Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF

Pembimbing:
dr. Endang Septiningsih, Sp.KJ

Penyusun:
Gratia Erlinda Tomasoa– 112021211

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JIWA


RS PANTI WILASA DR CIPTO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 23 MEI - 25 JUNI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya referat ini dapat terselesaikan dengan
baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada dr. Endang Septiningsih,Sp.KJ selaku pembimbing
sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan
Jiwa RS Panti Wilasa Dr. Cipto. Penulis berharap referat ini dapat menjadi literatur atau sumber informasi
pembelajaran Ilmu Kesehatan Jiwa khususnya mengenai Gangguan Skizoafektif.
Akhir kata, penulis menyadari banyak kekurangan didalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna demi penyusunan referat ini.

Semarang, 16 Juni 2022

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

Gangguan Skizoafektif

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik

Ilmu Kesehatan Jiwa RS PANTI WILASA DR CIPTO

Periode 23 Mei - 25 Juni 2022

Disusun Oleh:

Gratia Erlinda Tomasoa

112021211

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Endang Septiningsih, Sp.KJ selaku dokter pembimbing dan
penguji Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RS Panti Wilasa Dr. Cipto

Semarang, 16 Juni 2022

……………………………….

Dr. Endang Septiningsih, Sp.KJ


BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu dan ditandai adanya gejala
gangguan afektif. Studi populasi tidak ada yang menunjukkan insidensi dari penyakit skizoafektif
ini, melainkan komorbiditas antara skizofrenia dan gangguan afektif.1
Terlepas dari diskusi tentang pembenaran konsep nosologis mengenai gangguan
skizoafektif, diagnosis ini sudah lazim digunakan dalam praktik klinis. Istilah gangguan
skizoafektif menggambarkan konstelasi simptomatologis yang memenuhi kriteria episode mood
(depresi, manik atau campuran) serta episode skizofrenia. Namun, tidak semua gejala depresi atau
manik dapat terjadi mengubah episode skizofrenia menjadi episode skizoafektif.2
Menurut sebuah penelitian secara besar-besaran dengan sampel orang gangguan jiwa,
kondisinya hampir separuh sampel didiagnosis sebagai skizofrenia.3 Temuan ini bertepatan
dengan data epidemiologi sebuah studi di Finlandia, diperkirakan prevalensi 0,32% untuk
gangguan skizoafektif dan 0,87% untuk skizofrenia.2 Dinilai berdasarkan frekuensi kejadian,
gangguan skizoafektif merupakan topik penting yang perlu dibahas lebih dalam lagi pada
psikiatri.
Diagnosis dibuat ketika pasien memiliki ciri-ciri skizofrenia dan gangguan mood tetapi
tidak secara ketat memenuhi kriteria diagnostik untuk salah satu penyakit saja. Sayangnya,
seringkali sulit untuk menentukan apakah seorang pasien memiliki 1 dari 2 penyakit yang berbeda
(skizofrenia atau gangguan mood), kombinasi dari 2 penyakit (skizofrenia dengan gangguan
mood), atau bahkan mungkin penyakit yang sama sekali berbeda. Diagnosis yang akurat dibuat
ketika pasien memenuhi kriteria untuk gangguan depresi mayor atau mania sementara juga
memenuhi kriteria untuk skizofrenia. Apalagi pasien harus mengalami psikosis minimal 2
minggu tanpa gangguan mood.
Untuk mendiagnosis gangguan skizoafektif, seseorang harus melengkapi riwayat pasien,
meninjau catatan medis dan psikiatri, dan, jika mungkin, memperoleh informasi dari anggota
keluarga.1,2
Pria dengan gangguan skizoafektif cenderung menunjukkan ciri-ciri kepribadian
antisosial.3 Usia onset lebih lambat untuk wanita daripada pria, dan karena penelitian terbatas di
bidang ini, etiologi dan epidemiologi yang tepat tidak jelas. Pasien dengan gangguan skizoafektif
dianggap memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Pengobatan
terdiri dari farmakoterapi dan psikoterapi.
BAB II
ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI

II.1 EPIDEMIOLOGI

Estimasi prevalensi skizoafektif berkisar dari 0,2% -1,1%.4 Dalam survei populasi besar
umum di Finlandia oleh, ditemukan prevalensi untuk semua gangguan psikotik sebesar 3,06%.
Prevalensi untuk gangguan skizoafektif diperkirakan 0,32%, 0,87% untuk skizofrenia, 0,24% untuk
gangguan bipolar, 0,35% untuk gangguan depresi dengan gejala psikotik dan 0,18% untuk
gangguan delusi persisten. Bukti lain juga menunjukkan bahwa gangguan skizoafektif bukan tidak
jarang. Dua puluh hingga tiga puluh persen dari semua yang disebut psikosis endogen (yang berarti
skizofrenia dan gangguan mood) adalah gangguan skizoafektif. Sebuah studi internasional yang
mempertimbangkan beberapa negara dari beberapa benua menemukan kelainan skizoafektif di
lebih dari 31% dari semua pasien psikotik.5
Orang muda dengan gangguan skizoafektif cenderung memiliki subtipe bipolar, sedangkan
orang tua cenderung memiliki subtipe depresi. Secara keseluruhan, gangguan tersebut
mempengaruhi lebih banyak wanita daripada pria, mungkin sebagian karena lebih banyak wanita
memiliki subtipe depresi dibandingkan dengan subtipe bipolar. Pria dengan gangguan skizoafektif
cenderung menunjukkan sifat dan perilaku antisosial yang berbeda dengan ciri kepribadian lainnya.
Selain itu, usia onset lebih lambat untuk wanita daripada pria. Tidak ada perbedaan frekuensi
berdasarkan ras yang diamati.5

II.2 ETIOLOGI
Istilah gangguan skizoafektif pertama kali muncul sebagai subtipe skizofrenia dalam edisi
pertama DSM. Ini akhirnya menjadi diagnosisnya sendiri meskipun kurangnya bukti untuk
perbedaan unik dalam etiologi atau patofisiologi. Oleh karena itu, belum ada studi konklusif
tentang etiologi gangguan tersebut. Namun, menyelidiki penyebab potensial dari gangguan mood
dan skizofrenia sebagai gangguan individu memungkinkan untuk diskusi lebih lanjut.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 50% orang dengan skizofrenia juga memiliki
komorbiditas depresi.3 Patogenesis gangguan mood dan skizofrenia bersifat multifaktorial dan
mencakup berbagai faktor risiko, termasuk genetika, faktor sosial, trauma, dan stres.4 Di antara
orang-orang dengan skizofrenia, ada kemungkinan peningkatan risiko untuk kerabat tingkat
pertama untuk gangguan skizoafektif dan sebaliknya; mungkin ada peningkatan risiko di antara
individu untuk gangguan skizoafektif yang memiliki kerabat tingkat pertama dengan skizofrenia
gangguan bipolar, atau gangguan skizoafektif.
Patofisiologi yang tepat dari gangguan skizoafektif tidak diketahui tetapi mungkin
melibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak.5 Kelainan neurotransmiter serotonin,
norepinefrin, dan dopamin dapat berperan dalam gangguan ini. Penurunan volume hipokampus,
kelainan talamus, dan kelainan materi putih telah dicatat pada pasien dengan gangguan
skizoafektif.6-8
Meskipun penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, mungkin mirip dengan
skizofrenia. Sampai saat ini, tidak ada penanda genetik spesifik yang telah diidentifikasi. Paparan
virus dalam kandungan, malnutrisi, atau bahkan komplikasi kelahiran mungkin berperan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk sepenuhnya menjelaskan penyebab gangguan skizoafektif.
BAB III
DIAGNOSIS

III.1 DEFINISI
"Schizo" berarti gejala psikotik skizofrenia, dimana gangguan ini mengubah cara seseorang
berpikir, bertindak, dan mengekspresikan emosi. Ini juga mempengaruhi bagaimana seseorang
memandang realitas dan berhubungan dengan orang lain. "Afektif" mengacu pada gangguan
suasana hati, atau perubahan parah dalam suasana hati, energi, dan perilaku seseorang. Gangguan
Skizoafektif adalah gangguan episodik di mana gejala afektif dan skizofrenia menonjol tetapi tidak
membenarkan diagnosis skizofrenia atau episode depresi atau manik. Kondisi lain di mana gejala
afektif ditumpangkan pada penyakit skizofrenia yang sudah ada sebelumnya, atau muncul
bersamaan atau bergantian dengan gangguan delusi persisten dari jenis lain, diklasifikasikan dalam
F20-F29. Gejala psikotik yang tidak sesuai dengan suasana hati pada gangguan afektif tidak
membenarkan diagnosis gangguan skizoafektif.9,10

III.2 KRITERIA DIAGNOSTIK


III.2.1 Kriteria Diagnostik menurut DSM-V
A. Periode penyakit yang tidak terputus di mana ada episode mood utama (mayor)
depresif atau manik) bersamaan dengan Kriteria A skizofrenia.
Catatan: Episode depresi mayor harus mencakup Kriteria A1: Mood depresi.
B. Waham atau halusinasi selama 2 minggu atau lebih tanpa adanya episode mood mayor
(depresi atau manik) selama durasi penyakit seumur hidup.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode suasana hati utama hadir untuk sebagian besar:
total durasi bagian aktif dan residual penyakit.
D. Gangguan tidak disebabkan oleh efek suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat,
obat) atau kondisi medis lainnya.
tentukan apakah:
295.70 (F25.0) Tipe bipolar: Subtipe ini berlaku jika episode manik merupakan bagian dari
presentasi. Episode depresi mayor juga dapat terjadi.
295.70 (F25.1) Tipe depresif: Subtipe ini berlaku jika hanya episode depresif mayor yang
menjadi bagian dari presentasi.
Tentukan jika:
Dengan katatonia (lihat kriteria katatonia yang terkait dengan gangguan mental lain,
hlm. 119–120, untuk definisi).
Catatan pengkodean: Gunakan kode tambahan 293.89 (F06.1) katatonia yang terkait dengan
gangguan skizoafektif untuk menunjukkan adanya komorbiditas katatonia.
Tentukan jika:
Penentu kursus berikut hanya akan digunakan setelah durasi gangguan selama 1 tahun
dan jika tidak bertentangan dengan kriteria kursus diagnostik.
Episode pertama, saat ini dalam episode akut: Manifestasi pertama dari gangguan yang
memenuhi kriteria diagnostik gejala dan waktu. Episode akut adalah periode waktu di mana
kriteria gejala terpenuhi.
Episode pertama, saat ini dalam remisi parsial: Remisi parsial adalah periode waktu di mana
perbaikan setelah episode sebelumnya dipertahankan dan di mana kriteria yang mendefinisikan
gangguan hanya sebagian terpenuhi.
Episode pertama, saat ini dalam remisi penuh: Remisi penuh adalah periode waktu setelah a
episode sebelumnya di mana tidak ada gejala gangguan khusus yang hadir.
Beberapa episode, saat ini dalam episode akut: Beberapa episode dapat ditentukan setelah
minimal dua episode (yaitu, setelah episode pertama, remisi dan
minimal satu kali kambuh).
Beberapa episode, saat ini dalam remisi parsial
Beberapa episode, saat ini dalam remisi penuh
Berkelanjutan: Gejala yang memenuhi kriteria gejala diagnostik gangguan tersebut adalah:
tersisa untuk sebagian besar perjalanan penyakit, dengan periode gejala di bawah ambang batas
menjadi sangat singkat dibandingkan dengan perjalanan penyakit secara keseluruhan.
Tidak ditentukan

III.2.2 Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ-III F25 Gangguan Skizoafektif


Pedoman Diagnostik
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala defintif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan
(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak
memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan
afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalam episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami
satu atau dua episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif (F30-F33).

F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik


Pedoman Diagnostik
 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe
manik.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu
menonjol dikombinasi dengan iritabiltas atau kegelisahan yang memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua,
gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-
pedoman diagnostik (a) sampai dengan (d)).

F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif


Pedoman Diagnostik
 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal,
dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi oleh
skizoafektif tipe depresif.
 Afek Depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif
maupun kelainan perilaku terkait sperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif
(F32);
 Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada dua,
gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman diagnostik
skizofrenia, F20.-, (a) sampai (d)).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran


Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-sama dengan
gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6).

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya


F25.9 Gangguan Skizoafektif YTT
III.3 NEUROPSIKOLOGI
Penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan skizoafektif dapat ditandai
dengan gangguan fungsi kognitif yang dimediasi oleh lobus frontal.11 Pasien dengan skizoafektif
memiliki penurunan yang tidak terlalu parah pada fungsi lobus temporal dibandingkan pasien
dengan skizofrenia, seperti ingatan yang tertunda. Defisit fungsi kognitif yang dimediasi posterior
lebih parah pada pasien skizofrenia.12 Dalam penelitian terbaru yang bertujuan untuk mengamati
perbedaan antara skizofrenia dan skizoafektif berdasarkan berbagai tugas melibatkan fungsi lobus
frontal, temporal, dan oksipital, pasien skizofrenia menunjukkan kerusakan lebih parah pada semua
kognitif.13

III.4 NEURO-IMAGING
Perbandingan skizofrenia, skizoafektif dan bipolar telah menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan. Penurunan volume otak termasuk lapisan berwarna abu-abu dan putih, terutama di lobus
bagian temporal dan frontal telah diamati pada pasien dengan skizoafektif, dan juga disertai
kelainan di gyrus hipokampus dan para-hipokampus.14

III.5 ELEKTROFISIOLOGI
Pada temuan EEG penelitian yang membandingkan skizofrenia dan skizoafektif, amplitudo
P300 normal dan lebih tinggi diamati pada pasien skizoafektif dari pada pasien skizofrenia. Latensi
P300 dan waktu reaksi keduanya sama-sama tertunda dibandingkan dengan kontrol yaitu orang
sehat.14
BAB IV

IV.1 TIPE SKIZOAFEKTIF


a. Gangguan skizoafektif tipe manik: Pada tipe ini memiliki gejala psikotik dan manik, yang
terjadi dalam satu episode.
b. Gangguan skizoafektif tipe depresi: Dalam tipe ini, Anda memiliki gejala psikotik dan
depresi, yang terjadi pada saat yang sama selama episode tersebut.
c. Gangguan skizoafektif tipe campuran: Pada tipe ini, Anda memiliki gejala psikotik dengan
gejala manik dan depresi. Namun, gejala psikotik bersifat independen dan tidak selalu
terkait dengan gejala gangguan bipolar.

BAB V

V.1 DIAGNOSIS BANDING


Karena kriteria yang mencakup gejala psikotik dan mood, gangguan skizoafektif mudah
disalahartikan sebagai gangguan mental lainnya. Gangguan yang harus disingkirkan selama
pemeriksaan gangguan skizoafektif meliputi:15
 Skizofrenia
 Gangguan depresi mayor dengan ciri psikotik
 Gangguan bipolar
1. Skizofrenia dan Gangguan Skizoafektif: Harus ada periode tertentu setidaknya dua
minggu di mana hanya ada gejala psikotik (delusi dan halusinasi) tanpa gejala mood untuk
mendiagnosis gangguan skizoafektif. Namun, episode suasana hati utama (depresi atau
mania) hadir untuk sebagian besar durasi total penyakit. Setelah gejala psikotik
mendominasi sebagian besar dari total durasi penyakit, diagnosis condong ke arah
skizofrenia. Juga, skizofrenia membutuhkan 6 bulan gejala prodromal atau residual;
gangguan skizoafektif tidak memerlukan kriteria ini.15
2. Fitur Psikotik Gangguan Depresi Mayor dan Gangguan Skizoafektif: Pasien dengan
depresi berat dengan fitur psikotik hanya mengalami fitur psikotik selama episode suasana
hati mereka. Sebaliknya, skizoafektif membutuhkan waktu minimal 2 minggu dimana
hanya terdapat gejala psikotik (delusi dan halusinasi) tanpa gejala mood. Pasien dengan
depresi berat dengan fitur psikotik tidak memenuhi kriteria A gangguan skizoafektif.15
3. Gangguan Bipolar dan Gangguan Skizoafektif: Serupa dengan perbedaan depresi berat
dengan fitur psikotik, pasien dengan gangguan bipolar dengan ciri psikotik hanya
mengalami ciri psikotik (delusi dan halusinasi) selama episode manik. Sekali lagi,
skizoafektif membutuhkan periode minimal 2 minggu di mana hanya ada gejala psikotik
tanpa gejala mood. Gambaran psikotik pada gangguan bipolar tidak memenuhi kriteria A
gangguan skizoafektif.15

V.2 TATALAKSANA
Pengobatan gangguan skizoafektif biasanya melibatkan farmakoterapi dan psikoterapi.
Andalan sebagian besar rejimen pengobatan harus mencakup antipsikotik, tetapi pilihan
pengobatan harus disesuaikan dengan individu. Sebuah penelitian yang melaporkan memperoleh
data tentang rejimen pengobatan untuk skizoafektif menunjukkan bahwa 93% pasien menerima
antipsikotik. 20% pasien menerima penstabil suasana hati selain antipsikotik, sementara 19%
menerima antidepresan bersama dengan antipsikotik.15 Sebelum memulai pengobatan, jika pasien
dengan gangguan skizoafektif adalah bahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain, rawat inap
rawat inap harus dipertimbangkan; ini termasuk pasien yang mengabaikan aktivitas hidup sehari-
hari atau mereka yang cacat jauh di bawah garis dasar mereka dalam hal fungsi.

V.2.1 Farmakoterapi
a. Antipsikotik: Digunakan untuk menargetkan psikosis dan perilaku agresif pada gangguan
skizoafektif. Gejala lain termasuk delusi, halusinasi, gejala negatif, bicara tidak teratur,
dan perilaku. Kebanyakan antipsikotik generasi pertama dan kedua memblokir reseptor
dopamin. Sedangkan antipsikotik generasi kedua memiliki aksi lebih lanjut pada reseptor
serotonin. Antipsikotik termasuk tetapi tidak terbatas pada paliperidone (disetujui FDA
untuk gangguan skizoafektif), risperidone, olanzapine, quetiapine, ziprasidone,
aripiprazole, dan haloperidol.16-20 Clozapine adalah pertimbangan untuk kasus refrakter,
seperti pada skizofrenia.

b. Mood stabilizer: Pasien yang memiliki periode distraksi, ketidakbijaksanaan, kebesaran,


pelarian ide, peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan, penurunan kebutuhan
untuk tidur, dan yang hiper-verbal termasuk dalam penentu bipolar untuk gangguan
skizoafektif. Pertimbangkan penggunaan mood stabilizer jika pasien memiliki riwayat
gejala manik atau hipomanik. Ini termasuk obat-obatan seperti lithium, asam valproat,
karbamazepin, oxcarbazepine, dan lamotrigin yang menargetkan disregulasi suasana
hati.21,22
c. Antidepresan: Digunakan untuk menargetkan gejala depresi pada gangguan skizoafektif.
Selective-serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) lebih disukai karena risiko efek samping
obat yang lebih rendah dan tolerabilitas bila dibandingkan dengan antidepresan trisiklik
dan inhibitor reuptake norepinefrin selektif.21,22 SSRI termasuk fluoxetine, sertraline,
citalopram, escitalopram, paroxetine, dan fluvoxamine. Sangat penting untuk
menyingkirkan gangguan bipolar sebelum memulai antidepresan karena risiko
memperburuk episode manik.21,22

V.2.2 Psikoterapi
Pasien yang memiliki gangguan skizoafektif dapat memperoleh manfaat dari psikoterapi,
seperti halnya dengan sebagian besar gangguan mental.
Rencana perawatan harus menggabungkan terapi individu, terapi keluarga, dan program
psikoedukasi. Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan sosial mereka dan
meningkatkan fungsi kognitif untuk mencegah kekambuhan dan kemungkinan rawat inap ulang.21,22
Rencana perawatan ini mencakup pendidikan tentang gangguan, etiologi, dan pengobatan.
Terapi individu: Jenis perawatan ini bertujuan untuk menormalkan proses berpikir dan
lebih membantu pasien memahami gangguan dan mengurangi gejala. Sesi fokus pada tujuan
sehari-hari, interaksi sosial, dan konflik; ini termasuk pelatihan keterampilan sosial dan pelatihan
kejuruan.
Terapi keluarga dan/atau kelompok: Keterlibatan keluarga sangat penting dalam
pengobatan gangguan skizoafektif ini.21,22 Pendidikan keluarga membantu dalam memenuhi
pengobatan dan janji temu dan membantu memberikan struktur sepanjang hidup pasien, mengingat
sifat dinamis dari gangguan skizoafektif. Program kelompok yang mendukung juga dapat
membantu jika pasien berada dalam isolasi sosial dan memberikan rasa pengalaman bersama di
antara para peserta.

V.2.3 ECT (Terapi Elektrokonvulsif)


ECT biasanya merupakan pengobatan terakhir. Namun, tidak hanya telah digunakan dalam
kasus-kasus mendesak dan resistensi pengobatan, tetapi juga harus dipertimbangkan dalam
augmentasi farmakoterapi saat ini.21,22 Gejala terindikasi yang paling umum adalah katatonia dan
agresi. ECT aman dan efektif untuk sebagian besar pasien rawat inap kronis.21,22

V.3 PROGNOSIS
Tingkat pemulihan skizoafektif mulai antara 29% dan 83% di seluruh sampel penelitian.
Sekitar 20%-30% pasien menunjukkan perjalanan yang memburuk dengan gejala psikotik yang
persisten.11,16,18

60% dari orang dengan gangguan skizoafektif bersifat polifasik, yang berarti terdiri dari
lebih dari tiga episode. Oligofasik (kurang dari tiga episode) jarang terjadi hanya 20%, dan
monofasik hampir tidak pernah terjadi (10%). Frekuensi episode tergantung pada seberapa sukses
terapi profilaksis dan penentuan apakah itu skizoafektif bipolar atau unipolar. Gangguan bipolar,
terdiri dari episode yang lebih banyak dan lebih sering daripada gangguan unipolar.

Karena itu, dalam bipolar jumlah dan frekuensi siklus gangguan skizoafektif (siklus adalah
periode waktu antara awal suatu episode dan awal episode berikutnya) lebih cepat. Panjang
episode tergantung pada keberhasilan terapi di dalamnya; bentuknya apakah itu sedang depresi,
manik, atau campuran; pada apakah ada skizo-mendominasi simptomatologi dan apakah
perubahan persisten (residual) terjadi: episode campuran, skizo-didominasi bentuk dan terjadinya
perubahan yang persisten tampaknya predisposisi untuk episode yang lebih lama.15,21

Prognosis jangka panjang: Salah satu temuan yang disetujui adalah bahwa status residual
(atau perubahan persisten) terjadi lebih jarang pada gangguan skizoafektif daripada di skizofrenia,
tetapi lebih sering terjadi gangguan mood murni.15 Lebih dari 50% pasien skizoafektif, gejalanya
berhenti. Hanya 20% pasien yang mengalami gangguan atau gejala subjektif sedang atau berat
dan 25% lainnya menderita gejala ringan sampai sedang. Gejala residu terjadi jauh lebih lambat
daripada skizofrenia tetapi lebih awal dari pada gangguan mood. Lebih dari setengah dari pasien
dengan gangguan skizoafektif menunjukkan hasil yang baik pada adaptasi sosial sesuai dengan
kriteria WHO, walau mereka telah menderita gangguan ini sejak lama. 75% dari mereka masih
dapat bekerja (15% dari mereka masih bekerja dengan beberapa batasan). Sebagian besar pasien
dengan gangguan skizoafektif (80%), bagaimanapun, masih bisa hidup sendiri dan dapat merawat
mereka yang bergantung pada mereka, bahkan setelah jangka panjang penyakit mereka
(dibandingkan dengan sekitar 40% pasien dengan skizofrenia.15

Bunuh diri: Bunuh diri adalah salah satu masalah terbesar dalam gangguan schizoafektif.
Ketika terjadi hanya episode skizodepresif, kejadian bunuh diri tampaknya lebih tinggi daripada
gangguan mood murni. Total gejala bunuh diri , pemikiran bunuh diri, percobaan bunuh diri dan
bunuh diri harus dicatat bahwa lebih dari dua pertiga pasien dengan gangguan skizoafektif
mengembangkan gejala bunuh diri setidaknya sekali dalam jangka panjang. Kombinasi
keputusasaan melankolis dan penundukan psikotik yang mengkarakterisasi episode
skizodepresif merupakan faktor risiko penting. Menurut penelitian epidemiologi, sekitar 12%
pasien skizoafektif meninggal karena bunuh diri.22

V.4 KESIMPULAN
Gangguan schizoafektif adalah gangguan nosokologis yang banyak ditemukan pada
realita. Banyak orang yang terkena, sekitar 20 hingga 30% dari semuanya yang disebut "psikosis
endogen" tampaknya bersifat skizoafektif. Gangguan skizoafektif adalah penyakit seumur hidup
yang disertai dengan tingkat bunuh diri yang tinggi. Meskipun terapi lebih kompleks daripada
skizofrenia atau gangguan mood, prognosis mereka jauh lebih baik daripada skizofrenia, tetapi
tidak sebagus pada gangguan mood. Gangguan skizoafektif biasanya adalah polifasik dan mereka
membutuhkan perhatian seumur hidup.

Daftar Pustaka
1. Kaplan, Sadock. 2013. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2. Jakarta:EGC
2. Pagel T, Franklin J & Baethge C. 2014. Schizoaffective disorder diagnosed according to
different diagnostic criteria – systematic literature search and meta-analysis of key clinical
characteristics and heterogeneity. Journal of Affective Disorders, 156,111–118.
doi:10.1016/j.jad.2013.12.001
3. Olfson M, Marcus SC, Wan GJ. 2009. Treatment patterns for schizoaffective disorder and
schizophrenia among Medicaid patients. Psychiatr. Serv. 60, 210–216.
4. Scully PJ, Owens JM, Kinsella A et al. 2004. Schizophrenia, schizoaffective and bipolar
disorder within an epidemiologically complete, homogeneous population in rural Ireland:
small area variation in rate. Schizophr Res, 67: 143–55.
5. Canuso CM, Pandina G. 2007. Gender and schizophrenia. Psychopharmacol Bull; 40:178-
190.disorders. In: Gelder MG, Andreasen NC, Lopez-Ibor JL Jr et al New Distinction between
Schizophrenia and Schizoaffective Disorder. Front
6. Tsuang MT, Stone WS, Faraone SV. 2009. Schizoaffective and schizotypal
7. Marneros A. 2012. Schizoaffective Disorder. Korean J Schizophr Res;15:5-12
8. World Health Organization. 1991. ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders
9. American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th edition. (DSM-IV)., Washington
10. APA. Proposed Draft Revisions to DSM Disorders and Criteria (DSM-V Proposal). 2010.
11. Abrams DJ, Rojas DC, Arciniegas DB. 2008. Is schizoaffective disorder a distinct categorical
diagnosis? A critical review of the literature. Neuropsychiatr DisTreat, 4: 1089-109.
12. Stip E, Sepehry AA, Prouteau A et al. 2005. Cognitive discernible factors
13. Heinrichs RW, Ammari N, McDermid Vaz S et al. 2008. Are schizophrenia and schizoaffective
disorder neuropsychologically distinguishable? SchizophrRes, 99: 149-54.Hum Neurosci, 3:
70.issues and future recommendations. Bipolar Disord, 10: 215-30.
14. Mathalon DH, Hoffman RE, Watson TD et al. 2010. Neurophysiological
15. Marneros A. 2012. Schizoaffective Disorder. Korean J Schizophr Res;15:5-12
16. Malhi GS, Green M, Fagiolini A et al. 2008. Schizoaffective disorder:diagnostic
17. Kantrowitz JT, Citrome L (2011) Schizoaffective disorder: a review of current research themes
and pharmacological management. CNS Drugs, 25: 317-31.
18. Jager M, Becker T, Weinmann S, Frasch K. 2009. Treatment of schizoaffective disorder - a
challenge for evidence-based psychiatry. Acta Psychiatr Scand;121:22-32.
19. Baethge C. 2003. Long-term treatment of schizoaffective disorder: re- view and
recommendations. Pharmacopsychiatry between schizophrenia and schizoaffective disorder.
Brain Cogn, 59: 292–5.
20. Mensink GJ, Slooff CJ. 2004. Novel antipsychotics in bipolar and schizoaffective mania. Acta
Psychiatr Scand;109:405-419. Oxford textbook of Psychiatry 2nd ed. New York: Oxford
University Ress; p. 595- 602
21. Zarate CA, Tohen M. 1996. Outcome of mania in adults. In: K.I. Shul- man, M. Tohen, S.
Kutcher, Editors, Mood disorders across the life span, Wiley-Liss, New York
22. Rohde A, Marneros A. 1990. Suizidale Symptomatik im Langzeitver- halten schizoaffektiver
Psychosen: Symptomkonstellation und soziale Faktoren. Nervenarzt;61:164-169.

Anda mungkin juga menyukai