob L. Freedman, M.D. 2012. Schizoaffective
disorder. diakses: 10 Oktober 2023
7. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of
Mental disorders (DSM IV TM). American Psychological Association
(APA): Washington DC. 1996.
8. Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri

15

Anda mungkin juga menyukai