Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

SKIZOAFEKTIF
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepemitraan Klinik Stase (KKS) Ilmu
Pskiatri Rumah Sakit Haji Medan Sumatera Utara

Disusun Oleh:
Novrizal Muhammad Fadillah (21360015)

Pembimbing :
dr. Nazli Mahdinasari Nasution, M. Ked, Sp. KJ

KEPEMITRAAN KLINIK SENIOR SMF PSKIATRI FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RUMAH SAKIT UMUM
HAJI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tugas

referat yang berjudul SKIZOAFEKTIF . Saran dan kritik yang membangun dari berbagai

pihak diharapkan agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuatnya lebih baik

lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nazli Mahdinasari
Nasution, M. Ked, Sp. KJ. Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 19 Agustus 2022

Penyusun

Novrizal Muhammad Fadillah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
TUJUAN PENELITIAN ................................................................................. 2
BAB II
SEJARAH ........................................................................................................ 3
DEFINISI ......................................................................................................... 4
EPIDEMIOLOGI ............................................................................................. 4
ETIOLOGI ....................................................................................................... 5
MANIFESTASI KLINIS ................................................................................. 6
DIAGNOSIS .................................................................................................... 9
DIAGNOSIS BANDING ................................................................................ 12
PROGNOSIS ................................................................................................... 14
PENATALAKSANAAN ................................................................................. 14
BAB III
KESIMPULAN ................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai

dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan

afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model

konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe

gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang

berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood.

Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok

heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala

gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit

yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila

gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan

disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe

depresif, gejala depresif yang menonjol. Gejala yang khas pada pasien skizofrenik

berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi

disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.

Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,

merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa

diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi nkriteria baik episode

manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode secara tepat. Pada setiap

diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan

untuk menyingkirkan penyebab organik. semua kondisi yang dituliskan di dalam


1
diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan. Sebagai

suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di

pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan

gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif

memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif

maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien

dengan skizofrenia.

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk dapat lebih mengetahui dan

memahami tentang diagnosis dan penatalaksanaan Skizoafektif. Selain itu juga

bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam kepaniteraan klinik di Departemen

Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Umum Haji Medan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. SKIZOAFEKTIF

A. SEJARAH

Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya

menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif

(mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang

memburuk, Kirby dan Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis

manic-depresif Emil Kraepelin.

Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah “gangguan skizoafektif”

untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang

bermakna. Pasien dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba,

seringkali pada masa remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid

yang baik, dan seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului onset gejala.

Riwayat keluarga pasien sering kali terdapat suatu gangguan mood. Kasanin percaya

bahwa pasien memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933 sampai kira-kira tahun

1970, pasien yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin secara

bervariasi diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal,

skizofrenia dalam remisi, dan psikosis sikloid – istilah-istilah yang menekankan suatu

hubungan dengan skizofrenia.

3
B. DEFINISI

Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun

gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia

yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif

yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan

tipe depresif.

Sesuai dengan istilah yang digunakan, gangguan skizoafektif mempunvai

gambaran baik skizofienia maupun gangguan afektif (saat ini disebut gangguan

mood). Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif telah berubah seiring waktu,

sebagian besar merupakan refleksi perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan

gangguan mood namun, tetap merupakan diagnosis yang paling baik untuk pasien

yang rnempunyai gejala campuran keduanya.

C. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi skizoafektif di seluruh dunia sekitar 0,3% dengan usia awitan pada

laki-laki lebih dulu dibandingkan pada perempuan. Sebanyak 30% kasus terjadi

pada usia 25-35 tahun dan lebih sering terjadi pada perempuan. Estimasi jumlah

pasien skizoafektif sebanyak 10% - 30% dari seluruh pasien dengan psikosis.

Kemudian prevalensi psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga.

Artinya, dari 1000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang memiliki

anggota keluarga pengidap psikosis. Sedangkan Prevalensi seumur hidup

gangguan skizoafektif kurang dari 1%, mungkin berkisar antara 0,5% –

0,8%. Tetapi gambaran tersebut masih merupakan perkiraan. Gangguan

skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada orang tua

daripada orang muda, prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah

pada laki-laki dibanding perempuan, terutama perempuan menikah. Usia

4
awitan perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia.

Laki-laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku

antisosial dan mempuinyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai.

National comorbidity study : 66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81% pernah

didiagnosa gangguan afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan

bipolar.

D. ETIOLOGI

Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari

waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin

mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan

skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.

Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual

telah diajukan :

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe

gangguan mood

2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari

skizofrenia dan gangguan mood

3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang

berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan

mood

4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok

gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan yang pertama.

5
Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan tersebut

telah memeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon pengobatan jangka

pendek, dan hasil akhir jangka panjang.

Walaupun banyak pemeriksaan terhadap keluarga dan genetika yang dilakukan

untuk mempelajari gangguan skizoafektif didasarkan pada anggapan bahwa

skizofrenia dan gangguan mood adalah keadaan yang terpisah sama sekali, namun

beberapa data menyatakan bahwa skizofrenia dan gangguan mood mungkin

berhubungan secara genetic. Beberapa kebingungan yang timbul dalam penelitian

keluarga pada pasien dengan gangguan skizoafektif dapat mencerminkan perbedaan

yang tidak absolute antara dua gangguan primer. Dengan demikian tidak mengejutkan

bahwa penelitian terhadap sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif telah

melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak

ditemukan diantara sank saudara pasien yang pasien dengan skizoafektif, tipe bipolar;

tetapi, sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, mungkin

berada dalam resiko yang lebih tinggi menderita skizofrenia daripada suatu gangguan

mood.

E. MANISFESTASI KLINIS

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik

gejala gangguan mood maupun gejala skizofrenik yang menonjol dalam

episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian

dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada

episode penyakit yang sama, gangguan tersebut disebut gangguan

skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif,

gejala depresif yang menonjol.

6
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,

perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala

gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis

gangguan jiwa (PPDGJ-III):

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau

kurang jelas) :

a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau

- “thought insertion or withdrawal ” = isi yang asing dan luar masuk ke

dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya;

b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara

jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran,

tindakan, atau penginderaan khusus)

- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat;

7
c) Halusinasi Auditorik: 

-  Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau 

-  Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau  

-  Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan

di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain) Atau paling sedikit

dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai

baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide

berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi

setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus

menerus;

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah ( excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,

mutisme, dan stupor;

8
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan

bermakna dalam mutu keseluruhan ( overall quality) dan beberapa aspek

perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya

minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri

sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

F. DIAGNOSIS

Karena konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik

skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk

gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria

diagnostik untuk kedua kondisi lain.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa

pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode

manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif

dari skizofrenia. Di samping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama

sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala

gangguan mood juga harus diteukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan

residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari

9
mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan

skizoafektif.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif


A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terdapat
baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan gejala
yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel 1. dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4. Hak
cipta American Psychiatric Association. Washington. 1994.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita

gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang

pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe

manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien

diklasifikasikan menderita tipe depresif.

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena

cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi

lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk

sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada

bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap

10
jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau

halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada gangguan afektif

tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III


 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada
saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode
manik atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain
mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33)

Menurut PPDGJ-III :

F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manic

Pedoman Diagnostik

 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang tunggal

maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif

tipe manic.

 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu

menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.

 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi

dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia,

F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).

11
F 25.1 Skizoafektif tipe depresif

Pedoman diagnostik

 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang

tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar di dominasi oleh

skizoafektif tipe depresif.

 Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik

depresif maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk

episode depresif (F 32)

 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi

dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia,

F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

 Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-sama

dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya

F25.9 Gangguan Skizoafektif YTT

G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding psikiatri biasanya mencakup semua bentuk gangguan mood

dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis

lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik gejala. Riwayat

penyalahgunaan obat dengan atau tanpa uji penapisan toksikologi positif dapat

mengindikasikan gangguan terinduksi zat. Keadaan medis sebelumnya, pengobatan,

atau keduanya dapat menyebabkan gangguan psikotik dan mood. Setiap kecurigaan

terhadap kelainan neurologis perlu didukung dengan pemeriksaan pemindaian (scan)

12
otak untuk menyingkirkan patologi anatomis dan elektroensefalogram untuk

menentukan setiap gangguan bangkitan yang mungkin (cth., epilepsi lobus

temporalis). Gangguan psikotik akibat gangguan bangkitan lebih sering terjadi

daripada yang terlihat pada populasi umum. Gangguan tersebut cenderung ditandai

dengan paranoia. halusinasi, dan ide rujukan. Pasien epileptik dengan psikosis

diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih baik daripada pasien dengan gangguan

spektrum skizofrenik. Kontrol bangkitan yang lebih baik dapat mengurangi psikosis.

Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis

lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua

kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan

gangguan mood perlu dipertimbangkan. Pasien yang diobati dengan steroid,

penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien

dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang

dengan gejala skizofrenik  dan gangguan mood yang bersama-sama. Setiap

kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu didukung dengan

pemeriksaan pemindaian (CT Scan) otak untuk menyingkirkan kelainan

anatomis dan elektroensefalogram untuk memastikan setiap gangguan yang

mungkin.

Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang

dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik

klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala

gangguan mood pada masa tersebut atau masalalu. Dengan demikian,

klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis

yang paling akut telah terkendali.

13
H. PROGNOSIS

Mengingat ketidakpastian dan berkembangnya diagnosis gangguan skizoafcktif,

pcrjalanan jangka panjang dan prognosis gangguan ini sulit ditentukan. Berdasarkan

definisi diagnosis, kita dapat mengharapkan pasien dengan gangguan skizoafektif

mengalami perjalanan yang sama seperti gangguan mood episodik. skizofrenik

kronik, atau beberapa hasil intermedia. Telah diduga bahwa peningkatan adanya

gejala skizofrenik memprediksi prognosis lebih buruk. Selelah 1 tahun, pasien dengan

gangguan skizoafektif mempunyai hasil berbeda yang bergantung apakah gejala

dominannya afektif (prognosis lebih baik) atau skizofrenik (prognosis lebih buruk).

Satu studi yang mempelajari pasien yang di diagnosis gangguan skizoafektif selama 8

tahun mendapatkan hasil pasien tersebut lebih menyerupai skizofrenia dari pada

gangguan mood dengan gambaran psikotik.

Data menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,

mempunyai prognosis yang mirip dengan pasien dengan gangguan bipolar I dan

bahwa pasien dengan gangguan pramorbid yang buruk; onset yang perlahan-perlahan;

tidak ada factor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala deficit atau

gejala negative; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan

riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut

mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama

dari Scheneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.

I. PENATALAKSANAAN

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah

perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.

14
• Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) dengan megembangkan

cara berpikir alternatid, fleksibel, dan positif serta melatih kembali

respon kognitif dan pikiran yang baru.

• Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik:

- Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara pengobotan,

efek samping pengobatan.

- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin kontrol

setelah pulang dari perawatan.

- Menggali kemampuan pasien yang bisa dikembangkan.

1. Pengobatan Psikososial

Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan

keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang

psikiatri sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan

skizoafektif yang sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan

kepada pasien. Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien

mengalamaikeadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus

berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan untuk

menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut.

2. Pengobatan Farmakoterapi

Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan

skizoafektif adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan

pemberian antimanik atau antidepresan. Pemberian obat antipsikotik

diberikan jika perlu dan untuk pengendalian jangka pendek.

15
Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diberikan

farmakoterapi berupa lithium carbonate, carbamazepine (tegretol),

valproate (Depakene), ataupun kombinasi dari obat anti mania jika satu

obat saja tidak efektif. Sedangkan pasien dengan gannguan skizoafektif

tipe depresif dapat diberikan antidepresan. Pemilihan obat antidepresan

memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya.

Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) sering digunakan sebagai

agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau insomnia dapat

disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan dengan

antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi elektrokonvulsif.

Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma

dan tes fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus dilakukan secara

berkala.

16
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang

m e m i l i k i g e j a l a s k i z o f r e n i a d a n gejala afektif yang terjadi bersamaan dan

sama-sama menonjol. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada

laki-laki dibandingkan para wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset

untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada

skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa

genetik dan lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah

termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan

depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala

definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada

saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain , dalam episode

yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode

skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran

keduanya. Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan

skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi kognitif.

Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan

a n t i d e p r e s a n b i l a m e m e n u h i k r i t e r i a d i a g n o s t i k   gangguan skizoafektif tipe

depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi

yang diberikan adalah antara anti ps ikotik dengan mood stabilizer. Prognosis

bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala

skizofrenianya, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten

gejala skizofrenianya maka prognosisnya buruk. Dan sebaliknya semakin

persisten gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Illness NA on M. Schizoaffective Disorder [Internet]. 2021. Available from:


https://www.nami.org/About-Mental-Illness/Mental-Health
Conditions/Schizoaffective-Disorder5.
2. Jayani DH. Persebaran Prevalensi Skizofrenia / Psikosis di
Indonesia. 2019;2019.
3. Marshalita, N, Rokhmani CF. Penatalaksanaan Kasus Skizoafektif Tipe
Depresi pada Ny. SH Usia 44 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran
Keluarga. 2021. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Universitas Lampung :
Bandar Lampung.
4. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta
5. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatri.
9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins. 2003
6. Wy TJP, Saadabadi A. Schizoaffective Disorder [Internet]. StatPearls.
Bethesda: NCBI; 2021. 1–22 p. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541012/4.

18

Anda mungkin juga menyukai