Anda di halaman 1dari 51

REFERAT

TUMOR PAYUDARA

Disusun oleh:
Betty Astuti
H1AP11028

Pembimbing:

Dr. dr. Julian Famil, Sp.B, FICS, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT


BHAYANGKARA BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Payudara

Payudara terdapat pada perempuan dan laki-laki yang

merupakan kelenjar aksesoris kulit yang berfungsi menghasilkan susu

dan terletak pada iga dua sampai iga enam, dari pinggir lateral

sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki oleh

perempuan dan laki-laki dan bentuknya sama sebelum dewasa.

Kelenjar payudara ini pada perempuan akan membesar dan

membentuk setengah lingkaran pada masa pubertas dan pada laki-laki

tidak terjadi pembesaran. Pembesaran kelenjar ini di bawah pengaruh

hormon ovarium dan merupakan akibat dari penimbunan lemak

(Snell, 2011).
Gambar 2.1 Payudara Pada Wanita Dewasa (Snell, 2011)

Payudara merupakan kelenjar kulit khusus yang terdiri atas

lemak, kelenjar, dan jaringan ikat. Setiap payudara terdiri atas 15-30

unit dukto-lobular fungsional yang tersusun radial di sekitar puting

susu. Struktur pada payudara terdapat lobus-lobus yang dipisahkan

oleh septa jaringan ikat (ligamentum suspensorium) yang berjalan

dari fasia profunda menuju kulit di atasnya. Duktus laktiferus keluar

dari setiap lobus dan bersatu pada puting. Terdapat pelebaran pada

bagian terminal duktus laktiferus dan kemudian terus ke puting susu

di mana air susu dikeluarkan. Saluran utama tiap lobus bermuara di

papilla mammaria dan mempunyai ampulla yang melebar. Dasar

papilla mammaria dikelilingi oleh areola daerah gelap di sekitar

puting susu dan terdapat tonjolan-tonjolan kecil yang diakibatkan

oleh kelenjar areola di bawahnya (Faiz, 2008).


B. Fisiologi Payudara

Pada payudara terjadi perubahan yang dipengaruhi oleh

hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui

masa pubertas, masa fertilitas, sampai klimakterium, hingga

menopause. Pada masa pubertas pengaruh esterogen dan progesteron

yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan

berkembangnya duktus dan timbulnya asinus (Sjamsuhidajat, 2010).

Perubahan kedua terjadi sesuai dengan siklus haid. Sekitar hari

ke-8 haid, payudara membesar dan pada beberapa hari sebelum haid

selanjutnya terjadi pembesaran maksimal. Selama beberapa hari

menjelang haid, payudara menegang dan terasa nyeri (Sjamsuhidajat,

2010).

Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui.

Pada masa kehamilan pembesaran payudara terjadi karena epitel

duktus lobus dan duktus alveolus berproliferasi dan tumbuh duktus

baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi.

Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian


dikeluarkan melalui duktus ke puting susu yang dipicu oleh oksitosin

(Sjamsuhidajat, 2010).

C. Histologi Payudara

Kelenjar mammae yang tidak aktif ditandai oleh banyaknya

jaringan ikat dan sedikit unsur kelenjar. Beberapa perubahan siklik di

kelenjar mammae mungkin terlihat selama siklus haid. Lobulus

kelenjar terdiri dari tubulus kecil atau duktus intralobularis yang

dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah. Di dasar epitel

adalah sel mioepitel kontraktil. Duktus interlobularis yang lebih besar

mengelilingi lobulus dan duktus intralobularis (Eroschenko, 2010).

Duktus intralobularis dikelilingi oleh jaringan ikat longgar

intralobularis yang mengandung fibroblas, limfosit, sel plasma, dan

eosinofil. Lobulus dikelilingi oleh jaringan ikat padat interlobularis

yang mengandung pembuluh darah, venula dan arteriol. Kelenjar

mammae terdiri dari 15 sampai 25 lobus, yang masing-masing adalah

kelenjar campuran tubuloalveolar. Setiap lobus dipisahkan oleh


jaringan ikat padat interlobularis. Duktus laktiferus muncul dari

setiap lobus di permukaan papilla mammae (Eroschenko, 2010).

(Eroschenko, 2010).

Gambar 2.2 Histologi Payudara (Eroschenko, 2010).

D. Tumor Payudara

1. Definisi Tumor Payudara

Tumor sering disebut juga sebagai neoplasma yang berarti

pertumbuhan baru jaringan yang multiplikasi selnya tidak terkontrol

dan progresif serta merupakan salah satu tanda utama peradangan

(Dorland, 2011). Pertumbuhan sel tumor dapat digolongkan sebagai

jinak (benign) dan ganas (malignant). Suatu tumor dikatakan jinak

apabila tumor tersebut akan tetap terlokalisasi, tidak dapat menyebar


ketempat lain dan dikatakan ganas (malignant) yang secara kolektif

disebut kanker apabila lesi dapat menginvasi dan merusak struktur di

dekatnya (Kumar et al., 2007). Neoplasma membentuk tonjolan,

tetapi tidak semua tonjolan disebabkan oleh neoplasma (Sukardja,

2000).

Tumor payudara didefinisikan sebagai neoplasma primer dari

payudara kecuali yang berasal dari jaringan lunak (Haward et al.,

2010). Tumor payudara merupakan benjolan (neoplasma) tidak

normal akibat pertumbuhan sel yang terjadi secara terus menerus

(Crum et al., 2007).

2. Epidemiologi

Tumor ganas (kanker) payudara merupakan jenis kanker yang

paling umum pada wanita di Amerika Serikat (selain kanker kulit).

Pada tahun 2012, sekitar 227.000 wanita Amerika didiagnosis dengan

kanker payudara (National Cancer Institute, 2012).

Menurut Global Cancer Statistic, pada tahun 2015 estimasi

kanker payudara menempati peringkat pertama kasus kanker yang

didiagnosis dan menjadi penyebab kematian kedua setelah kanker


paru-paru. Sekitar 29% (231.840) dari total kasus baru dan 15%

(40.290) dari total kematian akibat kanker (Siegel et al., 2015).

Di Indonesia, kanker payudara merupakan salah satu jenis

kanker yang banyak terjadi. Kanker tertinggi di Indonesia pada

perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher rahim.

Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for Research

on Cancer (IARC) tahun 2012, insidensi kanker payudara sebesar 40

per 100.000 perempuan, kanker leher rahim 17 per 100.000

perempuan. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit di

seluruh Indonesia pada tahun 2010, kasus rawat inap kanker payudara

12.014 kasus (28,7%), kanker leher rahim 5.349 kasus (12,8%)

(KEMENKES RI 2014).

Insiden kanker payudara bervariasi secara global dimana

Amerika Utara dan Eropa Barat merupakan daerah dengan jumlah

kasus tertinggi, kasus pertengahan terjadi di Amerika Selatan dan

Eropa Timur, sedangkan kasus yang relatif rendah terjadi di Asia

(Singh, 2007).

3. Etiologi
Meskipun fisiologi payudara telah dipahami dengan baik,

pengetahuan mengenai patobiologi kanker payudara hingga saat ini

belum cukup. Pada Gambar 2.3 memperlihatkan faktor etiologi yang

berpengaruh terhadap perkembangan kanker payudara.

Gambar 2.3 Faktor etiologi yang terlibat dalam perkembangan kanker

payudara (Ellis et al., 2003).

Kanker payudara merupakan penyakit yang multifaktor,

kemungkinan terkaitnya genetik, lingkungan, hormon, virus, dan

faktor diet. Tetapi hal ini belum dapat ditentukan secara pasti.
4. Klasifikasi Histopatologi

Berdasarkan gambaran histologinya, WHO tahun 2012

membaginya menjadi beberapa bagian yang dapat dilihat pada

lampiran 1. Secara umum tumor payudara itu dibagi menurut asal

tumor. WHO membaginya menjadi epithelial tumours, mesenchymal

tumours, fibroepithelial tumours, tumours of the nipple, malignant

lymphoma, metastatic tumours, tumours of the male breast, dan

clinical patterns. Berikut uraian tentang jenis tumor payudara:

(Lakhani et al., 2012).

a. Epithelial tumours

Tumor epitel dapat bersifat jinak dan juga dapat bersifat

ganas. Tumor jinak epitel disebut adenoma jika terbentuk dari

epitel kelenjar dan disebut papiloma jika berasal dari epitel

permukaan dan mempunyai arsitektur papiler. Papiloma yang

timbul dari epitel permukaan duktus kelenjar disebut papiloma

intraduktus. Tumor ganas epitel disebut karsinoma. Karsinoma

adalah kelainan yang muncul dari komponen epitel payudara.

Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu


jaringan glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang).

Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus) dan salurannya

(ductus). Kelainan pada epitel payudara bertanggung jawab lebih

dari 90% kasus pada tumor payudara sisanya adalah kelainan non

epitel. Tumor epitel payudara dibagi kedalam subtipenya antara

lain:

1) Invasive breast carcinoma

2) Epithelial-myoepithelial tumours

3) Precursor lesions

4) Intraductal proliferative lesions

5) Papillary lesions

6) Benign epithelial proliferations

Kebanyakan tumor epitel payudara bersifat ganas atau

karsinoma. Karsinoma payudara digolongkan berdasarkan ada atau

tidak adanya penetrasi (penerobosan) membran basal yang

berfungsi membatasi pertumbuhan. Karsinoma in situ yang masih

berbatas dan apabila sudah terjadi penetrasi dan menyebar disebut


karsinoma invasif atau infiltratif. Menurut klasifikasi ini bentuk

utama kanker payudara adalah sebagai berikut:

Karsinoma Non-invasif duktal (in situ) / ductal carsinoma in situ

(DCIS)

Karsinoma duktal in situ merupakan kanker non-invasif

dimana sel-sel abnormal ditemukan pada lapisan duktus laktiferus.

DCIS mempunyai gambaran histologis yang bermacam-macam,

dari arsitekturnya yaitu tipe solid, kribiformis, papilaris, dan

clinging serta gambaran nukleus yang bervariasi dari derajat

rendah dan monomorfik hingga derajat tinggi dan heterogen.

Prognosis DCIS lebih dari 97% pasien dapat bertahan hidup lama

(Lester, 2005).
Gambar 2.4 Low grade DCIS (Lester, 2005).

Karsinoma lobular in situ / lobular carsinoma in situ (LCIS)

Karsinoma lobular in situ (LCIS) mempunyai penampilan

seragam (uniform). Dimana selnya bersifat monomorfik dengan

inti polos, bulat dan terjadi pada kluster kohesif renggang di dalam

lobulus. Sepertiga wanita dengan riwayat LCIS nantinya akan

berkembang menjadi karsinoma invasif (Sattar, 2015).

LCIS cenderung bersifat multifokal dan bilateral. LCIS tidak

menghasilkan lesi yang dapat diraba dan tidak terlihat pada

mammografi. Kondisi ini biasanya merupakan temuan patologik

insidental. Sel-sel pada DCIS dan LCIS kehilangan ekspresi e-

cadherin, suatu protein transmembran yang bertanggung jawab

atas adhesi sel-sel epitelial. Pada keadaan ini ditemukan ‘loss of

heterozygocity’ pada 16q posisi gen e-cadherin (Rosen, 2001;

Crum et al., 2007).


Gambar 2.5 Karsinoma lobular in situ (Lester, 2005).

Karsinoma duktal invasif (tidak dispesifikasi lain) / Invasive

carcinoma of no special type (NST)

Karsinoma duktal invasif merupakan suatu istilah untuk

semua karsinoma yang tidak dapat dibuat subklasifikasi ke dalam

salah satu jenis kanker khusus. Mayoritas (70%-80%) kanker

termasuk kelompok ini. Kanker jenis ini biasanya berhubungan

dengan DCIS dan jarang dengan LCIS. Sebagian besar karsinoma

duktal memberikan respon desmoplastik, yang menggantikan

jaringan lemak payudara normal, (mengakibatkan densitas pada

mamogram) dan membentuk massa keras yang dapat diraba.

Tampilan mikroskopis kanker jenis ini sangat heterogen, berkisar


dari tumor dengan pembentukan tubuli yang berkembang

sempurna dengan inti derajat rendah hingga tumor yang terdiri

dari lembaran-lembaran sel anaplastik. Tepi tumor secara khas

tidak teratur. Invasi rongga limfovaskular dapat dijumpai. Sekitar

dua pertiga memaparkan reseptor esterogen atau progesteron dan

kira-kira satu pertiga menunjukkan ekspresi berlebihan dari

HER2/NEU (Sattar, 2015).

Gambar 2.6 Invasive carcinoma of no special type (NST). 84 year

old patient, mastectomy specimen (Lakhani et al., 2012).


Gambar 2.7 A Infiltrating invasive carcinoma, grade I. B

Infiltrating invasive carcinoma, grade II. C Invasive NST

carcinoma, grade III with no evidence of glandular

differentiation.Note the presence of numerous cells in mitosis, with

some abnormal mitotic figures present (Ellis et al., 2003).

Karsinoma lobular invasif

Karsinoma lobular invasif terdiri dari sel yang secara

morfologik identik dengan sel dari LCIS. Tipe kanker payudara ini

biasanya tampak sebagai penebalan di kuadran luar atas dari

payudara. Tumor ini berespon baik terhadap terapi hormon. Terjadi

sebanyak 5% dari kasus kanker payudara. Tersusun dalam untai

atau rantai yang terpisah seperti berkas tunggal (single file) karena

sel menginvasi secara individu ke dalam stroma. Sebagian besar

berbentuk sebagai masa yang dapat diraba atau perubahan


arsitektur pada mammografi. Karsinoma lobular dilaporkan paling

banyak dijumpai bilateral dan meningkat pada wanita yang

postmenopause.

Secara mikroskopis sel-sel tersebar tunggal atau membentuk

kelompokan kecil dengan karakteristik gambaran single files,

sitoplasma sedikit, banyak dijumpai naked cells, inti irregular,

hiperkromatik dan ukuran inti uniform. Ukuran sel sedikit lebih

besar dari limfosit, ukuran inti 11,8 μm, sitoplasma banyak dan

mengandung musin. Pada beberapa karsinoma lobular dijumpai

kondensasi droplet musin pada sentral (bulls eye inclusion) tetapi

keadaan ini bukan suatu karakteristik (Crum et al., 2007; Mills et

al., 2004; Sattar, 2015).


Gambar 2.8 Macroscopy of an invasive lobular carcinoma displays

an ill defined lesion (Ellis et al., 2003).

Gambar 2.9 Invasive lobular carcinoma (Ellis et al., 2003).

Karsinoma meduler

Kanker jenis ini merupakan subtipe yang jarang, jumlahnya

kurang dari 1% kanker payudara. Kanker ini terdiri dari lembaran-

lembaran sel anaplastik yang besar dengan perbatasan saling

mendesak (pushing borders) yang berbatas tegas. Pada gambaran


mikroskopisnya dijumpai infiltrat limfoplasmatik yang selalu

menonjol. Kanker ini terjadi pada wanita dengan mutasi BRCA 1,

walaupun wanita dengan karsinoma meduler biasanya bukan

pembawa-sifat atau carrier (Sattar, 2015).


Karsinoma koloid (musinosum)

Kanker jenis ini juga merupakan kanker subtipe yang jarang.

Tumor ini memproduksi musin ekstraseluler yang banyak, yang

membelah stroma sekitarnya. Gambaran kanker jenis ini

memperlihatkan massa berbatas tegas dan dapat menyebabkan

kekeliruan yang dianggap sebagai suatu fibroadenoma. Pada

pemeriksaan makroskopik, tumor biasanya lunak dan bersifat

sebagai gelatin (Sattar, 2015).

Karsinoma tubuler

Kanker jenis ini juga jarang dijumpai sebagai massa yang

dapat diraba tetapi merupakan 10% dari karsinoma invasif dengan

ukuran kurang dari 1 cm dan ditemukan pada penapisan dengan

mamografi. Kanker ini biasanya ditemukan sebagai densitas yang

tidak teratur pada mammografi. Pada gambaran mikroskopik

terlihat tubulus yang berbentuk sempurna dengan inti derajat

rendah (Sattar, 2015).

Papiloma intraduktus
Papiloma intraduktal merupakan pertumbuhan neoplastik

jinak. Papiloma intraduktal sering dijumpai pada wanita

premenopause dengan lesi yang khas bersifat soliter dan

ditemukan di dalam duktus laktiferus utama atau sinus (Sattar,

2015). Payudara ditandai dengan proliferasi sel-sel epitel dan

mioepitel yang melapisi fibrovaskular, sehingga menciptakan

struktur yang bercabang dalam lumen duktus yang dibagi menjadi

sentral (duktus besar) papiloma biasanya, terletak di subareolar dan

papiloma perifer yang timbul di terminal duktus lobular unit.

Gejala yang sering timbul berupa sekresi cairan berdarah dari

puting susu. Terapi yang dilakukan untuk menghilangkan papiloma

melalui insisi atau eksisi (sahu et al., 2012).


Gambar 2.10 Papiloma intraduktal (Lester, 2005).

b. Mesenchymal tumours

Tumor mesenkimal payudara baik jinak maupun ganas

jarang ditemui dalam praktek klinis, tumor jinak jaringan lemak

disebut lipoma. Pada nama tumor dapat pula terkandung nama asal

jaringan dan sifat morfologik tumor. Tumor ganas jaringan

mesenkim yang ditemukan kurang dari 1% diberi nama asal

jaringan dengan akhiran sarcoma. Sarcoma berarti neoplasma

ganas yang berasal dari jaringan mesenkim (padat) atau derivatnya.

Beberapa subtipe tumor masenkim payudara dapat dilihat pada

lampiran 1 (Dogan, 2011).


c. Fibroepithelial tumours

Tumor fibroepitel payudara merupakan tumor bifasik

dengan proliferasi epitel dan stroma yang baik. Tumor fibroepitel

payudara dibagi kedalam beberapa subtipenya antara lain:

Fibroadenoma

Fibroadenoma merupakan neoplasma jinak yang terutama

terdapat pada wanita muda. Setelah menopause, tumor tersebut

tidak lagi ditemukan (Sjamsuhidajat, 2010).

Fibroadenoma merupakan tumor bifasik, tersusun dari

stroma fibroplastik dan kelenjar yang dilapisi epitel. Kelainan ini

biasanya seperti masa soliter (tersendiri), berbatas tegas (dicrete),

dapat digerakkan (mobile), berdiameter 1 sampai 10 cm, dan

konsistensi padat. Peningkatan absolut atau relatif dari kadar

esterogen diperkirakan berperan pada perkembangan

fibroadenoma. Secara makroskopis, semua tumor teraba padat

dengan warna seragam coklat-putih pada irisan, dengan bercak-

bercak kuning merah muda yang mencerminkan daerah kelenjar.

Secara histologis, tampak stroma fibroblastik longgar yang


mengandung rongga mirip duktus berlapis epitel dengan ukuran

dan bentuk beragam. Rongga mirip duktus atau kelenjar ini dilapisi

satu atau lebih lapisan sel yang regular dengan membran basal

jelas dan utuh (Sattar, 2015).


Gambar 2.11 Fibroadenoma (Lester, 2005).

Tumor phyllodes

Tumor phyllodes (sistosarkoma phyllodes) merupakan

suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup secara lokal dan

mungkin ganas (10-15%). Tumor ini terdapat pada semua usia

tetapi kebanyakan pada usia sekitar 45 tahun (Sjamsuhidajat,

2010). Tumor phyllodes diperkirakan berasal dari stroma

intralobulus dengan garis tengah 3-4 cm. Perubahan yang paling

merugikan adalah peningkatan selularitas stroma disertai

anaplasia dan aktivitas mitotik yang tinggi, dan terjadi

peningkatan pesat ukuran, biasanya dengan invasi jaringan


payudara disekitarnya oleh stroma malignant (Crum et al.,

2007).

Tumor phyllodes tersusun dari sel epitel stroma neoplastik

dan kelenjar yang dilapisi epitel yang bersifat bifasik. Namun,

unsur stroma tumor ini lebih seluler dan berjumlah banyak

membentuk bangunan menjulur mirip daun (phyllodes adalah

kata latin untuk “mirip daun”) yang dilapisi epitel (Sattar, 2015).

Gambar 2.12 Tumor phyllodes (Lester, 2005)

d. Tumours of the nipple

Tipe ini jarang terjadi, gejala yang sering timbul adalah rasa

terbakar dan gatal pada payudara, tumor ini dapat duktal atau
invasif. Massa sering tidak dapat diraba dibawah puting tempat

dimana penyakit ini timbul (Lester, 2005).

e. Malignant lymphoma

Angka kejadian limfoma primer payudara sangat jarang

terjadi sekitar 0.04-0.5% kasus. Gambaran radiologis limfoma

payudara primer merupakan suatu lesi nodular solid. Subtipe dari

limfoma malignan antara lain diffuse large b-celllymhoma, burkitt

lymphoma, t-cell lymphoma, dan follicular lymphoma.

f. Metastatic tumours

Tumor payudara biasanya menyebar secara limfogen.

Distribusi penyebaran tergantung pada lokasi tumor, sebagian

besar tumor bermetastasis di kelenjar getah bening aksilayang

melibatkan satu atau lebih kelenjar.

g. Tumours of the male breast

Payudara laki-laki yang rudimenter relatif bebas terhadap

proses patologik. Hanya dua kelainan yang dijumpai pada

payudara laki-laki yaitu ginekomastia dan karsinoma.

Ginekomastia
Gambaran morfologik ginekomastia serupa dengan

hiperplasia intraduktus, secara makroskopis terbentuk

pembengkakan subareola mirip tombol, biasanya di kedua

payudara, tetapi terkadang pada satu payudara.

Karsinoma

Karsinoma terjadi pada usia lanjut dan jarng sekali tejadi.

Secara morfologis dan biologis, tumor ini mirip dengan karsinoma

invasif pada perempuan.

h. Clinical patterns

Terdapat dua pola klinis antara lain yaitu inflammatory carcinoma

dan bilateral breast carcinoma.

4. Sistem staging dan grading

American Joint Committee on Cancer telah menetapkan

sistem klasifikasi untuk kanker payudara edisi ke-7 tahun 2010

dengan sistem penamaan TNM, yaitu Tumor primer (T), Kelenjar

getah bening regional (N), dan Metastasis jauh (M) dapat dilihat pada

lampiran 3 (Perhimpunan Onkologi Indonesia, 2010).

a. Staging
Untuk stadium dari tumor payudara antara lain dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Pengelompokkan stadium (stage grouping) AJCC 2010

Stadium T N M
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium IA T1* N0 M0
Stadium IB T0 N1 Mi, M0
T1* N1 M1, M0
Stadium IIA T0 N1** M0
T1* N1** M0
Stadium IIB T2 N0 M0
T2 N1 M0
Stadium IIIA T3 N0 M0
T0 N2 M0
T1* N2 M0
T2 N2 M0
Stadium IIIB T3 N1 M0
T3 N2 M0
T4 N0 M0
Stadium IIIC T4 N1 M0
Stadium IV T4 N2 M0
Setiap T N3 M0
Setiap T Setiap N M1
Sumber: (Sjamsuhidajat, 2010).

1) Stadium 0: DCIS, termasuk penyakit Paget pada puting

payudara dan LCIS

2) Stadium I: Karsinoma invasif dengan ukuran ≤2 cm tanpa

adanya keterlibatan kelenjar getah bening (KGB)


3) Stadium IIA: Karsinoma invasif dengan ukuran ≤2 cm, disertai

keterlibatan KGB atau karsinoma invasif >2 cm dan kurang dari

5 cm tanpa disertai keterlibatan KGB.

4) Stadium IIB: Karsinoma invasif dengan diameter >2 cm dan <5

cm dengan keterlibatan KGB atau karsinoma invasif dengan

ukuran >5 cm tanpa disertai keterlibatan KGB.

5) Stadium IIIA: Karsinoma invasif ukuran berapapun, dengan

fiksasi KGB (menginvasi ke dalam struktur lain) atau karsinoma

berdiameter >5 cm dengan metastasis KGB nonfiksasi.

6) Stadium IIIB: Karsinoma inflamasi, karsinoma yang telah invasi

ke dinding dada, karsinoma yang telah invasi ke kulit,

karsinoma dengan nodul kulit satelit, atau karsinoma dengan

metastasis ke KGB mammaria internal ipsilateral.

7) Stadium IIIC: Karsinoma dengan ukuran berapapun, dengan

keterlibatan KGB yaitu KGB infraklavikula ipsilateral dengan

atau tanpa keterlibatan KGB aksila, atau KGB mamaria interna

dan terdapat metastasis KGB aksila secara klinis, atau KGB


supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB

aksila atau mamaria interna.

8) Stadium IV: Metastasis jauh.

b. Grading

Derajat histopatologi dari suatu karsinoma payudara

berdasarkan derajat diferensiasi dibagi menjadi tiga grade. Derajat

ditentukan berdasarkan gambaran sitologi nukleus sel tumor

dibandingkan dengan gambaran sel epitel payudara normal. Sistem

penilaian untuk menentukan derajat kanker payudara yaitu dengan

Nottingham Histologic Score system (the Elston-Ellis modification

of Scarff-Bloom-Richardson grading system).

Kriteria yang digunakan untuk menentukan Nottingham

Histologic Score system adalah sebagai berikut:

1) Diferensiasi glandular/tubular

a) Skor 1: >75% dari area tumor membentuk struktur kelenjar

atau tubular.

b) Skor 2: 10%-75% dari area tumor membentuk struktur

kelenjar atau tubular.


c) Skor 3: <10% dari area tumor membentuk struktur kelenjar

atau tubular.

2) Pleomorfik nucleus

a) Skor 1: Nukleus kecil dengan sedikit peningkatan ukuran sel

epitel payudara dibandingkan dengan sel normal, ukuran yang

sedikit bervariasi, garis reguler, dan kromatin nuklear

seragam.

b) Skor 2: Sel lebih besar dari normal dengan inti vesikular

terbuka, terlihat nukleolus, ukuran dan bentuk yang sedikit

bervariasi.

c) Skor 3: Nukleus vesikular, nukleolus menonjol, variasi dalam

ukuran dan bentuk, kadang-kadang dengan bentuk yang aneh

dan sangat besar.


3) Derajat mitosis sel tumor

Kriteria skor untuk derajat ini bervariasi tergantung

dengan diameter mikroskop yang digunakan. Dimana dihitung

aktivitas mitosis dalam 10 lapang pandang.

a) Skor 1: kurang dari atau sama dengan 7 mitosis per 10 lapang

pandang besar.

b) Skor 2: 8-14 mitosis per 10 lapang pandang besar.

c) Skor 3: 15 mitosis per 10 lapang pandang besar.

Masing-masing gambaran ini diberi nilai dari 1-3, dan

kemudian masing-masing skor ditambahkan untuk memberikan

skor total akhir mulai dari 3-9.

a) Grade I (derajat rendah / berdiferensiasi baik) dengan skor 3-

5: Sel kanker terlihat sedikit berbeda dari sel normal dan

tumbuh lambat.

b) Grade II (derajat sedang atau berdiferensiasi sedang) dengan

skor 6-7: Sel kanker tidak terlihat seperti sel normal dan sel

kanker berproliferasi lebih cepat dari sel normal.


c) Grade III (derajat tinggi atau berdiferensiasi buruk) dengan

skor 8-9: Sel kanker sangat jauh berbeda dari sel normal dan

sel kanker tumbuh dengan sangat cepat (John Hopkins

Medicine, 2015).

5. Faktor risiko

Etiologi kanker payudara belum diketahui secara pasti, namun

diduga beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya kanker

payudara adalah sebagai berikut:

1. Faktor Usia

Risiko terjadinya kanker payudara meningkat sepanjang

kehidupan, khususnya setelah menopause, dengan usia puncak 80

tahun; 75% wanita dengan kanker payudara usianya lebih dari 50

tahun, dan hanya 5% usianya dibawah 40 tahun (Sattar, 2015).

2. Faktor Keturunan dan Genetik

Sekitar 5-10% kanker payudara terjadi akibat adanya

predisposisi genetik mutasi gen BRCA1 (kromosom 17q21.3),

mutasi gen BRCA2 (kromosom 13q12-13), mutasi gen ATM

sebagai gen pengatur perbaikan DNA, mutasi gen CHEK2 dan gen
supressor tumor P53 merupakan predisposisi dari kanker payudara

(Sjamsuhidajat, 2010).

3. Faktor Hormonal dan Reproduksi

Kedua faktor ini juga berperan penting dalam kejadian

tumor payudara. Usia menarche yang lebih dini, di bawah usia 12

tahun terjadi peningkatan risiko sebanyak 3 kali, sedangkan usia

menopause yang terlambat, yakni di atas usia 55 tahun terjadi

peningkatan risiko sebanyak 2 kali. Perempuan diatas 35 tahun

yang melahirkan bayi aterm lahir hidup untuk pertama kalinya

mempunyai risiko tertinggi terkena kanker payudara

(Sjamsuhidajat, 2010).

4. Gaya Hidup

Obesitas yang terjadi pada pasca menopause akan

meningkatkan risiko kanker payudara sedangkan obesitas

premenopause dapat menurunkan risiko kanker payudara. Hal ini

dapat disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda terhadap

kadar hormon endogen (Sjamsuhidajat, 2010).


Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan risiko

sebesar 30%. Olahraga rutin pasca menopause juga menurunkan

risiko sebesar 30-40%. American Cancer Society

merekomendasikan olahraga selama 45-60 menit setiap hari.

Konsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kanker payudara

karena alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen endogen

sehingga mempengaruhi responsivitas tumor terhadap hormon

(Sjamsuhidajat, 2010).

5. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan diperkirakan karena adanya insidensi

kanker payudara yang bervariasi pada penduduk kelompok yang

secara genetik bersifat homogen dan perbedaan geografik dalam

prevalensi (Sattar, 2015).

6. Faktor Risiko lainya

Dalam penelitian terakhir, pemakaian jangka pendek terapi

kombinasi esterogen dan progesteron berhubungan dengan

peningkatan risiko terhadap kanker payudara (Sattar, 2015).


Pemakaian kontrasepsi oral tidak menunjukkan adanya

pengaruh terhadap risiko kanker payudara, juga pemakaian pil KB

dalam jangka waktu lama atau dengan wanita dengan riwayat

adanya kanker payudara dalam keluarga (Sattar, 2015).

Radiasi pengion pada dada meningkatkan risiko kanker

payudara. Besarnya risiko bergantung pada dosis radiasi, jangka

waktu sejak pajanan, dan usia (Sattar, 2015).

Faktor risiko lain yang kurang pasti, misalnya obesitas,

konsumsi alkohol, diet tinggi lemak, telah dikaitkan dengan

timbulnya kanker payudara melalui analisis penelitian populasi

(Sattar, 2015).

7. Diagnosis

a. Anamnesis

Keluhan utama yang sering dialami penderita tumor

payudara berupa massa atau benjolan, nyeri, nipple discharge,

nipple retraksi, krusta pada areola, kelainan kulit (cekungan, peau

d’orange, ulserasi, venektasi, perubahan warna), dan faktor-faktor

risiko tumor payudara (Ramli et al., 2003).


b. Pemeriksaan penunjang

1) Mammografi

Mamografi dapat digunakan sebagai metode pilihan

deteksi dini kanker payudara pada tumor yang tidak teraba saat

palpasi. Hasil dari mamografi dikonfirmasi dengan Fine Needle

Aspiration Biopsy (FNAB), core biopsy, atau biopsi bedah

(Sjamsuhidajat, 2010).
Gambar 2.13 A Mammogram of infiltrating carcinoma,

clinically occult, less than 1 cm. B Mammographic detail of

small, non-palpable, infiltrating carcinoma (<1 cm). C

Macroscopic picture (Ellis et al., 2003).

2) Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat membedakan lesi solid dan kistik

serta menentukan ukuran lesi (Sjamsuhidajat, 2010).

3) MRI

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia muda, untuk

mendeteksi adanya rekurensi pasca-BCT, dan mendeteksi

adanya rekurensi dini keganasan payudara (Sjamsuhidajat,

2010).

4) Imunohistokimia

Dilakukan untuk membantu terapi target, antara lain

pemeriksaan status ER (esterogen receptor), PR (progesterone

receptor), c-erbB-2(HER-2 neu), cathepsin-D, p53 (bergantung

situasi).
c. Biopsi

Setiap ada kecurigaan dari hasil pemeriksaan fisik dan

mammografi, biopsi harus dilakukan (Sjamsuhidajat, 2010).

1) Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

Jaringan tumor diaspirasi dengan jarum halus lalu diperiksa

dibawah mikroskop. Kekurangan dari FNAB ini kadang tidak

dapat menentukan grade tumor dan kadang tidak memberikan

diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan biopsi lainnya.

2) Core Biopsy

Dengan menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar, lalu

diambil spesimen silinder jaringan tumor. Kelebihan dari core

biopsy adalah dapat membedakan tumor yang noninvasif dan

invasif serta grade tumor.

3) Biopsi Terbuka

Indikasi dilakukan biopsi terbuka jika pada mamografi terlihat

adanya kelainan yang mengarah ke keganasan, hasil FNAB atau

core biopsy yang meragukan. Biopsi eksisional adalah

mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan sedikit


jaringan sehat disekitar massa tumor ini digunakan untuk kasus

yang masih operabel atau stadium dini dan biopsi insisional

hanya mengambil sebagian massa tumor yang sudah inoperabel

yang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.

4) Sentinel Node Biopsy

Biopsi ini dilakukan untuk menentukan keterlibatan dari

kelenjar limfe aksila dan parasternal.

d. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku

dan/atau parafin. Bahan pemeriksaan histopatologi diambil

melalui:

1) Core biopsy.

2) Biopsi eksisional untuk tumor ukuran <3 cm.

3) Biopsi insisional untuk tumor operabel ukuran >3 cm sebelum

operasi definitif dan inoperabel.

4) Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kelenjar

getah bening.
5) Pemeriksaan imunohistokimia (Komite Nasional Penanggulan

Kanker, 2015).

8. Tatalaksana

Penatalaksanaan kanker payudara meliputi tindakan

pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal.

a. Pembedahan

Jenis pembedahan dari tumor payudara antara lain:

1) Lumpectomy

2) Partial or segmental mastectomy or quadrantectomy

3) Simple or total mastectomy

4) Radical mastectomy

5) Modified radical mastectomy

Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya

diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormon atau

kemoterapi (WebMD, 2015).

b. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan sebagai adjuvan kuratif pada

pembedahan BCT (Breast conserving treatment) atau lumpektomi,

mastektomi simpel, mastektomi radikal modifikasi, dan terapi

paliatif pasca mastektomi, metastasis tulang dan otak. Pemberian

radioterapi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penyinaran dari

luar dan dari dalam. Radiasi dari luar dilakukan bergantung pada

jenis prosedur bedah yang dilakukan dan ada tidaknya keterlibatan

kelenjar getah bening. Radiasi dari dalam atau brakiterapi adalah

menanam bahan radioaktif di jaringan payudara sekitar lesi

(Sjamsuhidajat, 2010).

c. Kemoterapi

Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun

tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan).

d. Terapi hormonal

Terapi hormonal terdiri dari obat-obatan anti-estrogen

(tamoksifen, toremifen) analog LHRH, inhibitor aromatase

selektif (anastrazol, letrozol), agen progetasional (megesterol

asetat), agen androgen dan prosedur ooforektomi (Price, 2005).


9. Pencegahan

Untuk mencegah kejadian tumor payudara ada dua pendekatan

yang dapat digunakan yaitu profilaktik mastektomi dan tindakan

preventif dengan menggunakan tamoxifen. Tindakan pembedahan

dilakukan hanya pada pasien yang tergolong di dalam risiko tinggi.

Di samping itu, menurunkan faktor risiko merupakan langkah yang

baik dalam menurunkan angka kejadian kanker payudara.

Program pengendalian kanker payudara antara lain:

a. Pencegahan primer:

1) Promosi dan edukasi pola hidup sehat.

2) Menghindari faktor risiko (riwayat keluarga, tidak punya anak,

tidak menyusui, riwayat tumor jinak sebelumnya, obesitas,

kebiasan makan tinggi lemak kurang serat, perokok aktif dan

pasif, pemakaian obat hormonal selama >5 tahun).

b. Pencegahan Sekunder:

1) Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).


2) Pemeriksaan klinis payudara (CBE/ Clinical Breast

Examination), untuk menemukan benjolan ukuran kurang dari 1

cm.

3) USG, untuk mengetahui batas-batas tumor dan jenis tumor.

4) Mamografi, untuk menemukan adanya kelainan sebelum adanya

gejala tumor dan adanya kegansan.


c. Pencegahan tersier:

1) Pelayanan di rumah sakit (diagnosis dan pengobatan).

2) Perawatan Paliatif (Rasjidi, 2010).

10. Prognosis

Beberapa variabel berikut yang mempengaruhi prognosis

kanker payudara, tiga di antaranya merupakan komponen dari

penetapan stadium menurut klasifikasi tumor-kelenjar-

metastasis/tumor-node-metastasis (TNM):

a. Invasi dan besar tumor.

b. Luasnya penyebaran ke kelenjar limfe.

c. Metastasis.

d. Derajat histologi.

e. Tipe histologis karsinoma payudara khusus.

f. Adanya atau tidak adanya reseptor esterogen atau progesteron.

g. Ekspresi berlebihan dari HER2/NEU (Sattar, 2015).


DAFTAR PUSTAKA

Anders CK, Johnson R, Litton J, Phillips M, Blayer A (2009). Breast cancer before
age 40 years. Semin Oncol. 36(3):237-49.

Azamris (2006). Analisis faktor risiko pada pasien kanker payudara di rumah sakit
Dr. M. Djamil Padang. Cermin Dunia Kedokteran. (152):53-6.

Cancer Research Uk (2014). Invasive Breast Cancer. Available from


(http://www.cancerresearchuk.org/about-cancer/type/breast-cancer/about/types/
invasive-ductal-breast-cancer) Diakses 7 juli 2015.

Crum CP, Susan CL, Ramzi SC (2007). Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara.
Dalam: Buku ajar patologi robbins. Vol.2. Ed 7. Kumar V (eds). Jakarta: EGC,
pp 788-802.

Dorland NWA (2011). Kamus saku kedokteran Dorland. Ed 28. Jakarta: EGC.

Ellis IO, Schnitt SJ, Sastre-Garau X, Bussolati G, Tavassoli FA, Eusebi V, Peterse JL
et al (2003). Invasive breast carcinoma. In: Tavassoli FA, and Devile P (Eds).
World Health Organization classification of tumors: pathology and genetic of
tumours of the breast and female genital organ. Lyon, France: IARC Press, pp.
13-20.

Eroschenko VP (2010). Atlas histologi difiore: dengan korelasi fungsional. Edisi 11.
Jakarta: EGC,pp 496-500.

Faiz O, Moffat D (2008). At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga.

Haward B, Armitage M, Blamey R, Cotter B, Dey P, Forbes H (2010). Health


Outcome Indicators: Breast Cancer. Report of a working group to the
Department. Available From (http://www.globocan.iarc.fr) diakses 21 february
2015.

John Hopkins Medicine (2015). Breast cancer and breast pathology: Overview of
Histologic Grade: Nottingham Histologic Score ("Elston Grade").Available from
(http://pathology.jhu.edu/breast/grade.php.) Diakses 20 september 2015.

KEMENKES RI (2014). Hilangkan mitos tentang kanker. Available from


(http://www.depkes.go.id/article/print/201407070001/hilangkan-mitos-tentang-
kanker.html) Diakses 24 february 2015.
Komite Nasional Penanggulangan Kanker KPKN (2015). Panduan nasional
penanganan kanker payudara. Jakarta: KEMENKES RI.

Kumar V, Cotran RS, Robbins Sl (2007). Buku ajar patologi Robbins. Vol 2. Ed 7.
Jakarta: EGC.

Lakhani SR, Ellis IO, Schnitt SJ, Vijver MJVD (2012). WHO Classification of
Tumours of the Breast.4th ed. Lyon: International Agency for Research on Cancer
(IARC).

Lester, Susan C (2005). The breast. In: Kumar V. Abbas AK and Fauston N (Eds).
Robbin and Cotran pathologic basic of diasease, Ed 7th. Philadelphia: Elseivier,
pp. 1119-1155.

Li CI, Anderson BO, Daling JR, Moe RE (2003). Trends in incidence rates of
invasive lobular and ductal breast carcinoma. JAMA. (289):1421-4.

Marice S, Aparildah NS (2011). Faktor risiko tumor payudara pada perempuan umur
25-65 tahun dilima kelurahan kecamatan bogor tengah. Available from
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/view/3895) di akses
November 2015.
Mills, Stacey (2004). Stenberg’s Diagnostic Surgical Pathology. Volume IIB. 4th Ed.
USA: Lippincott Williams & Wilkins.
National breast and ovarian cancer center (2009). Breast cancer risk factors.
Available from (http://canceraustralia.gov.au/sites/default/files/publications/rfrw-
breast-cancer-risk-factors-areview-of-the-evidence_504af03f5c512.pdf) diakses
november 2015.

National Cancer Institute (2012). What You Need To Know About Breast
Cancer.American. Available from (http://www.cancer.gov/publications/patient-
education/WYNTK_breast.pdf) diakses 24 february 2015.

Oktaviana DN, Damayanthi E, Kardinah (2012). Faktor risiko kanker payudara pada
pasien wanita di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Jakarta. Indonesia Journal of
Cancer. 6(3):105-111.

Perhimpunan Onkologi Indonesia (2010). Pedoman Tatalaksana Kanker. Ed 1.


Jakarta: FK UI.
Price SA (2005). Gangguan sistem reproduksi. In: Hartanto H, editor. Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC.

Rakha EA, El-Sayed ME, Lee AH, Elston CW, Grainge MJ, Hodi Z, Blamey RW,
Ellis IO (2008). Prognostic significance of Nottingham histologic grade in
invasive breast carcinoma. J Clin Oncol. 26:3153–8.

Ramli M, Azamris, Burmansyah, Dlidir D (2003). Protokol Penatalaksanaan Kanker


Payudara. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia.

Rasjidi imam (2010). Epidemiologi Kanker Pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto.pp
147-149.

Rosen P. Peter (2001). Breast Pathology Volume I. 2nd edition. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins.

Sahu SK, Singh PK, Singh BS, Bhushan S, Aeron K, Sinha M (2012). Breast
intraductal papilloma. Jurnalul de Chirurgie (Iaşi), 8(2): 189-92.

Sattar HA (2015). Sistem genitalia wanita dan payudara. Dalam: kumar V. Abbas AK
and Aster JC. Buku ajar patologi robin. Edisi ke-9. Singapore: ELSEVIER
SAUNDERS, pp.694-703.

Sidauruk H. A, Rasmaliah, Hiswani. 2013. Karakteristik Penderita Fibroadenoma


Mammae (FAM) Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elizabeth Medan Tahun
2007 – 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.

Siegel R, Miller k, Jemal A (2015). Cancer Statistics. A Cancer Journal for


Clinicians, 65 (1): 11-15.

Singh T (2007). Breast cancer management. Med J Indones;16(1):55-60.

Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R (2010). Payudara.


In: Haryono SJ, Chaula S, editor. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidayat-de jong.
Ed 3. Jakarta: EGC,pp 471-497.

Snell, Richard S (ed) (2011). Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC, pp:
87-91.

Sujiyatini (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Jogjakarta: Nuha Medika.


Sukardja, I Dewa Gede (2000). Onkologi Klinik edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press.

Swart R, MD, PhD (2015). Breast cancer histology. Available from


(http://emedicine.medscape.com/article/1954658-overview) diakses november
2015.

Syendi T, Linda W, A Rotty, Herlinda H. 2013. Breast Cancer Histopathology for


January 2012 – December 2011. Internel Medicine Departmen of Medical
Faculty of University Sam Ratulangi Manado.

Tavassoli FA, Devilee PD (2003). World health organization classification of


tumours: pathology and genetics of tumours of the breast and female genital
organs. Lyon: International Agency for Research on Cancer.

WebMD (2015). Breast cancer surgery: Types of Breast Cancer Surgery. Available
from (http://www.webmd.com/breast-cancer/breast-cancer-surgery) diakses 20
september 2015.

Anda mungkin juga menyukai